Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Peran dan Fungsi Guru


A.    Peran dan Fungsi Guru


Guru adalah sosok manusia yang patut digugu dan ditiru. Digugu dalam arti ucapannya dapat dipercayai . Ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau tauladan bagi masyarakat. Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi. Untuk menjadi guru, seseorang harus memenuhi persyaratan profesi. Tidak semua orang bisa menjadi guru.
Dalam pandangan Mohammad Uzer Usman sebagaimana yang dikutip oleh Sukadi “guru merupakan profesi, jabatan dan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Menurutnya jenis pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih didapati guru yang berasal dari luar bidang kependidikan”.[1] Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab mendidik anak dari tiga pihak, yaitu orang tua, masyarakat dan negara. Seyogiyanya kepada guru diharapkan mengembangkan sikap-sikap dan sifat yang normatif baik sebagaikelanjutan dari sikap orang tua pada umumnya. Caranya antara lain: “kasih sayang, tanggung jawab kepada tugas mendidik, kesediaan berkorban”.[2]
            Sebagai pendidik, guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan dan terampil mengajar dan pribadinya patut diteladani. Langgulung sebagaimana yang dikutip oleh Syarifuddin menjelaskan perlu reorientasi terhadap guru-guru dan pendidik-pendidik sesuai dengan pendidikan Islam”.[3]
Menurut pendapat lain, guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal[4].

1.      Peran Guru              
           
Dalam melaksanakan tugasnya, guru memiliki beberapa peran, antara lain[5]:
1)      Peran Guru sebagai Demonstrator
Sebagai demonstrator, guru adalah seorang pengajar dari bidang ilmu yang ia kuasai. Oleh karena itu, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang guru harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan. Ia harus senantiasa belajar meningkatkan penguasaannya terhadap ilmu sesuai dengan bidangnya.
2)      Peran Guru sebagai Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, seorang guru harus mampu menciptakan suasana atau kondisi belajar di kelas. Ia juga harus mampu merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, terampil mengendalikan suasana kelas agat tetap hangat, aman, menarik dan kondusif.

3)      Peran Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator, seorang guru dituntut memilki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi dalam proses pembelajaran. Dan terampil memilih, menggunakan, mengusahakan media pendidikan, serta mampu menjadi media (perantara) dalam hubungan antar siswa dalam proses belajar mengajar. Sebagai Fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar dan berguna serta dapat menunjang tercapainya tujuan dalam proses belajar-mengajar, baik yang berwujud narasumber, buku teks, majalah, surat kabar, maupun sumber belajar lainnya.
4)      Peran Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, seorang guru dituntut mampu melakukan proses evaluasi, baik untuk mengetahui keberhasilan dirinya dalam melaksanakan pembelajaran (feed back), maupun untuk menilai hasil belajar siswa. Untuk mewujudkan peran ini, seorang guru dituntut memiliki keterampilan sebagai berikut : Pertama, Mampu merumuskan alat tes yang valid dan reliable. Kedua, Mampu menggunakan alat tes dan non-tes yang tepat. Ketiga, Mampu melaksanakan penilaian secara objektif, jujur dan adil. Keempat, Menindak lanjuti hasil evaluasi secara profesional.
Diantara sekian banyak peran guru dalam proses belajar-mengajar yang dianggap paling dominan adalah sebagai evaluator. Dalam bukunya: The Role of the Teacher, Eric Hoyle mengemukakan tentang peran guru sebagai berikut :
Pertama, Sebagai bapak (Teacher of Father). Ia tahu apa yang ia perbuat dan semua yang diperbuatnya demi kepentingan sang anak. Kedua, Sebagai kakek (Teacher as Grand Father). Seorang kakek itu baik hati, suka bercerita kepada cucu-cucunya. Ketiga, Sebagai nenek (Teacher as Grand Mother). Sebagai tukang cerita. Keempat, Sebagai kakak tertua (Teacher as a Oldest Brother), selalu mengajak untuk bekerjasama. Kelima,  Sebagai paman (as an Uncle), suka memberi informasi dan berbagai ide. Keenam, Sebagai ipar (as Causin), mengajar muridnya tidak menaruh perhatian terhadap mereka dan biasanya ia memikirkan hal-hal lain, seringkali memperhatikan tugas pokoknya sendiri. Ketujuh, Sebagai sersan mayor (as Sergion Major), pengawal pasukan dengan disiplin ketat dan menggunakan catatan dari berbagai buku, selalu mengadakan parade senja untuk menghormati pimpinan pasukan. Kedelapan,  Sebagai Sigmund Freud, alat Bantu atau sarana untuk menyelesaikan konflik dan ketegangan. Kesembilan, Sebagai kelompok Psikoterapist (as Group Psikoterapist), menggunakan drama sebagai terapi. Kesepuluh,  Sebagai editor buku (Priten’s Reader), mengadakan koreksi terhadap tulisan sebuah buku sebelum dicetak. Kesebelas,  Sebagai guru, yang menyampaikan pengetahuan[6].

