Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

BIOGRAFI ZAKIYAH DARADJAT


BAB II

BIOGRAFI ZAKIYAH DARADJAT

A.    Latar Belakang
                                                   
1.     Keluarga

Kampung Kota Merapak Kecamatan Ampek Angkek, Bukit Tinggi pada tahun tiga puluhan merupakan sebuah wilayah damai dan religius. Orang-orang menjalani hidupnya dengan perasaan aman, tanpa ada perasaan takut maupun khawatir terhadap kejahatan apapun.  Jika tiba waktu shalat, orang bergegas pergi ke masjid menunaikan kewajibannya sebagai muslim. Begitu aman dan religiusnya, sehingga penduduk kampung ini dengan tenang tanpa rasa khawatir sedikitpun dapat meninggalkan rumahnya, meskipun tidak dikunci. [1]
Zakiah Daradjat dilahirkan  di �Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Kotamadya Bukit Tinggi Sumatera Barat, 6 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan aktivis organisasi Muhammadiyah dan ibunya, Rafi'ah aktif di Sarekat Islam�.[2] Ia merupakan anak pertama dari pasangan tersebut. sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh ayahnya.  Zakiah Daradjat meninggal di Jakarta dalam usia 83 tahun pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan, jenazahnya dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang sama. Menjelang akhir hayatnya, ia masih aktif mengajar, memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum meninggal, ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina, Jakarta Selatan pada pertengahan Desember 2012.
Semasa hidup, Zakiyah Daradjat tidak hanya dikenal sebagai psikolog dan dosen, tetapi juga muballigh dan tokoh masyarakat. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menyebut Zakiyah Daradjat sebagai pelopor psikologi Islam di Indonesia. Sementara itu, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mencatat, Zakiah Daradjat adalah sosok yang bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan. Umar menambahkan, sosok Zakiyah Daradjat seperti sosok Hamka dalam versi Muslimah.                                                                   
2.     Pendidikan    

                 Pada usia tujuh tahun, �Zakiyah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah taman pada 1941�,[3]Zakiyah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat. Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.
Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikannya di SMA Setelah itu, ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia mendaftar ke dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda, yaitu Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII). Meskipun ia diterima di kedua Fakultas tersebut, ia akhirnya hanya memilih mengambil Fakultas Tarbiyah PTAIN Yogyakarta atas saran kedua orang tuanya. Pada tahun 1956, ia menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan pendidikan ke Mesir.
Di Mesir ia langsung diterima di Fakultas Pendidikan Universitas Ain Shams, Kairo untuk program S-2. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar MA pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan. Tidak seperti teman-teman seangkatannya dari Indonesia, setelah menyelesaikan program S-2, Zakiyah tidak langsung pulang. Ia justru malah melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Ketika menempuh program S-3, kesibukan Zakiah tidak hanya belajar. Pada tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil meraih gelar doktornya dalam bidang psikologi dengan spesialisasi psikoterapi dari Universitas Ain Shams.                                          
3.     Karir  

Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, �Zakiah Daradjat mengabdikan dan mengembangkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat. Sambil bekerja, Zakiah diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi bagi karyawan Kementerian Agama�.[4]Namun, karena semakin banyak klien yang datang, ia mulai membuka praktik sendiri di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan pada tahun 1965. Ketika diwawancara oleh Republika pada tahun 1994, ia menuturkan, "Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata saya menerima tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan." Zakiah mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa, "karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia.
Pada tahun 1967, Zakiyah diangkat oleh Menteri Agama Saifuddin Zuhri sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama, Pada periode selanjutnya, Zakiyah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama mulai tahun 1972, dan tahun 1977 sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam. Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem pendidikan di Indonesia. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, beliau memanfaatkan sebaik-baiknya untuk pengembangan dan pembaharuan dalam bidang Pendidikan Islam . Pembaharuan yang monumental yang sampai sekarang masih terasa pengaruhnya adalah keluarnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Agama, Mendikbud, dan Mendagri) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan Menteri Agama diduduki oleh Mukti Ali. Melalui surat keputusan tersebut Zakiyah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status madrasah, salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen. Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum. �Upaya lain yang dilakukan Zakiyah Daradjat adalah Peningkatan mutu Pengelolan (administrasi) dan akademik madrasah-madrasah yang ada di Indonesia Sehingga mulai muncullah apa yang disebut  sebagai Madrasah Model�.[5]
 Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan Azyumardi Azra, Zakiyah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di Madrasah-Madrasah, Zakiyah Daradjat membuka jurusan Tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia. Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai
Di luar aktivitasnya di lingkungan kementerian, Zakiyah Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai guru besar di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiyah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya. Selain itu, Zakiyah Daradjat sering memberikan kuliah subuh di RRI Jakarta sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran Mimbar Agama Islam di TVRI Jakarta. Pada 19 Agustus 1999, Zakiyah Daradjat memperoleh Bintang Jasa Maha Putera Utama dari Pemerintah Rapublik Indonesia.                                                      
B.    Kondisi Yang Mempengaruhi Pendidikan

