GURU DAN MINAT BACA SISWA
BAB DUA
GURU DAN MINAT BACA SISWA
A. Pengertian Guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[1]Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu. Tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa di mesjid atau di mushalla, di rumah dan sebagainya. Guru memang mengerti kedudukan yang terhormat, sehingga masyarakat tidak mengubah figur guru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individu maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentuk sumber daya manusia yang potensial.[2]Dengan demikian dapat dipahami bahwa guru itu merupakan satu-satunya unsur yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, terutama dalam pembentukan siswa sebagai sumber daya manusia yang potensial. Yang artinya seorang guru dalam dunia pendidikan, sehingga ia menciptakan kepandaian dalam masyarakat. Seperti orang-orang yang pintar dalam berbagai aspek kehidupan. Semua itu merupakan ketekunan mereka dalam mempelajari berbagai ilmu yang diterima guru, itulah yang dikatakan guru adalah pahlawan tanpa jasa.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan unsur manusia lainnya adalah anak didik.[3]Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima pelajaran dari guru di kelas.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa guru merupakan orang yang bertanggung jawab dan mempunyai wewenang penuh terhadap pendidikan anak, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam kelas guru memberikan bimbingan/tuntutan yang baik terhadap anak didik. Dengan demikian bermacam ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik di sekolah.
B. Tugas-Tugas Guru
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru merupakan orang yang paling utama bagi anak didik, karena guru sebagai panutan bagi kelangsungan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru mempunyai tugas dan fungsi, yang berkaitan erat dengan pelaksanaan pengajaran sebagai usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, pada prinsipnya jabatan guru memiliki banyak tugas baik yang berkaitan dengan dinas maupun di luar dinas, yaitu dalam bentuk pengabdian, karena manusia yang masih hidup bertugas sebagai guru, namun tergantung dari tingkat kewenangan yang dimiliki guru.
Tugas guru sebagai profesi meliputi tiga unsur, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman, yaitu:
�Tugas guru sebagai profesi meliputi, mengajar dan melatih, mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan kepada siswa.�[4]
Dengan demikian tugas guru sebagai profesi dititik beratkan pada kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar bagi setiap guru ada tiga tugas yaitu sebagai pendidik, pengajar dan pelatih yang mendewasakan anak didik dalam arti menciptakan generasi yang bertanggung jawab. Di antara tugas-tugas tersebut yang paling berat guru dan sangat penting untuk dilaksanakan tugasnya sebagai pendidik, yaitu guru harus mengusahakan semaksimal mungkin untuk mewariskan nilai-nilai luhur yang sesuai dengan konsep atau falsafah hidup bangsa dan berusaha mewujudkan sikap dan tingkah laku para anak didik ke arah yang lebih baik ditetapkan oleh pengajaran teoritis dan melalui keteladanan guru yang ditampilkan dalam pergaulan sehari-hari.
Tugas guru di sekolah tidak hanya menjadikan mata pelajaran, tetapi juga bertanggung jawab dan membentuk kepribadian anak menurut pola yang diinginkan. Guru tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga memperkembangkan potensi berfikir dan cara-cara mengatasi problema hidup yang meliputi semua aspek dan sifat-sifat serta kepribadian juga harus melakukan berbagai tugas dan tugas guru adalah membimbing aktivitas tersebut.
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah tugas guru kelas bukan hanya mengajar, akan tetapi meliputi seluruh aspek yang mendukung kelancaran program pengajaran di kelas. Tugas guru yang sangat penting dalam proses mengajar menyusun satu pelajaran diperlukan keterampilan dan keahlian yang memadai. Keterampilan itu meliputi keterampilan membaca, kurikulum dan menetapkan materi serta metode yang digunakan.
