Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Materi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam


BAB IV

METODE PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

A.    Materi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam

Materi pendidikan anak usia dini dalam perspektif pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.     Pendidikan Keimanan     
Yang dimaksud dengan pendidikan Iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz. Yang dimaksud dengan dasar-dasar keimanan ialah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan secara benar, berupa hakikat keimanan dan masalah yang ghaib. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam bukunya �Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak� menjelaskan bahwa:
Akidah Islam memiliki ciri khas yaitu keseluruhan bersifat ghaib. Karena itu, orangtua dan pendidik akan sedikit kebingungan; bagaimana menyampaikannya kepada anak dan bagaimana anak akan menerimanya, bagaimana menjelaskannya dan bagaimana memaparkannya. Di hadapan seluruh pertanyaan tersebut, para orangtua sering kali kebingungan. Namun, dari hubungan interaktif yang dijalin oleh Rasulullah SAW dengan anak-anak.[1]

Hannan Athiyah Ath-Thuri dalam bukunya �Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-Kanak� menjelaskan bahwa pendidikan keimanan adalah: �sinergi berbagai unsur aktifitas pedagogis; pengaitan anak-anak dengan dasar-dasar keimanan, pengakrabannya dengan rukun-rukun Islam, dan pembelajaran tentang prinsip-prinsip syariat Islam�.[2] Iman merupakan terminal pilihan, dan tempat pemberhentian, tetapi sekaligus sebagai titik start awal dalam eksplorasi baru. Kualitas iman yang tidak akan pernah berhenti sehingga liang lahat, setiap peristiwa kehidupan adalah proses internalisasi iman, apakah akan menuju penguatan dan kristalisasi/mengakar ataukah menurun menuju kehancuran. Jadi inilah yang dimaksud berkembang dan hidup (al-imanu yaziidu dan yanquushu).
Awal-awal agama ialah mengenal Allah. Paling wajib dan paling bermakna dalam kehidupan seseorang itu ialah apabila ia mempunyai agama. Ketamadunan dan kemuliaan hidup manusia itu diukur melalui agamanya. Sementara kemuliaan seseorang dalam beragama itu pula bergantung kepada sejauh mana dia kenal akan Tuhannya. Kalau seseorang itu tidak mengenali Tuhan yang menurunkan agama untuknya itu maka (akidah) itu tidak sah. Sebagaimana disebutkan bahwa:
???? ?????????
Artinya: Awal agama adalah mengenal Allah[3]
Kewajiban pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman-pemahaman diatas, berupa dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik aqidah maupun ibadah, dan juga ia akan selalu berkomunikasi dengannya dalam hal penerapan metode maupun peraturan. Setelah mendapat petunjuk dan pendidikan ini, ia hanya akan mengenal Islam sebagai agamanya, Alquran sebagai imamnya, dan Rasulullah Saw sebagai pemimpin dan tauladannya.
Ringkasnya, tanggung jawab pendidikan iman itu sungguh merupakan tanggung jawab terpenting bagi para pendidik dan orang tua. Sebab, hal itu merupakan sumber segala keutamaan dan kesempurnaan. Bahkan ia adalah pangkal dasar bagi anak-anak untuk memasuki pintu gerbang Iman dan meniti jembatan Islam. Tanpa pendidikan itu, anak tidak akan memiliki rasa tanggung jawab, tidak dapat dipercaya, tidak mengenal tujuan, tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan yang mulia dan tidak mampu meneladani sesuatu yang paling luhur. Akhirnya ia hidup seperti binatang, yang hanya mempunyai keinginan untuk menutupi rasa laparnya, memuaskan tuntutan nalurinya, mengejar kesenangan seluruh hawa nafsunya, dan bergaul bersama orangorang jahat yang berlumuran dosa. Dalam situasi seperti ini, anak akan masuk dalam kelompok kafir yang sesat dan selalu menghalalkan segala cara.
2.     Pendidikan Moral
Secara etimologis, moral adalah �adab seorang dalam dirinya, sebab menjadi semacam anggota tubuhnya, sedangkan pembawaan dalam diri dinamakan sifat atau tabiat�[4]. Yang dimaksud pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak dini hingga ia menjadi seorang mukallaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan. Termasuk persoalan yang tidak diragukan lagi, bahwa moral, sikap dan tabiat merupakan salah satu buah Iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagaman seseorang yang benar.[5] Orang tua bertanggung jawab menanamkan dan melatih anak-anaknya untuk berperilaku mulia dalam kehidupannya. Sebagaimana sabda Rasulullah berkut ini:
???????? ???????? ?????????? ????????? ???????????
Artinya: Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.[6]

