Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian ASI dan Kandungannya


BAB II

PEMBERIAN ASI DALAM ISLAM

           
A.    Pengertian ASI dan Kandungannya

Air susu ibu (ASI) adalah hasil laktasi (sekresi susu) yang mempunyai komponen utama laktosa, air dan lemak dan antibody untuk melawan virus dan bakteri sehingga secara tidak langsung bisa menjadi imunitas pasif bagi anak.[1] Sementara pendapat lainnya mengatakan bahwa air susu ibu (ASI) merupakan cairan hidup yang berubah dan berespon terhadap kebutuhan bayi seiring dengan pertumbuhannya.[2] Tidak diragukan lagi bahwa menyusui adalah pilihan tepat bagi ibu dan anak. Menyusui juga merupakan cara alami memberi makan bayi. Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu telah mempersiapkan diri untuk menyusui, payudara bereaksi terhadap hormon kehamilan dan mulai mengembangkan jaringan baru untuk menghasilkan dan menyimpan susu serta darah dan pembuluh getah bening.
Pada masa sekarang ini, dengan semakin banyaknya susu pengganti air susu ibu (ASI) dan berbagai bentuk botol susu, semakin banyak para ibu yang enggan menyusui bayinya. Hal ini dikarenakan takutnya kehilangan kecantikan dan kesibukan pekerjaan sehingga menyusui menjadi hal yang dianggap remeh bagi sebagian kaum ibu. Sehingga bertolak belakang dengan konsep Islam yang sebenarnya jika seorang ibu tidak mau memberikan atau menyusui bayi sendiri. Dalam hal ini Allah telah berfirman:
???????????? ???????? ????????????? ??????????????? ???????? ??????? ?????? ??????? ?????? ???????) ???????: ??(

Artinya:   Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. Al-Anfal:28).[3]

