Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tinjauan Teoritis Tentang Riba

Tinjauan Teoritis Tentang Riba

BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG RIBA


A.    Pengertian Riba
Riba berasal dari bahasa arab, yaitu masdardariartinya bertambah, biak, bayaran lebih, keuntungan[1]Abul Ala Al-Maududi menjelaskan bahwa pokok kata riba adalah . Termasuk di dalam al-Quran (??) yang mengandung arti bertambah, berkembang, naik dan meninggi.[2]
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan tentang riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Dalam menjelaskan tentang riba, Antonio menjelaskan panjang lebar tentang pengertian riba dengan mengutip pendapat jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhab fiqh yang di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Badr ad-Din al-Ayni, pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari: menjelaskankan �Prinsip utama dalam riba adalah penambahan, menurut syari�at, riba adalah penamabahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil�.
Kedua, Imam Sarakhsi dari mazhab Hanafi: menjelaskan�Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (padanan) yang dibenarkan syari�at atas penambahan tersebut�.
Ketiga, Raghib al-Isfahany:menjelaskan: �Riba  adalah penambahan atas harta pokok�.
Keempat, Qatadah:menjelaskan: �Riba adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu, apabila telah datang sa�at pembayaran dan sipembeli tidak mampu membayar, ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan�[3]

Arifin, menjelaskan bahwa, riba adalah tambahan bayaran (bunga) salah satu dari dua pengganti yang sejenis dengan tak ada bagi tambahan itu penukarannya, atau dengan kata lain riba adalah membayar lebih disebabkan lantaran meminta tangguh karena tidak sanggup membayar di waktu yang telah ditentukan semula.�[4]
Dari pengertian dari para ulama di atas maka penulis menyimpulkan bahwa riba adalah tambahan bunga dari harta pokok karena adanya tangguhan atau karena perjanjian yang tidak disyari�atkan yang membawa kepada kerugian satu pihak dan menguntungkan bagi pihak yang lain yang bertentangan dengan prinsip Islam.
B.    Macam-Macam Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, masing � masing adalah riba utang - piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahilliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi�ah.
1. Riba Qardh ) ??? ????? )
            Riba qardhadalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (Muqtaridh). Bentuknya adalah ketika seseorang meminjamkan modal kepada yang lain dengan ketentuan pengembalian pinjaman setelah satu tahun. Tapi salah seorang dari mereka mengajukan usul agar pengembalian pinjaman bisa dilakukan lebih awal dari tempo yang disepakati, dengan kompensasi nilai modal yang dikembalikan berkurang dari asalnya. Praktek ini sering diungkapkan dengan istilah �Cukupkan dan segeraka� artinya, waktu yang seharusnya dipenuhi, dicukupkan sekarang dan segera bayar hutang. Riba jenis ini juga diharamkan dalam Islam karena praktek ini persis dengan Riba an-Nasi�ah dengan sistem terbalik�.[5]
            Praktek dari riba ini disebut juga dengan �potongan korting surat berharga perdagangan� yang dilakukan antara pengusaha dan konsumen dengan jalan pinjaman. Bentuknya, misalnya, seseorang mengajukan permohonan kepada pedagang alat-alat rumah tangga untuk mendatangkan mesin cuci dengan harga Rp. 20.000,- pembayarannya dilakukan dengan menyerahkan cek bank sebanyak 20 buah dengan nilai tukar Rp. 1000,-. Pengusaha dapat mencairkan setiap bulannya dalam jangka waktu 20 bulan. Tapi pengguna tidak ingin menunggu 20 bulan untuk mendapatkan harga mesin cuci dari bank sebanyak Rp. 20.000,-, maka pengusaha mendatangi bank dan menyerahkan seluruh cek untuk dicairkan dengan kesediaan uang yang diterima tidak utuh, alias dipotong, katakanlah, 10 % atau 100,- dari setiap cek. Pengusaha kemudian hanya menerima uang Rp. 18.000,- dari Rp. 20.000,- yang seharusnya diterima. Pengusaha dalam ini, karena membutuhkan modal telah memberikan riba kepada bank. Sistem Keuangan Islam ( Bank Islam ) telah memberi jalan keluar dengan memberikan � pelayanan gratis �tanpa free, bagi pengusaha yang membutuhkan modal, dengan tetap menggunakan sistem perdagangan yang berlaku diatas�.[6]
Riba qardh (riba dalam pinjam meminjam). Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak jumlahnya. Misal: Seseorang meminjamkan pena seharga Rp. 1000 dengan syarat akan mengembalikan dengan pena yang seharga Rp. 5000. Atau meminjamkan uang seharga Rp 100.000 dan akan dikembalikan Rp 110.000 saat jatuh tempo.[7]Ringkasnya, setiap pinjam meminjam yang mendatangkan keuntungan adalah riba.
2. Riba Jahilliyah( ??? ???????? )