Sesungguhnya peranan guru itu tidak hanya terbatas oleh dinding-dinding kelas tempat ia mendidik siswanya. Ia punya tugas di dalam dan di luar kelas di sekolah serta di masyarakat[7]. Penelitian mengenai peranan guru, berupaya menemukan komponen-komponen penting pengajaran dan cara terbentuknya tingkah laku guru dalam sistem pendidikan yang telah dirancang adalah :
Pertama, tidaklah seperti halnya hukum, kedokteran, dan kebanyakan profesi lain, mengajar tidak memiliki bentuk ”mati”. Keahliannya bisa dijelmakan menjadi panduan kerja. Jadi, dalam mengajar banyak peluang improvisasi. Kedua, dibandingkan dengan profesi lain yang lebih tinggi, belajar beda pola penerimaan tenaga barunya, pendidikannya dan mobolitas karirnya. Karena merupakan profesi yang mudah penerimaannya. Ketiga, mengajar membentuk interaksi secara afektif dan terus menerus dan murid dan kelangsungan mengajar itu terisolir baik bagi guru maupun murid di kelas lainnya.[8]

Fenomena yang terjadi seputar pendidikan di negara modern, misalnya di India. Di India dan negara-negar miskin lainnya banyak diantara ruang sekolah hanyalah sedikit lebih baik daripada gubuk. Anak-anak itu tampak kurang makan, waktu sekolah mereka tidak teratur, guru mereka tidak memiliki apapun kecuali pendidikan yang paling sederhana. Anak-anak itu diajar dengan jalan menghafal dan apa yang di ajarkan sebagian besar adalah pengetahuan keagamaan tradisional[9].
2.      Fungsi Guru

