Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pemberdayaan Masyarakat Melalui BUMG

Pemberdayaan Masyarakat Melalui BUMG

Indonesia terdiri atas kurang lebih 74 ribu Gampong. Artinya, negeri ini punya lebih dari 70 ribu ciri khas dan potensi yang mampu menghidupi. Pembangunan yang selalu berfokus di kota menghasilkan dampak urbanisasi besar-besaran. Akibatnya, Gampong tidak lagi menarik bagi warga usia produktif. Magnet apa yang mampu menarik gelombang urbanisasi?

Menggelorakan pengembangan ekonomi kreatif dan produktif di Gampong-Gampong seluruh Indonesia. Jika Gampongmampu secara mandiri menyediakan kebutuhan warganya, maka Gampongtelah mampu mensejahterakan warga sekaligus mengadakan pendapatan bagi dirinya. Dalam rangka mengakomodasi potensi Gampong dan pemenuhan kebutuhan warga Gampong pemerintah memberikan dukungan besar agar Gampong memiliki badan usaha yang mampu mengembangkan dan menggerakkan perekonomian lokal. Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) menjadi wadah bagi pemerintah Gampongdan warganya yang secara proporsional melaksanakan program pemberdayaan perekonomian di tingkat Gampong.

Keberadaan BUMG diharapkan mampu menstimulasi dan menggerakakan roda perekonomian desa. Sejak berlakunya UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, telah mendorong Gampong mengembangkan BUMG sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki masing-masing Gampong untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. Wacana tentang BUMG semakin menguat dengan adanya UU No. 6/2014 tentang Gampongyang memaksa Gampong memasuki era self governing community dimana Gampong secara otonom berwenang mengelola perencanaan pembangunan, pelayanan publik, dan pengelolaan keuangan Gampong.

Secara substansial UU Pemerintah Daerah menegaskan tentang janji pemenuhan permintaan (demand complience scenario) dalam konteks pembangunan tingkat desa. Dari UU Pemerintah Daerah tersebut, regulasi tentang BUMG diturunkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 39/2010. Logika pendirian BUMG didasarkan pada kebutuhan dan potensi Gampongsebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

BUMG dibangun atas inisiatif masyarakat berdasar prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, transparansi, emansipatif, inklusif, akuntabel, dan menjaga keberlanjutan dengan mekanisme member-based dan self-help. Pemberdayaan Gamponguntuk menggerakkan ekonomi masyarakat berjalan seiring dengan bergulirnya PNPM Mandiri. Namun BUMG belum menjadi prioritas dalam rencana pembangunan Gampong.

Pengembangan BUMG baru bergaung ketika Gampong memasuki babak baru. Lahirnya UU Gampong mengatur tentang kewenangan, hak, dan kewajiban Gampongtermasuk di dalamnya mengatur tentang pendirian BUMG sebagai bagian penting dari roda kehidupan desa. Adanya Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendesa) Nomor 4/2015 semakin menguatkan inisiasi pendirian BUMG sebagai salah prioritas pembangunan desa. UU Gampong mampu mengembalikan kesadaran kritis masyarakat Gampong akan pentingnya keterlibatan (partisipasi aktif) dalam pembangunan untuk memperkuat kohesi sosial. Baik Permendagri Nomor 39/2010 maupun Permendes Nomor 4/2015 sama-sama memiliki misi untuk meningkatkan keberdayaan desa. Karena dalam kedua regulasi tersebut secara nyata menyebutkan jika pendirian BUMG harus berdasar inisiatif dari masyarakat dan pemerintah Gampong dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang ada di Gampong untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tetapi ada perbedaan pada beberapa aspek yang bersifat operasional dalam kedua peraturan menteri tersebut, antara lain.