1.     Sosial             

            Zakiyah Daradjat juga secara konsisten memberikan perhatian yang sangat intensif terhadap pendidikan agama, baik dalam keluarga maupun pada lembaga pendidikan lain, baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Beliau juga menekankan perlunya memhami karakteristik perkembangan dari peserta didik maupun kait-kiat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, baik yang disebabkan oleh perkembangan individu tersebut maupun karena perkembangan-perkembangan masyarakat yang sangat cepat di era ini. Beliau juga meneekankan peren penting lembaga-lenbaga pendidikan termasuk keluarga, terutama para pendidiknya.
Menurut Zakiyah Daradjat �dengan memahami dan menguasai kiat-kiat tersebut nantinya dapat memaksimalkan potensi-potensi yang ada pada mereka. Hal ini karena pendidikan agama memiliki basis psikologi sebagai alat untuk memahami orang-orang atau individu-individu penerima layanan jasa pendidikan. Prinsip-prinsip konseling yang beliau terapkan merupakan salah satu pendekatan yang sangat efektif untuk diterapkan dalam berbagai lingkungan pendidikan�.[6]
Pendidikan islam ini sangat erat hubungannya dengan kesehatan mental, karena pendidikan islam adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental. Karena pentingnya agama dalam pembangunan mental, maka pendidikan agam dilakukan secara intensif ditujukan untuk memperbaiki kesehatan mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan Islam dalam hal ini tidak hanya bersifat teoritis saja, namun juga praktis. Karena dalam pendidikan islam berisi ajaran-ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perseorangan dan bersama. Pendidikan agama ini merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Sehingga dalam hal ini pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga saja, tetapi juga masyarakat serta pemerintah.
Pendidikan agama ini perlu dilaksanakan sebaik-baiknya karena hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan generasi muda yang akan datang. Oleh karena itu upaya untuk menyelamatkan dan pembangunan ini memerlukan perhatian, terutama keluarga, sekolah (lembaga pendidikan), pimpinan-pimpinan dan orang berwenang dalam masyarakat, khususnya pemerintah. Pelaksanaan pendidikan ini juga tidak boleh berbeda antara penddikan yang diterima di dalam rumah dan di sekolah, karena apabila hal ini terjadi maka akan menghambat pembangunan kesehatan mental yang sehat, akan membawa kepada kegoncangan iman dan keragu-raguan pada agama. Pelaksanan pendidikan ini dapat tercermin dan terjadi dalam pengalaman, perlakuan dan percontohan dalam hidup mental agama harus terjadi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.           
2.     Politik

