Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Mendidik di Rumah Tangga


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Mendidik di Rumah Tangga
Dalam pandangan Islam, keluarga atau rumah tangga merupakan gerbang utama dan pertama yang membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak. Keluargalah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya, keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru.[1]
Rumah tangga merupakan lembaga pertama, di mana anak-anak menerima pendidikan. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak dan moral anak. Jadi, segala tingkah laku dan perbuatan dalam keluarga terutama orang tua menjadi contoh yang akan ditiru anak. Di samping itu juga, keluarga merupakan pangkal ketentraman dan kebahagian hidup anak.
Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Orang tua atau ibi dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibinyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik, maka seorang anak akan lebih cinta kepada ibunya. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Adapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan. Dengan memahami segala sesuatu yang terkandung di dalah hati anaknya, juga jika anak telah mulai besar, disertai kasih sayang, dapatlah ibu mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya.
Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada pekerjaan anak-anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami anaknya.
Oleh karena itu, yang mula-mula harus diterapkan orang tua kepada anak-anaknya sejak kecil adalah kebiasaan-kebiasaan yang baik terutama sekali dalam masalah akhlak dan tingkah laku. Kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak tentunya harus sesuai dengan jiwa ajaran Islam, sebab apabila orang tua memberikan contoh dari sikap yang baik dalam kehidupan mereka sehari-hari sejak kecil tentu hal itu akan menjadi dasar pokok dalam pembentukan kepribadian anak di waktu dewasa nanti, begitu pula sebaliknya.
Jadi tugas orang tua adalah membiasakan anak-anaknya dengan hal-hal yang baik seperti mengerjakan ajaran agama, terutama dalam ibadah secara konkrit (seperti shalat, puasa, membaca al-Qur�an dan berakhlak mulia). Sebab hal-hal yang baik apalagi dibiasakan tentu akan berakibat baik bagi anak, demikian pula sebaliknya. Dalam hal shalat ini dari segi paedagogik tugas orang tua menurut ajaran Islam, menyuruh anaknya melakukan shalat jika anak sudah berusia 7 tahun, dan dipukul jika anak sudah berusia 10 tahun. Sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi :
Dalam hadist yang lain yang di riwayatkan Amru Bin Syu�aib Rasulullah SAW. Bersabda :
??? ?????? ???? ?? ??? ??? ???? ??? ???: ??? ???? ???? ??? ? ??? ???? ????: ??????????? ?????? ? ??? ???? ? ??? ????? ???????? ????? ??? ??????????????????? ?? ????? ?? ???? ????(???? ???????)3

Artinya: Amru bin Syu�aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anakmu sholat pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat jikak telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan anak perempuan dalam tempat tidur mereka (HR. Abu Daud)

Anak itu bersih, suci, tinggal lagi bagaimana orang tua mewarnai apa dijadikan putih ataupun hitam. Seperti yang dikemukakan oleh H.M. Arifin :
Melatih anak-anak adalah suatu hal yang sangat penting sekali, karena anak sebagai amanat bagi orang tuanya. Hati anak suci bagaikan mutiara cemerlang, bersih dari uliran dan gambaran, ia dapat memberi dan menerima segala yang diukirkan atasnya dan condong kepada apa yang dicondongkan kepadanya. Maka jika ia dibiasakan ke arah kebaikan dan diajarkan kebaikan jadilah ia baik dan berbahagia dunia dan akhirat, sedang ayah serta para pendidik-pendidiknya turut mendapat bagian pahalanya. Tetapi bila dibiasakan jelek atau dibiarkan dalam kejelekan, maka celaka dan rusaklah ia, sedang wali atau pemeliharanya mendapat beban dosanya[2].