Jika sejak masa kanak-kanak ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat, pasrah, berserah diri kepada Allah, ia akan memiliki kemamapuan dan pengetahuan didalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa dengan sikap akhlak mulia. Sebab benteng pertahanan religius yang berakar pada hati nuraninya, kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya dan instropeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaan, telah memisahkan anak dari sifat jelek, kebiasaan dosa, dan tradisi jahiliyah yang rusak. Bahkan setiap kebaikan akan diterima menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak dan sifat yang paling utama. Pendidik maupun orang tua bertanggung jawab untuk membiasakan anak-anak dengan prikemanusiaan yang mulia, seperti berbuat baik kepada anak yatim, kaum fakir, dan mengasihani para janda dan kaum miskin. Jadi, apabila pendidikan utama pada tahapan pertama menurut pandangan Islam adalah bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknyalah bagi para ayah, ibu, pengajar dan orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan dn moral.
3.     Pendidikan Fisik  
Pendidikan Jasmani/fisik adalah salah �satu segi pendidikan yang sangat penting, yang tidak dapat terlepas dari segi-segi pendidikan yang lain. Bahkan, dapat dikatakan bahawa pendidikan jasmani merupakan salah satu alat yang utama bagi pendidikan rohani�.[7] Di antara tanggung jawab lain yang dipikulkan Islam di atas pundak para pendidik dan orang tua adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah dan bersemangat.  sebagaimana Sabda Rasulullah Saw sebagai berikut:
?????????? ????? ?????? ????????????? ??? ???????? ???? ???????? ???? ?????????? ??? ??????? ???? ????????? ????????????? ??? ????? ????????? ???? ???????? ???? ??????? ??????????????? ???? ????? ???????? ???? ?????? ???? ?????? ??????? ???? ??????? ??????????????? ?????: ????? ??????? ?????? : ????????? ????????????? ???????????? ??????????????? ???????? ?????? ???????????? ??? ????????? ?????????? ??????? ??????? ????????? ???????? ???????) ????? ???? ??? ???? ??? ???? ?? (
Artinya:  Menceritakan kepada kami Abu Bakar Atthalahi dari Ahmad bin Hamad bin Sofyan , dari amru bin usman alhimsi dari ibnu i�yasy dari sulaiman bin amru al-anshari dari paman ayahnya dari Bakar bin Abdillah bin Rabi� al-anshari berkata: berkata Rasulullah Saw. �ajarilah anak-anakmu berenang dan melempar lembing, termasuk juga perempuan perempuan di rumahnya menenun, dan apabila kedua orangtuamu memanggil maka utamakan ibumu�.(HR. Abu Na�im Ash-Bahani).[8]

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa pendidikan keterampilan  fisik memiliki cakupan berenang, memanah, dan berkuda. Aspek jasmani (fisik) merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, dengan akal yang sehat terdapat pada jasmani yang sehat pula. Hubungan antara jasmani (fisik) dan rohani (ibadah) manusia saling memberikan pengaruh timbal balik anata keduannya.  Islam memandang penting pendidikan keterampilan fisik mampu membentuk tubuh menjadi kuat dan tegap. Kewajiban oramg tua mengajarkan memanah dan berenang adalah contoh dari kegiatan yang sekaligus bermanfaat bagi pembelaan hak hidup dan hak milik. Olahraga berenang selain unutk melatih kebugaran tubuh juga membantu agar seseorang terhindar dari tenggelam ketika sewaktu-waktu ada musibah. 
4.     Pendidikan Intelektual    
Yang dimaksud dengan pendidikan intelektual adalah, �pembentukan dan pembinaan berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan hukum, peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya�.[9]  Dengan demikian pikiran anak akan menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan dan sebagainya. Tanggung jawab ini tidak kalah pentingnya dengan tanggung jawab yang lain yang telah disebutkan sebelumnya, semisal tanggung jawab pendidikan keimanan adalah sebagai penanaman fondasi, pendidikan moral merupakan penanaman dan pembiasaan, pendidikan fisik merupakan persiapan dan pembentukan. Sedangkan pendidikan rasio (akal) sebagai penyadaran, pembudayaan dan pengajaran. Karena ingin mencetak generasi muda yang inovatif, maka sangat perlu mengembangkan pemikiran mereka. Karena sesungguhnya inovasi itu bertumpu pada pemikiran.
Islam adalah agama yang mementingkan ilmu, mendorong umatnya untuk berpendidikan. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-�alaq ayat 1�5 sebagai berikut:
??????? ??????? ??????? ??????? ??????, ?????? ??????????? ???? ??????, ??????? ????????? ???????????, ??????? ??????? ???????????, ??????? ??????????? ??? ???? ????????)?????: ?- ?(
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Qs. Al-�alaq: 1-5).[10]

