Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Guru dalam Pendidikan Islam


BAB II

KAJIAN TEORITIS TENTANG FATHANAH BAGI GURU DAN PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK


A.    Pengertian Guru dalam Pendidikan Islam

Secara terminologi, guru sebagaimana dijelaskan oleh WJS Poerwadarminta adalah �orang yang mendidik�.[1]Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam Bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik, seperti teacher yang diartikan dengan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah.[2]
Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz yang berarti teacher(guru) atau professor (gelar akademik = guru besar), muddaris yang berarti teacher(guru) atau instructor (pelatih) dan lecturer (dosen), muallim yang juga berarti teacher (guru) atau instructor (pelatih), serta trainer(pemandu) dan juga kata mu�adib yang berarti educator (pendidik).[3]

Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi,muallim dan muadih. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurrabi. Kata muallim adalah isim dari allama, sedangkan kata muadib berasal dari adaba, yuadibu. Kata �murabbi�sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Sedangkan untuk istilah �muallim�,pada umumnya dipakai dalam pembicaraan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah �muadib�, menurut Al-Attas lebih luas dari istilah �muallim� dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.[4]
Kata-kata di atas secara keseluruhan mengacu kepada orang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Berdasarkan ruang gerak dan lingkungan di mana ilmu atau ketrampilan itu diberikan, sering dibedakan pengistilahannya, untuk di sekolah disebut teacher,    di perguruan tinggi disebut lecturer atau professor, di rumah-rumah pribadi disebut tutor atau privat teacher, sedang di tempat pelatihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.
Secara etimologi, istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah �Orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran         di sekolah/kelas.[5]Secara khusus ia menegaskan bahwa guru berarti �Orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan dan pengajaran kepada orang lain. Dan kata guru secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, ketrampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja.
Di dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1, tentang Guru dan dosen, guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan menengah.[6] Jabatan guru adalah pelaksana  tugas profesional  dan jabatan tersebut melekat pada orangnya, sehingga di dalam masyarakat seorang guru dan juga seorang guru agama di manapun selalu diberi panggilan guru agama atau pak ustaz.
Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan  oleh mereka yang secara khusus disiapkan itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan profesional adalah pekerjaan yang disiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat bergantung  kepada keahlian dan tingkat pendidikan.[7]

Pendidikan agama, meskipun dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah hanya menyangkut satu aspek mata pelajaran  pendidikan agama, namun ia memiliki fungsi yang sangat berarti  bila dikaitkan dengan  fungsi  pendidikan sebagai upaya penanaman nilai-nilai bagi pembentukan watak kepribadian anak didik. Guru dalam pandagan Islam, sangat kompleks artinya karena ia bukan hanya sebagai tranfer of  knowladge, tetapi guru  dalam pandangarn Islam yang jelas, dan harus menanamkan sendi-sendi akidah  yang jelas, dan sebagai suri teladan.                          
B.    Syarat-syarat Yang Harus di Miliki Guru dalam Pendidikan Islam    

Pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Tugas guru tidak hanya �mengajar� tetapi juga �mendidik� maka, untuk melakukan tugas sebagai guru, tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang di dalam Undang-undang No 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar prndidikan dan pengejaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut: Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 undang-undang ini.
Dari pasal-pasal  tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat kita simpulkan sebagai berikut: Pertama, berijazah. Kedua, sehat jasmani dan rohani. Ketiga, taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik. Keempat,bertanggung Jawab. Kelima, berjiwa Nasional.[8]
1.     Berijazah                                            
Menurut M. Ngalim Purwanto ijazah  ialah:

Yang dapat  memberi wewenang untuk menjelankan  tugas sebagai guru di suatu sekolah tertentu. Pemerintah telah mengedakan berbagai sekolah  dan kursus-kursus serta akademi-akademi yang khusus untuk mendidik orang-orang yang akan ditugaskan menjadi guru di berbagai sekolah, sesuai dengan wewenang  Ijazahnya masing-masing. Jelaslah bahwa dan bermacam-macam sekolah yang ada, yang dibutuhkan oleh masyarakat dan negara.[9]
Dalam hal ini, janganlah kita salah mengerti, menyangka bahwa pemerintah  masih berpaham kolonial yang mau memecah  belah guru-guru dengan mengadakan berbagai macam  ijazah sekolah guru. Sama sekali bukan itu tentunya yang dimaksud  oleh pemerintah kita. Justru sebaliknya, sesuai dengan  asas demokrasi  kita, perlulah  pemerintah mengadakan bermacam-bermacam  sekolah yang sesuai  dengan kebutuhan  perkembangan masyarakat  kita pada umumnya. Dengan demikian  dapatlah terpenuhi kebutuhan pendidikan dalam tiap-tiap masyarakat serta dapat menciptakan berbagai keahlian untuk memperoleh pekerjaan.
Kembali kita pada ijazah sebagai syarat kita untuk menjadi guru, ijazah bukanlah semata-mata sehelai kertas saja. Ijazah adalah surat bukti  yang menunjukkan  bahwa seorang telah mempunyai ilmu pengetahuan  dan kesanggupan-kesanggupan yang tertentu, yang diperlukan untuk suatu jabatan atau pekerjaan. Sudah dapat dipastikan bahwa setiap oarang yang berijzah  itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan demikian guru memiliki pengalaman-pengalaman dalam pekerjaannya untuk memperbaiki dan mempertinggi hasil pekerjaannya, juga kita mengetahui bahwa tiap-tiap orang berbeda-beda tempramen,  watak dan kepribadiannya.  Hal itu menyebabkan  hasil dan kemajuan  pekerjaan seserang  tidak sama  pula. Ijazah yang sama tidak berarti bahwa cara dan hasil dari pekerjaan orang-orangnya sama pula.
Biarpun demikian, untuk menjadi seseorang  pendidik haruslah memiliki ijazah  yang diperlukan. Itulah bukti bahwa yang bersangkutan telah mempunyai wewenang, telah dipercayai oleh negara dan masyarakat  untuk menjalankan tugasnya sebagai guru.
2.     Sehat Jasmani dan Rohani
Tiap-tiap pekerjaan membutuhkan syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melakukan pekerjaan pekerjaan itu dengan baik dan berhasil[10]. Ingatlah akan syarat-syarat yang dituntut dari seseorang yang hendak melamar menjadi tentara, angkatan udara, angkatan laut, polisi dan sebagainya, kesehatan  jasmani dan rohani  adalah salah satu syarat yang penting bagi jika badannya selalu diserang oleh suatu penyakit.
Sebagai calon gurupun syarat kesehatan itu merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan, seorang guru  yang berpenyakit menular  akan membahayakan kesehatan anak-anak   dan memabawa akibat  yang tidak baik  dalam tugasnya  sebagai pengajar  dan pendidik. Seorang guru cacat   matanya atau mukanya, umpamanya akan mengakibatkan  tertawaan dan ejekan murid-murid, yang sudah tentu akan mendatangkan hasil yang timpang, misalnya tidak mungkin dapat memberi pelajaran gerak badan yang sebaik-baiknya  kepada murid-muridnya.
Demikianlah, kesehatan merupakan syarat utama bagi guru, sebagai orang yang setiap hari bekerja dan bergaul dengan dan di antara anak-anak.
3.     Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat ini sebenarnya tidak terlalu dipersoalkan bagi, dalam GBHN 1983-1988 antara lain dinyatakan bahwa tujuan  pendidikan adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 pasal 3 dinyatakan:
Tujuan pendidikan ialah membentuk manusia susila. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesusilaan watak atau budi pekerti  yang baik, tidak mungkin akan diberikan oleh orang yang tidak berke-Tuhanan  Yang Maha Easa  atau taat beribadah menjalankan agamanya dan tidak berkelakuan  baik. Pembentukan manusia susilah yang taqwa  kepada Tuhan Maha Esa hanya mungkin dengan norma-norma agama dan masyarakat serta peraturan-peraturan yang berlaku.[11]

