FUNGSI STRATEGI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


BAB II

FUNGSI STRATEGI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


A.    Pengertian Strategi Pembelajaran        

Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa istilah tentang cara mengajar seperti model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Soekamto berpendapat model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.[1]
Model mencakup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.  Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan meng-optimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan strategi sebagai �kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pem-belajaran tercapai sasarannya.�[2] Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar adalah �taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[3]
Mencermati beberapa pengertian strategi di atas, penulis lebih condong bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda. Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan masalah).[4]
Strategi dapat diasumsikan sama artinya dengan sebuah siasat, cara, atau taktik. Setelah guru menetapkan pendekatan pembelajaran maka selanjutnya guru harus menyusun sebuah strategi dalam pembelajaran. Dimyanti dan Soedjono (dalam Anitah) mengemukakan bahwa �strategi pembelajaran adalah kegiatan guru untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara aspek-aspek dari komponen pembentukan sistem pembelajaran�[5].
Menurut Suyono, Strategi pembelajaran adalah �rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar, pengelolaan sumber belajar dan penilaian (asasmen) agar pembelajaran lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan�[6].
Berdasarkan penjelasan mengenai strategi pembelajaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah rencana seorang guru dalam mengelola semua komponen belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
B.    Kegunaan Strategi dalam Pembelajaran

Setiap penggunaan strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar tentunya memiliki kegunaan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut diantaranya yaitu :
1.     Mengoptimalkan pembelajaran pada aspek afektif
Strategi pembelajaran aktif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan strategi pembelajaran psikomotorik (keterampilan). Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam.
2.     Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran
Sering terjadi selama ini proses pembelajaran yang berlangsung banyak diarahkan kepada proses mendengarkan dan menghafalkan informasi yang disajikan oleh guru, siswa bersifat pasif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa hanya memperoleh kemampuan intelektual (kognitif) saja. Idealnya proses pembelajaran itu menghendaki hasil belajar yang seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Adapun kegunaan ataupun tujuan dari belajar menurut Robert M Gagne dalam Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya dapat disimpulkan bahwa dengan strategi belajar maka diharapkan akan ada hasil berupa :
Pertama, Berkembangnya kemampuan intelektual siswa: Kemampuan yang memperlihatkan tingkat intelektualitas siswa di mata pihak lain. Kedua, Berkembangnya kemampuan kognitif siswa : Kemampuan tentang mengatur �cara belajar dan berpikir� seseorang. Ketiga, Bertambahnya kemampuan informasi verbal : Kemampuan menyerab pengetahuan dan arti informasi. Keempat, Meningkatnya keterampilan motorik: Kemampuan yang erat kaitannya dengan ketrampilan fisik. Kelima, Berkembangnya sikap dan nilai ke arah yang lebih baik: Kemampuan yang erat kaitannya dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki seseorang[7].

Tanpa adanya proses yang namanya belajar, apa yang menjadi tujuan dan kegunaan dari hasil belajar itu tidak dapat berjalan secara efisien dan efektif, atau bahkan belajar tidak menghasilkan perkembangan atau peningkatan apapun pada siswa. Bahkan bila seorang pendidik salah menyusun strategi belajar, maka bukan tidak mungkin dapat menurunkan kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya.
C.    Metode Pembelajaran Aqidah Akhlak  

Metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui" dan hodos berarti "jalan" atau "cara."[8]Dengan demikian metode dapat berarti cara atau  jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode diartikan juga sebagai sarana untuk menemukan, menguji dan menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin sesuatu.[9]Metode pada  hakikatnya  adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan.[10]Dari pengertian-pengertian di atas metode adalah jalan untuk mencapai tujuan yang bermakna untuk ditempatkan pada posisi sebagai cara dalam menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu  atau pemikiran secara sistematika.
Metode memiliki kaitan erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama  pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu metode dalam pendidikan Islam diartikan sebagai suatu cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam al-Qur'an metode indentik dengan Thariqah yang terdiri dari objek, fungsi, sifat, akibat dan sebagainya. 
Penerapan suatu metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak tercapai tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkannya.
Dalam kegiatan belajar mengajar atau proses pembelajaran, metode merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan komponen lainnya. Metode merupakan alat untuk memotivasi peserta didik dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada berbagai macam pengertian metode menurut para ahli dalam mendefinisikannya antara lain sebagai berikut: Humadi Tatapangarsa dalam buku Methodology Pendidikan Agama Islam mendefinisikan bahwa �methode berasal dari kata Inggris method yang artinya cara. Ada pula orang yang mengatakan, bahwa methode berasal dari kata metodeosyang artinya jalan ke. Maka methode boleh diartikan: cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan�.[11] Menurut Wina Sanjaya metode adalah �upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercacapai secara optimal, ini yang dinamakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah diterapkan�.[12]
Sedangkan menurut Muhibbin Syah �metode secara harfiyah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis��[13] Ahmad Tafsir juga mendefinisikan metode sebagai berikut: Metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian �cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.[14]
Berdasarkan pengertian metode dari berbagai ahli pendidikan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode merupakan alat atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan menerapkan rencana yang telah disusun secara sistematis. Metode merupakan komponen dari kurikulum yang amat penting selain tujuan, materi bahan ajar, dan evaluasi. Karena itu, semakin baik atau tepat metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran maka akan semakin efektif dalam memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Ketika proses belajar mengajar berlangsung maka akan terdapat dua kegiatan yaitu kegiatan guru berupa mengajar sedangkan murid melakukan aktifitas belajar. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar peserta didik bersemangat ketika proses pembelajaran berlangsung. Pada saat mengajar terjadi penerapan seperangkat teori dan pengalaman yang guru gunakan dalam mempersiapkan program pengajaran yang sistematis. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang efektif amat diperlukan bagi guru dan peserta didik.
Proses pembelajaran efektif merupakan proses pembelajaran yang mampu memberikan hasil belajar maksimal berupa penguasaan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan ketrampilan kepada peserta didik berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Proses pembelajaran tersebut perlu dirancang dengan memanfaatkan teori-teori belajar dan pembelajaran sehingga seluruh potensi yang terkait dengan proses pembelajaran dapat dipergunakan secara optimal.[15]
Dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan, sebelum menerapkan suatu metode tertentu sebaiknya guru terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang paling tepat metode apa yang cocok digunakan agar proses pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan pendidikan. Ada berbagai macam metode yang dapat dipilih guru dalam kegiatan mengajar tetapi tidak semua metode dapat dikatakan baik juga sebaliknya. Jadi, ketepatan memilih suatu metode sesuai dengan tuntutan pembelajaran sangat menentukan kebaikan suatu metode.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran aqidah akhlak diantaranya:
1.     Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi kepada anak didik dengan jalan penerapan penuturan secara lisan untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya gambar-gambar, peta, denah atau alat peraga lainnya.[16] Kelebihannya: Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyak-banyaknya, guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah walaupun jumlah murid cukup banyak, dapat menghemat waktu, semua siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam mendengar dan keterangan atau konsep yang disampaikan guru dapat berurutan
Adapun kekurangannya: Siswa menjadi pasif karena mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri, guru sukar untuk mengetahui pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang diberikan, materi yang diceramahkan mudah dilupakan siswa, menimbulkan rasa bosan pada siswa dan pada umumnya siswa memahami masalah secara verbal.[17]
2.     Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara penyajian pelajaran bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa, penggunaan metode tanya jawab bermaksud memotivasi siswa untuk bertanya. Metode ini pun ada kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan metode tanya jawab adalah:  situasi kelas akan lebih hidup karena anak didik aktif menyampaikan pemikirannya, melatih agar siswa berani mengemukakan murid pendapat secara teratur dan guru dapat mengontrol pemahaman murid pada masalah yang dibicarakan. Adapun kekurangannya: apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak memakan waktu untuk menyelesaikannya, kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju dan kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan yang dipelajari.
Metode tanya jawab cocok digunakan untuk mengajar bidang studi Akidah Akhlak dimana ada siswa yang tidak fokus terhadap pelajaran, karena pelajaran Akidah Akhlak ini biasanya diberikan pada akhir jam pelajaran dengan sendirinya siswa jenuh dengan pelajaran lain dan siswa sering mengantuk, dengan metode ini dapat merangsang kepada apa yang sedang dibicarakan proses belajar mengajar berjalan guru yang bertanya (mengajukan pertanyaan dan siswa yang menjawab) sehingga dapat terangsang perhatiannya pada masalah yang sedang dibicarakan.[18]
3.     Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus siswa selesaikan tanpa terikat dengan tempat pemberian tugas belajar, biasanya dikaitkan dengan resitasi adalah suatu persoalan yang berhubungan dengan masalah pelaporan siswa sesudah setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.[19] Ada kelebihan dan kekurangannya metode ini. Kelebihannya adalah: baik sekali untuk mengisi waktu luang, memupuk rasa tanggung jawab pada apa yang telah dikerjakan dan melatih anak didik kepada norma-norma disiplin
Adapun kekurangannya adalah: guru tidak dapat mengawasi pelaksanaan tugas ini sehingga kemungkinan siswa mengantuk, siswa yang tidak mampu mengerjakan tugasnya akan berusaha menghindari pelajaran tersebut dengan berbagai alasan dan jika semua pelajaran diberikan tugas, menyebabkan kesukaran bagi anak didik dalam membagi waktu untuk semua tugasnya.
4.     Metode Diskusi
Diskusi adalah memberikan alternative jawaban untuk membantu menyelesaikan masalah dan metode ini merupakan bagian yang terpenting dalam menjelaskan sesuatu masalah. Serta membantu siswa untuk berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri. Metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihannya: kemungkinan anak didik yang tidak ikut aktif, sehingga bagi anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab, siswa yang peduli akan mendominasi dalam diskusi dan memerlukan waktu yang banyak.[20]