Oleh karena itu, besarnya peranan orang tua atau keluarga dalam pendidikan khususnya pendidikan agama. Maka orang tua harus tahu berlaku sebagai pendidik dan dituntut pengetahuan dan kesadaran yang tinggi akan tugas dan kewajiban terhadap anak-anak secara penuh dalam rumah tangga.
Penelitian membuktikan bahwa masa optimal untuk merangsang kemampuan dasar belajar pada anak, sebagian besar terjadi sebelum anak berumur 5 tahun dan belum masuk sekolah. Dan jika distimulasi dengan tepat, akan meningkatkan kecerdasan anak dan menimbulkan kegairahan belajar seumur hidupnya. Orang tua adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. Orang tua mempunyai kesempatan paling besar untuk mempengaruhi kecerdasannya pada saat-saat ia sangat peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarnya selaras dengan temponya sendiri. Anda pula yang paling mengenal kapan dan dengan cara bagaimana ia bisa belajar dengan baik.
Belajar semasa kecil berarti menerapkan pengetahuan mengenai kebutuhan otak anak selama tahun pertama dari hidupnya. Sehingga perkembangan mentalnya akan sesuai dengan kemampuannya dan anak akan lebih cerdas dan lebih bergairah. Kemampuan anak memperoleh kecakapan ditentukan baik oleh rangsangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya, maupun oleh tempo perkembangannya.
Anak-anak yang diikutsertakan dalam proses belajar semasa kecil tampak gembira dan bergairah. Juga pengamatan di kemudian hari menunjukkan respon positif terhadap kepribadian, perasaan, tingkah laku, penglihatan ataupun kesehatan mereka. Anak-anak yang belajar membaca lebih awal mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan anak-anak lain dengan taraf kecerdasan sama.�[3]
Lapangan pendidikan Islam identik dengan ruang lingkup pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face), tetapi mencakup  segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik. Usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik. �Tujuannya adalah agar terwujudnya manusia  muslim yang berilmu, beriman dan beramal salih. Usaha-usaha  tersebut  dapat dilaksanakan  secara langsung ataupun  secara tidak langsung�.[4]     
Dalam bahasa Arab pendidikan diistilahkan dengan tarbiyah, istilah ini berarti mengasuh, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil  yang sudah matang. Pemahaman yang lebih rinci  mengenai  tarbiyah ini  harus mengacu kepada substansial yaitu pemberian pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Karena itu pendidikan  Islam harus dibangun dari perpaduan istilah  'ilm  atau 'allama (ilmu, pengajaran). 'adl  (keadilan), 'amal (tindakan), haqq(kebeenaran atau ketetapan  hubungan  dengan  yang benar  dan nyata, nuthq(nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat(tanda-tanda  atau symbol), tafsir dan ta'wil (penjelasan dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung dalam  istilah adab.[5]
Secara keseluruhan definisi yang bertemakan  pendidikan keluarga itu mengacu kepada suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan keluarga adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina anak-anak  yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan ini secara herarkhis bersifat ideal bahkan universal. Tujuan tersebut  dapat dijabarkan  pada tingkat yang lebih rendah lagi,  menjadi tujuan  yang bercorak nasional, berpokok ajaran, sampai dengan setiap kali melaksanakan kegiatan pendidikan rumah tangga.[6]
Untuk keutuhan sebuah rumah tangga, tentu saja setiap pasangan suami istri itu mempuyai keinginan untuk memperoleh anak atau keturunan yang didambakannya. Apabila meraka memperoleh keturunan maka pasangan tersebut akan memperoleh kebahagiaan yang tidak dapat digambarkan. Semua rasa cinta dan kasih sayang akan tercurah kepada anak-anak mereka, anak-anak yang lahir akan dibesarkan dan dididik dalam lingkungan keluarga yang Islami yang dihiasi dengan akhlak-akhlah yang mulia yang berdasarkan kepada al-qur�an dan hadits. Demikian pula pendidikan, agama dan kekuasaan. Dari rumah tangga pula timbul perasaan yang halus dan hidup sumber daripada perikemanusiaan. Biarpun di tengah-tengah masyarakat telah timbul beberapa ideologi beraneka ragam namun rumah tangga tetap merupakan faktor utama dan memgang peranan penting dalam kehidupan masyarakat manusia.[7]
Demikian pula rumah tangga yang sejahreta akan menjadi tempat beristirahat satu-satunya, dan tempat untuk menikmati kesenangan, hidup, meskipun tempat penginapan dan rumah makan telah tersedia dimana-mana. Jadi rumah tangga yang sejahtera memegang peranan yang penting sekali dalam penghidupan ummat manusia yang masih tetap memegang perikemanusiaan.Islam sebagai agama yang lengkap yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Rasul terakhir, mengatur hidup dan kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak dan rumah tangga adalah pemegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam men�didik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efekti�vitas dan efesiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Dalam konteks ini, anak lazimnya dimasuk�kan ke dalam lembaga sekolah, yang karenanya, definisi pendidik di sini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Penye�rahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepas�kan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.[8]
Dalam Islam anak merupakan anugerah sekaligus titipan yang harus di jaga. Islam memiliki pandangan bahwa anak yang lahir pada dasarnya adalah suci, ibarat kertas putih. Kedua orang tualah yang menjadikan anaknya yahudi, Nasrani, atau majusi. Dalam hal ini peranan kedua orang tua, baik seorang bapak atau seorang ibu memiliki arti tang sangat penting dalam proses pembentukan watak seorang anak. Lebih-lebih peranan seorang ibu yang lebih memiliki kedekatan psikologis dengan anak. Dalam pendidikan di lingkungan keluarga sangat menentukan masa depan anaknya. Dalam hal ini masalah yang perlu mendapatkan perhatian  dalam pendidikan masa depan adalah masalah pendidikan keluarga.
Orang tua terdiri dari ayah dan ibu sebagai orang yang memimpin dalam rumah tangga. Kedudukan ayah sebagai kepala keluarga dan ibu sebagai pengurus rumah tangga, kedudukannya berkewajiban mendidik dan membesarkan anak-anaknya sehingga mengenal dirinya, Tuhannya dan mengenal kedua orang tuanya. Satu-satunya jalan yang dapat di tempuh oleh ayah dan ibu untuk membina dan mendidik anak supaya menjadi anak yang shaleh adalah dengan mengajar dan menanamkan tauhid kepada Allah SWT. Adapun kedudukan ayah dan ibu dalam rumah tangga antara lain:

1.     Kedudukan Ayah
Ayah merupakan seorang kepala rumah tangga yang sangat menentukan terhadap keberuntungan anak-anaknya. Tentu saja, peran dan kewenangannya masing-masing memiliki  peran dan wewenangnya tersendiri yang paling melengkapi demi kemajuan dan masa depan anak.
Ayah adalah orang yang sangat berpengaruh terhadap keluarga yang memimpin terutama anak. Cara ayah melakukan pekerjaan sehari-hari dapat mempengaruhi pada hasil pekerjaan anaknya. �Jika Bapak seorang yang tekun, suka bekerja keras dan tahu akan kewajiban- kewajibannya maka hal yang demikian ini akan menimbulkan dorongan bagi anaknya dalam bekerja baik di rumah maupun di sekolah. Bapak juga sebagai pembimbing utama dan pertama dalam keluarga�.[9]
Oleh karena kedudukan Bapak sebagi kepala keluarga sangat besar sekali pengaruhnya dalam keluarga, karena dengan kehadiran ayah akan dapat mengatasi segala problema, baik yang menyangkut dengan materi maupun non materi. Bapak mempunyai fungsi dan kewajiban yang sangat penting dalam keluarga atau dalam mendidik anak-anak terutama batin.
2.     Kedudukan Ibu
Disini peranan ibu sangat menentukan bagi kehidupan pendidikan anak-anaknya. Dengan demikian, kedudukan seorang ibu dalam pendidikan anaknya sangat besar artinya karena seorang ibu telah mengandung jabang bayi selama kurang lebih sembilan bulan. Kemudian dilanjutkan dengan menyusui selama kurang lebih dua tahun, merawatnya dengan penuh kasih sayang dan demikian seterusnya sampai mendidiknya.
Peran ibu dalam rumah tangga selalu membantu tugas suaminya sehari-hari, di samping itu berkewajiban terhadap mendidik atau memelihara anaknya. Para ibu berkewajiban untuk menyusukan anak selama dua tahun. Hal ini juga merupakan kewajiban ibu terhadap anaknya. Di samping itu juga ibu memegang peranan penting dalam menjalankan tugasnya dalam mendidik anak dilingkungan rumah tangga, sebab ibulah yang hampir setiap hari berada di rumah. Sebagai ibu adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. Pelajaran yang dipelajari oleh anak selama dalam rumah tangga diarahkan terhadap pembentukan tabiat. Seorang ibu, juga berkewajiban memberi pendidikan kepada anak-anaknya, karena masalah pendidikan kepada anak-anaknya merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan anak, untuk itu seorang ibu harus mengarahkan anaknya ke arah yang di inginkan. Karena ibu berkedudukan sebagai wakil dari ayah untuk mendidik dan membina anak-anak di dalam rumah tangga maka segala urusan yang menyangkut dengan nafkah di tanggung oleh bapaknya. Pemenuhan kewajiban tersebut mutlak di tanggung oleh ayah. Ayah tidak boleh mengelak dari tugas tersebut, sehingga ayah kurang memberikan perhatian dikarenakan kesibukannya dalam mencari nafkah lahir untuk anak-anak dan istrinya.
3.     Kewajiban Ibu dan Bapak
Memang sudah seharusnya kewajiban kedua orang tua mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dan perkembangannya anak, orang tualah yang paling utama bertanggung jawab terhadap perkembangan anaknya termasuk tanggung jawab memenuhi kebutuhan anak. Dalam pergaulan sehari-hari anak dengan orang tuanya di rumah harus selalu dibiasakan dengan pendidikan akhlak yang baik terutama ibu yang mengajarkan anaknya dengan perkataan lemah lembut dalam pergaulan mereka. Seorang ibu dalam berbicara dengan anaknya jangan terlalu menyakitkan hati karena hal ini akan mengundang timbulnya emosi yang tidak baik.
Kerja sama orang tua untuk menciptakan suasana dan keadaan yang baik diperlukan adanya pengertian yang cukup dari orang tua terhadap anaknya. jadi fungsi orang tua dalam keluarga terutama ibu dan Bapak dengan menentukan terhadap perkembangan dan pertumbuhan terhadap perilakunya. Keduanya berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap anak untuk memenuhi kebutuhan rohani. Orang tua perlu memiliki pendidikan untuk membina dan memberikan pengarahan  kepada si anak agar ia menjadi orang yang berguna dan mempunyai akhlak yang baik. Dengan demikian kedua orang tua dalam melakukan pembinaan terhadap anaknya merupakan tugas yang harus dipenuhi untuk dapat menciptakan suasana yang Islami
Tanggung jawab orang tua adalah suatu proses pemikiran yang meliputi perencanaan, pengawasan dan penelitian dan penggunaan dari sumber-sumber yang ada pada keluarga, untuk mencapai kesejahteraan karena tujuan dari setiap keluarga tidak lain kecuali dapat hidup bahagia aman dan sejahtera. Dalam hal ini sangat tergantung pada kecakapan mengatur dan mempergunakan apa yang ada di sekelilingnya.[10]
