Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Dasar dan Tujuan Larangan Riba


BAB III
HIKMAH LARANGAN RIBA DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN


A.    Dasar dan Tujuan Larangan Riba
Adapun yang menjadi dasar dari pengharaman dari riba bagi umat Islam adalah sebagai berikut:
1.     Al-Qur��n.
            Dalam masalah riba, al-Qur��n telah menjelaskan beberapa tahap pengharaman, sehingga umat Islam dapat memahami rahasia syariat, yakni terdapat empat tahapan pengharaman yang terdapat di dalam ayat-ayat Allah. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a).   Pertama, Firman Allah di dalam surat Ar-R�m ayat 39 yang berbunyi:

Artinya:   Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah disisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat, yang kamu maksudkan untuk mencapai ridha Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat ganda pahalanya.(Qs. Ar-R�m: 39)

Ayat di atas di turunkan di Mekkah, dari zahir ayat tidak menunjukkan haramnya riba. Akan tetapi hanya sebagai isyarat bahwa Allah benci terhadap praktek riba ini dan bahwasanya riba tidak memperoleh pahala disisi Allah. Jelaslah bahwa ayat ini sebagai peringatan Allah kepada manusia agar riba tidak dipraktekkan. 
Majelis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hokum ekonomi/ keuangan di luar zakat, meliputi masalah perbankan, keuangan secara umum, dan koperasi simpan pinjam.[1]Majelis tarjih Sidoarjo memutuskan: (a) riba hukumnya haram dengan nash sharih al-qur�an dan as-Sunnah; (b) bank dengan system bunga hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal; (c) bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat;(d) menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah islam.
Penjelasan keputusan ini menyebutkan bahwa bank negara, secara kepemilikan dan misi yang diemban, sangat berbeda dengan bank swasta. Tingkat suku bunga bank swasta waktu itu relatif rendah dari suku bunga bank swasta nasional. Meskipun demikian, kebolehan bunga bank negara ini masih tergolong musytabihat (dianggap meragukan).[2]Majelis Tarjih Wiradesa, Pekalongan memutuskan: (a) mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk segera dapat memenuhi keputusan Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 tentang terwujudnya tentang konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan sesuai dengan kaidah Islam; (b) mendesak Majelis Tarjih PP Muhammadiyah untuk dapat mengajukan konsepsi tersebut dalam muktamar yang akan datang.[3]

b).   Kedua, firman Allah dalam surat An-Nis� ayat 161 yang berbunyi:
???????????? ???????? ?????? ??????? ?????? ???????????? ????????? ???????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????? ???????? ????????) ??????: ???(
Artinya:   Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka siksa yang pedih. (Qs. An-Nis� :161).

Ayat ini diturunkan di Madinah. Ini menjadi suatu pelajaran sejarah yang diceritakan kembali oleh Allah mengenai kehidupan orang Yahudi, Allah telah mengharamkan kepada mereka memakan riba, tetapi mereka tetap mempraktekkannya. Oleh sebab itu mereka berhak menerima azab dan kemurkaan Allah. Ayat ini menunjukkan kepada pengharaman riba, tetapi hal tersebut diungkapkan dalam bentuk isyarat bukan secara terus terang sebab ayat tersebut hanyalah merupakan satu cerita yang menjelaskan tentang kejahatan orang-orang Yahudi. Pada ayat tersebut tidak terdapat petunjuk yang menunjukkan secara positif bahwa riba diharamkan kepada kaum muslimin. Tahap ini seruan tahap kedua diharamkannya minuman keras (khamar) sebagai firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 219 yang berbunyi:
????????????? ???? ????????? ????????????? ???? ???????? ?????? ??????? ??????????? ????????? ????????????? ???????? ??? ???????????? ??????????????? ?????? ?????????? ???? ????????? ???????? ???????? ?????? ?????? ???????? ??????????? ??????????????) ??????: ???(
Artinya:   Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Demikian Allah menerangkan ayat-ayatnya kapadaku supaya kamu berfikir. (Al- Baqarah 219).

c).   Ketiga, maka firman Allah dalam surat Ali �imr�n ayat 130 yang berbunyi:
??? ???????? ????????? ???????? ??? ??????????? ???????? ?????????? ???????????? ??????????? ?????? ??????????? ???????????) ?? ?????: ???(
Artinya:   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.(Ali �imr�n 130).

Ayat di atas diturunkan di Madinah, di dalamnya mengandung pengertian bahwa riba secara terus terang (langsung) diharamkan, tetapi hanya sebagian saja tidak menyeluruh, sebab yang diharamkan hanya semacam riba yang disebut ???????????"(riba yang sangat kejam), yaitu riba fadhal yang keburukannya telah sampai pada puncaknya, sedang kejahatannya telah sampai pada tingkat tinggi, karena riba seperti itu dalam kenyataannya atau praktek bunganya bertambah terus menerus sampai berlipat ganda, yang sangat memberatkan orang yang berhutang untuk membayar hutangnya.
Muhammad Zuhri menjelaskan bahwa berbeda dengan umat Yahudi, umat Nasrani dalam hal riba, secara tegas mengharamkan riba bagi semua orang, tanpa membedakan kalangan Nasrani maupun non-Nasrani. Tokoh-tokoh gereja sepakat berpegang pada ketetapan-ketetapan agama yang ada pada mereka.[4]�Jika kamu menghutangi kepada orang yang engkau harapkan imbalanya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya. Karena pahala kamu akan sangat banyak.�[5]
Tetapi ketika ayat ini sama juga seperti tahap ketiga pada pengharaman khamar, seperti firman Allah dalam surat An-Nis� ayat 43 yang berbunyi :
??? ???????? ????????? ???????? ??? ??????????? ?????????? ????????? ???????? ??????? ??????????? ??? ?????????? ????? ??????? ?????? ???????? ??????? ??????? ????????????? ????? ?????? ???????? ???? ????? ?????? ???? ???? ?????? ??????? ???? ?????????? ???? ??????????? ????????? ?????? ????????? ???? ?????????????? ???????? ???????? ???????????? ????????????? ????????????? ????? ?????? ????? ???????? ????????) ??????: ??(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Qs. An-Nis�: 43).