Berdiskusi adalah kegiatan manusia yang alamiah, sesuatu kegiatan yang menarik kreatif dan mengasikkan. Dalam suatu diskusi para peserta berfikir bersama dan mengungkapkan fikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada dirinya sendiri, pada kawan-kawan diskusi dan juga pada masalah yang di diskusikan.[21] Dan dapat menimbulkan pemahaman yang lebih kongkrit oleh karena itu metode ini merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik.
Dengan metode ini para peserta tidak hanya dilatih untuk membahas masalah, memecahkan persoalan melalui tukar pikiran dilatih juga teknik wawancara sistematis dan efektif dan analisa dari pembimbing akan membantu proses belajar para siswa.
5.     Metode Latihan
Metode latihan adalah cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan tertentu juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan yang baik selain itu metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketetapan, kesempatan dan keterampilan. Penggunaan istilah (Latihan) sering disamakan artinya dengan �ulangan� padahal maksudnya berbeda. Latihan bermaksud agar pengertian dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh mana ia telah menyerap pengajaran tersebut.[22]
6.     Metode Pembiasaan
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, �metode pembiasaan adalah cara atau upaya yang praktis dalam pembentukan (pembinaan) dan persiapan anak.�[23]Metode pembiasaan merupakan salah satu upaya pendidikan yang baik dalam pembentukan manusia dewasa. Oleh karena itu, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dipakai pendidik untuk membiasakan anak didik secara berulangulang sehingga menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan dan akan terus terbawa sampai di hari tuanya.
Ciri khas metode pembiasaan adalah kegiatan yang berupa pengulangan berkali-kali dari suatu hal yang sama. Pengulangan ini sengaja dilakukan berkali-kali supaya asosiasi antara stimulus dengan suatu respon menjadi sangat kuat. Atau dengan kata lain, tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, terbentuklah pengetahuan siap atau keterampilan siap yang setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak.[24]
Dari uraian diatas jelas bahwa metode pembelajaran Akidah Akhlak bermacam-macam, ini berarti bahwa tidak ada satu metode pun yang sempurna. Dengan demikian metode mengajar tersebut akan saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai sasaran. Oleh karena itu seorang guru harus menggunakan metode yang bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik pembelajaran Akidah Akhlak jika guru hanya mengguanakan satu metode saja. Dengan demikian sangatlah ditentukan kemampuan guru Akidah Akhlak agar memiliki dan memahami berbagai metode mengajar. Seseorang guru hendaknya lebih selektif dalam memilih metode sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi kelas dimana pembelajaran sedang berlangsung.
Untuk dapat melaksanakan program pengajaran dapat digunakan beberapa pendekatan, antara lain:
a.       Pendekatan emosional, yaitu pendekatan untuk menggugah emosi siswa dalam memahami dan meyakin aqidah Islam serta memberi motivasi agar siswa ikhlash mengamalkan ajaran Islam khususnya yang berkaitan dengan akhlaqul karimah.
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan estetis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Dalam hal ini Chadijah Hasan mengemukakan bahwa �merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh manusia, dan merasa sebagai aktifitas kejiwaan ini adalah suatu pernyataan jiwa yang bersifat subjektif.�[25]Oleh karena itu, Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menjelaskan bahwa �fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang, mempunyai sifat-sifat senang dan sedih, kuat dan lemah, lama dan sebentar, relative dan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa�.[26]
Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan memberi tanggapan (respon) bila ada rangsangan (stimulus) dari luar diri seseorang. Baik rangsangan verbal maupun rangsangan non verbal, mempengaruhi kadar emosi seseorang. Rangsangan verbal ini misalnya ceramah, cerita, sindiran, pujian, ejekan, berita, dialog, anjuran, perintah dan sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk prilaku berupa sikap dan perbuatan.
b.      Pendekatan rasional, yaitu usaha memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran Islam.
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt. Manusia adalah makhluk yang sempurna diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk lain yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal. Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lain seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah yang dapat berfikir, sedangkan makhluk lain tidak mampu berfikir.[27]
Dengan kemampuan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula manusia dapat membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu persoalan, tetapi diyakini pula dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan teknologi moderen. Oleh karena itulah manusia dikatakan sebagai homo sapien, semacam makhluk yang kecenderungan berfikir.
Di sekolah anak didik dididik dengan berbagai ilmu pengetahuan. Perkembangan berfikir anak dibimbing ke arah yang lebih baik, sesuai dengan tingkat usia anak. Perkembangan berfikir anak mulai dari yang abstrak sampai yang kongkrit. Maka pembuktian sesuatu kebenaran, dalil, prinsip, atau hukum menghendaki dari hal-hal yang sangat sederhana menuju ke kompleks. Pembuktian tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah keagamaan harus sesuai dengan tingkat berfikir anak. Kesalahan pembuktian akan berakibat fatal bagi perkembangan jiwa anak. Usaha yang terpenting bagi guru adalah bagaimana memberikan peranan kepada akal (rasio) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran agama.[28]
Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, latihan, kerja kelompok dan pemberian tugas.
c.       Pendekatan fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran Islam dengan menekankan pada segi kemanfaatannya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya sekedar mengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memaafkan ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya. Dengan begitu, maka nilai ilmu sudah fungsional dalam diri anak.[29]
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk memberantas kebodohan dan pengisian kekosongan intelektual, tetapi untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang pada akhirnya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyarakat.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu saja diperlukan penggunaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan, pemberian tugas, ceramah, Tanya jawab, dan demonstrasi.  
d.      Pendekatan keteladanan, yaitu menyuguhkan keteladan, baik yang langsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, prilaku pendidik, dan tenaga kependidikan lain yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsung melakui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena, orang dalam belajar, pada umumnya lebih mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak. Dalam hal ini Abdullah Ulwan menggambarkan bahwa �pendidikan barang kali akan mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun, anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila ia melihat pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya�.[30]Dalam al-qur�an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan keteladanan dalam pendidikan.
Sebagaimana termaktub dalam surat al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
?????? ????? ?????? ??? ??????? ??????? ???????? ???????? ?????? ????? ??????? ??????? ??????????? ???????? ???????? ??????? ???????? (???????: ??)
Artinya: Sesungguhnya ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. al-Ahzab: 21).