            Melihat kemampuan yang dimiliki Zakiyah yang demikian itu, �maka pada tahun,1967, Zakiyah dipercaya oleh Saifuddin Zuhri selaku Menteri Agama Republik Indonesia untuk menduduki jabatan sebagai kepala dinas penelitian dan kurikulum perguruan tinggi di Biro Pergururan Tinggi dan Pesantren Luhur Departemen Agama�.[7] Tugas ini berlangsung hingga jabatan Menteri Agama dipegang oleh A.Mukti Ali pada masa kepemimpinan Mukti Ali inilah Zakiyah Daradjat dipromosikan untuk menduduki sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam (Dinpartais) Departemen Agama. Dengan demikian, ia telah menjadi seorang ilmuwan dan sekaligus biokrat pendidikan.    
Jabatan sebagai Dinpartais ini telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Zakiyah Daradjat melalui pengembangan dan pembaharuan dalam bidang pendidikan. �Hal demikian sejalan pula dengan kebijakan pemerintah orde baru yang berusaha melakukan pembaharuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan�.[8] Adalah satu gagasan pembaharuan yang monumental yang hingga kini masih terasa pengaruhnya adalah keluarnya surat keputusan bersama tiga Menteri, yaitu Menteri Agama Republik Indonesia, Menteri pendidikan dan kebudayaan (pada waktu itu), serta Menteri Dalam Negeri. Lahirnya SKB tiga Menteri ini tidak bisa dilepaskan dari peran yang dilakukan oleh Zakiyah Daradjat.
Dengan SKB tiga mentri ini terjadi perubahan dalam bidang pendidikan madrasah. �Diantara perubahan tersebut bahwa kedalam madrasah diberikan pengetahuan umum sebanyak 70 persen dan pengetahuan agama sebanyak 30 persen�.[9]Dengan demikian kurikulum mengalami perubahan yang amat signifikan, dan dengan demikian lulusannya dapat diterima di perguruan tinggi umum sebagaimana telah disebutkan diatas. Lulusan madrasah Aliyah produk SKB3 Menteri ini terjadi pada tahun 1978, dan diantaranya ada yang diterima Kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB).                                          
3.     Intelektual                 
                                                             
Dari sekian banyak kiprahnya dalam berbagai kegiatan, kehadiran Zakiyah Daradjat tampaknya lebih dikenal dan tak bisa lepas dari psikologi agama atau kesehatan mental. Kesehatan mental dan psikologi agama adalah disiplin ilmu yang keahliannya ditekuni dan disosialisakannya secara konsisten, tak kenal lelah dan bosan melalui berbagai media; buku, artikel, makalah, diskusi atau seminar, juga melalui ceramah di berbagai forum, kemudian melalui radio dan televisi, serta dalam mengajar di berbagai lembaga pendidikan.
Zakiyah Daradjat adalah �orang yang pertama kali merintis dan memperkenalkan psikologi agama di lingkungan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia�.[10]Buku karangan beliau bukan saja menjadi bacaan wajib di perguruan tinggi terutama mengenai Pendidikan Agama dan Psikologi Agama, tetapi juga menjadi rujukan bagi kalangan perguruan tinggi, para pendidik, dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan dan sosial keagamaan bahkan menjadi bacaan populer masyarakat umum.
Kiprah Zakiyah Daradjat di bidang psikologi sepanjang karier akademik dan intelektualnya berusaha mencari kaitan antara terapi pendidikan dengan nilai-nilai agama. Dalam kaitan ini beliau menjadi fenomena menarik. Ia ingin mengintegrasikan pendekatan agama dengan ilmu pengetahuan modern. Dengan merujuk kepada berbagai literatur, baik berasal dari barat maupun dari Islam, ditemukan sintesa baru : agama memiliki peran yang sangat fundamental dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Karena itu agama dapat dijadikan pijakan psikologi. Sebagai seorang psikolog religi Zakiyah Daradjat berusaha meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Menurutnya cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak bisa dipisahkan.



[1] Adesanjaya, Biografi Zakiah Daradjat,diakses Tanggal 20 November 2015 dari http://aadesanjaya.blogspot.com
               [2] Abuddin Nata , Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 235.
                  [3] Arif Subhan, Zakiah Daradjat : Membangun Lembaga Pendidikan islam Berkualitas,. dalam Badri Yatim ,dkk, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), hal. 4.
               [4] Jajat Burhanuddin, Ulama Perempuan Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 146 -154.
               [5] Abuddin Nata , Tokoh-tokoh, hal. 237.
               [6]Cionksangpemimpin, Biografi Zakiah Darajat, diakses Tanggal 20 November 2015 dari http://cionksangpemimpin.blogspot.co.id,
               [7]Abuddin Nata , Tokoh-tokoh, hal. 236.

               [8]Ibid.,hal. 236.
               [9] Ibid.,hal. 237.

               [10] http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/8/jtptiain-gdl-s1-2004-anirenikur-393-diakses Tanggal 20 November 2015 dari http://library.walisongo.ac.id