            Riba jahilliyah ialah utang dibayar lebih dari pokoknya karena sipeminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkannya.�[8]Bentunya berupa jual beli dalam barang-barang riba tanpa ada penambahan nilai dari salah satu pihak, akan tetapi penerimaan barang dengan cara bertahap dari salah satu pihak. Contohnya, seseorang menyerahkan sejumlah uang ke bank, dan bank menerima dengan syarat akan mengembalikannya dikemudian hari kepada orang tadi dengan mata uang lain. Alasan diharamkannya riba ini adalah terjadinya kezaliman dan tida adanya keseimbangan antara kedua belah pihak dalam menerima keuntungan ; bagi yang menerima uang akan mendapatkan kesempatan untuk menggunakan dan memutar uang yang di terima, sedangkan yang akan menerima mata uang lain tidak memiliki kesempatan yang sama. Khalifah Umar Ibnu Al-Khattab berkata,
Janganlah engkau jual emas dengan emas kecuali dengan nilai yang sama, janganlah menambah satu atas yang lainnya, janganlah menjual sesuatu yang ghaib ( barangnya tidak kelihatan wujud ) walaupun ghaibnya hanya sebatas waktu mengambilnya kedalam rumah, janganlah engkau menangguhkan barang yang dijual, sesungguhnya aku takut engkau melakukan Ar-ram�,  yang dimaksud Ar-ram� adalah riba.[9] 