Memang untuk mengetahui seseorang itu taat beragama dan berkelakuan baik atau tidak adalah suatu  hal yang sangat sulit karena hal tersebut  tidak dapat diperiksa dengan ujian atau tes. Dengan ujian tes orang hanya dapat mengetahui sebagaian kecil saja tingkat laku dan kepribadian seseorang. Meskipun demikian tiap-tiap oarang yang akan memasuki sesauatu pekerjaan apalagi pekerjaan sebagai guru, harus memiliki surat keterangan berkelakuan baik dari yang berwajib. Apabila ia melakukan kejahatan ijazahnya dapat dicabut oleh pemerintah  yang berarti bahwa ia diberhentikan dari jabatannya sebagai guru.
4.     Bertanggung Jawab.
Di dalam pasal 3 yang telah berkali-kali kita bicarakan itu dinyatakan bahwa tujuan pendidikan, selain membentuk manusia susila yang cakap, juga manusia yang bertanggung jawab  atas kejahteraan  masyarakat  dan atau tanah air. Hal ini berarti bahwa �guru harus berusaha mendidik  anak-anak  menjadi warga negara yang baik, warga negara yang mengetahui tugasnya  sebagai warga negara dari satu negara  yang dimokratis, harus turut serta memikul  tanggung jawab atas kemajuan dan kemakmuran negara dan bangsanya�[12].
Pembentukan warga negara yang dimokratis dan bertanggung jawab itu sungguh suatu tugas yang tidak mudah, dan hanya dapat dilakukan oleh orang yang berjiwa nasional itu memerlukan orang-orang  yang berjiwa dimokratis dan yang mempunyai tanggung jawab  pula. Jelaslah bahwa seorang guru harus seorang yang bertanggung jawab seabagai seorang guru, tentu saja pertama-tama  harus bertanggung jawab kepada tugasnya sebagai guru, yaitu mengajar dan mendidik anak-anak yang telah dipercayakan kepadanya. Di samping itu tidak boleh pula dilupakan tugas-tugas dan pekerjaan lain yang memerlukan tanggung jawabnya. Selain tugasnya sebagai guru di sekolah, gurupun merupakan anggota masyarakat yang mempunyai tugas dan kewajiban lain.
5.     Berjiwa Nasional.
Bangsa Indonesia terdiri dari beratus suku bangsa  yang berlain-lain bahasa dan adat-Istiadatnya. Tambahan pula telah kurang lebih 350 tahun bangsa Indonesia mengalami penjajahan bangsa asing yang telah sengaja memecah belah  persatuan nasionalnya dengan berbagai macam jalan. Untuk menanamkan kembali perasaan jiwa  kebangsaan itu merupakan  tugas yang penting untuk mendidik anak-anak sesuai dengan tujuan pendidikan  dan pengajaran yang telah digariskan oleh MPR seperti dinyatakan di dalam HBHN 1983-1988 dan UUD 1945. Dalam hal menanamkan perasaan nasional itu guru hendaklah selalu ingat dan menjaga agar jangan sampai timbul chouvinisme, yaitu perasaan kebangsaan yang sangat berlebih-lebihan.
C.    Tugas dan Tanggung Jawab Guru dalam Pendidikan Islam
     
Menurut al-Ghazali, tugas guru yang utama adalah me�nyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt. Realisasi tugas ini merupakan cerminan dari tujuan utama pendidikan Islam adalah berupaya menciptakan subyek didik untuk mampu mendekatkan diri kepada-Nya. Jika guru belum mampu mewujudkan siswanya membiasakan diri dalam peribadatan secara tepat, maka ia sungguh mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa. Hal itu mengandung arti bahwa adanya keterkaitan antara ilmu dan amal saleh.
Dalam paradigma Jawa, guru diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti �digugu dan ditiru�. Dikatakan digugu(dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya.[13]

Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar transformasi ilmu, tapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasi�kan ilmunya pada peserta didiknya. Pada tataran ini terjadi sinkro�nisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta didik) dan yang dilakukannya (dilihat oleh peserta didik).
Dalam Islam tugas seorang guru dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya, hal ini dapat dilihat dari Firman Allah surat Al-Mujadillah ayat 11 yang berbunyi:
??? ???????? ????????? ??????? ????? ????? ?????? ??????????? ??? ???????????? ??????????? ???????? ??????? ?????? ??????? ????? ???????? ?????????? ???????? ??????? ????????? ??????? ??????? ??????????? ??????? ????????? ????????? ????????? ????? ??????????? ???????) ????????: ??(
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs. Al-Mujadillah:11).