Berdasarkan ayat Al-quran di atas, kaum muslimin periode rasul dan masa-masa sesudahnya penuh dedikasi dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Pendidikan itu adalah suatu keharusan / fardhu. Mereka mengkaji budaya, dari luar dunia arab, kemudian dimodifikasi sesuai Al-quran dan Hadist Rasul. Islam adalah sumber ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia.
5.     Pendidikan Psikhis (Kejiwaan)               
Menurut Abdullah Nashih Ulwan pendidikan psikhis adalah �mendidik anak supaya bersikap berani, berterus terang, merasa sempurna, supaya berbuat baik kepada orang lain, menahan diri ketika marah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan psikhis dan moral secara keseluruhan�.[11] Tujuannya adalah membentuk, membina, dan menyeimbangkan kepribadian anak. Sehingga ketika anak sudah mencapai usia taklif (dewasa), ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya secara baik dan sempurna. Sejak anak dilahirkan Islam telah memerintahkan kepada orang tua dan pendidik untuk mengajari dasar-dasar ilmu jiwa yang memungkinkan ia menjadi manusia yang berakal, berpikir sehat dan bertindak penuh pertimbangan dan berkemauan tinggi. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 139 sebagai berikut:
????? ???????? ????? ?????????? ????????? ???????????? ??? ?????? ????????????) ?? ?????: ???(
Artinya: �Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.� (QS. Ali Imran:139)[12]

Pendidikan psikis (jiwa) dimaksudkan untuk membentuk, menyempurnakan, dan menyeimbangkan kepribadian anak dengan melatih anak supaya bersikap berani, merasa percaya diri, suka berbuat baik kepada orang lain, mampu menahan diri ketika marah, dan senang kepada akhlak mulia. Orang tua berkewajiban untuk menghindarkan anak-anak dari sifat minder, penakut, merasa rendah diri, hasud, pemarah, masa bodoh, dan sifat-sifat buruk lainnya, dengan terus mendidik dan menanamkan kepada anak din Islam sebagai pedoman hidupnya. Rasulullah Saw dan para sahabat memperlakukan anak-anak dengan cara memberi semangat agar anak-anak berani berbicara, dan memberi kesempatan untuk mengambil sebuah keputusan. Yang dengan demikian, akan membangkitkan rasa percaya diri anak, terhindar dari rasa takut dan minder, walau di hadapan orang dewasa sekalipun.

6.     Tanggung Jawab Pendidikan Sosial                                            
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah �pendidikan anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikhis yang mulia yang bersumber pada aqidah islamiyyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar di tengah-tengah masyarakat nanti ia mampu bergaul dan berperilaku sosial yang baik, memiliki keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana�[13].  Membentuk jiwa sosial kemasyarakatan adalah interaksi anak dengan masyarakat di sekitarnya, baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain yang sebaya, agar anak dapat bersikap aktif yang positif, jauh dari malu dan sungkan yang tercela. Manusia menurut pembawaannya adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan bayi sudah termasuk ke dalam suatu masyarakat kecil yang disebut keluarga.
 Tidak disangsikan lagi, bahwa tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab terpenting bagi para pendidik dan orang tua di dalam mempersiapkan anak, baik pendidikan keimanan, moral maupun kejiwaan. Sebab, pendidikan sosial ini merupakan manifestasi perilaku dan watak yang mendidik anak untuk menjalankan kewajiban, tata krama, kritik sosial, keseimbangan intelektual, politik dan pergaulan yang baik bersama orang lain. Pendidikan sosial sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut:
????????????? ????? ???????? ????????????, ????? ??????????? ????? ????????? ?????????????? ?????????? ??????? ????? ??????? ??????? ?????????? ????????: ??
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Qs. Al-Maiah: 2)[14]