Padahal Tuhan telah menciptakan air susu ibu (ASI) pada diri ibu itu sendiri tanpa perlu mengeluarkan biaya. Selain itu harus diingat bahwa menyusui sendiri bayi yang dilakukan oleh ibu adalah bentuk usaha pertama yang dapat dilakukan oleh ibu untuk mengenal anaknya dan sebaliknya. Bahan-bahan yang terkandung dalam air susu ibu (ASI) berbeda dengan bahan kandungan dalam susu formula, misalnya susu sapi mengandung protein dua kali lebih banyak daripada air susu ibu (ASI). Rasio bahan-bahannya juga amat berbeda, karena susu ibu lebih kaya asam lemak tak jenuh ganda dibandingkan dengan susu formula.
Banyak zat dalam air susu ibu (ASI) yang tidak terdapat sama sekali atau hanya ada dalam jumlah kecil pada susu formula. Air susu ibu (ASI) mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan lainnya.[4]  Susu apapun mengandung zat gizi seperti karbohidrat, lemak dan protein. Ada juga mineral dan sejumlah unsur-unsur kimia tertentu. Namun jumlah dan jenisnya sangat berbeda jika dibandingkan dengan ASI. Kandungan yang terdapat dalam ASI yang sangat tepat untuk bayi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.   Karbohidrat
Karbohidrat terbanyak yang ada dalam ASI adalah laktosa. Jumlahnya juga lebih banyak daripada susu sapi. Laktosa diperlukan dalam pertumbuhan otak. Laktosa memiliki struktur kimia berupa sepasang gula yaitu glukosa dan galaktosa. Galaktosainilah makanan utama dalam pengembangan jaringan otak. Jumlah galaktosa dalam ASI lebih banyak dari mamalia lain seperti sapi, karena manusia memiliki ukuran otak yang lebih besar sehingga memerlukan makanan yang lebih banyak daripada mamalia lainnya.
Laktosa juga berperan membantu dalam penyerapan kalsium yang berguna untuk pembentukan tulang sehingga bayi yang mengkonsumsi ASI tubuhnya akan lebih kuat dan tulangnya pun lebih kuat.
2.     Lemak
Istilah lemak tidak asing lagi ditelinga. Lemak tidak hanya berhubungan dengan gemuk atau tidaknya seseorang. Lemak memiliki berbagai fungsi bergantung pada bentuk dan keberadaannya dalam tubuh manusia. Lemak sangat penting dalam penyediaan energi dengan jumlah kalori yang paling banyak diantara zat gizi lain dalam berat yang sama. Secara kimia, lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang tersusun oleh rantai karbon dengan susunan yang khas. Jumlah dan susunan rantai akan menunjukkan sifat yang berbeda-beda. Jika lemak dalam tubuh manusia tidak cukup tubuh manusia akan berkembang dengan gejala perlambatan.[5]
Manusia mampu memproduksi asam lemak untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Namun manusia tidak punya enzim yang cukup untuk membuat asam lemak tertentu sehingga harus dipenuhi dengan mengkonsumsi dari bahan tumbuhan dan hewan. Ada beberapa asam lemak yang sangat esensial yang harus diperoleh dari makanan. Asam lemak omega-3yang dalam bahasa indonesia biasanya disebut asam linolenat dan asam lemak omega-6atau asam linoleat yang sangat berperan besar dalam tubuh manusia. Ada dua asam lemak omega-3 yang sangat berperan besar dalam fungsi tubuh, yaitu EPA (Eicosa Pentanoic Acid) dan DHA(Docosa Hexanoid Acid). DHA dapat dibuat dari EPA dan asam inilah yang menguasai otak dan retina mata. DHA diperlukan bagi perkembangan otak dan kemampuan melihat.[6]
Asam lemak tersebut terdapat dalam jumlah cukup dalam ASI. Asam lemak ini berguna dalam proses myelinisasi atau pembentukan selaput khusus dalam saraf otak yang dapat mempercepat alur kerja saraf. Jika pembentukan selaput ini sukses saraf bayi tentu akan lebih lancar bekerja, segala sinyal tubuh yang dikendalikan oleh otak akan berjalan dengan baik. Anak pun akan lebih sehat, pintar dan aktif. Lemak ini tidak terdapat dalam susu sapi. Ini disebabkan karena otak sapi tidak sebagus otak manusia yang harus berpikir dalam menjalani hidupnya. ASI memberi jenis dan jumlah lemak yang tepat untuk pertumbuhan bayi. Lemak dalam ASI juga unik, lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI juga mengandung enzim lipase yang mampu memecah dan mencerna lemak. Dengan demikian sebagian besar lemak yang ada akan dapat dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan.
Bayi sulit menyerap lemak jika minumnya susu formula. Susu formula tidak mengandung enzim lipase dikarenakan enzim yang terdapat dalam susu formula akan rusak dalam pemanasan selama pengolahan dari hewan sumbernya menjadi susu formula. Kadar lemak dalam ASI dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada saat itu. Bahkan, kadar lemak dalam ASI bisa berbeda pada hari yang sama. ASI yang keluar pada malam hari cenderung lebih kental dan lebih banyak lemak yang berguna untuk pemenuhan kalori esok hari. ASI yang keluar pada siang hari cenderung lebih encer dengan lemak yang lebih sedikit.[7]
3.     Protein
Bayi tumbuh sangat cepat pada awal pertumbuhannya. Itulah sebabnya bayi sangat membutuhkan protein. Protein adalah zat gizi yang berguna untuk membentuk sel-sel tubuh bayi dalam masa pertumbuhan. Bayi mendapatkan protein dari ASI. ASI mengandung protein khusus untuk bayi manusia. ASI mengandung dua macam protein utama yaitu whey dan kasein. Whey adalah protein halus, lembut dan mudah dicerna. Sebaliknya kasein adalah protein yang kasar, bergumpal dan sukar dicerna oleh usus bayi.[8] Namun dalam susu sapi juga mengandung kedua protein tersebut, namun susu sapi mengandung lebih banyak kasein daripada whey.
Usus adalah bagian yang menyaring dan menyalurkan protein yang baik kedalam darah dan menahan protein yang berbahaya atau alergen. Pada bulan pertama usus bayi lebih terbuka sehingga berlubang dan kurang mampu menahan bocornya protein asing kedalam darah. Dengan kondisi ini bayi rawan terkena alergi, namun ASI menyiapkan senjatanya karena ia juga mengandung alfalaktalbumin.
Sebaliknya susu sapi mengandung laktoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi. Jadi bayi dibawah enam bulan yang mendapatkan susu formula makin rawan terkena alergi. Memasuki usia enam bulan usus yang berlubang pada bayi mulai tertutup seiring dengan kondisi usus yang semakin matang. Itulah sebabnya saat yang tepat untuk pemberian makanan pada bayi adalah saat dia mulai berumur enam bulan atau saat ususnya sudah siap. Tidak hanya itu, ASI juga mengandung taurin.Taurin adalah protein otak yang berguna untuk pertumbuhan otak, susunan saraf dan retina mata. Taurin hanya terdapat dalam ASI ataupun susu sapi tidak mengandung taurinsama sekali.[9]
4.     Vitamin dan Mineral
ASI mengandung vitamin dan mineral dalam jenis dan jumlah yang lengkap. Meskipun kadar mineralnya rendah, ia dapat mencukupi kebutuhan bayi. Dan hampir semua vitamin dan mineral yang terkandung dalam ASI dapat diserap dengan baik oleh tubuh bayi sebagaimana karbohidrat, lemak dan protein. Jadi kata kuncinya adalah cocok atau sesuai. Zat gizi yang terdapat dalam ASI adalah gizi yang paling cocok dengan kebutuhan bayi. Kadar ketersediaannya disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pertumbuhan dan perkembangan badan bayi. Hal inilah yang tidak dapat ditiru oleh teknologi manusia. Sekalipun susu formula ditambah dengan berbagai zat yang diklaim dapat membuat bayi cerdas, tetapi pada kenyataannya susu ASI dan formula tetap berbeda. Dengan kata lain bahan sintesis tidak akan pernah sama dengan bahan alami.
Jika bahan sintesis itu ditambahkan pada susu formula kita tidak dapat meyakini bahwa zat itu dapat diserap, jadi sekalipun dalam susu formula ditambahkan zat-zat tertentu tidak menjadi jaminan bayi akan mendapatkan asupan yang sama dengan yang tertulis dikemasannya. Malah efek buruknya adalah zat pada susu formula yang tidak dapat diserap dapat memberatkan kerja usus bayi. Hal ini membuat kehidupan dalam usus menjadi tidak seimbang dalam badan bayi tersebut. Dalam Islam bahkan dijelaskan mengapa air seni bayi yang belum mendapat minum selain susu ibunya hukum najisnya lebih ringan daripada yang sudah mendapat minum yang lain. Sehingga dapat diambil kesimpulan secara fisik air seni bayi ASI dianggap lebih bersih daripada air seni bayi yang minum susu formula.
Hal tersebut berbeda dengan susu formula yang walaupun pabrik/perusahaan susu telah menambahkan beberapa zat pada sejumlah merk susu formula untuk menyerupai kandungan air susu ibu (ASI), zat tersebut bukan berasal dari manusia sehingga tidak identik dengan manusia itu sendiri.
Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa bahan yang terkandung dalam air susu ibu (ASI) terdapat dalam jumlah yang tepat untuk bayi manusia, sama halnya seperti susu kucing tepat untuk anak kucing, susu kambing tepat bagi bayi kambing. Susu lainnya yang biasa diberikan kepada bayi umumnya dibuat dari susu sapi atau kedelai dan disebut susu formula. Terdengar ilmiah bagi telinga, karena susu tersebut memang harus diubah formulanya dengan mempertimbangkan keamanannya bagi sistem pencernaan bayi.
Meskipun susu formula dimodifikasi dan disesuaikan dengan zat yang terkandung dalam ASI, hasilnya tidak akan sama dengan air susu ibu (ASI). Manusia memproduksi susu yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan keturunan manusia itu sendiri. Susu dari mamalia lain tentu berbeda walaupun sempurna bagi keturunannya, idealnya tetap tidak akan bisa disamakan dengan kebutuhan manusia.
B.    Batas Umur Pemberian ASI

