Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kurikulum Pendidikan Madrasah


BAB III
EKSISTENSI PENDIDIKAN MADRASAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003


A.    Kurikulum Pendidikan Madrasah
Dalam bab 1 pasal (1) Undang � Undang No. 2 Tahun 1989 di sebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
Selanjutnya dalam bab 1 pasal (1) Undang � Undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu;
Selanjutnya dalam bab X Pasal (36) Undang � Undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa:
1)     Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)     Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3)     Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
a.    peningkatan iman dan takwa;
b.   peningkatan akhlak mulia;
c.    peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.   keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.    tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.    tuntutan dunia kerja;
g.   perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.   agama;
i.     dinamika perkembangan global; dan
j.     persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4)     Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dalam bab X Pasal (37) undang � undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa:
1)     Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
a.      pendidikan agama;
b.     pendidikan kewarganegaraan;
c.      bahasa;
d.     matematika;
e.      ilmu pengetahuan alam;
f.      ilmu pengetahuan sosial;
g.     seni dan budaya;
h.     pendidikan jasmani dan olahraga;
i.       keterampilan/kejuruan; dan
j.       muatan lokal.
2)     Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :
a.      pendidikan agama;
b.     pendidikan kewarganegaraan; dan
c.      bahasa.
3)     Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dalam bab X Pasal (38) undang � undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa:
1)     Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
2)     Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah.
3)     Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
4)     Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Jika pasal 36 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kualitas minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia maka kurikulum haus mengembangkannya. Jika mentalitas bangsa Indonesia yang diinginkan adalah mentalitas baru yang religius, produktif, hemat, memiliki rasa kebangsaan tinggi, mengenal lingkungan, gemar membaca, gemar berolahraga, cinta seni, inovatif, kreatif, kritis, demokratis, cinta damai, cinta kebersihan, disiplin, kerja keras, menghargai masa lalu, menguasai pemanfatan teknologi informasi dan sebagainya maka kurikulum harus mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kualitas tersebut sebagai kualitas dasar atau kualitas minimal bangsa yang menjadi tugas kurikulum SD/MI dan SMP/MTs.
Pendidikan adalah hak setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkannya. Ini tersurat di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XIII pasal 31 dan 32. Untuk melaksanakan amanat UUD ini presiden mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas).
Untuk pelaksanaan undang-undang ini Departemen Pendidikan Nasional yang diberikan tugas dan wewenang untuk mengembangkan pendidikan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Dalam perjalannya penerapan dari UU NO 20 tahun 2003 ini telah terjadi banyak sekali pasang surut mulai dari pemberlakuan Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan yang terakhir pemerintah mendapatkan satu format pelaksanaan UU tersebut dalam konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mudah-mudahan pelaksanaan dari KTSP ini bisa menjawab tantangan globalisasi dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tercinta ini.
Madrasah yang merupakan salah satu pelaksana pendidikan di Indonesia sangatlah gencar melaksanakan trobosan-trobosan yang diharapkan mampu untuk lebih mengembangkan pendidikan di Negara kita yang bukan lagi sebagai lembaga yang memiliki kualitas yang rendah jika dibandingkan dengan sekolah pada umumnya. Dalam hal ini departemen agama sebagai penanggung jawab pelaksanaan pendidikan di Madrasah telah menentapkan berbagai format pendidikan keagamaan diantaranya:
1.     Raudatul Atfal yang setara dengan sekolah taman kanak-kanak.
2.     Madrasah Ibtidaiyah yang setara dengan sekolah dasar
3.     Madrasah Tsanawiyah  yang setara dengan SLTP
4.     Madrasah Aliyah yang setara dengan SMU
Untuk melaksanakan pendidikan di madrasah Menteri agama telah mengeluarkan beberapa peraturan yang terakhir dengan Peraturan menteri agama republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang Tandar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Di Madrasah. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini terjawablah sudah PR besar departemen agama dalam pengembanga pendidikan di madrasah.