2.     As-Sunnah
            Di dalam Hadith, Rasulullah telah meriwayatkan beberapa larangan riba secara tegas dan jelas, bahwa riba itu adalah diharamkan di dalam syari�at Islam. Hadith-Hadith itu menunjukkan diharamkannya riba. Hadith dari Abdullah Bin Mas�ud yang diriwayatkan oleh Ibnu M�jah, yaitu:
?? ??? ???? ?? ????? ?? ??? ? ???? ??? ???? ???? ???? ??? ??? ????? ?????? ??????? ??? ???.  (???? ?? ????).

Artinya: Dari Abdullah bin Mas�ud, bahwa Rasulullah bersabda: Dilaknat pemakan riba, pemberinya, saksinya dan penulisnya.(HR. Ibnu M�jah).[6]

Di samping itu juga, dalam Muktamar Ulama Islam yang diselenggarakan pada bulan Muharram tahun 1258 H (Mei 1965 M) di Aula Majma�aul Buhuts Al-Islamiyah di Al-Azhar Asy-Syarif menerangkan pendapat yang menimbulkan berbagai problem dalam bidang mazhab, ekonomi dan sosial dari berbagai Negeri. Keputusan hasil muktamar itu antara lain:
Pertama, Keuntungan dari berbagai pinjaman adalah riba yang diharamkan. Dalam hal itu tidak ada bedanya antara apa yang dinamakan pinjaman konsumsi dengan pinjaman produksi karena nash-nash Al-Qur�an dan Sunnah secara keseluruhan telah menetapkan haramnya keuntungan dari kedua jenis pinjaman itu. Kedua, Riba baik sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram. Pemberian pinjaman dengan riba hukumnya haram dan tidak bisa dibenarkan karena hajat atau keterpaksaan seseorang.  Ketiga, Praktek bank berupa rekening berjalan, tukar-menukar cek, kartu kredit, cambiale dalam negeri yang merupakan dasar hubungan bank dengan pengusaha dalam negeri, semuanya tergolong yang di benarkan, dan pungutan apapun sebagai jasa bank atas pekerjaannya tidak termasuk riba. Keempat, Semua rekening berjangka dan surat kredit dengan keuntungan dan berbagai bentuk rupa pinjaman dengan imbalan keuntungan (bunga) merupakan praktek riba.[7]

Al-Mar�ghi, mengatakan di dalam bukunya �Tafs�r Al- Mar�ghi� menjelaskan tentang sebab-sebab pengharaman riba yaitu:
Pertama, Riba bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi yang sebenarnya, seperti berbagai jenis keahlian dan perindustrian. Maksudnya orang yang mempunyai uang dan bisa mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba, maka orang tersebut akan meremehkan kerja. Sebab alur rezeki dapat mereka tempuh melalui jalur riba itu. Lalu, ia terbiasa dengan kemalasan, dan membenci pekerjaan. Yang menjadi tujuan adalah mengeruk kekayaan orang lain dengan cara yang bathil yang tidak di benarkan oleh agama. Kedua, Riba dapat melahirkan permusuhan, saling benci, bertengkar dan saling baku hantam. Sebab riba itu mencabut rasa belas kasihan dari hati dan mencemarkan harga diri, lantaran riba, perasaan saling rasa kejam dan sadis yang tak berperi kemanusiaan. Sehingga apabila terdapat seseorang yang miskin dan lapar, tidak ada seorang pun yang mau menolongnya untuk memberikan makanan guna menutupi kelaparan itu. Ketiga, Allah menggariskan secara muamalah antara sesama manusia di dalam hal bisnis. Antara satu pihak dengan pihak yang lain, dibolehkan mengambil keuntungan dengan jual-beli. Tetapi dalam riba, uang di ambil tanpa adanya pengganti (barang) dan ini merupakan suatu perbuatan yang dhalim. Keempat, Akibat dari perbuatan riba adalah kerusakan dan kehancuran. Banyak kita jumpai, bahwa harta seseorang ludes, rumah tangga hancur, karena mereka memakan riba.[8]