Dalam al-Qur�an telah disebutkan bahwa batas umur pemberian air susu ibu (ASI) bagi anak yang telah lahir dari seorang ibu adalah dua tahun. Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
??????????????? ?????????? ?????????????? ?????????? ??????????? ?????? ??????? ??? ??????? ???????????? ?????? ???????????? ???? ??????????? ??????????????? ?????????????? ??? ????????? ?????? ?????? ????????? ??? ???????? ????????? ??????????? ????? ????????? ????? ?????????? ??????? ?????????? ?????? ?????? ?????? ???????? ???????? ??? ??????? ?????????? ??????????? ????? ??????? ??????????? ?????? ?????????? ??? ??????????????? ????????????? ????? ??????? ?????????? ????? ?????????? ???? ???????? ?????????????? ??????????? ?????? ???????????? ????? ?????? ????? ??????????? ???????) ??????: ???(

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan keridhaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah: 233)[10]

Merujuk pada tafsir al-Mishbah karya Prof. Quraish Shihab berdasarkan ayat tersebut diatas mengatakan bahwa hukum menyusui bagi seorang ibu adalah wajib. Wajib artinya harus dilaksanakan. Atau dengan kata lain sesuatu yang hukumnya wajib jika dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat dosa. Hukum wajib dikenal dengan baik pada aktifitas shalat, puasa, zakat dan sejumlah kebaikan lain pada orang yang mumayyiz. Pengecualian pada hukum ini hanya terjadi jika ditentukan oleh hukum yang menjelaskan, misalnya puasa ramadhan bersifat wajib, tetapi bagi orang yang sakit diizinkan tidak berpuasa dengan syarat menggantinya pada hari yang lain. Shalat wajib tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan apapun. Orang sakitpun saat kesadarannya masih ada dia tetap diwajibkan untuk shalat bahkan walaupun hanya mampu dengan berkedip sekalipun.
Sayangnya hukum wajib menyusui belum dikenal luas. Dengan demikian pelaksanaan menyusui lebih ditentukan oleh kehendak ibu masing-masing. Jika ibu berkehendak dan bersedia menyusui juga tidak apa-apa. Tidak banyak yang merasa bersalah apalagi merasa berdosa pada Tuhannya. Apalagi pada zaman industri yang menghasilkan susu formula dengan berbagai macam merk-nya dengan iklan yang menjanjikan bayi sehat dan montok, keputusan mengganti ASI dengan susu formula malah justru dianggap lebih baik meningggalkan kegiatan menyusui atau mengganti ASI dengan susu formula pada awal-awal kehidupan bayi menjadi hal biasa, bukan dosa karena meninggalkan perintah-Nya. Kewajiban menyusui merupakan sesuatu yang ditekankan dalam ayat tersebut diatas. Pelaksanaan penyusuan hendaklah dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, ibunyalah yang wajib menyusui bayi yang dilahirkannya. Bayi punya hak untuk disusui oleh ibunya sendiri. Uraian akan hal ini sudah sangat jelas. Secara alami Allah membuat payudara ibu berisi air susu beberapa saat setelah ibu melahirkan. Dan masa sebelum melahirkan ibu tidak tidak menghasilkan air susu. Secara sederhana dapat dimengerti bahwa air susu itulah logistik yang disediakan Allah untuk bayi yang dianugerahkan kepada ibu melalui proses kehamilan, Kedua, jika ibu meninggal atau sakit berat sehingga tidak dapat menyusui bayi hendaknya disusukan pada ibu yang lain. Tentang hal ini dalam riwayat Rasulullah saw dikenal adanya pengalaman menyusui pada Ibu Halimah As-Sa�diyah. Ibu yang dipilih untuk menyusui hendaklah ibu yang sehat dan baik. Penyusuan bayi pada ibu yang lain ini menghasilkan konsekuensi hukum tersendiri. Dalam surat al-Baqarah:223 itu juga disebutkan bahwa ibu yang diminta menyusui hendaklah diberi bayaran yang layak, Ketiga, jika ibu meninggal atau sakit berat, lalu tidak ditemukan ibu yang dapat menyusukan bayi tersebut, barulah bayi dapat diberikan makanan yang lain (seperti susu dari hewan atau makanan dari tumbuhan seperti susu kedelai). Untuk hal ini pun hendaklah dilakukan musyarawarah terlebih dahulu antara ayah dan ibu supaya tugas mereka berjalan lancar.
Angka dua tahun bukan merupakan hal ketat batasnya, artinya, Allah menimbang dua tahun adalah masa terbaik jika ibu ingin menyempurnakan penyusuan. Jika kurang dari dua tahun tentu kurang sempurna, kurang optimal dalam pemberian zat gizi dan pendampingan anak oleh ibu (karena menyusui berpengaruh nyata pada ikatan ibu-anak). Jika tidak dapat memenuhi masa ini, keputusan untuk menyapih bayi dilakukan dengan kesepakatan antara ayah dan ibu, bukan hanya oleh ibu. Jangan sampai terjadi ibu menolak menyusui padahal ayah menghendaki anaknya disusui.
Untuk penyusuan yang dilakukan dibawah dua tahun, Allah pernah berfirman kepada ibu Nabi Musa sebelum menghanyutkan Musa kedalam sungai Nil, yaitu:
????????????? ????? ????? ?????? ???? ??????????? ??????? ?????? ???????? ??????????? ??? ???????? ????? ???????? ????? ????????? ?????? ????????? ???????? ???????????? ???? ??????????????) ?????: ?(

Artinya: Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; �Susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah ia kedalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan akan Kami jadikan ia sebagai utusan (Rasul). (QS. Al-Qashash: 7).[11]

Namun jika ibu belum berhasil menyapih hingga lebih dua tahun tidaklak menyebabkan keharaman dalam menyusui bayinya. Namun secara fisik anak sudah cukup besar untuk tidak bergantung pada ibu. Kebutuhan nutrisinya lebih banyak bergantung pada makanan. Anak seusia inipun juga sudah memiliki kehidupan sosial meskipun terbatas pada keluarga dan tetangga sekitar.
Dengan demikian apabila ibu memberikan air susu ibu (ASI) kepada anaknya, masa yang afdhal adalah selama dua tahun. Dalam arti anak telah mampu berbicara, namun boleh juga kurang dari batas tersebut.
Kemudian dijelaskan juga dalam surat Luqman ayat 14 Allah SWT berfirman:
???????????? ??????????? ????????????? ?????????? ??????? ??????? ????? ?????? ??????????? ??? ????????? ???? ??????? ??? ??????????????? ??????? ??????????) ?????: ??(

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya, ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku , kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali (Q.S. Luqman: 14).[12]