Penyempurnaan kurikulum yang telah dilakukan mengacu pada Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah yang terkait yang mengamanatkan tentang adanya standar nasional pendidikan yang berkenaan dengan standar isi, proses, dan kompetensi lulusan serta penetapan kerangka dasar dan standar kurikulum oleh pemerintah.
Upaya penyempurnaan kurikulum ini guna mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kesehatan, seni dan budaya. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan berhasil dalam kehidupan. Kurikulum ini dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan keadaan daerah dan sekolah.
Dokumen kurikulum 2004 terdiri atas Kerangka Dasar Kurikulum 2004, Standar Bahan Kajian dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran yang disusun untuk masing-masing mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan. Dokumen ini adalah Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk satuan pendidikan SMA & MI. Dengan diterbitkan dokumen ini maka diharapkan daerah dan sekolah dapat menggunakannya sebagai acuan dalam pengembangan perencanaan pembelajaran di sekolah masing-masing.[1]
Secara formal, tuntutan masyarakat terhadap pendidikan juga diterjemahkan dalam bentuk rencana pembangunan pemerintah. Rencana besar pemerintah untuk kehidupan bangsa di masa depan seperti transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, reformasi dari system pemerintahan sentralistis ke system pemerintahan disentralisasi, pengembangan berbagai kualitas bangsa seperti sikap dan tindakan demokratis, produktif, toleran, cinta damai, semangat kebangsaan tinggi, memiliki daya saing, memiliki kebiasaan membaca, sikap senang dan kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi dan seni, hidup sehat dan fisik sehat, dan sebagainya. Tuntutan formal seperti ini harus dapat diterjemahkan menjadi tujuan setiap jenjang pendidikan, lembaga pendidikan, dan pada gilirannya menjadi tujuan kurikulum.
Perlu ditegaskan bahwa kurikulum madrasah dan sekolah, pada prinsipnya tak berbeda. Tahun 1994 dapat disebut sebagai periode penting perkembangan madrasah di Indonesia. Pada tahun itu diberlakukan kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 1994. Kurikulum 1994 mengharuskan madrasah untuk memasukkan semua pelajaran umum sebagaimana di sekolah-sekolah umum. Kurikulum 1994 kemudian disempurnakan kembali pada tahun 2004. Kurikulum 2004 dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun 2006, kurikulum kembali mengalami perubahan. Kurikulum yang dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum itu pada prinsipnya sama dengan Kurikulum 2006, tetapi lebih memberi peluang kepada sekolah untuk membuat kurikulum dengan melihat standar nasional.
Pokok perkara berawal dari pengakuan negara terhadap eksistensi madrasah. Madrasah mendapat angin baru ketika eksistensinya diakui secara resmi oleh negara. Hal itu ditatapkan oleh Tap MPRS No. 2 tahun 1960 menetapkan bahwa: "Pemberian pelajaran agama pada semua tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi Negeri", di samping pengakuan bahwa "Pesantren dan Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang otonom di bawah pembinaan Depatemen Agama".
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Rencana Pelajaran 1947, yang menjadi kurikulum pendidikan masa itu masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
Ia bisa dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan, maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Pada tahun 1952, kurikulum pendidikan mengalami penyempurnaan, dengan nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia, dengan nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran yang menjadi cirinya adalah pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1.     Berorientasi pada tujuan
2.     Menganut pendekatan integrative
3.     Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4.     Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
5.     Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Kurikulum ini kemudian dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan diubah kembali menjadi kurikulum pendidikan 1984 dengan ciri:
1.     Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2.     Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
3.     Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
4.     Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
5.     Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
6.     Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Madrasah sebagai bagian dari system pendidikan Nasional mempunyai berbagai konsekuensi antara lain: pola pembinaannya harus mengikuti pola pembinaan yang mengacu kepada sekolah-sekolah pemerintah, madrasah mengikuti kurikulum Nasional.[2]
Madrasah sebagai bagian dari system pendidikan Nasional dituntut untuk menggunakan kurikulum, menggunakan buku paket dan menetapkan system ujian yang sama. Dalam Pasal 36 ayat (2) Undang � Undang No. 20 Tahun 2003 di nyatakan bahwa: Kurikulum semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik dalam suatu tatanan manajemen yang berbasis sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 mewajibkan setiap madrasah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai kebutuhannya dengan memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dasar dan menengah yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sesusai dengan peraturan tersebut, semua satuan pendidikan, termasuk madrasah, diharapkan sudah menyusun dan melaksanakannya.