Oleh karena itu, maka tugas guru dalam pendidikan Islam dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
Pertama, sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian program dilakukan. Kedua, sebagai guru (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian seiring dengan tujuan Allah Swt. menciptakannya. Ketiga, Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengerahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[14]

Dalam tugas itu, seorang guru dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan.
Prinsip keguruan itu dapat berupa: Pertama, kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik. Kedua, membangkitkan gairah peserta didik. Ketiga,  menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik. Keempat, mengatur proses belajar mengajar yang baik. Kelima, memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang memengaruhi proses mengajar. Keenam, adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar-mengajar.[15]

Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan Negara.
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai guru berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai�-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak di didik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak anak didik. Begitulah tugas guru sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di rumah.
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang baik. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia. Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Bahkan bila dirinci lebih jauh tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
Pertama, Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman. Kedua, Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar Negara kita. Ketiga, Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983. Keempat, Sebagai perantara dalam belajar. Di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku dan sikap. Kelima, Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, gurutidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya. Keenam, Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah di bawah pengawasan guru. Ketujuh, Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu. Kedelapan, Guru sebagai administrator dan manajer. Di samping mendidik, seorang guru harus dapat mengedakan unison tata usaha seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara baik, sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan. Kesembilan, Pekerjaan guru sebagai suatu profesi. Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu profesi.Kesepuluh, Guru sebagai perencana kurikulum. Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan. Kesebelas, Guru sebagai pemimpin (guidance worker). Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan dan menghadapkan anak-anak pada problem. Kedua belas, Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler, membentuk kelompok belajar dan sebagainya.[16]

Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan baik dan ikhlas. Guru harus men�dapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi-profesilainnya, sehingga keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar anak didik bukan hanya sebuah slogan di atas kertas.
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain.
Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar adalah mendidik dengan cara mengajar. Tugas gurudi dalam rumah tangga sebagian be�sar, bahkan mungkin seluruhnya, berupa membiasakan, memberikan contoh yang baik, memberikan pujian, dorongan, dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif bagi pendewasaan anak. Jadi, secara umum, mengajar hanyalah sebagian dari tugas mendidik.
Tugas guru selain mengajar ialah berbagai tugas yang sesungguhnya bersangkutan dengan mengajar, yaitu tugas membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang selalu bersangkutan dengan pencapaian tujuan pengajaran. Ahmad Tafsir merinci tugas guru (termasuk guru) sebagai berikut:
Pertama, wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya. Kedua, Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak ber�kembang. Ketiga, memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat. Keempat, mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah per�kembangan anak didik berjalan dengan baik. Kelima, memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.[17]