Masa menyapih maksudnya adalah memisahkan anak dari minum air susu ibu (ASI) apabila anak dianggap sudah saatnya tidak membutuhkan air susu ibu (ASI). Masa menyapih ini memang suatu keadaan yang sangat melelahkan bagi kaum ibu karena anak bayi saat ini sangat erat sehingga merepotkan si ibu.
Pada surat Al-Ahqaf ayat 15 Allah SWT mengulang lagi firman-Nya:
???????????? ??????????? ????????????? ?????????? ?????????? ??????? ??????? ???????????? ??????? ?????????? ??????????? ?????????? ??????? ?????? ????? ?????? ????????? ???????? ??????????? ?????? ????? ????? ??????????? ???? ???????? ?????????? ??????? ?????????? ??????? ??????? ?????????? ?????? ???????? ???????? ????????? ?????????? ??? ??? ??????????? ?????? ?????? ???????? ???????? ???? ??????????????) ???????: ??(

Artinya: Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dan menyapihnya selama tiga puluh bulan sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: �Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal shaleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Qs. Al-Ahqaf: 15).[13]

Abdurrahman. Da�I menukilkan pendapat Yusuf Ali dalam menabirkan ayat terakhir ini, beliau berkata: masa hamil paling singkat minimal enam bulan yang dengan tempo sianak dapat diketahui hidupnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ilmiah yang mutakhir. Satu bulan terdiri dari 28 hari atau 10 kali masa haid, tentu saja masa menyapihnya jauh berkurang dari 24 bulan.[14] Oleh karena itu anak susuan dalam masa dibawah umur dua tahun yang makanannya cukup dengan air susu ibu (ASI). Begitu pula pertumbuhan badannya melalui proses air susu juga sehingga ia merupakan bagian dari ibu susuannya yang dengan alasan tersebut dia sama-sama menjadi muhrim bagi ibu dan anak-anaknya.
Dalam buku �Kompilasi Hukum Islam Bagian I bab perkawinan pada pasal 104 ayat 2� disebutkan penyusuan dilakukan untuk waktu paling lama dua tahun dan dapat dilakukan penyapihan dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah dan ibunya.[15] Berdasarkan nash-nash tersebut diatas menunjukkan bahwa tidak menjadi haram untuk kawin dari susuan bila lebih umur bayinya yang disusu itu dari dua tahun. Memang para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang batas usia penyusuan yang menyebabkan menjadi mahram. Menurut jumhur ulama fuqaha (yaitu Imam Malik, Syafi�i dan Imam Ahmad) berpendapat bahwa susuan yang ada hubungannya dengan mahram nasab sibayi jika disusukan dibawah umur dua tahun.
Yang dimaksud hadits tersebut adalah selama anak itu masih berumur dua tahun. Dasarnya adalah firman Allah SWT sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. �Hendaklah para ibu menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh�. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa: masa penyusuan umur bayi yang menyebabkan menjadi mahram itu adalah dua tahun setengah, beliau mendasarkan diri pada ayat al-Qur�an surat al-Ahqaf ayat 15 yang menyatakan bahwa �ibunya mengandung dan menyapihnya sampai tiga puluh bulan�.
Al-Qurtuby mengatakan: yang betul adalah pendapat pertama berdasarkan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233. Dan ini menunjukkan bahwa sesudah dua tahun tidak ada lagi hukum susuan, melainkan selama anak itu masih berumur dua tahun.[16] Ali Ash-Shabury mengatakan bahwa ayat dan hadits tersebut berikut maknanya menunjukkan tidak adanya penyusuan dalam umur dua tahun, dan tidak ada mahram baginya. Pendapat beliau ini juga diambil dari Aisyah ra. Dan itu pula yang menjadi pendirian Ad-Daibin Sad, tetapi ada riwayat dari Abu Musa Al-Asy�ari bahwa beliau berpendapat adanya penyusuan bagi orang dewasa namun diriwayatkan juga bahwa akhirnya beliau menarik pendapatnya itu.[17]
Adapun penyusuan tambahan sesudah berhenti dari menyusu (menyapih), para fuqaha berbeda pendapat. Apabila seorang anak tidak membutuhkan lagi makanan (susu) sebelum usia dua tahun lalu disapih, kemudian disusui lagi oleh ibu yang lain, menurut Imam Malik penyusuan tersebut tidak menjadikan mahram nikah. Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Syafi�i berpendapat bahwa penyusuan tersebut bisa menjadi mahram pada haramnya nikah.
Boleh jadi yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah penyusuan yang terjadi pada masa (usia) lapar, betapapun juga keadaan anak itu yaitu usia menyusu. Dan boleh jadi pula bahwa yang dimaksud adalah apabila anak tersebut belum dipisahkan atau disapih, apabila telah disapih dalam usia dua tahun, maka bukan dinamakan penyusuan kelaparan. Jadi terjadinya perbedaan disini disebabkan oleh kelaparan dan kebutuhan air susu atau kebutuhan yang dialami oleh anak-anak serta pada bayi itu sendiri.[18] Juga para ulama berbeda pendapat terhadap penyusuan anak-anak yang melewati usia dua tahun lebih untuk jadi tidaknya mahram, sehingga sah diakad nikahkan.
Menurut Imam Malik bahwa: susuan terhadap anak yang sudah lewat umur dua tahun, baik sedikit ataupun banyak tidak mengharamkan lagi (untuk menikah), dan air susunya dianggap sama dengan air biasa. Akan tetapi segolongan ulama salaf dan ulama mutaakhirin berpendapat tentang mengharamkan, sekalipun yang disusuinya itu sudah lanjut usia (melebihi dua tahun) namun juga dianggap sama dengan susuan kepada anak kecil.[19]
C.    Menyusui Sebagai Kodrat Manusiawi   