Anak-anak perlu dilatih bermasyarakat. Dikenalkan dengan orang-orang di sekitarnya, dilatih bagaimana cara bergaul yang benar, dan selalu berlaku baik kepada siapapun, menyayangi sesama, termasuk kepada makhluk-makhluk Allah yang lain di muka bumi ini. Menghormati yang lebih tua, membimbing yang lebih muda, dan memelihara hak orang lain, serta melaksanakan adab-adab sosial yang
mulia.

B.    Metode Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam       

Secara harfiah, �metodik� berasal dari kata "metode"(method). Metode berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan�.[15]Metodologi searti dengan kata metodik (methodentic) yaitu suatu penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode yang akan digunakan dalam penelitian. Menurut Didin Jamaluddin metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik�.[16]  Adapun metode pendidikan anak usia dini dalam perspektif pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1)     Pendidikan dengan Keteladanan 
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah �contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditiru tindak-tanduknya, dan tata santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh mereka�.[17]Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. �Untuk merealisasikan tujuan pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun sistem pendidikan yang lengkap, dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman atau acuan dalam bertindak serta mencapai tujuan dalam pendidikan�.[18]
?????? ????? ?????? ??? ??????? ??????? ???????? ???????? ?????? ????? ??????? ??????? ??????????? ???????? ???????? ??????? ????????????????: ???
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.                  (Qs. Al-Ahzab:21).[19]

Menurut Ibrahim Amini �Mendidik dengan memberi contoh adalah salah satu cara yang paling banyak meninggalkan kesan. Carilah sosok figur yang memiliki nilai-nilai yang ingin kita ajarkan  di tengah-tengah mereka. Teladan itu seperti magnet yang menyedot anak murid untuk mengikuti apa yang mereka lihat dengan kepala mata sendiri�.[20]Tidak ada yang meragukan betapa efektifnya teladan itu karena di setiap jiwa manusia tersimpan semangat seperti itu.
Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Jika pendidikan jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, orang yang kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.
Seorang anak, bagaimana pun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun sucinya fitrah, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama la tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, yaitu mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika la melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.[21]

Allah telah mengajarkan dan Dia adalah peletak metode samawi yang  tiada taranya, bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan keutamaan dan akhlak yang terpuji.
Oleh karena itu, kenabian adalah penugasan (taklifi) bukan hasil usaha (iktisabt). Allah Swt. lebih mengetahui di mana Ia menempatkan tugas kerasulan dan tentang manusia pilihan-Nya untuk dijadikan Rasul yang membawa kabar baik dan peringatan. Dia mengutus Muhammad Saw. sebagai teladan yang baik bagi umat muslimin di sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk.
??? ???????? ?????????? ?????? ????????????? ???????? ???????????? ??????????, ?????????? ????? ??????? ?????????? ?????????? ?????????) ???????: ??-??(
Artinya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.  (Qs. Al-Ahzab: 45-46)[22]

Ayat di atas menegaskan tentang bagaimana dakwah dan fungsi Rasulullah diutus keduini ini. diantara yang disampaikan allah dalam ayat ini adalah bahwa beliu berfungsi sebgai saksi,memberi kabar gembira, memberi peringatan,da�i kepada yang ma�ruf dan terakhir sebagai pepberi cahaya seterangnya dengan Alquran.       
Dengan demikian, perlu diketahui oleh para ayah, ibu dan pendidik bahwa pendidikan dengan memberikan teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kenakalan anak. Bahkan merupakan dasar dalam meningkatkan keutamaan, kemanusiaan dan etika sosial yang terpuji. Dengan memberikan teladan yang baik, pendidikan anak-anak tidak akan berhasil dan nasehat tidak akan berpengaruh. Karenanya, bertakwalah kepada Allah, wahai para pendidik dalam mendidik anak-anak kita. Mendidik mereka adalah tanggung jawab yang dibebankan alas pundak kita. Sehingga kita dapat menyaksikan buah hati kita sebagai matahari perbaikan, purnama petunjuk, yang anggota masyarakat dapat menikmati sinarnya dan bercermin kepada akhlak mereka yang mulia. 