Ayah dan ibu dalam satu keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, karena keluarga adalah lingkungan yang pertama dilalui oleh si anak sejak ia dilahirkan. Maka lingkungan keluarga sangat memegang peran penting dalam pembinaan agama anak, dan lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga tempat anak pertama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya. �Alam Keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan terpenting, oleh karenanya  sejak timbul adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhannya budi pekerti tiap-tiap manusia�.[11] Penanaman jiwa takwa juga harus dimulai sejak si anak lahir sebagai mana yang diajarkan dalam agama islam karena setiap bayi yang lahir harus di azankan, supaya pengalaman pertama yang didengarkan atau diterimanya adalah kalimah suci yang membawa kepada taqwa.
Islam memandang keluarga bertanggung jawab atas fitrah anak, segala penyimpangan yang menimpa fitrah itu menurut pandangan Islam berpangkal pada orang tua. Tujuan utama pembinaan dalam keluarga adalah menegakkan hukum-hukum Allah SWT dalam kaitannya dengan segala urusan. Hai ini berarti menegakkan keluarga muslim yang kehidupannya di dasarkan atas manifestasi ibadah kepada Allah SWT sebagai suatu usaha untuk merealisasikan tujuan pendidikan Islam.[12] Di samping itu juga ayah dan ibu wajib untuk mendidik dan membina anak-anaknya, dengan tujuan agar dapat merealisasikan ajaran Islam dan rukun iman di dalam jiwa.
Pengertian pengasuhan atau pembinaan yang disampaikan oleh para ahli fiqh dipersingkat oleh Rifa�i bahwa beliau mendefinisikan pengasuhan dengan kalimat yang singkat yaitu �memelihara anak dan mendidiknya dengan baik�.[13]Maksudnya para orang tua dengan sebaik mungkin membina dan mendidik anak-anak supaya menjadi anak yang baik, saleh, patuh dan taat serta menyembah Allah SWT. Kesempurnaan seorang ayah dan ibu dalam memelihara dan mendidik anak-anaknya tercermin dari sikap dan prilaku anak-anak dalam kehidupan sehari-hari,  karena akan langsung dipraktekkan dan diterjemahkan, baik sesama anggota keluarga, sahabat maupun terhadap Allah SWT. sebagai pencipta.
4.     Relasi dalam pendidikan antara ibu dan anak
            Relasi pendidikan antara ibu dan anak dimulai sejak masa pranatal. Perilaku atau tindakan ibu dapat mempengaruhi perkembangan anak yang belum lahir meliputi dua segi, yakni meliputi perilaku secara fisik dan psikis (spiritual) atau perilaku jasmani dan rohani  tang masing-masing dapat berakibat langsung atau tidak langsung. Oleh karenanya bagi orang tua hendaknya melakukan tindakan atau perilaku yang bersifat mendidik.[14]
            Masalah penting yang harus dihadapi seorang ibu dalam melaksanakan fungsi reproduksi, dimulai dengan kehamilan dan melahirkan bayi sampai pada pemeliharaan anak.  Salah satu kesulitan pokok dalam pelaksanaan tugas ini adalah adanya konflik kepentingan spesies  (demi melanggengkan spesies manusia) Maka tugas paling berat bagi ibu muda adalah menciptakan unitas atau kesatuan yang harmonis antara diri sendiri dan anaknya. Dengan kata lain seorang ibu harus mampu mengidentifikasi diri secara selaras dengan bayi atau anaknya. Unitas ibu dan anak sangat interdependen, saling bergantung satu  sama lain, saling melibatkan, dan saling mempengaruhi antara ibu dan anaknya, hal ini perlu untuk mendapatkan keterampilan mendidik anaknya, bahwa seorang ibu yang mempunyai pengetahuan cukup berkenaan dengan nilai-nilai psikologi pendidikan, akan membungai arti yang penting dalam proses pembentukan kepribadian anak-anaknya.
      Anak yang sedang berkembang menemukan jati dirinya, jika dibiarkan tanpa diarahkan oleh kedua orang tuanya akan mendapatkan kesulitan dalam menempuh jalan pendidikan yang besar dan positif, maka ibu harus memperhatikan dan menguasai jalan pendidikan anak, agar anak terkontrol dalam menempuh pendidikannya
B.    Tujuan Mendidik di Rumah Tangga
Tujuan pendidikan keluarga dalam Islam mempunyai tujuan umumnya adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah, mengingat Islam adalah risalah samawiyang diturunkan kepada seluruh manusia sejak detik-detik pertama turunnya Islam. Tujuan strategis ini, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
???? ???? ?????? ?????? ?????????????? (???????: ??)
Artinya:   Al-Qur'an  tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (Q. S. at-Takwir: 27).