KTSP adalah kuikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan. Pengembangan KTSP oleh sekolah sesuai dengan situasi dan konteks yang dimilikinya. Akan tetapi, sekolah tetap harus mengacu pada lingkup standar nasional pendidikan yang ada, sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan dan pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.
Kurikulum Tingkat Sekolah (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing sekolah. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan. Pengembangan KTSP oleh sekolah sesuai dengan situasi dan konteks yang dimilikinya. Akan tetapi, sekolah tetap harus mengacu pada lingkup standar nasional pendidikan yang ada, sesuai dengan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Keleluasaan sekolah dalam mengembangkan KTSP tentu harus diikuti dengan analasis situasi sekolah untuk mencapai lingkup standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan, di antaranya Standar Isi (SI) dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam Permendiknas no 23 tahun 2006. Hasil analisis tersebut merupakan dasar pijakan untuk menentukan kedalaman dan keluasan target-target yang ditetapkan, budaya yang akan dibangun, tujuan yang ingin dicapai, serta isi dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan bermutu di sekolah tersebut. Pencapaian tujuan pendidikan bermutu tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 5, yaitu �Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu�.
Dalam Standar Nasional Pendidikan ( SNP Pasal 1 , ayat 15 ) dijelaskan bahwa Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksnakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan ( BNSP ).
Manakala kita analisis konsep di atas, maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional.
Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional , maka dalam pengembangannya KTSP tidak lepas dari ketetapan � ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional, artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja, sedangkan yang menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus di capai oleh setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus di capai oleh setiap mata pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 , yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Daerah dalam menetukan isi pelajaran terbatas pada pengembangan kurikulum muatan local , yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa. Jumlah jam pelajaran kedua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, sebagai kurikulum operasional , para pengembangan KTSP , dituntut dan harus memerhatikan cirri khas kedaerahan , sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 20 tahun 2003 ayat 2 , yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan , potensi daerah, peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standar isi ditentukan oleh pemerintah , akan tetapi dalam operasional pembelajarannya yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak terlepas dari keadaan dan kondisi daerah. Misalnya, ketika standar isi mengharuskan siswa mempelajari masalah transfortasi, maka para pengembang KTSP di suatu daerah akan berlainan dengan daerah lain. Pengembang KTSP di jawa misalnya akan mengembangkan isi kurikulum tentang transfortasi darat, sedangkan di Kalimantan akan banyak membahas transfortasi air/sungai.
Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media pembelajaran dalam menentukan evaluasi yang dilakukan termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu topic materi harus dipelajari agar kompetensi dasar yang telah ditentukan dapat tercapai
B.    Standar Kelulusan
Dalam standar nasional Pendidikan ( Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005), dalam bab V pasal 2 ayat (1), dinyatakan bahwa: standar kompetensi kelulusan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Selanjutnya dalam pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) ( Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005) dinyatakan bahwa:
1)     Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan Dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2)     Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan pengetahuan kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3)     Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk peningkatan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Selanjutnya dalam pasal 27 ayat (1) (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005) dinyatakan bahwa: Standar kompetensi kelulusan Dasar dan Menengah dan pendidikan non formal dikembangkan BSNP dan ditekan dengan dengan peraturan menteri.
Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Selanjutnya dalam bab 1 pasal (1) Undang � Undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa : Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.   
Penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran Aqidah-Akhlak di Madrasah Aliyah ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan me-review Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam aspek keimanan/aqidah dan akhlak untuk SMA/MA, serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor: DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 , tanggal 1 Agustus 2006, Tentang Pelaksanaan Standar Isi, yang intinya bahwa Madrasah dapat meningkatkan kompetensi lulusan dan mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi
.Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 75 Tahun 2009 tentang UN SMP/Mts, SMPLB, SMA/MA,SMALB,dan SMK menetapkan standar kelulusan UN memiliki nilai rata-rata 5,50 untuk semua mata pelajaran yang diujikan. Standar itu memiliki kewajiban lulus dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran yang lain.Nilai itu berlaku untuk peserta UN tingkat SMP/Mts, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK. Sementara khusus untuk SMK nilai mata pelajaran praktik kejuruan minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN.