3. Riba Fadhl ( ??? ?????  )
            Riba fadhl ialah pertukaran dengan barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk jenis barang ribawi. Bentuknya, berupa jual beli barang � barang  yang  disebut barang riba, atau barang yang sejenisnya, dengan penambahan oleh salah satu pihak dan atas asas saling menyerahkan secara langsung. Contohnya, seseorang mnjual 1 kwintal padi jenis unggulan untuk dikembangkan dengan 1 � kwintal padi jenis lain dengan serah terima langsung dari kedua belah pihak. Tambahan seperempat kwintal gandum itu adalah riba yang diharamkan, karena ada unsur ekploitasi dan kedhaliman.�[10]Tapi, kedua belah pihak dalam sistem perdagangan Islam dapat keluar dari transaksi riba jika kelebihan gandum tadi dibayar dengan uang tunai sehingga tidak ada yang rugi dan merugikan. Pada tahapan justifikasi sistem bunga yang konvensional, ada sementara yang berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasulnya, adalah jenis yang dikenal sebagai bunag konsumtif. Yaitu, bunga yang khusus dibebankan bagi yang orang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, seperti makan,minum, dan berpakaian beserta orang yang berada dalam tanggungannya. Hal ini terjadi karena dalam jenis riba tersebut terdapat unsur pemerasan ( Ekploitasi ) terhadap kepentingan orang yang sedang membutuhkan. Karena itu, ia terpaksa meminjam. Namun, sipemilik uang menolak untuk memberi pinjaman, kecuali dengan riba ( bunga ), agar jumlah uang yang dikembalikan nanti bertambah.
            Sebenarnya orang yang melakukan jual beli seperti ini kelihatan bodoh, namun cara ini biasanya dilakukan untuk menghalalkan riba nasi�ah. Syariat Islam mengharamkan riba al-fadhl untuk menutup jalan bagi para pelaku riba agar mereka tidak menjadikannya sebagai jembatan untuk melakukan riba nasi�ah. jika tambahan yang terdapat pada jual beli kurma atau gamdum berkualitas rendah dengan kurma atau gandum yang kualitasnya lebih tinggi dianggap riba dalam Islam dan dilarang oleh rasulullah, lalu bagaimana dengan orang yang meminjamkan uang  1.000,- dirham lalu mengambil  1.200,- dirham ? bagaimana pula hukumnya dengan orang yang meminjam uang dari bank konvensional sebanyak Rp. 500.000,- lalu ia mengembalikannya sebanyak Rp. 600.000,- ? perbuatan seperti ini sungguh merupakan suatu kedhaliman, kekejian, dan penentangan, dimana al-quran menyatakan perang terhadapnya. dalam al-Qur�an surat An-nisa ayat 161 Allah SWT. berfirman :
???????????? ???????? ?????? ??????? ?????? ???????????? ????????? ???????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????? ???????? ????????)??????:???(
Artinya: Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orangt dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang � orang yang kafir diantara mereka tu siksa yang sangat pedih. (Qs. An-nisa : 161 )
4. Riba Nasi�ah (  ??? ???????  )
            Riba nasi�ahadalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukaran dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi�ahmuncul karena adanya perbedaan,perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini atau yang dserahkan kemudian.
            Pada masa jahilliyah riba ini dikenal dengan ungkapan, � Tangguhkan masa pembayaran hutangku,niscaya akan ku tambah nilai modalmu.�Artinya, peminjam tidak mampu megembalikan modal yang dipinjam pada waktu jatuh temponya, maka peminjam meminta penangguhan pengembalian modal dengan kompensasi penambahan nilai atau modal. Terkadang kedua belah pihak sudah menentukan jumlah bunga pinjaman sejak transaksi pertama.�[11]Riba ini sangat terkenal dan popular; diterapkan oleh bank-bank konvensional sekarang ini. Sistem seperti ini sdah dikenal suda zaman jahiliyah, yaitu meminjamkan harta tertentu sampai batas waktu yang telah ditentukan seperti sebulan atau setahun, dengan syarat adanya tambahan pada saat pengembalian sebagai imbalan yang diberikan.
            Allah Swt. melarang hal itu setelah mereka masuk Islam, sebagaimana firmannya dalam Al-Qur�an surat Ali imran ayat 130:
??? ???????? ????????? ???????? ??? ??????????? ???????? ?????????? ???????????? ??????????? ?????? ??????????? ???????????) ?? ?????: ???(
Artinya: Hai orang � orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba yang beripat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.( Qs. Ali imran :130 )
            Riba jenis ini paling populer dan paling banyak dilakukan, baik di bank � bank konvensional maupun ditempat penukaran uang ( money changer ). Mereka mengambil prosentase tertentu  ( 7 persen atau 10 persen ) dar jumlah uang yang dipinjamkan. Apabila telah lewat jangka waktunya setahun dan belum terlunasi, mereka mengharuskan peminjam menambah tambahan sebanyak dua kali lipat lebih banyak, baik bulanan atau tahunan, sehingga menjadi beban yang berat bagi sipeminjam. Setelah beberapa tahun bunganya akan berlipat ganda.�[12]
C.    Hukum Riba Dalam Islam
Islam dengan tegas melarang praktik riba, karena praktik ini merugikan salah satu pihak yang terlibat transaksi. Perhitungan marjun keuntungan didasrakan kepada jangka waktu yang di gunakan sehingga si peminjam akan mendapat untung bukan berdasarkan kegiatan produktifnya akan tetapi bisa mendapatkan untung sambil ongkang-ongkan kaki. Sebaliknya, si peminjam harus memenuhi kewajiban membayar kelebihan tersebut walaupun ternyata usahanya merugi. Sehingga pihak peminjam akan mengalami kerugian berlipat.[13] Bukan kah hal itu sama dengan berbuat dzalim terhadap orang lain dengan tameng memberi bantuan pinjaman kepadanya. Bagaimana tidak mendzalimi peminjam mau tidak mau harus membayar al ziyadah (tambahan) dari jumlah yang di pinjamnya dan yang meminjamkan tidak mau tahu apa orang itu untung atau rugi dalam usahanya (kalo meminjamnya untuk usaha/produksi). Dan biasanya praktek di masyarakat ketika dalam waktu yang di sepakati belum juga dapat mengembalikan pinjamannya maka peminjam akan terus mengembung total pinjaman yang harus dibayarnya itu.
Pengharaman terhadap praktik riba di kalangan umat Islam sudah cukup jelas dan telah disepakati bersama dikalangan para ulama. Tidak terdapat perbedaan pendapat diantara mereka tentang haramnya riba, karena secara jelas telah di nash di dalam al-Qur�an tentang bagaimana riba tidak boleh dilakukan dalam interaksi sosial di masyarakat. Riba didalamnya terdapat unsur ketidakadilan yang akan ditimbulkannya, karena antara satu dengan yang lain akan saling mengeksplitasi dan berlaku dzalim.[14]
Konsep pelarangan riba dalam Islam dapat dijelaskan dengan keunggulannya secara ekonomis dibandingkan dengan konsep ekonomi konvensional. Riba secara ekonomi lebih merupakan upaya untuk mengoptimalkan aliran investasi dengan cara memaksimalkan kemungkinan investasi melalui pelarangan adanya pemastian (bunga). Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin besar kemungkinan aliran investasi yang terbendung.
Adapun hukum riba adalah haram, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275- 279 sebagai berikut:
????????? ??????????? ???????? ??? ?????????? ?????? ????? ??????? ??????? ????????????? ???????????? ???? ???????? ?????? ??????????? ???????? ???????? ????????? ?????? ???????? ????????? ?????? ????????? ????????? ???????? ????? ?????? ?????????? ???? ???????? ?????????? ?????? ??? ?????? ?????????? ????? ?????? ?????? ?????, ???????? ?????? ????????? ????????? ???????????? ???????? ??? ??????? ????? ???????? ???????, ????? ????????? ???????? ??????????? ????????????? ???????????? ?????????? ????????? ?????????? ?????? ?????????? ????? ????????? ????? ?????? ?????????? ????? ???? ??????????? ??? ???????? ????????? ???????? ????????? ?????? ????????? ??? ?????? ???? ???????? ??? ?????? ????????????, ????? ????? ??????????? ??????????? ???????? ????? ?????? ??????????? ????? ???????? ???????? ??????? ????????????? ??? ??????????? ????? ???????????) ??????: ???- ??? (
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya, Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah . Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa, Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman, Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Qs. al-Baqarah:275-279)
D.    Ayat-Ayat Yang Berhubungan dengan Riba
Riba secara mutlak telah diharamkan oleh Allah swt dan Rasuluullah saw memalui ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Diantara nash-nash itu adalah :