B.    Hikmah Larangan Riba dalam Al-Qur�an
Di antara makanan yang didapatkan dengan cara yang haram adalah memakan makanan dari hasil riba. Masalah riba menjadi suatu masalah yang sangat popular dikalangan kaum muslimin jika dikaitkan dengan masalah-masalah muamalah (jual beli, hutang-piutang, tukar-menukar barang atau transaksi lainnya). Riba merupakan produk amal manusia yang dipengaruhi oleh sifat-sifat yang buruk seperti ketidak jujuran, ketamakan (rakus), ketertutupan dan ketidak ikhlasan hati.
Dalam sejarah peradaban jahiliyah Arab sebelum kedatangan Islam, riba telah membudaya dan merupakan bagian dari kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging dalam kehidupan keseharian para pedagang. Mereka sudah tidak memperdulikan lagi akan nilai-nilai keseimbangan dalam menjalankan aktivitas dagangnya. Satu hal yang mereka fikirkan adalah keuntungan yang sebesar mungkin tanpa mempertimbangkan sedikitpun, bahkan perbuatan tersebut telah merugikan banyak orang. Dan uniknya, sampai sekarang pun praktek riba ini masih di jalankan oleh banyak orang dengan beragam jenis dan kemasannya. Mereka masih menganggap, bahwa praktek riba merupakan jalan pintas untuk bisa mendapatkan keuntungan yang besar, terlepas dari persoalan-persoalan yang bersifat nilai.  Untuk itulah kemudian Islam datang membawa tuntunan nilai-nilai keseimbangan hidup manusia untuk meluruskan berbagai penyimpangan dalam melakukan muamalah.
Fuad Zein dalam bukunya Aplikasi Ushul Fiqh dalam kajian keuangan Kontemporer menjelaskan bahwa:
Dalam sejarah peradaban manusia, tidak selamanya tambahan atas jumlah pinjaman itu mendatangkan kesengsaraan. Ada juga yang mendatangkan keuntungan baik kepada penerima maupun pemberi pinjaman. Tetapi Karena rumusan di atas sudah demikian mapan dalam ilmu Fiqh, maka semua kegiatan ekonomi yang mengandung formula �tambahan atas jumlah pinjaman�, baik berakibat menyengsarakan atau menguntungkan, tetap dimasukan dalam riba yang diharamkan itu.[9]

Begitu jelas mapanya rumusan riba nasi�ah, sehingga para fuqaha tidak lagi menganggap ada persoalan, �apa sebab riba mendatangkan kesengsaraan� atau bagaimana kondisi pihak peminjam dan pemberi pinjaman ketika terjadi perjanjian yang menuju riba?. Perhatian mereka tertuju pada pencarian illat, barang-banarng apa yang boleh atau tidak boleh dijualbelikan dengan tenggang waktu.
Pada masa sekarang, adanya upaya peninjauan ulang tentang riba dalam al-Qur�an disebabkan oleh kontak orang Islam dengan kegiatan perbankan. Bank adalah bagian dari peradaban Barat. Maka, yang dimaksud dengan kontak itu adalah sesudah diterimanya peradaban Barat oleh para tokoh pembaharu dalam Islam, yaitu sesudah abad ke-18.[10] Karenanya, kontroversi tentang hokum bunga bank muncul sesudah kurun waktu tersebut, tidak sebelumnya. Dalam catatan sejarah, berdirinya lembaga perbankan di berbagai negara Islam adalah sesudah abad ke- 20.[11]
Dan Allah sangat keras dalam memperingatkan umat Islam untuk tidak sekali-kali memakan sesuatu yang dihasilkan dari perbuatan riba tersebut. Hal ini seiring dengan firman Allah:
????????? ??????????? ???????? ??? ?????????? ?????? ????? ??????? ??????? ????????????? ???????????? ???? ???????? ?????? ??????????? ???????? ???????? ????????? ?????? ???????? ????????? ?????? ????????? ????????? ???????? ????? ?????? ?????????? ???? ???????? ?????????? ?????? ??? ?????? ?????????? ????? ?????? ?????? ????? ????????????? ????????? ???????? ???? ?????? ??????????) ??????: ???(

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka mengatakan (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(Qs. Al- Baqarah: 275).

Rasulullah juga menjeslaskan tentang orang yang terlibat dengan transaksi riba dan melaknatnya, seperti di dalam sabdanya:
 ?? ???? ??? : ??? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ??? ????? ? ????? ?????? ??????? ????: ?? ???? (???? ????)
Artinya:   Dari J�bir berkata: Rasulullah saw. melaknat pemakan riba pemberinya, saksinya, dan penulisnya, mereka semuanya adalah                                                                                      sama.� (HR. Muslim).[12]

            Begitu keras kecaman Allah terhadap orang yang memakan makanan yang haram dengan kecaman yang amat keras dengan mengancam pemakan, pemberi dan seluruh orang yang terlibat dalam transaksi yang haram tersebut. Dalam pandangan Islam, daging yang tumbuh dari makanan yang haram (baik dari segi zat dan cara mendapatkannya) dianggap sebagai bagian dari api neraka dan diancam hukuman di bakar di akhirat kelak.
Di samping dari pada itu Allah juga menolak seluruh kebaikan dan amal saleh yang mana mereka beramal saleh dengan hasil dari sesuatu yang diharamkan seperti, bersedekah, menyambung silaturrahim dan membelanjakan hartanya di jalan Allah. Jika seseorang menjadi budak harta dan dengan segala cara untuk memperolehnya, maka segala kemaksiatan akan dilakukan. Karena mengkonsumsi makanan haram (baik zat maupun cara memperolehnya), akan mempunyai kecenderungan untuk selalu melakukan dosa yang semakin jauh dari tuntunan ilahi. Akibatnya semakin terbenam dalam kebiasaan-kebiasaan yang dibimbing oleh hawa nafsu. Oleh karena itu Allah mengingatkan kita di dalam Firmannya:
??????????? ??????????? ????? ?????????) ???: ??(
Artinya:   Maka hendaklah Manusia itu memperhatikan makanannya. (QS. �Abasa: 24)