Bahkan sebelum turun ayat ini keharusan da'wah merupakan tugas untuk memperingatkan seluruh manusia terhadap kufur dan syirik serta menyuruh mereka supaya mengagungkan dan membesarkan asma Allah, dengan meneladani Muhammad  sebagai  rasul.[15]                       
Tujuan pendidikan keluarga dalam Islam adalah: Pertama, untuk membentuk akhlak yang mulia, karena akhlak inti pendidikan keluarga untuk mencapai akhlak yang sempurna harus melalui pendidikan, Kedua, Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan keluarga bukan hanya menitikberatkan pada  keagamaan saja, atau pada keduniaan saja tetapi pada kedua-duanya, Ketiga, Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat atau lebih dikenal dengan prefosionalisme. Tujuan ini adalah menyiapkan anak-anak dari segi propesionalisme, supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan agar dapat mencari rezeki dalam hidup di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan dan Keempat,menumbuhkan semangat ilmiyah pada anak-anak dan memuaskan keingintahuan (curiosity)dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. [16]
Secara  psikologi tujuan pendidikan keluarga dalam Islam adalah: Pertama, Pendidikan akal dan persiapan pikiran, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah, Kedua, menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat terutama pada manusia karena Islam adalah agama fitrah sebab ajarannya tidak asing dari tabi'at manusia, bahkan ia adalah fitrah yang manusia diciptakan sesuai dengannya, Ketiga, menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi  generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik lelaki maupun perempuan, Keempat, berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi  dan bakat-bakat manusia.[17]
Berdasarkan gambaran di atas dapat dipahami, bahwa dalam al-Qur'an tujuan pendidikan keluarga adalah: pertama, mengarahkan  manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengelola bumi sesuai dengan kehendak Tuhan. Kedua, mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah, sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan. Ketiga,membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan untuk mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahan. Keempat, mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga tidak menyalahkan fungsi kekahlifahannya. Kelima,mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.         
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Di situlah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar yang memungkinkan lanjut Di situ pulalah anak pertama-tama akan mendapatkan kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.
Dr.joseph S. Roucek mengatakan bahwa: keluarga adalah buayan dari kepribadian atau �the family is the craddeof the personality � keluarga sebagai pusat ketenangan hidup di penangkalan yang (home base) yang paling vital. Bila salah seorang anggota keluarga menderita gangguan pikiran atau mengalami frustrasi, maka untuk mendapatkan kekuatan kembali ia pergi �pulang kampung� dan bernostalgia ia akan mendapatkan kembali gairah hidupnya. Keluarga sebagai pusat pendidikan dan pusat kebudayaan serta pusat agama. Hubungan antara anggota keluarga harus selalu harmonis dan terpadu serta gotong-royong . Setiap anggota keluarga harus merasakan ketenangan, kegembiraan, kenyamanan dalam keluarga itu.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anak. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan upacara-upacaranya, begitu juga membekalkan anak dengan pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang akidah, ibadah, muamalah dan sejarah tentang Islam. Begitu juga dengan mengajar kepadanya cara-cara  yang betul untuk menunaikan syarat dan kewajiban agama dan menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul.
Di antara cara-cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanam semangat keagamaan pada diri anak adalah sebagai berikut: Pertama, Memberi keteladanan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang pada ajaran agama. Kedua,Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga menjadi kebiasaan mereka melakukannya dengan kemauannya sendiri. Ketiga, Menyiapkan suasana agama yang spiritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada. Keempat,Membandingkan mereka membaca bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan Allah Swt. Keempat, Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas agama. Ketika keluarga menunaikan hal-hal tersebut di atas sebenarnya ia menurut kepada petunjuk dari Al-qur�an dan sunnah Rasulullah saw.
Pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, para orang tua harus betul-betul membina anak-anaknya sehingga menjadi anak yang sholeh yang pada akhirnya terbentuklah keluarga sakinah  yang bisa mengantarkan kepada  terbentuknya baldah thayyibah (negara yang sejahtera).Untuk tercapainya tujuan tersebut seharusnya  para orang tua mengetahui dan menggali konsep dasar pendidikan  keluarga sakinah yang bersumber dari Al-Qur�an maupun  Hadist.
Menurut surat Luqman ayat 12-19  bahwa untuk  mencapai tujuan pendidikan dalam keluarga, orangtua seharusnya memiliki ilmu pengetahuan  yang luas serta dibarengi dengan pengamalan terhadap ilmunya sambil memberikan teladan yang baik terhadap  anak-anaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Luqmanul Hakim. Orang tua hendaklah menjadi manusia yang bersyukur kepada Allah Swt. dengan menggunakan anugrah yang diterimanya sesuai dengan tujuan penganugrahan dan selalu menasihati anaknya dengan penuh kasih sayang dengan materi nasihat yang baik dan tidak menjemukan    Di antara materi dasar yang sangat perlu disampaikan kepada anak  sebagai dasar pendidikan adalah  materi akidah, ibadah dan akhlakul karimah.
Hal ini sesuat dengan ayat berikut ini:
???????? ???????? ????????? ??????????? ???? ??????? ??????? ????? ???????? ?????????? ???????? ?????????? ????? ?????? ??????? ??????? ??????? ???????, ?????? ????? ????????? ????????? ?????? ???????? ??? ??????? ??? ???????? ????????? ????? ????????? ???????? ???????, ???????????? ??????????? ????????????? ?????????? ??????? ??????? ????? ?????? ??????????? ??? ????????? ???? ??????? ??? ??????????????? ??????? ??????????, ????? ?????????? ???? ??? ???????? ??? ??? ?????? ???? ???? ?????? ????? ??????????? ?????????????? ??? ?????????? ?????????? ?????????? ??????? ???? ??????? ??????? ????? ??????? ???????????? ?????????????? ????? ??????? ???????????, ??? ??????? ???????? ??? ???? ????????? ??????? ????? ???????? ??????? ??? ???????? ???? ??? ????????????? ???? ??? ????????? ?????? ????? ??????? ????? ??????? ??????? ???????, ??? ??????? ?????? ?????????? ???????? ?????????????? ??????? ???? ?????????? ????????? ????? ??? ????????? ????? ?????? ???? ?????? ??????????, ????? ????????? ??????? ????????? ????? ?????? ??? ????????? ??????? ????? ??????? ??? ??????? ????? ????????? ???????, ????????? ??? ???????? ????????? ??? ???????? ????? ??????? ???????????? ???????? ??????????) ?????: ??-??(
Artinya:   Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji", Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar", Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan, (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui, Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah), Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri, Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.                               (Qs. Lukman:12-19 )