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru boleh memilih salah satu metode atau menggabungkan beberapa metode mengajar yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa metode yang dipilih tersebut sesuai dengan tujuan pelajaran, materi pelajaran, sarana yang ada, serta waktu yang tersedia. 
Namun demikian dalam penerapan metode-metode tersebut terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode, antara lain:
a.       Tujuan Yang Hendak Dicapai
Setiap melaksanakan pengajaran tentunya mempunyai tujuan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Misalnya pada tujuan pengajaran tafsir Al-Qur'an dan Hadits berbeda dengan tujuan pengajaran akhlak. Dan pelajaran tauhid berbeda tujuannya dengan pelajaran Akidah Akhlak, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena itu tujuan umum maupun tujuan khusus dari masing-masing pelajaran memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka implikasinya dalam pemilihan metode hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan tersebut dan membawanya ke dalam situasi pemilihan riset metode yang dianggap paling tepat dan serasi untuk diterapkan.[31]
Berdasarkan keterangan di atas, menandakan bahwa penerapan metode pengajaran aqidah akhlak harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diberikan, karena hanya dengan cara demikian barulah tujuan yang dikehendaki akan tercapai.
b.      Kemampuan Guru
Efektif tidaknya suatu metode juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup dominant pengaruhnya, misalnya seorang guru A oleh karena mahir dan cerdik dalam berbicara sehingga setiap pendengar menjadi terkesan dan terpukau dengan pembicaraannya, maka metode ceramah menjadi pilihan utama di samping metode lain sebagai pendukungnya. Akan tetapi metode ceramah tersebut akan menjadi tidak efektif bagi seorang guru yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik metode ceramah yang baik.[32]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bahwa kemampuan guru sangat berperan untuk memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan. Jika metode yang digunakan tidak sesuai, maka proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Oleh karena itu, kemampuan guru memegang peranan penting dalam menciptakan keberhasilan belajar mengajar.
c.       Anak Didik
Hal yang perlu diperhatikan pula dalam penggunaan metode adalah anak didik, karena guru berhadapan dengan makhluk hidup yang bernama anak didik itu, atau siswa dengan potensi dan fitrah yang dimilikinya memberi kemungkinan sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah pribadi yang sempurna.[33]
Pada fitrahnya memang setiap individu anak didik itu telah diberikan hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah Swt. Akan tetapi iman dan tauhid itu dapat saja berubah ke arah kelunturan apabila tidak disiram dan dipupuk dengan pendidikan dan bimbingan ke jalan menuju ke arah keimanan dan Islam. Guru di samping itu juga berhadapan dengan anak didik yang masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia antara satu dengan yang lain selamanya siswa berbeda dalam kelas. Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut diperlukan mengajar dengan kearifan sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nahlu ayat 25 sebagai berikut:
????? ????? ??????? ??????? ????????????? ??????????????? ??????????? ???????????? ????????? ???? ???????? ????? ??????? ???? ???????? ????? ????? ??? ????????? ?????? ???????? ???????????????? (?????: ???)
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. an-Nahlu: 125).