2)     Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Salah satu metode pendidikan yang diisyaratkan Allah di dalam Alquran surah Al-Alaq adalah metode pembiasaan dan pengulangan. Menurut Ngalim Purwanto metode pembiasaan adalah �suatu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil�.[23] Menurut Ahmad Tafsir, �pembiasaan merupakan teknik pendidikan yang jitu, walau ada kritik untuk menyadari metode ini karena cara ini tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah pada pembiasaan yang baik. Perlu disadari oleh guru yang mengajar berulang-ulang, sekalipun hanya dilakukan main-main akan mempengaruhi anak didik untuk membiasakan perilaku itu�.[24]
Menurut Muhibbin Syah �mengajar dengan metode pembiasaan dengan tujuan agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan � kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu�.[25] Termasuk masalah yang sudah merupakan ketetapan dalam syariat bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, dan Iman kepada Allah. Sesuai dengan firman Allah:
???????? ???????? ????????? ???????? ???????? ??????? ??????? ?????? ???????? ????????? ??? ????????? ???????? ??????? ?????? ???????? ?????????? ????????? ???????? ???????? ??? ???????????) ?????: ??(
Artinya: Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lures, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahul.(Qs. Ar-Ruum: 30)[26]

Berdasarkan ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa, manusia dilahirkan dengan naluri tauhid dan iman kepada Allah. sini tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi buhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang lurus. Tidak ada yang menyangkal, bahwa anak akan tumbuh dengan Iman yang benar, berhiaskan diri dengan etika islanu, bahkan sampai puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi, dan kepribadian yang utama, jika ia hidup dengan dibekali dua faktor pendidikan Islami yang utama dan lingkungan yang baik. Menurut Ibrahim Amini:
Praktik pembiasaan (habituation) tidak begitu memiliki nilai karena dilakukan tanpa kesadaran si pelakunya. Aktivitas yang baik seperti ibadah memiliki nilai kalau dilakukan atas kesadaran. Sementara orang-orang yang sudah terbiasa melakukan sesuatu, dia  melakukannya tanpa kesadaran tapi hanya karena sudah terbiasa saja. Orang-orang sudah keranjingan dengan aktivitas tertentu mirip dengan orang yang kecanduan.[27]

Amalan-amalan agama atau urusan sosial juga jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan hingga tidak ada lagi nilainya, sebab (di dalamnya) tidak ada kehendak dan kesadaran untuk mendapatkan pahala. Jika ingin mendidik karakter anak, maka ajarkan kepada mereka ketika mereka sudah matang tentang nilai-nilai yang baik dan buruk dengan logika dan argumentasi. Jika mereka sudah bisa memahaminya barulah mereka ditempa dengan nilai-nilai yang ingin kita kembangkan.
Menurut pendapat penulis, pendidikan dengan metode pengajaran dan pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak. Sebab, pendidikan ini didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari bimbingan serta pengarahan. Oleh karena itu, betapa kita membutuhkan para pendidik yang menunaikan tugas risalahnya dengan sesempurna mungkin, mau mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada dunia pendidikan Islam dengan tekun, tabah dan penuh kesabaran. Sehingga, dalam waktu dekat mereka dapat menyaksikan buah hati mereka menjadi para da�i penyebar risalah Islam, para reformis moral, pemuda-pemuda dakwah dan tentara-tentara jihad.
Dengan demikian jelas bahwa, �mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangkan mendidik dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas di dalamnya terdapat kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari keberhasilan dan kesempurnaan�.[28]
Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah, anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata kesadaran anak-anak akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Alquran menggunakan metode menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulang-ulangnya dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat di mana Dia memberikan arahan dan nasehat-Nya. Di bawah ini adalah contoh Alquran yang berulang-ulang dalam menuturkan nasehat dan peringatan.
Bahasa Alquran dalam berdakwah kepada Allah dan selalu mengingat- Nya, Serta dalam menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam. Semuanya itu telah dicontohkan melalui ucapan para Nabi a.s. dan secara berulang-ulang dicontohkan oleh para da�i kepada jamaah dan pengikut mereka. Tidak ada seorang pun yang menyangkal, bahwa petuah yang tulus dan nasehat yang berpengaruh, jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang jernih dan berpikir, maka dengan cepat mendapat respon yang baik dan meninggalkan bekas yang sangat dalam. Alquran menegaskan pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus sebagaimana firman Allah dalam surat Qaaf ayat 37 sebagai berikut:
????? ??? ?????? ????????? ????? ????? ???? ?????? ???? ??????? ????????? ?????? ???????) ?: ??(
Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (Qs. Qaaf: 37)[29]