Cerita ini menggariskan prinsip materi pendidikan dasar yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan nilai tentang sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan dasar harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu, pendidikan dasar dalam Islam harus mengunakan Al-Qur'an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai materi tentang pendidikan.[18] Dengan kata lain, pendidikan harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Untuk menciptakan keluarga yang beragama dan mendapatkan keturunan yang taat menjalankan perintah Allah SWT, Islam mengatur pendidikan sejak manusia masih dalam kandungan. Hal ini terjadi karena pembinaan kehidupan beragama tidak dapat pisah dari pembinaan kepribadian secara keseluruhan, manusia telah membutuhkan pendidikan sejak dalam kandungan, dan kepribadian tersebut akan memberikan pengaruh terhadap pembinaan pribadi seseorang setelah lahir. Dalam hal ini Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa : �Pendidikan agama, dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah mulai sejak dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua, ketika anak dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nantinya, hal ini banyak terbukti dalam  perawatan jiwa.[19]
Bahkan Islam dengan tegas menyatakan bahwa sebelum seseorang melangsungkan pernikahan terlebih dahulu diharuskan untuk memilih calon istri dari segala sudut, agar ketenteraman dan kebahagiaan keluarga akan terjamin dan akhirnya anak yang merupakan amanah Allah akan dipelihara dengan baik dan penuh kasih sayang sehingga anak-anak akan bahagia dan aman.
C.    Ruang Lingkup Mendidik di Rumah Tangga    
Pendidikan keluarga merupakan salah satu bentuk pendidikan agama Islam yang diajarkan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan keluarga ini termasuk salah satu pendidikan terpenting dalam mengembangkan wawasan keagamaan anak, karena dengan memberikan pendidikan keluarga, maka anak-anak dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan langsung dengan pengabdian manusia kepada Khaliknya.
Oleh karena itu, secara garis besar, pendidikan keluarga mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:
a.    Hablun Minallah (Hubungan manusia dengan Allah SWT).
Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya mencakup dari segi aqidah yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha qadar-Nya.[20] Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 67 sebagai berikut:
????? ???????? ??????? ????? ???????? ??????????? ???????? ?????????? ?????? ???????????? ?????????????? ???????????? ??????????? ??????????? ?????????? ?????? ???????????) ?????: ??(
Artinya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya . Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Qs. Az-Zumar: 67)