Al-Quran mengharamkan riba dalam empat marhalah / tahap. Doktor Wahbat Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan tahapan pengharam riba adalah sebagai berikut : 
????? ????????? ???? ????? ?????????? ??? ????????? ???????? ????? ??????? ?????? ??????? )?????: ??(
Artinya:   Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.(QS. Ar-Ruum : 39 )
Ayat ini turun di Mekkah dan menjadi tamhid, atau awal mula dari diharamkannya riba dan urgensi untuk menjauhi riba.
b. Tahap Kedua
?????????? ???? ????????? ??????? ?????????? ?????????? ?????????? ????????? ?????? ????????????? ???? ??????? ??????? ???????? ???????????? ???????? ?????? ?????? ?????? ???????????? ????????? ???????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????? ???????? ????????) ??????: ???-???(
Artinya:   Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (QS. An-Nisa : 160-61)

Ayat ini turun di Madinah dan menceritakan tentang perilaku Yahudi yang memakan riba dan dihukum Allah. Ayat ini merupakan peringatan bagi pelaku riba.
??? ???????? ????????? ??????? ??? ?????????? ???????? ?????????? ??????????? ?????????? ??????? ??????????? ???????????) ?? ?????: ???(
Artinya:   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(Ali Imran : 130)

Pada tahap ini Al-Quran mengharamkan jenis riba yang bersifat fahisy, yaitu riba jahiliyah yang berlipat ganda.
??? ???????? ????????? ??????? ???????? ??????? ???????? ??? ?????? ???? ???????? ???? ???????? ??????????? ?????? ???? ?????????? ?????????? ???????? ???? ??????? ??????????? ?????? ???????? ???????? ??????? ????????????? ?? ??????????? ???? ???????????) ??????: ???(
Artinya:     Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Qs. Al-Baqarah : 278-279)

Dengan dalil-dalil qoth'i di atas, maka sesungguhnya tidak ada celah bagi umat Islam untuk mencari-cari argumen demi menghalalkan riba. Karena dali-dalil itu sangat sharih dan jelas. Bahkan ancaman yang diberikan tidak main-main karena Allah memerangi orang yang menjalankan riba itu.