Dari gambaran ayat di atas, maka diketahui bahwa usaha untuk mensukseskan belajar mengajar harus ditempuh dengan cara mendidik anak didik sebijaksana mungkin. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan keberhasilan proses belajar mengajar siswa.

d.      Situasi dan Kondisi di mana Pengajaran Berlangsung
Situasi dan kondisi di mana berlangsungnya pengajaran juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar.
Situasi dan kondisi yang dimaksud, yaitu termasuk kondisi fisik gedung sekolah, apakah berada di pasar atau disamping bioskop dan sebagainya. Demikian juga keadaan guru dan murid saat mana waktu akan memberikan pelajaran di kelas apakah guru atau murid dalam keadaan lelah sehingga penerapan metode pada saat itu perlu dipertimbangkan dan diganti dengan metode lain yang dianggap lebih tepat seperti sosiodrama, tanya jawab, diskusi dan sebagainya. Ini berarti guru perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi dalam pemilihan metode jika pengajaran ingin berhasil secara optimal.[34]
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa situasi dan kondisi merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses belajar, karena keberhasilan belajar mengajar sangat bergantung pada situasi dan kondisi. Apabila situasi dan kondisi tidak dipengaruhi oleh kebisingan atau rasa lelah yang menimpa guru atau siswa, maka proses belajar mengajar akan berhasil dengan baik.
e.       Fasilitas yang Tersedia
Tersedianya sarana dan prasarana atau media pengajaran misalnya tersedia gedung sekolah tempat dan alat praktikum, buku-buku bacaan, alat-alat peraga serta fasilitas lainnya sangat tergantung terhadap efektif tidaknya penggunaan suatu metode.[35]Misalnya bagaimana kita ingin memakai metode demonstrasi dan eksperimen sementara peralatan untuk praktek pelajaran ibadah atau buku-buku bacaan yang berbobot untuk diteliti tidak ada. Hal ini jelaslah bahwa tersedia atau tidaknya fasilitas sekolah perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar yang baik dan khusus.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas merupakan faktor terpenting untuk menyukseskan pendidikan agama, karena tidak mungkin berjalan proses pengajaran apabila sarana yang tersedia kurang memadai, apalagi tidak ada sama sekali.
f.       Waktu yang Tersedia
Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, masalah waktu yang tersedia juga perlu diperhatikan, apakah waktunya cukup jika guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen, sementara acara pengajaran hanya tersedia 40 menit saja, atau sebaliknya. Apakah tidak sebaiknya kita memakai metode demonstrasi dan eksperimen di samping metode lainnya, karena acara pengajaran cukup tersedia. Akan tetapi, bisaanya waktu tersebut telah ditentukan dalam kurikulum, sehingga diperlukan keahlian guru untuk memilih metode yang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan itu.[36]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usaha untuk menyesuaikan metode dengan materi sangat bergantung waktu yang disediakan dalam kurikulum, sebab apabila waktu yang disediakan tidak mencukupi, maka metode yang digunakan tidak efektif. Namun untuk mencegah hal tersebut, maka seorang guru diwajibkan memilih metode yang sesuai dengan waktu yang telah disediakan dalam kurikulum.
g.      Sifat Materi
Sifat materi sangat penting diperhatikan oleh seorang guru, karena ditentukannya metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan sangat tergantung dari materi yang diajarkan kepada siswa.[37]
Keterangan di atas mengidentifikasikan bahwa dalam metode pengajaran tersedia banyak metode mengajar, yang kesemuanya tentu cocok untuk diterapkan. Akan tetapi perlu juga diperhatikan, dari kesemua metode tersebut ada yang paling tepat dan cocok dengan materi yang diajarkan kepada siswa. Dan di sini juga membutuhkan kemahiran guru dalam menentukannya.
h.      Kelebihan dan Kekurangan Suatu Metode
Dari masing-masing metode yang banyak itu, sudah barang tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan tetapi kekurangan suatu metode tertentu dapat dilengkapi oleh keunggulan dalam suatu metode yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan banyak metode dalam setiap pengajaran, bahkan guru harus menggunakan satu sampai empat metode secara bervariasi, dan oleh karena itu guru hendaklah mempertimbangkan sisi kelebihan dan sisi kekurangan suatu metode dalam mengkombinasikannya dalam satu kesatuan yang harmonis dan kompak.[38]
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa kelebihan dan kekurangan sebuah metode menjadi perhatian serius dalam usaha mensukseskan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, sebagai usaha untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sebuah metode, maka seorang guru mengkombinasikan beberapa metode agar di antara metode tersebut bisa saling menutupi.
D.    Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak
                 