Dalam tugas tersebut di atas tidak disebut dengan jelas tugas guru yang terpenting, yaitu mengajar. Sebenarnya, tugas itu terdapat secara implisit dalam tugas pada butir pertama dan kedua. Sebenarnya, dalam teori pendidikan Barat, tugas guru tidak hanya mengajar, mereka bertugas juga mendidik dengan cara selain mengajar, sama saja dengan tugas guru dalam pendidikan Islam. Perbedaannya ialah tugas-tugas itu dikerjakan mereka untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan keyakinan filsafat mereka tentang manusia yang baik menurut mereka. Sikap demokratis, sikap terbuka, misalnya, dibiasakan dan dicontohkan mereka kepada murid. Hal itu kelihatan terutama dalam metode mengajar yang digunakan mereka, juga dalam perilaku guru-guru di Barat.
Jadi, perbedaannya bukan terletak pada tugas guru, melainkan pada sistem filsafat yang dianut, sistem filsafat orang Barat memang berbeda dari sistem filsafat pendidikan orang Islam.
Sesungguhnya tugas seorang guru muslim itu bukan hanya sekedar mengisi otak murid-muridnya dengan berbagai ilmu pengetahuan, kemudian selesai, akan tetapi ia harus melanjutkan kepada pendidikan yang sempurna yang berdiri di atas kejernihan aqidah dan akhlak, dari hal-hal yang dilarang oleh dien yang lurus. Maka seorang guru muslim yang sukses haruslah menjadikan perkataan dan tingkah laku murid-muridnya di dalam kelas bersandar kepada petunjuk Nabi yang benar. Allah Swt. berfirman:
???? ??? ??????? ?????????? ?????? ?????????????? ???????????? ?????? ?????????? ?????? ??????????? ???????? ??????? ????????) ?? ?????: ??(
Artinya: Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,      niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. (Qs. Ali Imran: 31).

Perjalanan hidup Rasulullah menunjukkan bahwasanya beliau adalah seorang guru yang bijaksana, seorang mu�allim, pemberi pengarahan, penasehat, orang yang belas kasih, dicintai, dan orang yang ikhlas. Maka seorang guru muslim haruslah mensifati dirinya dengan sifat-sifat ini terutama dalam hal keikhlasan. Ia harus mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah semata dan tidak melihat harta. Apabila ia diberi meskipun sedikit ia bersyukur dan apabila tidak diberi ia harus bersabar.[18]
Berdasarkan paparan para ahli yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui bahwa tugas guru adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tugas guru ini dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu: sebagai pengajar, sebagai pendidik, dan sebagai pemimpin. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.   
D.    Fungsi Guru dalam Pembinaan Sifat Fathanah
                 
Guru dalam pandagan Islam, sangat kompleks artinya karena ia bukan hanya sebagai tranfer of  knowladge, tetapi guru  dalam pandangarn Islam ha yang jelas, dan sebagai rus menamkan sendi-sendi akidah  yang jelas, dan sebagai suri teladan.
Menurut al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya �Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam� fungsi guru yang utama adalah: �Menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.[19]
Sesungguhnya seorang guru bukanlah bertugas memindahkan atau mentransfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi guru juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas guru dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
Pertama, sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Kedua, sebagai educator(pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah Swt.menciptakannya. Ketiga, sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[20]

Dalam tugas itu, seorang guru dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa: Pertama, kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik. Kedua, membangkitkan gairah peserta didik. Ketiga, menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik. Keempat, mengatur proses belajar mengajar yang baik. Kelima, memerhatikan perubahan-perubahan kecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar. Keenam, adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.




               [1] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. ke-12, (Jakarta: Gramedia, 1980), hal. 250.
              
               [2] Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, Cet ke-8, (Jakarta: Gramedia, 1980), hal. 560.
              
               [3] Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, Cet. ke-4, (Bairut: Librarie du Liban, London : Mac. Donald dan Evans, Ltd., 1974), hal. 15.

               [4]Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1984), hal.5
               [5] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Cet ke-3, (Jakarta: Haji Masagung, 1989), hal. 123.
               [6] Undang-undang R. I. N0 14  Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Cipta Jaya, 2000), hal.  8-9.
              
               [7] Abdul Racman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hal. 165.
               [8] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hal. 139.

               [9] Ibid., hal. 140.
               [10] Ibid., hal. 141.
               [11]Redaksi Kawan Pustaka, UUD dan Perubahannya, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2007), hal. 29.
               [12] Ibid., hal. 143.
[13] Tim Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PPPAI-PTU, 1984), hal. 149.
[14] Roestiyah NK., Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hal. 86.

[15] Zakiah Daradjat. Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 22.
[16] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. III, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 36-41.
[17] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 74-75.

[18] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Gurudan Orang Tua, (Solo: Pustaka Barokah, 2005), hal. 27.

[19]Tafsir, Ilmu..., hal. 74-75.

[20]Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hal. 86.