Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih



B AB I

P E N D A H U L UA N



A. Latar Belakang Penulisan

Dalam fakta sejarah memberi bukti, sejak zaman Rasulullah saw. hingga kini, umat Islam secara turun temurun mengamalkan anjuran Rasulullah ini. Alhamdulillah. Tapi sayang, dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan di beberapa hal yang kadang mengganggu ikatan ukhuwah di kalangan umat. Seharusnya itu tak boleh terjadi jika umat tahu sejarah disyariatkannya shalat tarawih. Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan Nabi saw. dengan sebagian sahabat secara berjamaah di Masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendiri-sendiri. Hingga dikemudian hari, ketika menjadi Khalifah,Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena shalat tarawih terpencar-pencar di dalam Masjid Nabawi. Terbersit di benak Umar untuk menyatukannya.Umar memerintahkan Ubay bin Kaab untuk memimpin para sahabat melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah. ?Aisyah menceritakan kisah ini seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Untuk selengkapnya silahkan lihat Al-Lu?lu War Marjan: 436. berdasarkan riwayat itulah kemudian para ulama sepakat menetapkan bahwa shalat tarawih secara berjamaah adalah sunnah.

Bahkan, para wanita pun dibolehkan ikut berjamaah di masjid, padahal biasanya mereka dianjurkan untuk melaksanakan shalat wajib di rumah masing-masing. Tentu saja ada syarat: harus memperhatikan etika ketika di luar rumah. Yang pasti, jika tidak ke masjid ia tidak berkesempatan atau tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah, maka kepergiannya ke masjid tentu akan memperoleh kebaikan yang banyak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Berapa jumlah rakaat shalat tarawih yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW. ?
Bagaimana cara Rasulullah SAW mengerjakan shalat tarawih ?
Bagaimana shalat tarawih Nabi SAW. dan Shalafussalih ?
Berapa Jumlah rakaat shalat tarawih sahabat dan tabi?in ?
Bagaimana jalan keluar dalam menghadapi persoalan tentang perbedaan pendapat tentang rakaat shalat tarawih ?

C. Penjelasan Istilah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang penulis perlu menjelaskan tentang istilah yang terkandung di dalam judul karya ilmiah ini antara lain adalah sebagai berikut:


Shalat

Shalat adalah suatu ibadah yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam yang di dalamnya terdapat syarat dan rukun.
Tarawih

Tarawih adalah bentuk jama? dari tarwihah, menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat rakaat disebut tarwihah, karena dengan duduk itu orang-orang bisa istirahat dari lamanya melakasanakan Qiyam Ramadhan, bahkan para salaf bertumpu pada tongkat karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ kemudian setiap empat rakaat, disebut tarwihah dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz.

D. Tujuan Pembahasan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui jumlah rakaat shalat tarawih yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW.
Untuk mengetahui bagaimana cara mengerjakan shalat tarawih.
untuk mengetahui Bagaimana shalat tarawih Nabi SAW. dan Shalafussalih.
Untuk mengetahui Berapa Jumlah rakaat shalat tarawih sahabat dan tabi?in
Untuk mengetahui Bagaimana jalan keluar dalam menghadapi persoalan tentang perbedaan pendapat tentang rakaat shalat tarawih.

E. Metode Pembahasan

Dalam menyusun karya ilmiah ini penulis mengkaji tentang ayat-ayat Al-qur?an dan hadist Nabi SAW. Yang berkenaan dengan shalat tarawih, Selain dari itu juga dengan mengkaji buku-buku karangan para ulama yang berkenaan dengan shalat tarawih. Penulis juga mengkaji tentang pendapat para pakar hadist dan pakar fiqih dan pandangan mereka tentang shalat tarawih.



F. Tehnik Analisis Data.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menganalisa data dengan Teknik Analisis Kualitatif yaitu penelitian dengan memeriksa tentang shalat tarawih dengan menggunakan data primer, data sekunder dan data-data yang bersifat umum. Data primer merupakan semua informasi yang berhubungan langsung dengan objek kajian. Seperti al-Qur?an, hadist dan tafsirnya serta buku-buku yang menyangkut dengan shalat tarawih.

Sedangkan data sekunder adalah semua informasi yang diambil dari buku-buku yang ada hubungannya dan menyinggung tentang materi kajian penulis dalam karya ilmiah ini.