Aqidah dan akhlak dalam ajaran Islam merupakan pangkal utama dalam menumbuhkan keyakinan manusia kepada Tuahnnya dan mengatur tata kehidupan di dunia, serta sebagai bekal di akhirat kelak. Dalam pembelajaran pada tingkat sekolah, aqidah akhlak merupakan dasar pengetahuan kognitif yang sarat dengan pembentukan dan pengembangan kearah afeksi siswa. Dalam hal ini siswa tidak dijejali pengetahuan belaka, tetapi bagaimana siswa mampu meyakini dan menerapkannya dalam kehidupan. Persoalan bangsa ini hanya masalah akhlak sebanarnya, pendidikan di Indonesia kebanyakan hanya berkisar pada pengetahuan kognitif saja (pinter Matematika, IPA, Bahasa Inggris) sedangkan akhlaknya tidak begitu diperhatikan. Memang ada yang memperhatikan tetapi hanya sedikit[39]. Kemudian dalam kesempatan lain; beliau juga mengemukakan; salah satu ketidak berhasilan pendidikan, karena tujuan yang tidak jelas.[40]Tujuan utama dalam pendidikan agar lebih diarahkan kepada pembentukan akhlak mulia. Apapun materi dan pembelajarannya penanaman akhlak hendaknya menjadi nomor satu. Aqidah yang mengakar menjadi pondasi dan akhlak yang mendasar menjadi prestasi.  Dengan anggapan tersebut penulis berkeyakinan, pembelajaran aqidah akhlak, harus diatur sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan produk yang baik. Produk yang baik bukan hanya secara pengatahuan saja akan tetapi secara aplikasi dilapangan juga baik.
Untuk menumbuhkan keyakinan pada setiap siswa, semestinya harus didahului dengan pengetahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana siswa yakin akan sesuatu kalau mereka tidak mengetahui tentang sesuatu itu? Dasar pengetahuan inilah yang mesti dipupuk pada benak dan diri siswa, agar tumbuh kesadaran betapa pentingnya keyakinan kepada Allah sebagai Tuhannya. Keasadaran itu akan berimbas pada keteraturan hidup secara individual maupun kelompok. Dengan kata lain keyakinan melalui akidah seseorang dapat dibimbing kearah pembentukan akhlaq al-karimah dalam menjalankan roda kehidupan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak, ada beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian sehingga hasilnya optimal, yakni: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Daulay mengemukakan:
Ada tiga ranah popular di kalangan dunia pendidikan yang menjadi lepangan garapan pembentukan kepribadian peserta didik. Pertama, kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsikan akal menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan kepada kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan action, perbuatan, perilaku. Apabila disingkronkan ketiga ranah tersebut dapat disimpulkan bahwa dari memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut, dan selanjutnya berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya.[41]