Syari�at Islam mendorong para ibu untuk menyusui anak-anaknya dengan air susu ibu karena air susu ibu (ASI) sangat berguna dan berkhasiat bagi sibayi dalam batas umur paling lama dua tahun. Sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233 Hamka menjelaskan dalam tafsir Al-Azhar bahwa ayat tersebut memberi petunjuk tentang kewajiban dan tanggung jawab seorang ibu. Bukan Cuma seorang ibu yang harus menyusukan anak, bahkan binatang-binatang yang memberikan air susunya kepada anaknya sendiri, telah menyerahkan kepada induk yang lain untuk menyusukan anaknya, konon lagi manusia yang dilebihkan dalam segala bentuk dan pikiran. Karenanya kalau penyusuan anak disia-siakan berdosalah manusia tersebut dihadapan Allah SWT.[20]
Hasil penelitian para ahli kedokteran modern mengatakan bahwa air susu ibu (ASI) lebih baik dari segala air susu yang ada didunia, air susu ibu (ASI) merupakan bentuk keagungan manusia seperti yang terungkap dalam al-Qur�an yang mencerminkan kebenaran sejati.[21]Hal ini dapat dibaca dibeberapa konteks hadits Nabi yang diriwayatkan oleh para muhaddisin (ahli hadits) dalam berbagai dimensi dan bentuk yang pada dasarnya menganjurkan ibu untuk menyusukan anaknya.
Diantara hadits yang menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui anaknya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas�ud ra. Beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda:
?? ??? ????? ???: ?? ???? ??? ?? ??????? ???? ?????

Artinya:   Tidak dikatakan menyusui kecuali kalau dapat menguatkan tulang dan menumbuhkan daging (H. R. Abu Dawud).[22]

Berdasarkan dalil tersebut, Abdurrahman I. Dai menjelaskan sebagai berikut: Pertama, Masa menyusui yang normal adalah dua tahun, Kedua, Tanggung jawab memberikan nafkah bagi isteri yang terdahulu serta mengatur penyusuan anaknya dibebankan kepada suami, dialah yang menanggung biaya makan dan pakaian mereka secara wajar Ketiga, Wanita lain yang menyusukan anaknya tidak boleh diperlakukan dengan aniaya oleh suami, Keempat, Menyapih anak harus dengan kesepakatan bersama antara ibu dan ayah, Kelima, Jika sisuami meninggal maka harta peninggalannya dipergunakan untuk menafkahi isteri dan anak-anak yang ditinggalkan, Keenam, Bila dengan sebab apapun ibu tidak dapat menyusui sendiri anaknya, dan isteri bersama suaminya memutuskan untuk menyerahkan kepada ibu asuh, hal ini tidaklah membahayakan tetapi siibu tetap harus diberi nafkah, Ketujuh, Setiap muslim harus memahami bahwa apapun yang dilakukan, Allah SWT senantiasa melihatnya sepanjang waktu, oleh karena itu tidak boleh memperlakukan isteri yang terdahulu serta anaknya secara aniaya.[23]
Selanjutnya Muslim Ibrahim mengatakan sebagai berikut; Pertama, Penyusuan boleh dihentikan sebelum dua tahun dengan syarat keputusan didasarkan atas kesepakatan bersama suami isteri serta mempertimbangkan untung ruginya sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233, Kedua, Ayah bagi bayi wajib membantu agar air susu ibu (ASI) yang tersedia cukup, dengan menyediakan makanan yang sehat dan sempurna untuk isterinya serta menciptakan suasana aman damai sejahtera dalam rumah tangga, Ketiga, Bila ayah bayi sedang bepergian jauh atau telah meninggal, maka salah seorang keluarganya harus mengambil alih kewajibannya, Keempat,Seorang ibu yang dapat menyusui sendri anaknya, dilarang mengalihkan pekerjaan tersebut kepada orang lain, sehingga seandainya terjadi perceraian seorang ibu tetap dituntut untuk melakukan penyusuan sendiri dan kepada mantan suami wajib membayar upah dan menanggung semua pembiayaan yang berkaitan dengan penyusuan.[24]
Karena lazimnya wanita dan kodratnya untuk menyusukan dengan air susunya sendiri yang sekarang diistilahkan dengan air susu ibu (ASI), sedangkan ia manusia biasa yang membutuhkan makanan yang sehat dan bergizi dengan komposisi mencukupi empat sehat lima sempurna.  Para ahli fiqih telah sepakat kalau nafkah anak itu menjadi kewajiban ayah. Hal ini berdasarkan kepada surat al-Baqarah ayat 233 tersebut diatas. Karena ayat tersebut mewajibkan  pula nafkah kepada ibu yang sedang menyusui anak itu. Dan kewajiban ini berlaku selama anak itu masih kecil.[25]
Al-Jashshash dalam tafsirnya �Ahkamul Qur�an� mengatakan bahwa ayat tersebut mengandung dua unsur pengertian yaitu: Pertama, Seorang ibu berhak menyusukan anaknya sampai umur dua tahun dan seorang ayah tidak boleh menyerahkan anaknya kepada perempuan lain selama ibunya masih sanggup menyusui, Kedua,Ayah berkewajiban memberikan nafkah penyusuan itu, hanya berlaku selama dua tahun.[26]
Penjelasan Al-Jashshas tersebut menunjukkan bahwa seorang ibu wajib memberikan susu/menyusui anaknya sendiri dan bagi seorang suami tidak bisa kongsi dalam memberi nafkah penyusuan ini, sebab Allah SWT mewajibkan kepada suami membayar nafkah kepada isteri dan keduanya ini sama-sama dapat waris mewarisi. Kemudian suami ditetapkan sebagai yang lebih utama dalam persoalan ini sekalipun kedua-duanya sama-sama mewarisi dalam warisan. Sehingga dengan demikian dapat dijadikan sebagai pokok dikhususkannya kewajiban nafkah itu kepada suami dan bukan kepada yang lainnya. Hal ini termasuk pula kepada hal nafkah anak-anak yang dianggap masih kecil, atau anak-anak yang sudah dewasa yang menderita sakit. Kewajiban ini tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain melainkan suaminya sendiri.
Abdurrahman Dai dalam bukunya �The Islamic Law� menjelaskan bahwa: bagi sianak sendiri, maka perawatannya, kesejahteraannya, kediaman bagi ibunya tetap merupakan tanggung jawab ayahnya. Seandainya si ibu tidak dapat menyusunya atau timbul keadaan sedemikian rupa yang dapat menghalangi ibu dari memberi air susu kepada anaknya, maka merupakan tanggung jawab ayah untuk menyerahkan anak kepada orang lain agar dirawat, disusui dengan biaya sendiri. Hal in menurut pendapat Abdurrahman Dai jangan sampai ayah dapat mengurangi nafkah yang wajar dan berhak diperoleh oleh ibu sesuai dengan keadaannya.[27]
Apa yang telah difirmankan Allah SWT dalam kitab suci al-Qur�an adalah peraturan yang tidak terbantah. Dengan ayat-ayat tersebut, kita memahami bahwa mengandung dan menyusui adalah kewajiban kodrati kaum perempuan, kewajiban yang langsung diberikan oleh Allah SWT secara tersurat, jelas dan tanpa bias.
Secara logika, kewajiban kodrati dapat dipahami sebagai kewajiban yang secara alami tidak dapat tergantikan oleh orang lain atau oleh laki-laki. Sebagai perbandingan banyak orang yang menyebut kewajiban wanita adlaah memasak, membersihkan rumah dan sejenisnya. Selain tidak ada aturan yang mewajibkan itu secara jelas, kegiatan memasak dan membereskan rumah sekarang sudah bisa dikerjakan oleh siapa saja bahkan laki-laki. Bahkan tersedianya makan dan rumah bagi isteri justru menjadi kewajiban suami. Mengandung, hamil dan menyusui adalah tugas yang istimewa. Tidak setiap perempuan diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk itu, tugas tersebut dikhususkan hanya bagi kaum ibu bukan wanita secara umum.
Akhirnya yang amat penting dipahami dari uraian diatas adalah bahwa menyusukan anak merupakan kodrat bagi kaum ibu dan mereka tidak boleh melawan kodrat tersebut. Menyusui adalah hak anak dan siapapun tidak boleh merampak hal tersebut termasuk ibu kandungnya sendiri. Dimana dari penjelasan diatas, bahwa begitu pentingnya menyusu anaknya sendiri, sehingga bagi seorang suami pun dituntut untuk wajib memberikan nafkah bagi ibu dan anaknya ketika masa penyusuan itu berlangsung.
D.    Hikmah Menyusui Bagi Perkembangan Anak