            Lebih lanjut lagi, makanan haram yang diperoleh bukan hanya dikonsumsi untuk dirinya sendiri, melainkan juga istri, anak, dan seluruh orang yang berada di bawah tanggungannya. Thobib Al-Asyh�r menjelaskan bahwa, �Di antara hasil dari makanan yang dikonsumsi ialah memberi (menyediakan) energi bagi seluruh organ tubuh, mendorong daya pikir, dan menggantikan serta membentuk sel-sel maupun jaringan yang sebagiannya juga  berupa zat organik  pelanjut keturunan (sperma serta indung telur).�[13]Maka sangat kita khawatirkan makanan yang haram akan mempengaruhi gerak langkahnya. Selanjutnya dampak itu terus-menerus akan mewarisi keturunannya, sehingga anak cucunya pun cenderung kepada perbuatan yang diharamkan agama.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
            Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa riba merupakan tambahan bayaran yang tidak sesuai dengan aturan Islam yang sangat dilarang di dalam al- Qur��n dan Hadith dan juga dari hasil Ijma� para Ulama Islam dan sepakat untuk mengharamkannya karena berpengaruh terhadap psikologiumat Islam akibat dari memakan harta yang tidak halal dan dapat berpengaruh bagi kerunannya.
C.    Hikmah Larangan Riba Dalam Tinjauan Pendidikan Islam
Larangan riba merupakan salah satu pembeda utama antara sistim ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Argumentasi larangan riba dalam ekonomi Islam telah banyak dibahas para ulama dan ilmuwan Islam sepanjang sejarah. Menurut Sri Edi Swasono dalam artikelnya �Factor Pricing and Income Distribution from An Islamic Perspective� yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic Economics, menyebutkan bahwa pengharamkan riba dalam ekonomi, setidaknya, disebabkan oleh empat alasan;
Pertama, sistim ekonomi ribawi telah menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi para pemberi modal (bank) yang pasti menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam dana tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para peminjam dana mendapatkan untung dalam bisnisnya, maka persoalan ketidakadilan mungkin tidak akan muncul. Namun, bila usaha bisnis para peminjam modal bankrut, para peminjam modal juga harus membayar kembali modal yang dipinjamkan dari pemodal plus bunga pinjaman. Dalam keadaan ini, para peminjam modal yang sudah bankrut seperti sudah jatuh di timpa tangga pula, dan bukankah ini sesuatu yang sangat tidak adil? Kedua,sistim ekonomi ribawi juga merupakan penyebab utama berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar yang diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari golongan industri raksasa (para konglomerat) hanya diharuskan membayar pinjaman modal mereka plus bunga pinjaman dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan milyaran keuntungan yang mereka peroleh. Padahal para penyimpan uang di bank-bank adalah umumnya terdiri dari rakyat menengah ke bawah. Ini berarti bahwa keuntungan besar yang diterima para konglomerat dari hasil uang pinjamannya tidaklah setimpal dirasakan oleh para pemberi modal (para penyimpan uang di bank) yang umumnya terdiri dari masyarakat menengah ke bawah. Ketiga, sistim ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin tingginya tingkat bunga dalam masyarakat, maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyimpan uangnya di bank-bank karena keuntungan yang lebih besar diperolehi akibat tingginya tingkat bunga. Keempat, bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi bagi para businessman yang menggunakan modal pinjaman. Biaya produksi yang tinggi tentu akan memaksa perusahaan untuk menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi pula. Melambungnya tingkat harga, pada gilirannya, akan mengundang terjadinya inflasi akibat semakin lemahnya daya beli konsumen. Semua dampak negatif sistim ekonomi ribawi ini secara gradual, tapi pasti, akan mengkeroposkan sendi-sendi ekonomi umat. Krisis ekonomi tentunya tidak terlepas dari pengadopsian sistim ekonomi ribawi seperti disebutkan di atas[14].