E.    Bunga bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman)[15].
Segala macam bentuk riba diharamkan dalam Islam, baik riba al-afdhal maupun riba an-Nasi�ah. Tidak ada yang menghalalkannya kecuali orang yang ingkar, tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Riba dan iman merupakan dua kutub yang bertentangan; keduanya tidak mungkin menyatu. Yang pertama kali menyebarkan riba didunia ini adalah orang � orang yahudi yang terlaknat. Allah telah mengubah bentuk nenek moyang mereka menjadi monyet dan babi serta telah melaknat mereka dalam kitab-kitab suci dan melalui lisan para nabi dan rasul.
            Sebagian besar bank-bank konvensional di Amerika dan Eropa berada dibawah kendali yahudi. karena mereka menguasai ekonomi negeri-negeri itu, maka mereka dapat menguasai politiknya. Walaupun mereka minoritas didunia ini, tetapi dengan harta yang dimiliki, mereka dapat membuat amerika menjadi sekutu mereka dalam melakukan kezaliman melawan bangsa arab dan kaum muslimin. Mereka mengarahkan harta yang melimpah dan kekayaan yang sangat agar berhasil menguasai negara dan memegang tumpuk pemerintahan. Setiap orang yang berada disamping mereka dan tidak sependapat dengan kejahatan dan kebatilan yang mereka lakukan, akan celaka dan hancur.
            Saat ini, kita menemukan sejumlah orang yang menyimpang dan mengaku berilmu, mendorong manusia agar berani mendurhakai Allah SWT. Mereka menyalahi ijma� dengan memberikan fatwa yang menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah. Mereka mengatakan bahwa bunga bank adalah halal. Dengan fatwa-fatwa yang berani dan sesat seperti itu mereka telah membuka pintu-pintu neraka jahannam bagi orang-orang Islam untuk mereka jerumuskan kedalamnya. Ketahuilah, alangkah jeleknya perbuatan para pembangkang itu, yang menyesatkan manusia dengan mengatasnamakan agama, serta mendorong manusia agar berani melakukan perbuatan yang diharamkan Allah SWT.
            Selain alasan-alasan pihak yang menghalalkan riba, seperti yang kita kemukakan diatas, diantara mereka ada lagi yang menyebutkan bahwa bunga bank konvensional bukan �riba jahiliah�  yang diharamkan dalam al-Qur�an dan yang diancam pelakuya dengan perang, oleh Allah dan Rasulullah saw.�[16]
1. Perbedaan bank konvensional bank Islam
            Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang di gunakan, sayarat � syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP,NPWP,proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
a.      Akad dan aspek legalistas
Dalam bank syariah/Islam, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sering kali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.�[17]
Setiap akad dalam perbankan syariah/Islam, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal � hal berikut:
  1. Rukun
Seperti:
-        penjual
-        pembeli
-        barang
-        harga
-        akad/ijab-qabul
  1. Syarat
Seperti syarat berikut.
-        Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah
-        Harga barang dan jasa harus jelas
-        Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
-        Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.�[18]