Menyusui bayi adalah salah satu dari sekian banyak tugas seorang ibu sesuai dengan fitrah yang perasaannya halus, penuh kasih sayang, lembut. Berbeda dengan kodrat laki-laki. Namun tidak semua wanita bisa melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Ada juga wanita yang takut kehilangan kecantikan dan keelokan rupanya. Lain halnya bagi wanita yang tidak bisa menyusui anaknya secara penuh yang disebabkan oleh ketiadaan air susunya[28].
Pemberian air susu ibu (ASI) pada balita pada dasarnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan fisik anak tersebut, tapi jauh dari itu yaitu pemenuhan kebutuhan rohani, yakni kasih sayang ibu yang timbul ketika menyusui anak, ibu mendekap anak dan mendoakannya menjadi anak yang shaleh[29]. Kasih sayang diberikan sejak dini itu akan menjadi dasar dalam pembentukan kepribadian anak.
Justru itu menyusui anak disamping mengandung nilai-nilai positif dari segi psikologis, juga mengandung nilai-nilai positif dari sisi seorang ibu yang tentu saja menaruh perhatian dan pengharapan yang banyak terhadap anak agar kelak menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa, bangsa dan masyarakat. Firman Allah:
??????? ????????? ????? ???????????? ???? ????????? ???????????? ??????????????? ?????????????? ???? ????????? ???????????? ??????????? ?????????????? ????????????? ??????????? ?????? ??????? ?????????? ?????????? ???????? ??????? ?????? ????????) ?? ?????: ??(
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Ali-Imran: 14)[30].

Secara naluri anak yang menyusu pun merasakan kehalusan hati ibunya, sehingga ia merasa aman, damai dalam pangkuan ibunya. Dengan demikian terjadilah hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, sebuah hubungan kasih sayang yang berkelanjutan hingga anak menjadi dewasa. Dalam buku �Himpunan Konsultasi Agama Islam� Harian Serambi Indonesia yang diasuh oleh Tgk. H. Muslim Ibrahim menjelaskan tentang hikmah menyusui anak itu antara lain: Pertama, Terpatrinya hubungan cinta kasih sejati antara ibu dengan anak yang merupakan faktor penting bagi ketenangan jiwa sang ibu dan kesejahteraan mental bagi sang bayi Kedua, mempercepat kembalinya rahim kepada bentuk rahim semula, karena penghisapan payudara ketika anak menyusui dapat menegangkan sejumlah urat tertentu sehingga mengeluarkan kelenjar oxytosin yang berperan sekali dalam memperkuncupkan rahim. Dan rahim akan kembali seperti keadaan semula sebelum melahirkan. Ibu-ibu yang tidak menyusui bayi amat mudah ditimpa penyakit kedodoran rahim dan tempat rahim didalam perut serta nafas yang terputus-putus Ketiga, dapat menjaga ibu dari kanker payudara, penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menyusui anak sedikit yang terkena penyakit yang amat fatal ini, Keempat, Menyusui anak adalah cara terbaik mencegah kehamilan, penyusuan yang dilakukan menurut semestinya disamping mewujudkan oxytosin juga menyebabkan timbul dan bertambahnya kelenjar prolactionyang dipancarkan oleh tara�ib yang mengakibatkan berkurangnya hormone gonadotropisnis yang merupakan faktor umum dalam menghasilkan ovum wanita, sehingga kemungkinan wanita yang menyusui hamil untuk jangka waktu tertentu menjadi amat kecil. Itulah sebabnya para ahli kandungan yang handal secara ijma� mengatakan bahwa menyempurnakan susuan adalah cara terbaik untuk mencegah kehamilan karena tidak menimbulkan efek sampingan apapun. Kelima, Pada bulan Febuari 1981, melalui sebuah majalah kesehatan, WHO mengecam keras produsen susu buatan, karena keberadaaan susu buatan dapat mendorong sang ibu untuk tidak menyusui anaknya yang sekaligus berarti menghancurkan kesehatannya sendiri. Berbarengan dengan itu, WHO juga menghimbau seluruh pemerintah Negara berkembang untuk tidak mengimpor susu buatan baik berbentuk tepung ataupun dari unsur hewan dan nabati. Penyusuan dengan non air susu ibu (ASI) menurut WHO faktor pembunuh bayi dan menganggap kesehatan ibu harus diutamakan.[31]
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, para ahli medis telah menunjukkan bahwa air susu ibu sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Ali Ahmad Jurjawi adalah makanan bayi yang paling menyehatkan dari semua jenis susu, baik susu buatan maupun dari susu lainnya. Bagaimanapun baiknya susu buatan tidak akan bisa mendekati mutu air susu ibu (ASI). Menyusui mempunyai faedah yang sangat penting bagi ibu karena susu ibu merupakan simpanan dari intisari yang terus bertambah banyak ketika hamil untuk tujuan menyusui. Menyusui itu sendiri berguna untuk alat reproduksi dan mengurangi kesiapan hami waktu menyusui.[32]
Al-Fakhrurrazi mengatakan:
memelihara anak dengan air susu ibu (ASI) lebih baik dari pada semua jenis susu yang lain. Karena kasih sayang ibu kepada anak lebih sempurna daripada kasih sayang orang lain. Cara demikian itu dilakukan bila tidak ada keterpaksaan karena tidak adanya orang yang menyusui selain ibu, atau karena bayi itu sendiri tak suka menyusui kepada orang lain. Pada saat itu diwajibkan kepada ibu harus dan wajib menyusui anaknya seperti halnya setiap orang itu wajib memberi makan kepada orang yang membutuhkan.[33]
    