b.   Hamblun Minannas (Hubungan manusia dengan manusia).
Materi yang diberikan dalam pendidikan keluarga meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.[21]. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-hijr ayat 29 sebagai berikut:
??????? ??????????? ?????????? ????? ??? ??????? ????????? ???? ??????????) ?????: ??(
Artinya:   Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Qs. Al-Hijr:29)

c.    Hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Materi pendidikan keluarga yang berhubungan dengan hubungan manusia dengan alam sekitar meliputi akhlak manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun  makhluk hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan.[22] Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Rumm ayat 41 sebagai berikut:
?????? ?????????? ??? ???????? ??????????? ????? ???????? ??????? ???????? ???????????? ?????? ??????? ???????? ??????????? ???????????) ?????: ??(
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(Qs. Ar-Rum:41)

Proses pendidikan dalam keluarga menurut Islam mempunyai fungsi dan peranannya yang amat luas, baik di dalam tujuan pokok maupun di dalam tujuan sementara. Karena hal tersebut menyangkut keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sudah sejak awal menjadi ciri dan unsur pokok umat manusia.
Iman dapat diartikan dengan �keyakinan yang mantap akan adanya keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, syari�at serta keputusan-Nya, Maha Pencipta segalanya Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya, tiada Tuhan selain Dia�.[23] Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa:
?? ??? ???? ???? ??? ???? ????? ?? ??????? ??? ???? ??? ??? ???? ?????? ????  ?? ?? ?? ??????? ???? ???? ??? ???? ????? ???: ?? ???? ?????? ?? ????? (???? ????)
Artinya: Abu Amar atau Abu Amrah Aufan bin Abdullah Rasulullah saw berkata: wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang tidak akan pernah aku tanyakan kepada selain engkau�. beliau bersabda, �katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamah. (H. R. Muslim)[24]

            Keyakinan yang teguh dan mantap terhadap Allah, kemudian dijabarkan kepada rukun-rukun iman yang lain, yaitu beriman kepada Malaikat, Kitab-Kitab (samawi), para Rasul Alaihimussalam, iman kepada adanya hari kiamat serta qadha dan qadar Allah, yang kemudian membentuk aqidah Islamiah yang kuat dan mantap didalam setiap muslim.
            Akan tetapi konsep iman yang dibicarakan dalam bacaan pada umumnya mengacu pada masalah berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mahmud Syaltut, yang dimaksud dengan keimanan �mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya; disebut �taqwa� karena mereka teguh mengikuti sunnah Nabi SAW; disebut muslimin, karena mereke berpegang di atas al-haq (kebenaran), tidak berselisih dalam agama, mereka terkumpul pada para imam al-haq, dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama�.[25]
Karena itu mengikuti sunnah Rasulullah Saw, maka mereka disebut dengan ahlul hadits, ahlul autsar, ahlulittiba�, thaifah al-mansurah (kelompok yang dimenangkan), dan firqah an-najah(golongan yang selamat).[26]Oleh karena itu, mempelajari aqidah akhlak merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin yang hendak beriman kepada secara teguh kepada Allah SWT.
Demikian juga dengan akhlak sebagian dari pelajaran pokok yang diajarkan dalam aqidah akhlak menyangkut masalah-masalah akhlak dan moralitas dengan mengangkat cerita-cerita kesabaran dan ketabahan Nabi SAW dalam menghadapi segala macam cobaan, maka dapatlah diketahui pembinaan akhlak dan moralitas merupakan hal yang sangat diutamakan disetiap masyarakat sejak dahulu sampai sekarang, terutama dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya dan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
Akan tetapi penekanan terhadap pembentukan akhlak dan moralitas di dalam masyarakat tidak hanya bersifat teoritis, yakni memahami dan menguasai ajaran-ajaran akhlak dan moral yang terdapat di dalam kitab-kitab akhlak dan tasawuf, tetapi lebih diutamakan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan mengamalkan dan menjalankan apa saja yang telah diketahuinya itu sehingga menjadi kebisaaan yang mewarnai sikap dan prilakunya. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap dan prilaku masyarakat intelektual.
Namun, penerapan akhlak dan moralitas yang dipaparkan di dalam pendidikan keluarga pada umumnya lebih mengarah kepada kesabaran dan ketabahan yang erat hubungannya dengan konsep hidup wara� yang dimanifestasikan dengan hidup tenggang rasa, khusyu�, tawadhu�, sabar dan lain sebagainya.
Wara� adalah konsep hidup yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dengan menerima apa yang diberikan Allah SWT dengan mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya. Dengan sikap wara�tersebut, maka manusia akan dapat mengambil manfaat yang besar dalam kehidupannya, sebab wara� akan menuntun manusia untuk hidup dalam keadaan selalu bersyukur.
Sementara itu Nabi Muhammad SAW itu sendiri diutus oleh Allah SWT bertujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia yang pada masa itu telah jauh merosot melebihi hewan. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
?? ??? ????? ??? ???? ???? ??? ???? ???? ????: ???? ???? ????? ????? ??????? (???? ???????)
Artinya: Dari Ibnu Mas�ud berkata Rasulullah Saw: sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia (H. R. Abu Daud)[27]