Perlu diketahui bahwa, sesuatu yang dilarang oleh syari�at pasti mengandung akibat yang negatif bagi pelakunya, bahkan bagi orang lain. Seandainya pun ada manfaatnya, tentu bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, maka sewajarnyalah umat Islam menjauhi segala bentuk praktek riba. Tetapi kenyataannya kita lihat bahwa, sebagian besar dari kaum muslimin  melakukan praktek riba, terutama dalam masalah perbankan. Sejak puluhan tahun yang lalu, di berbagai belahan dunia, umat Islam telah berhubungan dengan bank yang menerapkan sistem bunga (riba) dalam transaksinya, bukan hanya bersifat pribadi, melainkan juga lembaga-lembaga, perusahaan-perusahaan, kantor-kantor pemerintah dan swasta, semuanya memanfaatkan jasa bank. �Padahal dalam prakteknya, bank-bank itu menerapkan sistem bunga yang merupakan penghalusan dari kata riba.�[15]
            Sebagian besar dari kaum muslimin yang memanfaatkan jasa bank, padahal dalam kesehariannya mereka menjalankan ajaran-ajaran Islam. Mereka menunaikan zakat, shalat, berpuasa dan menjalankan perintah-perintah Allah yang lain, mereka juga menjauhi minuman keras, perzinaan, perjudian dan perbuatan keji yang lain yang dilarang agama, tetapi mengapa mereka tetap berhubungan dengan Bank Konvensional  yang menerapkan bunga? Tentu ini merupakan suatu kenyataan di dalam masyarakat yang sangat aneh, padahal yang  berhubungan dengan bunga Bank Konvensionalmerupakan keharaman yang jelas di dalam Islam.
Di antara faktor yang menyebabkan umat Islam berhubungan dengan riba adalah karena dangkalnya ilmu agama pada diri mereka yang berhubungan dengan riba, dan tumbuhnya kebiasaan dari masyarakat berhubungan dengan bank yang mempraktekkan sistem riba sehingga mereka terjebak dengan praktek riba. Di samping dari pada itu adalah jarangnya sosialisasi yang menyeluruh di dalam masyarakat tentang riba. Dan disebabkan juga oleh jarangnya orang yang mengetahui/ memahami  tentang dampak yang diakibatkan dari riba di dalam kehidupannya.
Padahal kenyataan yang kita lihat di dalam masyarakat bahwa, sangat jelas tentang dampak yang ditimbulkan oleh riba. Di antara dampak yang sangat berbahaya yang ditimbulkan oleh riba adalah, yang Pertama, Umat Islam telah melanggar syariat Allah s.w.t yang merupakan dosa yang diancam dengan hukuman dimasukkan ke dalam neraka. Kedua, Yaitu dapat terjadinya inflasi (penurunan nilai mata uang) di dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh M. Syafi�i Antonio bahwa, dari segi ekonomi dapat menyebabkan dampak inflatior (penurunan nilai mata uang) yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang yang disebabkan karena salah satu elemen penentu harga adalah suku bunga, semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi harga ditetapkan pada suatu barang[16].Ketiga, terjadinya ketidakadilan di dalam masyarakat karena, orang yang memiliki modal memperoleh keuntungan dengan tanpa usaha dan tidak pernah mengalami kerugian. Keempat, dapat memperlebar jurang pemisah di antara sesama manusia dan terjadinya kecemburuan sosial di dalam masyarakat. Kelima, hilangnya tali persaudaraan dan saling bantu-membantu di dalam masyarakat dan mengukur sesuatu dengan nilai materi. Keenam, dapat menyebabkan dampak psikologis yang berbahaya di dalam masyarakat 
D.    Usaha yang di Tempuh untuk Mengantisipasi Dampak Riba
Adapun upaya yang dilakukan dalam mengantisipasi praktek riba adalah:
1.     Upaya yang bersifat preventif (pencegahan)
Adapun upaya yang sifatnya preventif adalah sebagai berikut:
a).   Menerapkan sistem pendidikan Islam yang benar
Islam adalah agama Islam dan cahaya, bukanlah suatu agama kebodohan, sumbernya adalah wahyu Allah al-Qur��n, dia merupakan kitab ilmu. Ayat-ayat yang pertama kali diturunkan adalah:
??????? ??????? ??????? ??????? ??????,?????? ??????????? ???? ??????, ??????? ????????? ???????????,??????? ??????? ???????????,??????? ??????????? ??? ???? ????????) ??????:???(

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang mengajarkan  manusia dengan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tiada di ketahui. (Qs. Al- �Alaq: 1-5).         

Membaca adalah kunci untuk memahami ilmu, al-Qur��n diturunkan untuk orang-orang berilmu, sebagaimana firman Allah dalam surat Fushilat ayat 3 :
??????? ????????? ???????? ???????? ?????????? ????????? ???????????) ????:?(

Artinya: Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang berilmu. (Qs. Fushilat : 3).

Al-Qur��n telah menjadikan ilmu sebagai asas dan kemuliaan antara manusia. Allah berfirman dalam surat Az-zumar ayat 9 :
??????? ???? ??????? ????? ????????? ???????? ?????????? ???????? ?????????? ????????? ???????? ??????? ???? ???? ????????? ????????? ??????????? ??????????? ??? ??????????? ???????? ??????????? ???????? ????????????) ?????:?(
Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Qs. Az-Zumar : 9).