C.    Sarana Pendidikan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana sekolah/Madrasah dinyatakan bahwa: Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
Dalam bab XII pasal (35) Undang�Undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa :
1)     Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
2)     Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ditetapkan, bahwa jumlah murid di tiap kelas untuk SD maksimal 28 siswa dan SMP-SMA adalah 32 siswa. Berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008, baru 32 persen SD memiliki perpustakaan, sedangkan di SMP 63,3 persen.
Pada jenjang SMA keberadaan perpustakaan di SMA negeri mencapai 80 persen, di SMA swasta 60 persen, serta di SMK 90 persen. SMA negeri yang punya laboratorium multimedia 80 persen, sedangkan SMA swasta 50 persen. Yang punya laboratorium IPA lengkap (Fisika, Biologi, dan Kimia) sudah 80 persen.
Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:
a)     belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b)     belajar untuk memahami dan menghayati,
c)     belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d)     belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan
e)     belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana ini mencakup: kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
Sekalipun madrasah telah disetarakan dengan pendidikan Umum dalam segala aspek sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang pendidikan nasional dan peraturan pemerintah, Namun dalam implementasinya, masih banyak madrasah yang memiliki sarana dan fasilitas seadanya. Terutama madrasah swasta dan madrasah yang baru di jadikan Negeri. Dalam hal ini terkait erat dengan anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk madrasah.
D.    Prasarana Pendidikan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana sekolah/Madrasah dinyatakan bahwa: Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
Dalam bab XII pasal (35) Undang�Undang No. 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa :
1)     Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
2)     Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan ( BNSP ) disebutkan bahwa sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1)     ruang kelas,
2)     ruang perpustakaan,
3)     laboratorium IPA,
4)     ruang pimpinan,
5)     ruang guru,
6)     tempat beribadah,
7)     ruang UKS,8. jamban,
8)     gudang,
9)     ruang sirkulasi,
10)tempat bermain/berolahraga.

Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan ( BNSP ) disebutkan bahwa sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1)     ruang kelas,
2)     ruang perpustakaan,
3)     ruang laboratorium IPA,
4)     ruang pimpinan,
5)     ruang guru,
6)     ruang tata usaha,
7)     tempat beribadah,
8)     ruang konseling,
9)     ruang UKS,
10)ruang organisasi kesiswaan,
11)jamban,
12)gudang,
13)ruang sirkulasi,
14)tempat bermain/berolahraga.

Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan ( BNSP ) disebutkan bahwa sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1)     ruang kelas,
2)      ruang perpustakaan,
3)     ruang laboratorium biologi,
4)     ruang laboratorium fisika,
5)     ruang laboratorium kimia,
6)     ruang laboratorium komputer,
7)     ruang laboratorium bahasa,
8)     ruang pimpinan,
9)     ruang guru,
10)ruang tata usaha,
11)tempat beribadah,
12)ruang konseling,
13)ruang UKS,
14)ruang organisasi kesiswaan,
15)jamban,
16)gudang,
17)ruang sirkulasi,
18)tempat bermain/berolahraga
Sekalipun madrasah telah disetarakan dengan pendidikan Umum dalam segala aspek sebbagimana yang dinyatakan dalam undang-undang pendidikan nasional dan peraturan pemerintah, Namun dalam implementasinya, masih banyak madrasah yang memiliki prasarana dan fasilitas seadanya. Terutama madrasah swasta dan madrasah yang baru di jadikan Negeri. Dalam hal ini terkait erat dengan anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk madrasah.



[1]Katalog dalam Terbitan Indonesia. Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA & MA, - (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003)hal. Iv.
[2]Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan,........................hal. 63