Alquran penuh dengan ayat-ayat yang menjadikan metode pemberian nasehat sebagai dasar dakwah, sebagai jalan menuju perbaikan individu dan pemberi petunjuk bagi masyarakat. Siapa pun yang mau membuka lembaran-lembaran Alquran, niscaya ia akan mendapatkan metode pemberian nasehat yang benar-benar tampak dalam sejumlah ayatnya. Terkadang dengan peringatan untuk bertakwa, dengan mengingatkan untuk berzikir, dengan mengemukakan kata-kata nasehat, dengan mengikuti jalan orang-orang yang telah mendapatkan petunjuk, atau dengan membujuk dan merayu, bahkan dengan menggunakan metode ancaman. Demikianlah, pembaca akan mendapatkan metode pengajaran dan pemberian nasehat yang sangat sesuai dengan lafal Alquran, termasuk pengertian-pengertiannya dalam berbagai struktur dan gaya bahasa. Semua ini menguatkan pendirian bahwa metode nasehat dalam Alquran mempunyai andil yang besar dalam upaya pendidikan jiwa pada kebaikan, mengantarkannya kepada kebenaran, dan membimbingnya pada petunjuk.
Dengan demikian, para pendidik hendaknya memahami betul akan hakikat ini, dan menggunakan metode-metode Alquran dalam upaya memberikan nasehat, peringatan dan bimbingannya, untuk mempersiapkan anak-anak mereka yang masih usia muda, baik sebelum tamyiz maupun pada usia remaja, dalam hal akidah maupun moral, dalam pembentukan kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang menginginkan kebaikan, kesempurnaan, kematangan akhlak dan akal anak-anak. Di samping itu, sudah sepatutnya dalam kesempatan ini kita menyimak metode Alquran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran.
3)     Pendidikan dengan Nasehat        
Metode nasehat yakni �suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberi motivasi. Metode Ibrah atau maui�zhah (nasehat) sangat efektif dalam pembentukan mana anak didik terhadap hakekat sesuatu,serta memotivasinya untuk bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam�.[30]Menurut Alquran, metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka seolah-olah tidak mau tau kebenaran tersebut terlebih melaksanakannnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada umumnya kurang senang di nasehati, terlebih jika ditunjukkan kepada pribadi tertentu.
Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah, anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata kesadaran anak-anak akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat  sebagai berikut:
????????????? ???????? ?????????? ??????????? ??????????? ????????? ????????? ?????????? ??????? ??????????? (??????: ??(
Artinya:  Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? maka tidakkah kamu berpikir? (Q.S al-Baqarah: 44).[31]

            Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa� apa yang telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentunya disamping memberikan nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata�kata yang didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari�hari dari pagi hari sampai sore hari.
Dengan demikian, para pendidik hendaknya memahami betul akan hakikat ini, dan menggunakan metode-metode Alquran dalam upaya memberikan nasehat, peringatan dan bimbingannya, untuk mempersiapkan anak-anak mereka yang masih usia muda, baik sebelum tamyiz maupun pada usia remaja, dalam hal akidah maupun moral, dalam pembentukan kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang mengingin-kan kebaikan, kesempurnaan, kematangan akhlak dan akal anak-anak. Di samping itu, sudah sepatutnya dalam kesempatan ini kita menyimak metode Alquran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran.         
4)     Pendidikan dengan Memberikan Perhatian        
Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah �mencurahkan perhatian, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral anak, persiapan spritual dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya�.[32] Sudah barang tentu, bahwa pendidikan semacam ini merupakan modal dasar yang dianggap paling kokoh dalam pembentukan manusia seutuhnya yang sempurna, yang menunaikan hak setiap orang yang memilikinya dalam kehidupan dan termotivasi untuk menunaikan tanggung jawab dan kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun fondasi Islam yang kokoh. Dengan mengendalikan dirinya, akan berdiri Daulah Islamiyah yang kuat dan kokoh.
Dengan kultur, posisi dan eksistensinya, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya. Islam, dengan keuniversalitas prinsipnya dan peraturannya yang memerintah para bapak, ibu, dan pendidik, untuk memperhatikan, dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya dalam setiap segi kehidupan dan pendidikan yang universal. Di bawah ini nash tentang keharusan memperhatikan melakukan pengawasan sebagaimana firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
??? ???????? ????????? ??????? ???? ??????????? ????????????? ?????? ?????????? ???????? ?????????????? ????????? ??????????? ??????? ??????? ??? ????????? ??????? ??? ?????????? ????????????? ??? ???????????) ???????: ?(
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Qs. At-Tahrim: 6)[33]