Berdasarkan hadits tersebut di atas, maka terlihat dengan jelas bahwa diutusnya Rasulullah Saw Muhammad SAW oleh Allah SWT ke alam dunia ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

D.    Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang dibuktikan dan akan memberikan arah bagi langkah-langkah penelitian serta pembahasan dalam rangka memecahkan masalah[28].
Adapun yang menjadi hipotesis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Pertama, Kedudukan rumah tangga dalam pendidikan anak di  Desa Pante Baro masih belum menjalankan metode Islam dalam mendidik anak, Kedua, Banyaknya orang tua yang masih menggunakan kekerasan dalam mendidik anak di Desa Pante Baro, Ketiga, Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak di  Desa Pante Baro masih sangat belum maksimal sebagaimana yang diharapkan dan Keempat, Usaha-usaha orang tua dalam membetulkan kesalahan anak di Desa Pante Baro masih sangat minim.    




[1]Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002 ), hal.67.
3 Abu Daud, Sunan Abu Dawud, ( Jakarta: Al-fitiyan, 1980 ), Hadist no. 495.
[2] M. Arifin M.Ed., Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkuan Sekolah dan Keluarga, Cet II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 12.
[3] Aisyah Abdurahman, Istri-Istri Nabi SAW.,( Surakarta: Pustaka Mantiq, 2008 ),hal 67

[4]M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 1.

[5]Khursyid  Ahmad,  Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.

[6]Abudin Nata, Metodologi Studi Islam,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,  2000), hal. 292.

[7]Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, Cet.1, (Jakarta:  PT. Rineka Cipta , 2004), hal 16-18.

[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 107.

[9]Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, terj. M. Mukhtar  Yahya dan M. Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t) hal. 286.
12Aisyah Dahlan, Pembinaan Rumah Tangga dan  Peranan Agama Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Jamudu, 1967), hal. 37.

[11]Hanafiah Faisal, Pendidikan Luar Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hal. 75.

               [12]Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Yokyakarta: Diponegoro, 1989), hal. 196.

               [13] Mohd. Rifa�I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1998), hal. 509.

[14] Mansur, Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan, (Jakarta : Mitra Pustaka, 2004), hal. 200.   
[15]Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), hal. 119.

[16]Azis Abbas, Filsafat Pendidikan,(Jakarta: Sumber Widya, 1995), hal.  71.

[17]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995). hal. 61.
[18]Ibid., hal. 20.
[19]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet VII, (Jakarta: Bulan Bintang1979), hal. 130. 

[20]Zakiah Daradjat, Garis-Garis Besar Pendidikan Keluarga, (Jakarta: Bina Aksara, 1996), hal. 2.

[21]Ibid, hal. 28.

[22]Ibid, hal. 28.

[23]Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, (Beirut:Wasyirkah al-Halabi al-Babi,1953),hal. 122.

[24] Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. II, (Beirut Libanon: Dar al-Fikri, t.t.), hal. 85.

[25]Mahmud Syaltut, Aqidah wa Syari�ah, (Mesir: Dar al-Kutub, t.t.), hal. 65.

[26]Ibid., hal. 66.
[27] Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Mesir: Dar al-Kutub, 1956), hal. 76.

[28]Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, Metodologi Penelitian,(Banda Aceh, 2003), hal 2.