            Demikian juga ahlul ilmi adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah  dan bertakwa kepada-Nya, Allah berfirman dalam surat Al-fatir ayat 28 :
?????? ???????? ????????????? ?????????????? ?????????? ??????????? ???????? ???????? ??????? ??????? ???? ????????? ??????????? ????? ??????? ??????? ???????) ????:??(
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama . Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Qs. Fatir: 28)        
                       
Al-Qur��n memandang penelitian itu suatu yang wajib, berfikir itu suatu ibadah, mencari kebenaran itu suatu qurbah(mendekatkan diri kepada Allah), mempergunakan alat-alat pengetahuan itu sebagai pernyataan syukur terhadap nikmat Allah dan mengabaikan hal itu semua jalan menuju neraka jahannam. al-Qur��n dalam banyak ayat menggunakan kata-kata �Ulil Alb�b�, �Ulil Abs?ar�. Yang dimaksud dengan istilah �Bashar� disini adalah akal, bukan mata yang ada dikepala. Dan banyak sekali bagian akhir ayatnya yang mengingatkan akal yang sedang lalai, seperti:�Afala ta�qilun, Afala tatafakkarun�.
Umat Islam yang berilmu �mempunyai kedudukan langsung sesudah para Anbiya atau para Nabi.�[17]Rasulullah s.a.w bersabda:
??????? ???? ???????? (???? ????  )
Artinya: Ulama adalah pewaris dari para Nabi. (H.R. Ahmad).[18]
Tampaknya tidak ada perealisasian syari�at Islam kecuali melalui proses pendidikan dan penempaan diri, generasi muda dan masyarakat dengan landasan iman dan tunduk kepada Allah. Untuk itu pendidikan Islam merupakan amanat yang harus dikenalkan oleh generasi ke generasi berikutnya, terutama dari orang tua atau pendidik kepada anak-anak dan murid-muridnya. Dan kecelakaan akan menimpa orang-orang yang mengkhianati amanat itu. Pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syari�at Allah. Artinya manusia tidak merasa keberatan atas ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia dari keburukan dan kerugian kecuali beriman kepada Allah dan juga hari Akhirat, beramal shaleh dan saling berpesan menetapi kesabaran dam mewujudkan kebenaran serta memerangi kebathilan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur��n surat Al- Ashr ayat 1-3:
???????????, ????? ??????????? ????? ??????, ?????? ????????? ??????? ?????????? ????????????? ???????????? ?????????? ???????????? ??????????? ) ?????:?-?(
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan nasehat menasehati supaya mena�ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (Qs.  Al-Ashr: 1-3) 

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa �Keselamatan manusia dari kerugian dan azab Allah dapat tercapai melalui tiga bentuk pendidikan berikut.Pertama, pendidikan individu yang membawa manusia pada keimanan dan ketundukan kepada syari�at Allah serta beriman kepada yang Gaib; Kedua,pendidikan diri yang membawa manusia pada amal saleh dalam menjalani hidupnya sehari-hari; dan, Ketiga, pendidikan masyarakat yang membawa manusia pada sikap saling pesan dalam kebenaran dan saling memberi kekuatan ketika menghadapi kesulitan yang ada pada intinya, semuanya ditujukan untuk beribadah kepada Allah�[19]
  Jadi, kedudukan pendidikan bagi umat Islam sangat penting dan tidak bisa dipisahkan. Karena pendidikan merupakan faktor yang menentukan maju mundurnya perdaban umat Islam. Umat Islam akan mencapai puncak kejayaan apabila pendidikan berhasil, akan tetapi sebaliknya kemunduran dan kehancuran akan dialami apabila pendidikan gagal dilaksanakan.
b).   Menjelaskan tentang bahaya riba dalam kehidupan
Di dalam Islam dalam pengharaman riba dijelaskan secara logis tentang bahaya riba dan sebab- sebab Allah mengharamkannya, sehingga bagi masyarakat yang meninggalkan riba, benar-benar dengan suatu keyakinan dan bukan karena mengekor kepada orang lain.  Ahmad Mustafa Al-Mar�ghi, menjelaskan tentang sebab-sebab pengharaman riba yaitu:
Pertama, Riba bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi yang sebenarnya, seperti berbagai jenis keahlian dan perindustrian. Maksudnya orang yang mempunyai uang dan bisa mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba, maka orang tersebut akan meremehkan kerja. Sebab alur rezeki dapat mereka tempuh melalui jalur riba itu. Lalu, ia terbiasa dengan kemalasan, dan membenci pekerjaan. Yang menjadi tujuan adalah mengeruk kekayaan orang lain dengan cara yang bathil yang tidak dibenarkan oleh agama. Kedua, Riba dapat melahirkan permusuhan, saling benci, bertengkar dan saling baku hantam. Sebab riba itu mencabut rasa belas kasihan dari hati dan mencemarkan harga diri, lantaran riba, perasaan saling rasa kejam dan sadis yang tak berperi kemanusiaan. Sehingga apabila terdapat seseorang yang miskin dan lapar, tidak ada seorang pun yang mau menolongnya untuk memberikan makanan guna menutupi kelaparan itu. Ketiga, Allah menggariskan secara muamalah antara sesama manusia di dalam hal bisnis. Antara satu pihak dengan pihak yang lain, dibolehkan mengambil keuntungan dengan jual-beli. Tetapi dalam riba, uang diambil tanpa adanya pengganti (barang) dan ini merupakan suatu perbuatan yang dhalim. Keempat, Akibat dari perbuatan riba adalah kerusakan dan kehancuran. Banyak kita jumpai, bahwa harta seseorang ludes, rumah tangga hancur, karena mereka memakan riba.�[20]

c).   Mengajarkan  tentang jual beli yang halal
Jual beli adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah yang merupakan kebalikan dari riba. Seperti di dalam firman Allah dalam suratAl-baqarah ayat 275:
... ????????? ?????? ????????? ????????? ???????? ( ??????:???(
Artinya: ...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Qs. Al- Baqarah: 275).