     Apa yang dapat dipahami dari ungkapan diatas adalah bahwa penyusuan anak memiliki dimensi kasih sayang yang tidak dapat diukur melalui segi emosional, melalui pelukan dan dekapan ibu, bayi merasakan perlindungan yang menjamin hidupnya. Karena itulah sifat ketergantungan anak terhadap air susu ibu (ASI) adalah suatu kemutlakan.


E.    Menyusui dan Kaitannya dengan Perkembangan Anak

Hamka menyebutkan bahwa dari hasil penelitian para ahli kedokteran modern menyebutkan air susu ibu (ASI) lebih baik daripada susu lain.[34] Allah SWT mewajibkan kepada para ibu untuk menyusukan bayinya guna membuktikan bahwa air susu si ibu mempunyai pengaruh yang besar kepada si anak. Dari hasil penelitian pemeriksaan para ahli medis menunjukkan bahwa air susu ibu (ASI) tersusun dari saripati yang benar-benar murni, juga air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik untuk bayi, dan tidak disangsikan lagi oleh para ahli gizi. Disamping ibu dengan fitrah kejadiannya yang memiliki rasa kasih sayang yang mendalam sehingga penyusuan langsung dari ibunya. Berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental anak.[35]
Tubuh manusia diperkirakan membutuhkan 50 macam unsur dan senyawa yang harus diperoleh dari makanan dengan jumlah tertentu setiap hari. Bila gizi yang diperlukan oleh tubuh tidak memenuhi standar atau berlebihan, maka kesehatan yang optimal tidak akan dapat tercapai, karenanya dianjurkan mendiversifikasikan pangan dalam berbagai jenis pangan dan makanan. Dan bagi bayi pendiversifikasian tersebut harus diberikan melalui air susu ibu (ASI) sebagai makanan terlengkap dan termurah didunia.[36]
Dalam contoh sehari-hari bila seseorang mengubah pola pangan dari tradisional seperti beras, jagung, kacang-kacangan dan sayur-sayuran hijau yang kaya akan serat menjadi pola pangan modern seperti fast food (steak, ice cream, dll) yang miskin serat salah satu dampaknya bagi kesehatan tubuh manusia adalah mudahnya terkena penyakit. Zat gizi yang diperoleh dari mengkonsumsikan 300 gram nasi tidak sama dengan 300 gram jagung, juga tidak sama dengan 300 gram campuran singkong ditambah tempe, papaya dan susu. Dari berbagai jenis makanan, tidak satu jenis bahan makananpun yang sama dan mempunyai kandungan unsur gizi yang dibutuhkan tubuh kecuali air susu ibu (ASI) untuk bayi.
Sejalan dengan itu, Ibu Endang Sukara dari Puslitbang Bioteknologi LIPI yang mencoba menciptakan sapi-sapi perahan dengan kualitas air susu yang mendekati air susu ibu (ASI). Walaupun demikian Ibu Endang mengakui bahwa untuk menyamai air susu ibu (ASI) tidak akan bisa, paling tidak hanya bisa mendekati komponen utama dari air susu ibu (ASI).[37] Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi serta informasi secara global yang lewat berbagai saluran informasi baik melalui media cetak maupun media elektronik sering menyinalir bahwa susu formula atau susu buatan lebih unggul dan lebih murah biaya. Hal ini hanya dimanfaatkan oleh segolongan orang dan berbagai perusahaan susu untuk memasarkan produknya. Karena bagaimanapun air susu ibu (ASI) jauh lebih baik dari susu formula. Maka para produser mencoba mensejajarkan susu yang mereka hasilkan sama dengan susu asli. Ini kita lihat dari berbagai iklan susu formula yang seolah-olah mutunya dalam konteks pertumbungan bayi tidak ada bedanya.
Mensejajarkan air susu ibu (ASI) dengan susu formula dan mengiring masyarakat pada pengertian susu formula sama mutunya dengan air susu ibu (ASI) adalah upaya membodohkan masyarakat banyak demi kepentingan pemasaran produk yang dibuat oleh perusahan-perusahaan susu formula.
Data UNICEF sebagai lembaga yang menyantuni pengembangan anak dapat dijadikan pedoman menyangkut keunggulan air susu ibu (ASI). Menurut para pakar di badan dunia tersebut, air susu ibu (ASI) dapat menyelamatkan bayi dari resiko kematian terutama dinegara-negara berkembang. Bayi yang tidak disusui pada empat bulan pertama berisiko meninggal sepuluh sampai lima belas kali dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsikan air susu ibu (ASI) secara teratur minimal empat bulan setelah kelahiran.[38]
Perlunya memberi air susu ibu (ASI) segera setelah bayi lahir sampai batas ditentukan tersebut dalam jangka panjang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang seutuhnya. Peningkatan kualitas manusia tersebut akan lebih baik lagi jika dilakukan lebih dini sejak janin dalam kandungan. Walaupun demikian tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masih terjadi penurunan penggunaan air susu ibu (ASI) pada masa sekarang ini. Sehingga dengan pernyataan demikian lahirlah komitmen secara nasional maupun global yang salah satu sasarannya adalah memotivasi penyusuan bayi secara eksklusif sampai bayi berumur enam bulan.
Demikian pula bahwa menyusui anak secara eksklusif yang biasa dilakukan para wanita ternyata dapat menentukan pada tingkat kecerdasan akal. Jika empat bulan bayi setelah masa kelahiran bayi menyusui maka otaknya bisa berkembang 7 cm, sedangkan setelah empat bulan setelah kelahiran bayi baru disusui maka perkembangan otaknya hanya 3 cm. Dan juga selain menentukan tingkat kecerdasan akal, menyusui bayi secara eksklusif ditinjau dari segi psikologis juga dapat meningkatkan bimbingan antara anak dan ibu.
Pengaruh air susu ibu (ASI) pada rohani lebih kuat ketimbang pada jasmaninya, sehingga besar pula pengaruhnya terhadap akal, perasaan dan karakter. Seorang ibu pada waktu menyusui anak tidak Cuma sekedar menyusui, tetapi disertai dengan perasaan kelembutan, kasih sayang dan penuh belaian sehingga dengan demikian perasaan kasih sayang itu akan tumbuh dalam diri seorang anak. Patut disayangkan bagi para ibu-ibu yang tidak mau memberi air susu ibu (ASI) kepada bayinya karena takut kehilangan kecantikan, padahal apalah artinya kecantikan yang dijaga tersebut yang suatu saat nanti juga akan hilang ditelan ketuaan bila dibandingkan dengan balasan yang diberikan oleh anak kelak jika mendapat air susu ibu (ASI) ketika kecilnya. Pemberian air susu ibu (ASI) bukan sekedar untuk kebutuhan fisik saja tapi juga yang lebih penting adalah pembentukan kepribadian anak.
Sehubungan dengan tugas yang mulia nan suci itu Islam memberikan dispensasi (kelonggaran) bagi ibu yang sedang menyusukan anaknya untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan, meskipun perlu menggantikannya pada bulan yang lain. Rasulullah juga pernah mencegah seseorang yang ingin menceraikan isterinya pada waktu bayinya masih sedang umur menyusui.[39]
Harus diingat oleh para ibu, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi yang sudah siap diimunisasikan, anti segala penyakit anak sehingga ia dapat terhindarkan dari segala penyakit yang biasa menyerang bayi yang menghisap susu dari botol. Selain itu komponen air susu ibu (ASI) juga tidak akan tertandingi oleh jenis susu apapun, baik susu lembu, kambing maupun susu formula lainnya. Air susu ibu (ASI) memang diciptakan oleh Allah SWT lengkap dengan seluruh unsur yang dibutuhkan oleh pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak.