Berdasarkan ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi dan pelihara juga keluarga kamu yakni isteri, anak-anak, dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan mendidik dan membimbing mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-batuantara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya.
Demikianlah metode Islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang kita lihat, adalah metode yang lurus. jlka diterapkan, maka anak kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang saleh, bermanfaat bagi umat Islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang mukmin yang bertakwa, disegani, dihormati, semua tidak mustahil jika la diberi pendidikan yang baik, dan kita berikan sepenuhnya hak serta tanggung jawab kita kepadanya.       
5)     Pendidikan dengan Bermain                               
Bermain merupakan bermacam bentuk kegiatan yang memberikan kepuasan pada diri anak yang bersifat nonserius, lentur, dan bahan mainan yang terkandung dalam kegiatan dan yang secara imajinatif. Berikut ini pengertian bermain dari beberapa ahli:[34]
a)   Menurut pendidik dan ahli psikologi (Gordon dan Browne), bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak
b)  Dearden bermian merupakan kegiatan nonserius dan segalanya ada dalam kegiatan itu sendiri yang dapat memberikan kepuasan bagi anak.
c)   Hildebrand bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apa pun yang dapat dilakukan untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.
d)  Dworetsky, Bermain merupakan kagiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya daripada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu. Dikemukakan sedikitnya ada lima kriteria dalam bermain:
1)     Motivasi insrintik, tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, dilakukan demi kegitan itu sendiri dan bukan tututan dari masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.
2)     Pengaruh positif. Tingkah laku itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.
3)     Bukan dikerkalan sambil lalu. Tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu, karena itu tidak mengikuti pola atau urutan yang sebenarnya.
4)     Cara/tujuan. Cara bermain lebih diutamakn daripada tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu sendiri daripada keluaran yang dihasilkan.
5)     Kelenturan. Bermain itu perilaku yang lentur, kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubunganserta berlaku pada setiap situasi.[35]

Jika kita menggunakan kelima kriteria dari Dworetsky, maka kita dapat mengatakan bahwa bila seseorang anak menggunakan mainan hewan-hewanan dengan cara yang lentur tanpa tujuan yang jelas dalam pikirannya, kegiatan berpura-pura menyenangkan bagi dirinya sendiri, dan melakukan kegiatan hanya untuk bergiat, maka dapat ia katakana ia sedang bermain. Bermain juga merupakan tututan dan kebutuhan yang esensial bagi anak di TK. melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitif dan kemampuan yang lainya untuk memecahkan masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban yang berbeda dan sebagainya.
Jadi bermian anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan ysng disukainya, bereksperimen dengen bermacam bahan dan alat dan nilai bermain begitu besar dalam kehidupan anak, maka pemanfaatan kegiatan bermain dalam pelaksanakan kegiatan anak TK merupakan syarat mutlak yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Bagi anak TK belajar adalah bermain dan bermain sambil belajar.