1. Guru Sebagai Pengajar
Dalam hal ini, peranan guru sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Sebagai pengajar guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan dengan berbagai sumber dan media. Ini berarti guru harus dapat mengembangkan cara dan berbagai kebiasaan belajar siswa dengan sebaik-baiknya. Sebelum proses pembelajaran berlangsung, terlebih dahulu guru mempersiapkan bahan-bahan seperti kurikulum, alat pelajaran, metode pengajaran dan waktu belajarnya. Semua merupakan hal penting dalam proses pembelajaran. Dengan adanya kurikulum, alat pembelajaran yang lengkap misalnya buku tulis, alat tulis dan laboratorium dapat memperlancar penerimaan pelajaran oleh siswa maupun yang digunakan oleh guru semakin baik pula hasil belajar yang diperolehnya.[5]
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus memiliki kompetisi dalam memberikan pembelajaran (mengajar) karena dengan adanya kompetisi (kemampuan dalam proses belajar dan mengajar), maka proses belajar dan mengajar akan lebih terarah dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Guru dalam konteks ini adalah faktor penentu berhasil tidaknya proses belajar dan mengajar yang memungkinkan interaksi hubungan antara anak didik dan guru sebagai pendidik, sehingga akan tercipta suatu proses belajar dan mengajar yang baik.
Tugas pokok seorang guru adalah sebagai pendidik dan pengajar. Dengan demikian guru harus memiliki kompetensi dalam mengajar, sehingga dapat melaksanakan tugasnya untuk menjadikan dirinya sebagai seorang pendidik. Seorang guru akan memberikan bimbingan sekolah, sedangkan tugasnya dalam proses belajar dan mengajar, seorang guru harus mampu mengarahkan pada tujuan intruksional.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh T. Raka Joni tentang kompetensi-kompetensi (kemampuan) dalam proses belajar di sekolah, antara lain:
1) Kemampuan (kompetensi) mengelola kelas
2) Kemampuan (kompetensi) mengelola program belajar mengajar
3) Kemampuan (kompetensi) mengelola kelas, media/sumber, menguasai landasan kependidikan, interaksi belajar dan mengajar
4) Kemampuan (kompetensi) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
5) Kemampuan (kompetensi) mengenai fungsi dan program pelayanan bimbingan penyuluhan
6) Kemampuan (kompetensi) menguasai dan menyelenggarakan administrasi sekolah
7) Kemampuan (kompetensi) memahami prinsip-prinsip dan mentafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[6]
Dari pendapat tersebut dapat dipahami, bahwa seorang guru dalam proses dan mengajar harus memiliki berbagai kemampuan, dengan tujuan agar kemampuan yang dimiliki seorang guru dapat meningkatkan kemampuan dan kualivitas pendidikan terhadap anak didik.
2. Guru Sebagai Pendidik
Dalam pelajaran sebagai guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia. Baik ditinjau dari sedikit masyarakat dan negara maupun dari sudut keagamaan. Untuk menciptakan anak didik (manusia) guru harus memiliki kepribadian yang baik.
Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan negara. Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara, sebagian besar bergantung kepada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru.[7]
Mendidik berarti mentransfer sebagai dasar disertai pula perangkat latihan keterampilan keguruan yang diperlukan kesemuanya itu akan menyatukan dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan yang akan traspormasikan pada anak didik, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu. Oleh karena itu banyak persoalan atau unsur yang harus dipelajari dan dikuasai oleh pendidik untuk tercapainya tujuan yang diharapkan.
Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik. Setiap guru tidak hanya mengajar pada waktu ia di depan kelas, tetapi juga mendidik, disamping membimbing para siswa untuk menguasai jumlah pengetahuan dan keterampilan (mengajar), guru juga membimbing siswanya mengembangkan segenap potensi yang ada di dalam diri mereka.
Dengan demikian pendidik diharapkan untuk mendidik anak didiknya agar menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh teladan dan sikap tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik/siswa dapat menghayati dan kemudian menjadi miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Bahwa tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik seorang warga negara yang baik menjadi seorang yang berpribadi baik.
Untuk membimbing yang efektif supaya anak berkembang dengan menjadi manusia dewasa, guru perlu mendalami psikologi tentang anak, bukan saja mempelajari teori tentang kepribadian dan psikologi tentang anak, bukan saja mempelajari teori tentang kepribadian dan psikologi anak, melainkan guru harus dapat menghayati kejiwaan anak dari dalam, walaupun anak tidak menceritakan dengan kata-kata segala perasaan dan penghayatan kejiwaannya.