Esensi dari pendidikan budi pekerti itu adalah pembentukan sikap dan kepribadian. Oleh karena itu, orientasi pokoknya adalah internalisasi nilai. Oleh karena itu, dituntut untuk melaksanakan pendidikan berkelanjutan, integrated, budaya pendidikan.[42]Pendidikan berkelanjutan yaitu adanya hubungan yang berkesinambungan antara pendidikan di kelas (sekolah), di luar kelas, (rumah tangga dan masyarakat).[43]Pendidikan itegrited adalah nilai-nilai budi pekerti yang ada di berbagai mata pelajaran dimunculkan oleh guru ketika mengajar, terutama di dalam mata pelajaran pendidikan agama, pancasila, PPKn.[44]Selanjutnya pembentukan budaya pendidikan, yang dimaknai dengan pembentukan iklim sekolah yang kondusif bagi pengembangan pendidikan budi pekerti.[45]Beberapa hal yang terkait dengan ini adalah:
Pertama, pimpinan sekolah yang proaktif dan memiliki kepedulian yang tinggi untuk pembentukan lingkungan sekolah yang adaptif bagi pengembangan pendidikan budi pekerti, tidak hanya guru agama saja. Kedua, guru, semua guru adalah pendidik budi pekerti, tidak hanya guru agama saja. Tenaga administratif, sarana, dan fasilitas dipersiapkan yang menunjang bagi terwujudnya pendidikan budi pekerti. Dengan Demikian diharapkan sekolah menjadi laboratorium budi pekerti.[46]

E.    Strategi Pembelajaran Aqidah Akhlak                         
Dalam pembelajaran Akidah Akhlak guru tidak hanya mengambil semua kesempatan untuk menjelaskan, tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya. Jika kesempatan itu tidak diberikan maka guru tidak mengetahui apakah siswanya sudah memahami materi pembelajaran itu, dan akibatnya tujuan pembelajaran Akidah Akhlak tidak tercapai.
Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[47]Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
1.       Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk mem-fasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[48]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah:
Pertama, Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Kedua, Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketiga, Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa. Keempat, Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.[49]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain :

Pertama, Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, Aktivitas pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut. Ketiga, Pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[50]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pembelajaran kelompok.[51]
2.     Strategi Pembelajaran Yang Berpusat Pada Pendidik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[52] Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran Akidah Akhlak, karena dalam pembelajaran Akidah Akhlak dibutuhkan strategi yang dapat mengaktifkan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Akidah Akhlak.
Dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut kepadanya.[53]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Ke-unggulannya adalah:

Pertama, Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Kedua, Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar. Ketiga, Waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan. Keempat, Target materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[54]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik antara lain:

Pertama, Mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Kedua, Keberhasilan pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah kognitif. Ketiga, Kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran.[55]
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran Akidah Akhlak kedua strategi ini hendaknya digunakan secara kombinasi sesuai dengan materi yang akan dibahas, sehingga tujuan pembelajaran Akidah Akhlak tercapai.





[1] Rahmah Johar dkk. (Mengutip Soekamto), Strategi Belajar Mengajar, (Banda Aceh: FKIP Universitas Syiah Kuala, 2006), hal. 8.
[2] Ramly Maha, Strategi Pembelajaran,(Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994), hal. 1.
[3] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hal. 33.
    [4] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., hal. 9-10.
              
               [5] Sri Anitah, dkk, Strategi Pembelajaran di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 124.
               [6]Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Surabaya: Rosda, 2011), hal. 20.
               [7] Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Setia, 2006), hal. 29.

[8]H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan  Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdesipliner,(Jakarta: Bumi Akasara, 1991), hal. 61.

[9]Imam  Bernadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta, 1990), hal.  85. 
[10] Hasan Langgulung, Beberapa  Pemikiran  tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1991), hal. 183.
[11]Humadi Tatapangarsa, Methodology Pendidikan Agama Islam (Malang: IKIP Malang,
1974), hal. 6.

[12]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan(Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2008), hal. 125.

[13]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 201.

[14]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 9.
[15]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 61.

[16]Zuhairini dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 83.
[17]Tayar Yusuf dan Syaiful Bahri Djamarah, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 45.
[18]Imamsyah Ali Pandie, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t.), hal. 79.

[19]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 62.
[20]Team Didakdik Metodik Kurikulum FKIP Surabaya, Pengantar Didakdik Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1981), hal. 48.

[21]A. G. Lumadi, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981), hal. 37.
[22]Ibid., hal.240.

               [23] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Khalilullah Ahmad Masjkur
Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hal. 60.

               [24]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2oo2), hal. 110.
[25]Chadijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, Cet. I, (Surabaya: Al-Ikhlash, 1994), hal. 39.

[26]Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 63.
[27]Hassan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 35.
[28]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 76-77.
[29]Ibid., hal. 76.
[30]Abdullah Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, (Beirut: Dar al-Salam, 1978), hal. 663.
[31] Anwar, Metodologi ..., hal. 7.
[32]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 33.
[33]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 39.
[34]Amir Yusuf Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 43.
[35]Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 53.

[36] Anwar, Metodologi ..., hal. 10.
[37]M. Jafar, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal. 133.

[38]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 145.
               [39]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, Ed.1 Cet.1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 269.

               [40]Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Cet. Ke 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 198.
               [41]Haidari Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 222.
              
               [42] Ibid., hal. 223.

               [43] Ibid.,

               [44] Ibid.,

               [45] Ibid.,

               [46] Ibid.,
[47] Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), hal. 37.
[48] Rahmah Johar dkk., Strategi Belajar..., hal. 12.
[49] Sudjana, Metode dan Teknik..., hal. 37.
[50] Ibid., hal. 38.
[51] Ibid hal. 38.
[52] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-karya, 2005), hal. 76.
[53] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hal. 93.
    [54] Sudjana, Metode dan Teknik..., hal. 38.
    [55] Ibid., hal. 39.

0 Comments