[1]Kun Sri Budiasih, Ibu Menyusui, (Jakarta: Hayati Qualita, 2008), hal. 4.

[2]Heather Welford, Menyusui Bayi Anda,(Jakarta: Dian Rakyat, 2008), hal. 11.
[3]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 261

[4]Heather Welford, Menyusui ..., hal. 12.
[5]Ibid., hal. 121.
[6]Heather Welford, Menyusui ..., hal. 125.
[7]Ibid., hal. 130.

[8]Ibid., hal. 142.
[9]Ibid., hal. 151.
[10]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 57
[11]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 609
[12]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 654
[13]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 822.

[14]Abdurrahman I. Da�I, The Islamic Law, Jilid I, alih bahasa Usman Effendi AS dan Abdul Kadir, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), hal. 303.

[15]Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Humaniora Utama Press, 1991), hal. 48.

[16]Muhammad Ali Ash-Shabury, Rawai�ul Bayan Fi Tafsir Ayatul Ahkami Minal Qur�an, Juz I, (Alih Bahasa Mu�mal Hamidy dan Imran A. Manan), (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), hal. 294.
[17]Ibid., hal. 299.

[18]Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,Juz II, (alih bahasa M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah), (Semarang: Asy-Syifa�, 1990), hal. 426-427.
[19]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz VI, Cet. VII, (Bandung: Al-Ma�arif, 1990), hal. 105.

[20]Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar, Juz II, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 2002), hal. 289.

[21]Ibid., hal. 290.
[22]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1998), hal. 800.
[23]Abdurrahman I. Da�I, The Islamic Law, Jilid I, alih bahasa Usman Effendi AS dan Abdul Kadir, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), hal. 302-303.

[24]Rusmiati Ibrahim, Hukum Islam Tentang Penyusuan Anak Ditinjau dari Segi Pendidikan, Skripsi, (Sigli: Perguruan Tinggi Islam Al-Hilal, 2001), hal. 27.
[25]Ibid., hal. 295.

[26]Al-Jashshash, Ahkamul Qur�an, (Beirut: Darr Ilmu, t.t.), hal. 313.
[27]Abdurrahman I. Da�I, The Islamic Law, Jilid I, alih bahasa Usman Effendi AS dan Abdul Kadir, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), hal. 296.
[28] Roesli Utami, Mengenal ASI Eksklusif,Cet. III, (Jakarta: Trubus Agriwidya, 2005), hal. 27.

[29] Ibid, hal. 29
[30]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Quran, 1991), hal. 76
[31]Rusmiati Ibrahim, Hukum Islam Tentang Penyusuan�,hal. 40.
[32]Ali Ahmad Jurjawi, Hikmah At-Tasyri� Wa Falsafatuhu, alih bahasa Hadi Mulyono dan Shobussurur, (Semarang: Asy-Syifa�, 1992), hal. 347.

[33]Ibid., hal. 347.

[34]Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Tafsir �, hal. 290.

[35]Departemen Agama RI, Al-Qur�an dan Tafsirnya,Jilid I, (Jakarta: Proyek Pengembangan Kitab Suci Al-Qur�an, 1984), hal. 414.

[36]Roesli Utami, Mengenal Air susu ibu (ASI) Eksklusif, Cet. III, (Jakarta: Trubus Agriwidya, 2005), hal. 18.
[37]Endang Sukara, LIPI Kembangkan Sapi dengan Susu Mendekati ASI, (Jakarta: Puslitbang LIPI, 1994, hal. 4.
[38]Ibid., hal. 4.
[39]Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta: Bulan Bintang, 2001), hal. 851.