Sedangkan data umum adalah semua informasi/ buku tentang istilah yang berhubungan dengan variable penelitian ini, antara lain: Dictionary, Kamus dan Ensiklopedi.

Kemudian penulis mengklasifikasikan data yang sudah dikumpulkan tersebut dengan mengambil mana yang berhubungan dengan objek kajian penulis dan membuang data yang tidak diperlukan dalam kajian penulis. Data-data yang sudah diklasifikasikan tersebut kemudian dianalisa. Analisa yang penulis lakukan yaitu dengan menemukan pokok permasalahan yang akan dikaji, dan merumuskan masalah tersebut, serta berpijak kepada landasan teoretis yang dapat mendukung kajian dari penulis dan menemukan inti sari yang dapat diambil untuk tentang pokok masalah yang penulis kaji.

Mengenai teknik penulisan karya ilmiyah ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah Fakultas Tarbiyah IAIN AR-Raniry tahun 2002











B AB II

S H A L A T T A R AW I H



A. Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Rasulullah SAW. Menganjurkan kepada kita untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak sholat. Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Nabi saw. Sangat mengajurkan qiyam ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi saw. Bersabda, ?Siapa yang mendirikan shalat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.? (muttafaq alaih)

Dan fakta sejarah memberi bukti, sejak zaman Rasulullah saw. hingga kini, umat Islam secara turun temurun mengamalkan anjuran Rasulullah ini. Alhamdulillah. Tapi sayang, dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan di beberapa hal yang kadang mengganggu ikatan ukhuwah di kalangan umat. Seharusnya itu tak boleh terjadi jika umat tahu sejarah disyariatkannya shalat tarawih. Pada awalnya shalat tarawih dilaksanakan Nabi saw. dengan sebagian sahabat secara berjamaah di Masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendiri-sendiri. Hingga dikemudian hari, ketika menjadi Khalifah,Umar bin Khattab menyaksikan adanya fenomena shalat tarawih terpencar-pencar di dalam Masjid Nabawi. Terbersit di benak Umar untuk menyatukannya.Umar memerintahkan Ubay bin Kaab untuk memimpin para sahabat melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah. ?Aisyah menceritakan kisah ini seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Untuk selengkapnya silahkan lihat Al-Lu?lu War Marjan: 436. berdasarkan riwayat itulah kemudian para ulama sepakat menetapkan bahwa shalat tarawih secara berjamaah adalah sunnah. Bahkan, para wanita pun dibolehkan ikut berjamaah di masjid, padahal biasanya mereka dianjurkan untuk melaksanakan shalat wajib di rumah masing-masing. Tentu saja ada syarat: harus memperhatikan etika ketika di luar rumah. Yang pasti, jika tidak ke masjid ia tidak berkesempatan atau tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah, maka kepergiannya ke masjid tentu akan memperoleh kebaikan yang banyak.

B. Cara Mengerjakan Shalat Tarawih

Hadits Bukhari yang diriwayatkan Aisyah menjelaskan cara Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam adalah dengan tiga salam. Jadi, dimulai dengan 4 rakaat yang sangat panjang lalu ditambah 4 rakaat yang panjang lagi kemudian disusul 3 rakaat sebagai witir (penutup).

Boleh juga dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat dan ditutup satu rakaat. Ini berdasarkan cerita Ibnu Umar bahwa ada sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. tentang cara Rasulullah saw. mendirikan shalat malam. Rasulullah saw. menjawab, ?Shalat malam didirikan dua rakaat

dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat (muttafaq alaih, lihat Al-Lu?lu War Marjan: 432). Rasulullah saw. sendiri juga melakukan cara ini (lihat Syarh Shahih Muslim 6/46-47 dan Muwattha?: 143-144).

Dari data-data di atas, Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa Rasulullah saw. kadang melakukan witir dengan satu rakaat dan kadang tiga rakaat. Jadi, sangat tidak pantas jika perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih menjadi isu yang pemecah

C. Shalat Tarawih Nabi SAW. dan Shalafussalih

Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (Tathawwu?) yang disunnahkan untuk dikerjakan secara berjama?ah di bulan Ramadhan, ia adalah sunnah muakkadah, ia disebut tarawih karena mereka duduk untuk istirahat setiap selesai dari empat rakaat.