C.    Evaluasi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam
     
Evaluasi merupakan �pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan dan reformasi pendidikan secara keseluruhan�.[36] Dari pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan.
Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas. Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.
Evaluasi pendidikan anak usia dini merupakan usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan serta menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan daan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan belajar. Penilaian ini juga merupakan upaya untuk mendapatkan informasi atau data secara menyeluruh yang menyangkut semua aspek kepribadian anak terhadap proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai melalui proses pembelajaran, meliputi perkembangan fisik motorik, sosial, emosi, kognitif, moral, dan nilai-nilai agama, serta seni.
Evaluasi pendidikan anak usia dini dalam perspektif Islam adalah �rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan anak usia dini adalah evaluasi atau penilaian. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam  proses pendidikan�.[37] Dalam pendidikan Islam, termasuk juga pendidikan anak usia dini, �evaluasi merupakan salah satu komponen penting dari sistem pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan dan proses pembelajaran�.[38]
Teknik evaluasi bagi anak usia dini adalah menghafalkan dengan menggunakan metode bentuknya seperti berikut:
1)     Anak didik Menirukan Ucapan Pendidik
Dalam hal ini awalnya pendidik memberi contoh kepada anak dengan ucapan. Kemudian guru meminta anak-anak menirukan ucapan guru tersebut supaya anak itu mulai mengenal dan mengetahui itu.
2)     Anak didik Mengulang-Ulang Ucapan
Setelah anak menirukan ucapan pendidik. Guru mengulang-ulang ucapan itu berkali-kali dan anak menirukan mengulang-ulang ucapan yang dicontohkan guru tersebut.
3)     Guru Melakukan Pembiasakan
Setelah mengulang-ulang maka langkah selanjutnya adalah membiasakan anak itu mengucapkan itu dalam kehidupannya sehari-hari dengan begitu maka anak akan lebih cepat menghafalkan itu. Pada umumnya kebanyakan metode menghafalkan yang diterapkan di sekolah taman kanak-kanak itu menggunakan ketiga metode diatas, yaitu menirukan lafal yang dicontohkan oleh pendidik, kemudian anak mengulang-ulang yang dicontohkan, kemudian membiasakan melafalkan itu setiap hari.
Mengigat pentingnya evaluasi bagi proses pendidikan, maka dalam kegiatan pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini juga perlu dilakukan evaluasi. Terhadap kegiatan pendidikan anak usia dini, evaluasi atau penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengamatan dan pencatatan anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus, sedangkan pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi tertentu.



               [1]Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, (Yogjakarta: Pro-U Media, 2010), hal. 297.

               [2]Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-Kanak,(Jakarta: Amzah, 2007), hal. 1.

               [3]Umarker, Awal Agama Mengenal Allah, diakses Tanggal 01 Januari 2016 dari http://umarker.blogspot.co.id/2011/12/awal-agama-mengenal-allah.html
               [4] Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi, hal. 397.

[5] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Cet. 2, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 174.

               [6] Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam Al Haakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam Al Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad no. 273
               [7] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), hal. 151.

               [8]Softwere, Jawami� al-kalim, kitab As-Shahabah, hal.428.
               [9]Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 270.

               [10] Qs. Al-�alaq/96: 1-5.

               [11] Ibid.,hal. 324.

               [12] Q.S: Ali Imran/3: 139.
               [13]Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 391.
               [14] Q.S: Al-Maidah/5: 2.

               [15]Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Buni Aksara, 2011), hal.1.

               [16] Didin Jamluddin, Metode Pendidikan Anak Teori dan Praktik, (Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2010), hal. 53.
[17] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 2.

               [18] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif  Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 142.

               [19] Qs. Al-Ahzab/33: 21.

               [20]Ibrahim Amini, Agar tak Salah Mendidik, Cet. I, (Jakarta: Al-Huda, 2006),hal. 307.  
               [21]Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 393.

               [22] Q.S. Al-Ahzab/33: 45-46

               [23] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Cet. VIII, (Bandung:  Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 177.

               [24]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Ramaja Rosdakarya, 1992), hal. 144-145.

               [25]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekat Baru, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 124.
               [26] Q.S. Ar-Ruum/30: 30.

               [27]Ibrahim Amini, Agar Tak Salah, hal. 306.  
               [28]Ibrahim Amini, Agar Tak Salah, hal. 6.
               [29] Q.S. Qaaf/50: 37.
               [30]Imaza, Metode Pendidikan Islam, Artikel diakses tanggal 09 November 2015 dari http://imaza17.blogspot.co.id/
               [31] Q.S. Al-Baqarah/2: 44.
               [32]Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 123.

               [33] Q.S. At-Tahrim/66: 6.
               [34]Sujiono, Yuliani Nurani dkk., Metode Pengembangan Kognitif, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 7.6.

               [35]Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Cet. II, (Jakarta: Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Rineka Cipta, 2004), hal. 31.
               [36]Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran; Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 185.

               [37]Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hal. 223.

               [38] Ibid.,hal. 220.