Hendi Suhendi mendefinisikan bahwa jual beli adalah: �Suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara� dan di sepakati.�[21] Ada perbedaan yang sangat penting untuk diketahui sebagai alasan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Menurut Anwar Iqbal Al-Quresyi dalam bukunya, ada beberapa kriteria yang membedakan antara riba dengan jual beli yaitu:
Pertama, Hal yang menyebabkan riba dilarang karena perbuatan ini memungkinkan seseorang memaksakan pemilikan harta benda orang lain tanpa alasan yang yang diizinkan oleh peraturan ataupun yang akan diberikan keuntungan bagi sipemiknya. Orang yang melakukan perampasan ini, tidak akan memperdulikan hak orangn lain yan diperas yang menyebabkan orang yang berhutang tadi jadi sangt miskin,karena itu hal tersebut termasuk tindakan yang sangat tidak adil. Kedua, Penghasilan  yang diterima dari bunga uang menghambat si penerimanya  (pemberi hutang) untuk ikut berusaha memasuki suatu jabatan atau pekerjaan di dalam masyarakat, karena ia dengan gampang saja membiayai hidupnya dengan bunga uang atau pinjaman berjangka. Karena itu ia tidak mau lagi berusaha untuk memangku jabatan yang berhubungan dengan dipakai tenaganya atau sesuatu yang dibutuhkan kerja keras. Hal ini akan membawa kemunduran terhadap masyarakat yang seperti telah menjadi kenyataan, dunia tidak bisa berkembang dengan baik tanpa perdagangan, seni dan kerajinan tangan. Ketiga, Riba atau pembungaan uang dilarang karena hutang selalu menurunkan harga diri dan kehormatan seseorang di dalam masyarakat tidak lagi mau pinjam meminjam uang. Sebaliknya bila diizinkan, masyarakat dengan maksud ingin memenuhi kebutuhannyayang semakin lama bertambah besar, tidak akan segan-segan meminjam uang walau seberapapun tinggi bunganya. Hal ini akan menghancurkan perasaan saling hormat menghormati, sifat-sifat baik manusia serta perasaan berhutang budi. Keempat, Alasan lain mengapa semua transaksi yang berhubung dengan pembungaan uang dilarang, karena dengan adanya perbuatan tersebut, mereka yang meminjam uang akan menjadi miskin, sedang yang memberi pinjaman akan mendapat keuntungan terus menerus (bunga). Seandainya riba diizinkan akan menjadi tamatlah orang-orang kaya yang mengumpul uang orang-orang miskin melalui pemberian pinjaman dan penarikan bunganya.
Kelima, Dalam sistem jual beli selalu ada kemunakinan untung ataupun rugi, sedangkan dalam sistem riba orang yang mempunyai modal terus menerus beruntung dan tidak pernah rugi. Bagaimanapun besarnya keuntungan dari jual beli, ia hanya didapat sekali saja dari modal yang dikeluarkan. Sedangkan sistem riba merengguk keuntungan terus menerus dari hasil jerih payah orang lain.
Keenam, Alasan terakhir adalah karena Kitab suci Al-Qur�an undang-undang tertinggi dalam Islam, memerintahkan secara tegas dan tidak dapat ditawar-tawar pelanggaran terhadap segala bentuk riba dan menghalalkan jual-beli.�[22]

Dari penjelasan di atas sangatlah jelas tentang perbedaan antara jual beli dengan riba sehingga Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
2.     Upaya yang sifatnya kuratif (memberi solusi)
a).   Memotifasi umat untuk berlomba dalam mengerjakan kebaikan
Islam menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba atas kebaikan dan berbuat amal saleh, serta menghindari sifat yang dapat merusak dalam kehidupan manusia. Di antara yang dianjurkan oleh Islam untuk mengantisipasi riba adalah sebagai berikut:
1)     menganjurkan untuk menyuburkan sedekah
Di dalam Islam sangat dilarang praktek riba dan dianjurkan untuk menyuburkan sedekah. Seperti di dalam firman Allah:
???????? ?????? ????????? ????????? ???????????? ???????? ??? ??????? ????? ???????? ???????) ?????? :???(

Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.  (Qs.Al- Baqarah: 276).

2)     Memberikan hutang kepada orang yang kesukaran
Orang yang kaya dianjurkan untuk memberikan bantuan dan utang kepada orang yang kesukaran dengan tidak memungut riba pada saat pembayaran hutang tersebut. Bahkan Allah menyuruhnya untuk menyedekahkan utang yang tidak sanggup untuk dibayar seperti di dalam firman-Nya dalam surat Al � baqarah ayat 280:
????? ????? ??? ???????? ?????????? ????? ?????????? ????? ???????????? ?????? ??????? ??? ??????? ???????????) ??????:???(
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(Qs. Al- Baqarah: 280).