Tarawih adalah bentuk jama? dari tarwihah, menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat rakaat disebut tarwihah, karena dengan duduk itu orang-orang bisa istirahat dari lamanya melakasanakan Qiyam Ramadhan, bahkan para salaf bertumpu pada tongkat karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ kemudian setiap empat rakaat, disebut tarwihah dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz.

Aisyah -radiyallahu anha- ditanya :? Bagaimana shabat Rasul -Sholallahu 'alahi wa salam- dibulan Ramadhan?? Dia menjawab :?Beliau tidak pernah menambah ?di Ramadhan atau diluarnya- lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanbya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat.? (HR. Bukhori). Kata ??? adalah kata penghubung yang memberikan makna berurutan dan adanya jedah waktu.

Rasul Allah -Sholallahu 'alahi wa salam- shalat empat rakaat dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah ra sendiri :?adalah Rasul Allah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat isya? hingga waktu fajar sebanyak 11 rakaat, mengucapkan salam pada setiap dua rakaat, dan melakukan witir dengan satu rakaat (HR Muslim).

Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar ra, bahwa seseorang bertanya :?Wahai Rasul Allah bagaimana shalat malam itu?? Beliau menjawab :

(( ??????? ??????? ??????? ?????? ????????? ?????????? ??????????? ))

?Yaitu dua rakaat, dua rakaat, maka apabila kamu khawatir shubuh, berwitirlah dengan satu rakaat.? (HR. Bukhori).

Dalam hadits ibn Umar yang lain disebutkan:

((??????? ????????? ???????????? ??????????? ????????????))

?Shalat malam dan siang dua rakaat dua rakaat? (HR Ibn Abi Syaibah: 6620)

Rasul Allah -Sholallahu 'alahi wa salam- telah melakukan dan memimpin shalat tarawih, dan shalat tarawih Nabi terdiri dari 11 rakaat (8 + 3) dalilnya adalah:

1. Hadits Aisyah ra: ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang qiyamul lainya Rasul pada bulan ramadhan, ia menjawab:

(( ??? ??? ?? ?????? ?? ?????? ??? ?? ????? ??? ????? ????? ?????))



?sesungguhnya beliau tidak pernah menambah di bulan ramadhan atau di bulan lainnya, lebih dari 11 rakaat?. (HR Bukhori, Muslim)

Ibn Hajar berkata: Jelas sekali bahwa hadits ini menunjukkan shalatnya Rasul sama semua di sepanjang tahun.

1. Hadits Jabir bin Abdillah ia berkata: ?Rasul Allah -Sholallahu 'alahi wa salam- shalat dengan kita pada bulan Ramadhan 8 rakaat dan witir, ketika malam berikutnya kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau shalat dengan kami, maka kami terus berada di masjid hingga pagi kemudian kami masuk bertanya: Ya Rasul Allah kami tadi malam berkumpul di masjid berharap anda shalat bersama kami, maka beliau bersabda: ?Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian?. (HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah, di Hasankan oleh Albaniy). (Shalat al-Tarawih, 18; Fath al-Aziz, 4/265)

2. Pengakuan Nabi terhadap 8 rakaat dan 3 witir. Ubay bin Ka?ab datang kepada Rasul -Sholallahu 'alahi wa salam- lalu berkata: Ya Rasul Allah ada sesuatu yang saya kerjakan tadi malam ?Ramadhan- beliau bertanya: Apa itu wahai Ubay? Ia menjawab: Para wanita itu di rumahku berkata: Sesungguhnya kami ini tidak membaca al-Qur?an bagaimana kalau kami shalat dengan shalatmu? Ia berkata: maka saya shalat dengan mereka 8 rakaat dan witir, maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai, beliau -Sholallahu 'alahi wa salam- tidak mengatakan apa-apa. (HR Abu Ya?la, Thabrani dan Ibn Nashr, di Hasankan oleh al-Haitsami dan al-Albaniy). (Shalat al-Tarawih, 68).

Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasul Allah -Sholallahu 'alahi wa salam- shalat tarawih dengan 20 rakaat, maka haditsnya tidak ada yang shahih. (Fath al-Bari, 4/254; al-Hawi, 1/413; al-Fatawa al-Haditsiyah, 1.195; Shalat al-Tarawih, 19-21).

D. Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Sahabat dan Tabi?in

Di samping ibn Khudhaifah, ada rawi lain yaitu al-Harits ibn Abd al-Rahman ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dari Saib ibn Yazid bahwa Shalat Tarawih pada masa Umar 23 rakaat. (HR Abd al-Razzaq). (Lihat al-Tauhid, 3/518-519).

Selanjutnya 23 rakaat juga diriwayatkan dari Yazid ibn Ruman secara mursal karena ia tidak menjumpai zaman Umar.

Yazid ibn Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair ibn al-Awam (36 H), ia salah seorang Qurra? Madinah yang tsiqat tsabt (meninggal pada tahun 120 H atau 130). Ia memberi pernyataan bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman Umar telah melakukan qiyam Ramadhan dengan bilangan 23 rakaat (HR Malik, al-Firyabi, ibn Nashr dan al-Baihaqi). (Shalat al-Tarawih, 53; al-Ijabat al-Bahiyyah, 16; al-Tauhid, 9/332; 3/519; al-Hawadits, 141).

Mengenai masalah ini para ulama salaf telah berselisih dengan perselisihan yang cukup banyak (fariasinya) hingga mencapai belasan pendapat sebagaimana di bawah ini:

1. 11 rakaat (8 + 3 witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur

2. 13 rakaat (2 rakaat ringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2 atau 8 + 5 menurut riwayat Muslim)

3. 19 rakaat (16 + 3)

4. 21 rakaat (20 + 1), riwayat Abdur Razzaq

5. 23 rakaat (20 + 3), riwayat Malik, ibn Nashr dan al-Baihaqi, ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi?i, Ats-Tsuri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak

6. 29 rakaat (28 + 1)

7. 39 rakaat (36 + 3), Madzhab malik atau (38 + 1)

8. 41 rakaat (38 + 3), riwayat ibn Nashr dari persaksian Shalah Mawla

E. Jalan Keluar Dalam Menghadapi Persoalan Tentang Perbedaan Pendapat Tentang Rakaat Shalat Tarawih

Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metode al-Jam?u bukan metode al-Tarjih, berbeda dengan syekh al-Albaniy yang mendekatinya dengan metode tarjih.



Dasar pertimbangan jumhur adalah:

1. Riwayat 20 (20, 23) adalah Shahih

2. Riwayat 8 (11, 13) adalah Shahih

3. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi?in dan ulama salaf

4. Menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak perlu pakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu riwayat yang shahih.

BEBERAPA KESAKSIAN PELAKU SEJARAH

1. Imam Atho? ibn Abi Rabah yang lahir pada masa khilafah Utsman ra (antara tahun 24 H sampai 35 H), yang mengambil ilmu dari Ibn Abbas, Aisyah ra dan yang menjadi mufti Makkah setelah ibn Abbas hingga tahun wafatnya 114 H memberikan kesaksian bahwa: ?Saya telah mendapati orang-orang (masyarakat Makkah) pada malam Ramadhan shalat 20 rakaat dan 3 rakaat witir?. (Fath al-bari, 4/235)

2. Imam Nafi? al-Qurasyi, mawla (mantan budak) ibn Umar ra (w. 73 H) mufti Madinah, yang mengambil ilmu dari Ibn Umar, Abu Said, Rafi? ibn khadij, Aisyah, Abu Hurairah dan Ummu Salamah, yang dikirim oleh khalifah Umar bin Abd al-Aziz ke Mesir sebagai da?i dan meninggal di Madinah pada tahun 117 H. telah memberikan kesaksian sebagai berikut: ?Saya mendapati orang-orang (masyarakat Madinah), mereka shalat di bulan Ramadhan 36 rakaat dan witir 3 rakaat?. (Al-Hawadits, 141; al-Hawi, 1/415)

3. Imam Malik ibn Anas yang menjadi murid Nafi? berkomentar: ?Apa yang diceritakan oleh Nafi? itulah yang tetap dilakukan oleh penduduk Madinah, yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman ibn Affan ra?. (al-Hawadits, 141)

4. Imam Syafi?i, murid imam Malik yang hidup antara tahun 150 hingga 204 H, mengatakan: ?Saya menjumpai orang-orang di Makkah, mereka shalat 23 rakaat. Dan saya melihat penduduk Madinah mereka shalat 39 rakaat dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu?. (Sunan Tirmidzi, 151; Fath al-Aziz, 4/266; Fath al-Bari, 4/253).













