Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pentingnya Peran Tuha Peut Gampong Di Gampong




Bagi anda yang tinggal di wilayah perkotaan, mungkin tidak ngeuh dengan apa yang saya maksud dengan TUHA PEUT GAMPONG, bahkan bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan pun belum tentu tahu persis apa itu TUHA PEUT GAMPONG, tugasnya dan fungsinya. Mereka hanya mengenalnya, karena tertulis di papan yang ditopang oleh dua tiang persis di depan kantor desanya. Jadi apa itu TUHA PEUT GAMPONG?

TUHA PEUT GAMPONG

TUHA PEUT GAMPONG merupakan kependekan dari Badan Permusyawaratan Desa, adalah lembaga yang melaksanakan pemerintahan. Anggotanya merupakan perwakilan wilayah yang ditetapkan secara demokratis. Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengatur mengenai kelembagaan Gampong/Gampong adat yaitu Lembaga Pemerintahan Gampong/Gampong adat yang terdiri atas: Pemerintah Gampong/Gampong Adat; Lembaga Tuha Peut Gampong; Lembaga Kemasyarakatan Gampong; Lembaga Adat; Lembaga Kerjasama antar Gampong dan Badan Usaha Milik Gampong.

Nampak dengan jelas, bahwa TUHA PEUT GAMPONG itu diakui sebagai lembaga yang melaksanakan pemerintahan Gampong. Anggotanya merupakan perwakilan wilayah yang ditetapkan secara demokratis.

Jumlah anggota TUHA PEUT GAMPONG paling sedikit 5 orang dan paling banyak 9 orang. Rata-rata dalam desa minimal ada 5 wilayah dan maksimal 9 wilayah, masing-masing diwakili satu orang. Ada satu orang Ketua, satu orang wakil ketua dan satu orang sekretaris, selebihnya anggota. TUHA PEUT GAMPONG memiliki bidang-bidang, yaitu: bidang pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang pembinaan kemasyarakatan dan bidang pemberdayaan masyarakat.

Fungsi TUHA PEUT GAMPONG

TUHA PEUT GAMPONG memiliki tiga fungsi, yakni: 1) Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan desa bersama Keuchiek; 2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan 3) melakukan pengawasan kinerja Keuchiek.

Dengan adanya tiga fungsi ini, seharusnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Keuchiek tidak banyak terjadi. Karena mekanisme pengawasan telah diatur sedemikian rupa, sehingga TUHA PEUT GAMPONG memungkinkan melakukan pencegahan penyelewengan.

Seperti pembaca Radar Tasikmalaya ketahui, reformasi telah membawa perubahan paradigma dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia, dari sistem otoritarian kepada sistem demokrasi, dan dari sistem sentralistik kepada sistem otonomi.

Selama dua windu pasca reformasi, posisi Pemerintahan Gampong masih menjadi bagian dari Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan otonomi dan desentralisasi sebagai konsekuensi dari reformasi terbatas pada otonomi setingkat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang menjadi simbol perwujudan demokrasi.

Sebagai langkah lanjutan dari konsep pelaksanaan otonomi dan desentralisasi, dikembangkanlah pemisahan peraturan antara otonomi daerah dan otonomi desa dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (kemudian dirubah dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2014 dan ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU).

Hal itu menjadi bukti bahwa Negara memberikan hak seluas-luasnya untuk pelaksanaan otonomi dan desentralisasi hingga tingkat Gampong.

Dana Gampong

Untuk melaksanakan otonomi yang luas itu, pemerintah pusat telah mentransfer sejumlah dana ke desa yang cukup besar. Menurut Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Kemendesa PDTT Bonivacius Prasetya Ichtiarto, menyampaikan bahwa dana Gampong yang diturunkan terus meningkat -yakni Rp. 20,67 triliun tahun 2015; 46,98 triliun tahun 2016; serta masing-masing 60 triliun pada tahun 2017 dan 2018 (http://setkab.go.id/kemendesa-pdtt-akumulasi-penyaluran-dana-desa-hingga-tahun 2018-tahap-2-sebesar-rp14931-triliun).

Dana Gampong adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Gampong yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai: penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Meskipun Pemerintah telah meyakinkan agar masyarakat tidak khawatir mengenai penyelewengan dana Gampong, tetapi dengan adanya fakta bahwa banyak Keuchiek terjerat kasus korupsi bukanlah tidak mungkin kalau ladang korupsi itu akan berpindah ke Gampong-Gampong. Karena kekhawatiran itulah, wajar kalau masyarakat Gampong sangat berharap, agar TUHA PEUT GAMPONG bisa menjalankan perannya untuk mengawasi penggunaan dana Gampong tersebut.

Mengapa kita menunggu kiprah TUHA PEUT GAMPONG dalam malakukan perannya? Karena kita ketahui, regulasi yang ada memungkinkan TUHA PEUT GAMPONG untuk melakukan pengawasan kinerja Keuchiek. Hal ini telah diatur dalam butir 3), pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, dimana Keuchiek wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Tuha Peut Gampong setiap akhir tahun anggaran. Dan laporan tersebut harus sudah diterima paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran (Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 51).

Namun meskipun memiliki posisi yang sangat strategis, TUHA PEUT GAMPONG pada kenyataannya banyak yang masih belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Lemahnya fungsi TUHA PEUT GAMPONG dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme check and balances. sehingga pada gilirannya akan memperlemah proses demokrasi di tingkat Gampong.