3)     Dengan membolehkan syirkatu �il-mudharabah (serikat dagang), yaitu kapital dari seseorang kemudian digolongkan (diusahakan) oleh orang lain. Keuntungan di bagi dua sesuai dengan jumlah yang telah disepakati bersama. Jika rugi, maka penanggung kerugian adalah orang yang mempunyai kapital. Sedang orang yang menggolongkannya, ia tidak ikut menanggung, karena cukup baginya dengan pengorbanan waktu dan tenaga dalam mengembangkan modal tersebut.
4)     Dengan memperkenankan perjualan as-salam, yaitu penjualan suatu barang dengan pembayaran didahulukan. Maka, barangsiapa yang sangat memerlukan uang, ia dapat menjual sesuatu pada musim dihasilkannya dengan harga yang sesuai, dengan persyaratan yang sesuai.
5)     Dengan memperkenankan �Penjualan dengan pembayaran di tangguhkan�, yaitu dengan tambahan dari harga dalam penjualan kontan. Islam membolehkannya untuk kemeslahatan manusia, dan untuk menghadari praktek riba.
6)     Dengan menganjurkan didirikannya lembaga-lembaga qiradh yang baik, secara individual atau kolektif, bahkan di bawah pengelolaan pemerintah, untuk merealisasikan prinsip solidaritas sosial antar umat manusia.
7)     Membuka lembag-lembaga zakat untuk menolong orang yang tidak dapat membayar hutang, membantu orang yang tidak punya, atau orang asing yang kehabisan bekal.
8)     Pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dengan pembangunan ekonomi terhadap masyarakat miskin sehingga mereka dapat terhindar dari hutang- piutang yang menggunakan sistem riba.
9)     Harus Adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pakar ekonomi Islam untuk mendirikan  perbankan syariah untuk mengantisipasi terjadinya dampak riba di dalam perbankan
3.     Upaya refresif (penegakan hukum)
Adanya peluang untuk daerah NAD untuk melarang praktek riba dalam berbagai jenisnya di dalam masyarakat karena telah adanya keistimewaan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam pemberlakuan syariat Islam. Salah satu penegakan syariat Islam yaitu dengan mengharamkan praktek riba dalam kehidupan masyarakat secara umum.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa riba mempunyai dampak secara psikologi baik dari segi kognisi, afeksi, perilaku, persepsi dan rohani umat Islam. Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk mengantisispasi riba adalah dengan upaya yang bersifat preventif (pencegahan), Kuratif (pengobatan, memberikan solusi) dan refresif  yaitu dengan adanya penegakan hokum tentang pengharaman riba.




[1] Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), hal. 58.

[2]Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos Publishing House, 1995), hal. 44.

[3]Antonio, Bank ..., hal. 62.
[4]Muhammad Zuhri, Riba dalam al-Qur;an dan Perbankan: Sebuah Tilikan antisipatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 141.

[5] M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur�an: Riba, dalam Jurnal ilmu dan Kebudayaan: ulumul Quran, No. 9, vol. I, th. 1991/1411H, hal. 46.
[6]Ibnu M�jah, Sunan Ibnu M�jah, terj. Abdullah Shonhaji, juz III, Cet. I, (Semarang: Asy Syifa�, 1993), hal. 112.

[7]Yusuf Qardhawi dan Sayyid Qutb, Shalah Muntasir, Haruskah Kita Hidup dengan Riba,terj. Salim Basyarahil, Cet. III, (Jakarta, GIP, 1992), hal. 59.

[8]Ahmad Mustafa Al-Mar�ghi, Tafsir Al-Mar�ghi, terj. Bahrum Abu Bakar, Juz III, Cet. I, (Semarang: Toha Putra, 1984), hal. 101-103.

[9]Fuad Zein, Aplikasi Ushul Fiqh dalam kajian keuangan Kontemporer, dalam Aunurafiq (ed), Mazhab Jogja: Menggagas Pradigma Ushul Fiqh Kontemporer,(Yogyakarta: Fak. Syariah IAIN & ar-Ruzz Press, 2002), hal. 66.
[10]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 29.

[11]Zuhri, Riba ..., hal. 141.
[12]Muslim bin Hajjaj, Sah?ih? Muslim, terj. Adib Bisri Mustafa, jilid III, Cet. I, (Semarang Asy Syifa�, 1993), hal. 122.
[13]Thob�b Al-Asyh�r, Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani, Cet. I, (Jakarta: Al- Mawardi Prima, 2002), hal. 188.
[14] Sri Edi Swasono, Bank dan Suku Bunga, dalam Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer, (Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988), hal. 56-57.

[15]M. Ali Al-Shabouni, Riba Kejahatan Paling Berbahaya terhadap Agama dan Masyarakat terj. Ali Yahya, Cet. I, (Jakarta: D�r Al-Kutub Al-Isl�miyah, 2002), hal. 7.
[16] M. Syafi�i Antonio, Bank Syari�ah dari Teori ke Praktek, Cet. I, (Jakarta: GIP, 2001), hal.67
[17] M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet. VI, (Jakarta: Bulan Bintang), hal. 34.

[18]Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz V, (Beirut:  Al- Maktabah Al- Islami,t.t.), hal. 196.

[19]Abdurrahaman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, terj. Shihabuddin, Cet. I, (Jakarta, GIP, 1995), hal. 26-27.
[20]Ahmad Mustafa Al-Mar�ghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrum Abu Bakar, juz III, Cet. I, (Semarang: Toha Putra, 1984), hal. 101-103.

[21]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. I, (Jakarta: Raja grafindo Persada, 2002), hal. 68.

[22]Anwar Iqbal Quresyi, Islam dan Teori Pembungaan Uang, Cet. I, (Jakarta: Tintamas, 1985), hal. 84-86.