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, internet maupun komputer yang paling modern. Banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dapat dicapai kecuali melalui pendidik. Demikianlah gambaran begitu pentingnya fungsi guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru. Di sekolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat seorang guru menjadi sauri tauladan bagi setiap warga masyarakat.
Fungsi guru cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidik yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah dalam arti yang luas, dan rasul, serta memahami risalah yang dibawanya[10].
Adapun fungsi guru adalah sebagai berikut:
1)      Fungsi Sebagai Pengajar (Instruksional)
Yaitu fungsi untuk melaksanakan tugas mengajar (to teach), tugas ini secara keguruan merupakan tugas tradisional. System instruksional dibentuk oleh 2 konsep, yaitu system dan instruction, yang diartikan sebagai suatu perangkat  dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi. Istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan suatu proses belajar mengajar. Disamping itu juga ada unsure lainnya yang menyempurnakan proses belajar mengajar ini, yaitu unsure komponen dan proses. Antara tujuan, komponen, dan proses memiliki hubungan yang saling menentukan.
Pada sistem instruksional sekurang-kurangnya memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi rencan dan proses (reality). Dalam dimensi rencana merujuk pada prosedur atau langkah-langkah yang seharusnya dilampaui dalam mempersiapkan  terjadinya proses belajar mengajar. Dalam dimensi realita merujuk pada interaksi kelas atau system  ruang kelas[11].
2)      Fungsi Sebagai Pendidik (Educational)
Fungsi ini bagi guru sebenarnya merupakan fungsi yang pokok yaitu fungsi untuk mendidik, sebab guru bukan hanya menjalankan tugas mengajar tetapi juga mendidik. Bahkan fungsi mendidik ini harus lebih diutamakan dan harus merupakan fungsi sentral guru. Dengan fungsi educationalnya seorang guru tidak hanya berusaha agar siswanya menjadi pandai tetapi ia akan berusaha agar siswanya menjadi orang dewasa yang berkepribadian baik. “Dunia pendidikan tidak pernah lepas dari guru yang merupakan komponen utama penggerak roda sekolah sekaligus ujung tombak pengentas kebodohan. Bisa dikatakan, guru adalah mata rantai dan pilar peradaban serta benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa”[12].
Seorang guru tidak hanya bertugas mengajar saja, tetapi juga mendidik agar siswa menjadi manusia dewasa yang mengamalkan nilai-nilai pancasila. Fungsi guru sebagai Educatian merupakan peran yang utama dan terutama, khususnya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Peran ini lebih tampak sebagai teladan bagi peserta didik, sebagai roll model, memberikan contoh-contoh dalam hal sikap dan perilaku dan membentuk kepribadian peserta didik[13].

3)      Fungsi Sebagai Pemimpin (Managerial)
Pengertian pemimpin disini adalah, pemimpin bagi diri sendiri, siswa maupun orang lain (masyarakat). Memimpin diri sendiri maksudnya adalah dapat mengarahkan, mengawasi, mengorganisasi, dan mengontrol kegiatan sendiri.
Memimpin siswa adalah memimpin/membimbing anak dalam belajar. Memimpin orang lain/masyarakat artinya seorang guru ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, menjadi teladan dan menggabungkan pikiran dari masyarakat. Dengan demikian tugas guru sebagai pemimpin tidak hanya terbatas dalam kelas (internal kelas) tetapi juga eksternal (diluar kelas).[14]

Sehubungan dengan fungsi guru yang ketiga ini yaitu managerial bisa di artikan tugas dan fungsi seorang manager adalah memenej orang-orang yang dipimpinnya agar mau berbuat sesuai dengan keinginannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Berkenaan guru sebagai manager kelas maka tugas dan fungsinya adalah menggerakan siswa-siswa nya dengan mempengaruhi, membimbing, memotivasi dan mengarahkan agar siswa-siswa itu berbuat atau berprilaku sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan proses belajar mengajar.



                [1]Sukadi, Guru Powerful, Guru Masa Depan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hal. 8-9.
                [2] H. Anwar Saleh Daulay, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Semarang: UPT UNNES PRESS, 2000), hal. 171.
                [3]Syarifuddin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006, hal. 24.
                [4]Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema : “Menjadi Guru Profesional dalam Era Teknologi  Informasi” di Medan, 25 April 2009.
                [5]Sukadi, Guru Powerful..., hal. 20-22.
                [6]Piet A. Sahertian, dkk, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1992), hal. 34-35.
                [7]Sriyono, dkk, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal.43.  
                [8]Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2000), hal. 165-166.
                [9]John Vaizey, Pendidikan di Dunia Modern, (Jakarta: Gunung Agung, 2003), hal. 15.
                [10]Ramayulis, Imu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 58.
                [11]Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 52.
                [12] http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/88373/17 diakses pada Tanggal 17 Juli 2018.
                [13]Suparlan, Med, Menjadi Guru Efektif, (Jogjakarta:Hikayat Publishing,2008), hal. 29.
                [14] Roestiyah N.K. dkk, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara,1998), hal. 81.