b.     Lembaga penyelesaian sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah/Islam terdapat perbdaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah/Islam.�[19]
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia
c.      Struktur organisasi
Bank syariah/Islam dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi oprasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengurus Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah.
d.     Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur riba didalamnya.
Dalam perbankan syariah/Islam suatu pembiayaan tidak akan di setujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut :
1)     Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?
2)     Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?
3)     Apakah proyek berkaitan dengan pembuatan mesum/asusila ?
4)     Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?
5)     Apakah Usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?
6)     Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?.�[20]
e.      Lingkungan kerja dan corporate culture
Sebuah bank Islam selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan siddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas � tugas secara team-work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punisment, diperlukan prisip keadilan yang sesuai dengan syariah.�[21]
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dari tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam mengahadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi SAW. mengatakan senyum adalah sedekah.
f.      Perbandingan antara bank Islam dan bank konvensional
            Di Indonesia sudah banyak berkembang bank Syari�ah, yaitu bank yang dalam operasionalnya menggunakan perangkat atau produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syari�at Islam. Dalam pengembangan di berbagai peringkat, bank jenis ini tahan banting alias tidak goyah berhadapan dengan krismon dan juga petaka ekonomi dunia sekarang ini.
            Meskipun nama bank syari�ah, namun nasabah nonmuslim boleh-boleh saja ber-muamalah dengannya. Tidak ada halangan sama sekali. Yang penting di sini, adalah prinsip dan operasionalnya harus sesuai dengan ketentuan syari�ah. Berbeda sekali dengan prinsip dan operasional bank biasa atau disebut bank konvensional. Prinsip-prinsip dasar bank Syari�ah, antara lain, Pertama, prinsip titipan atau simpanan Al-wadi�ah,dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum. Harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
            Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain.
            Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk merangsang semangat masyarakat dalam menabung sekaligus sebagai indikator kesehatan bank. Pemberian bonus tidak dilarang asal tidak disyaratkan sebelumnya, dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank.
            Kedua, prinsip bagi hasil (profit-sharing), Al-Mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabahdibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
            Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, diterapkan untuk pembiayaan modal kerja. Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan.
            Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp 30 juta diperoleh pendapatan Rp 5 juta/bulan. Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp 2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank.
            Ketiga, Al-Musyarakah. Sistem ini terjadi kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.
            Keempat, prinsip Al-Murabahah. Dalam skim ini, terjadi jual-beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah.
            Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap.
            Jadi, perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional, pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi�ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.
            Kedua, terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Maka bank harus �menjual� kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar.
            Sementara bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.
            Ketiga, sasaran kredit/pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut. Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah. Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Demikianlah jawaban singkat pengasuh, semoga ada manfaatnya.�[22]
F.     Rentenir
Secara sosial, intitusi bunga merusak semangat berkhidmat kepada masyarakat. Orang akan enggan berbuat apapun kecuali kecuali yang memberi keuntungan bagi diri sendiri. Keperluan seseorang dianggap peluang bagi orang lain untuk meraup keuntungan. Kepentingan orang-orang kaya dianggap bertentangan dengan kepentingan orang-orang miskin. Masyarakat demikian tidak akan mencapai solidaritas dan kepentingan bersama untuk menggapai keberhasilan dan kesejahteraan. Cepat atau lambat, masyarakat demikian akan mengalami perpecahan.
Dalam kancah hubungan internasional, bunga telah meretakkan solidarita antar bangsa. Pada masa Perang Dunia II, Inggris meminta para sekutu perangnya yang lebih kaya untuk membantu keuangannya tanpa bunga. Amerika Serikat menolak memberi pinjaman tanpa tambahan bunga dan karenanya Inggris terpaksa menyetujui persyaratan perjanjian pinjaman yang dikenal Brettonwood Agreement. Desakan kebutuhan peperangan membuat inngris terpaksa menyetujui persyaratan kontrak pinjaman tersebut.�[23]




[1]Wahid �AbdussalamBali,Muslim diantara Halal dan Riba, Cet. I,(Jakarta, CV.Cendekia Sentra Muslim, 2002) hal. 8-9.

[2]Abul A�la Al-Maududi, Riba, terj. Abdullah Sahili , Cet. 3, (Jakarta: Hudaya, 2001), hal. 89.
[3] M. Syafi�i Antonio, Bank Syari�ah dari Teori ke Praktek, Cet. I, (Jakarata: GIP,  2001), hal. 45.

[4]Arifin, Z, Memahami Bank Syariah,( Jakarta: Alfabet, 2000), hal. 24.
[5]Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, Terjemahan Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002 ), hal. 67.
[6]Wahid �Abdussalam Bali, Riba..., hal. 18-19.

[8]Antonio, Bank ...., hal. 41.

[9] Ibid,  hal. 23-24.

[10]Muhammad Ali Al-Sabouni, Riba Kejahatan Paling Berbahaya bagi Agama dan Masyarakat, Cet. I, (Bandung: Dar AlKtub, 2003 ), hal. 72.
[11] Ibid,  hal. 18
[12] Ibid, hal. 64.

[13]Asy-Syaikh Abdurrahman Taj, Dalam Majalah Alliw� Al-Islam Edisi II/1952.
[14] Nadratuzzaman Hosen, Hasan Ali, Bakhrul Muchtasib, Menjawab Keraguan Umat
Islam Terhadap Bank Syariah, Cet. 1, (Jakarta: Pusat Komunikasi Syariah, 2007), hal. 3.
[15] Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial � Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), hal. 10.
[16] Ibid,  hal. 54.
[17] Ramlan Mardjoned, Bahaya Riba dan Lilitan Utang, Cet. I (Jakarta : Media Dakwah 2005), hal. 19

[18] Muhammad, Manajemen Bank Syariah,( Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005 ),hal.56

[19] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,                                ( Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2003), hal. 28.
[20] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah Di Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2004 ),hal. 45

[21] Sayyid Qutb, ,Haruskah Kita Hidup dengan Riba. Cet I (Jakarta : GIP.2002), hal. 58.
[22] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yokyakarta: Ekonisia-FE UII, 2003), hal. 29-31.

[23] Ibid, hal 28.