B A III

P E N U T U P



A. Kesimpulan

Maka berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sunnah Nabi -Sholallahu 'alahi wa salam- adalah yang lebih utama, maka bilangan 11 rakaat adalah yang lebih baik. Seperti ucapan Imam Malik ra: ?Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyan Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan oleh Umar ra, yaitu 11 rakaat yaitu shalatnya Nabi -Sholallahu 'alahi wa salam-. Sedangkan 11 adalah dekat dengan 13?. (al-Hawadits, 141)

2. Perbedaan tersebut adalah bersifat variasi, lebih dari 11 rakaat adalah boleh dan 23 rakaat lebih banyak diikuti oleh jumhur ulama karena ada asalnya dari para sahabat di jaman khlafaur Rasyidin dan lebih ringan berdirinya dibanding dengan 11 rakaat.

3. Yang lebih penting adalah adanya (prakteknya) harus khusyu?, tuma?ninah kalau bisa sama dengan tarawih ulama salaf.





B. Saran
Disarankan kepada umat islam untuk mempelajari Al ? qur?an dan Hadist secara detail ( lengkap dengan penafsirannya menurut para mufassir ) demi untuk memudahkan mereka dalam memahami agama dan tidak terjadi perselisihan bagi mereka dalam memahami agama.
Disarankan kepada ummat islam untuk meningkatkan dalam menuntut ilmu agama khsusnya ilmu al ? Qur?an dan Hadist supaya tidak membuat mereka bingung dalam menghadapi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
Diharapkan kepada ummat islam untuk saling menghargai antara sesama dalam menghadapi perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan para ulama demi untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam beragama.





















DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Shahih Bukhori

2. Shahih Muslim

3. Sunan Abu Daud, Bait al-Afkar al-Dauliyah, Amman, Yordan

4. Sunan Tirmidzi, Bait al-Afkar al-Dauliyah, Amman, Yordan

5. Sunan Ibn Majah, Bait al-Afkar al-Dauliyah, Amman, Yordan

6. Sunan Nasa?i, Bait al-Afkar al-Dauliyah, Amman, Yordan

7. Al-Majmu?, al-Nawawi, Dar al-Fikr

8. Fath al-Aziz, al-Rafi?i, Dar al-Fikr, (dicetak bersama al-Majmu?)

9. Al-Tauhid, ibn Abd al-barr, Tahqiq Muhammad Abd al-Qadir Atha, Maktabah Abbas Ahmad al-Bazz, Mekah

10. Fath al-Bari, ibn Hajar, Tarqim Muhammad Fuad Abd al-Baqi

11. Al-Syarh al-Kabir, ibn Qudamah, Tahqiq Dr. Abd Allah al-Turqiy, Hajar, Jizah

12. Al-Hawadits wa al-Bida?, Abu Bakar al-Tharthusiy, Tahqiq Abd al-Majid Turqi, Dar al-Gharb al-Islami

13. Tanbih al-Ghafilin, al-Samarqandi, Tahqiq Abd al-Aziz al-Wakil, Dar al-Syuruq, Jedah

14. Al-Hawi Li al-Fatawa, al-Suyuthi, Dar al-Fikr, Beirut

15. Shalah al-Tarawih, al-Albaniy, Al-Maktab al-Islami, Beirut

16. Fatwa Lajnah Daimah, Tartib Ahmad al-Duwaisiy, Tartib Adil al-Furaidan

17. Al-Muntaqa Min Fatawa al-Fawzan

18. Al-Ijabat al-Bahiyyah, al-jibrin, Dar al-Ashimah, Riyadh

19. Majelis Ramadhan, Ibn Utsaimin

20. Faidh al-Rahim, al-Thayyar, Maktabah al-Taubah, Riyadh

21. Al-Shalah, al-Thayyar, Dar al-Wathan, Riyadh

22. Durus Ramadhan, Salman al-Audah, Dar al-Wathan, Riyadh