Selain guru memerlukan suatu sikap yang sensitive terhadap perasaan yang halus dalam diri murid, di samping itu diperlukan intelejensi yang tepat untuk dapat memahami seluk beluk kesulitan anak yang tidak selalu dapat dinyatakan oleh anak, karena anak memang tidak mampu mengutarakan kesulitan yang disebabkan oleh kecemasan emosi yang labil. Guru tidak akan berwibawa, bila ia sendiri melaksanakan perbuatan yang ia nasehatkan atau diajarkan kepada murid.
Anak yang merasa didekati oleh guru, merasa dirinya diperhatikan dan berusaha belajar dengan baik tidak mau mengecewakan gurunya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru sebaliknya dengan segala kesadaran perlu membantu. Perkembangan anak sepenuhnya, supaya anak lekas menjadi manusia dewasa, yang stabil dan bertanggung jawab. Jika anak itu kurang menghayati rasa bahagia dan kurang kasih saying dalam hidupnya.
3. Guru Sebagai Pelatih
Di dalam belajar, anak membutuhkan bimbingan dan perhatian. Bimbingan ini perlu diberikan untuk mencegah usaha-usaha yang dapat mempengaruhi ketenangan dalam proses belajar sehingga siswa tidak akan mengalami kegagalan di dalam belajar, antara bimbingan dan perhatian sebagaimana yang dikutip oleh Slameto menjelaskan, �bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa dipertinggi, jiwa ini semata-mata tertuju pada suatu objek (benda) atau sekumpul objek.�[8]
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap topik yang dipelajarinya. Jika materi dipelajari tidak diperhatikan siswa, maka akan menimbulkan kebosanan sehingga tidak suka belajar lagi. Agar siswa dapat belajar dengan baik, diusahakan materi pelajaran selalu menarik perhatian sesuai dengan hobi dan bakatnya.
Siswa yang mempunyai perhatian harus senantiasa mendapat bimbingan tetapi jangan sampai berlebihan. Cara belajar siswa yang efisien sangat mendukung proses belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang dapat diartikan sebagai cara tepat, praktis, ekonomis, terarah sesuai dengan situasi dan tuntutan yang berguna dalam mencapai tujuan belajar.
Hal ini juga harus didukung oleh pemusatan pemikiran dan konsentrasi dalam belajar. Konsentrasi adalah pikiran terhadap suatu hal yang ingin kita kerjakan, atau menyampingkan hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan adanya pengetahuan dasar akan mudah dipahami pelajaran yang akan dipelajari dan mudah memahami pelajaran yang diajarkan. Demikian juga anak didik harus mampu menjaga kondisi dan situasi saat belajar, sehingga akan melakukan rutinitas belajar pikiran dalam keadaan rileks tidak terlalu lelah. Kelelahan seseorang sulit dipisahkan tetapi dapat membedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).
Kelelahan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan baik, harus menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajar sehingga perlu diusahakan kondisi bebas dari kelelahan.
- Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah segala bentuk pengaruh yang datangnya dari luar diri manusia, seperti: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membawa si anak ketingkat kedewasaan, dalam arti sadar dalam memikul tanggung jawab segala perbuatan secara moral. Dalam psikologi pendidikan disebutkan, bahwa pendidikan adalah �proses pertumbuhan yang berlangsung bakat dilakukannya perbuatan belajar�. Sedangkan pendidikan Islam mempunyai banyak definisi, yaitu sebagai berikut:
Pendidikan dalam keluarga merupakan pedoman dasar untuk pendidikan selanjutnya, baik dalam masyarakat maupun lingkungan sekolah. Sebagaimana yang disebutkan oleh M. Ngali Poerwanto, yaitu: �Tingkat permulaan bagi anak yang dilakukan dalam keluarga.�[9]
Keluarga yang memperhatikan pendidikan anaknya merupakan pendukung dalam pencapaian prestasi anak yang lebih baik, keluarga merupakan pendorong utama dari luar dalam menambahkan motivasi untuk belajar dan sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Zakiah Daradjat, yaitu:
Dalam berbagai kasus kejiwaan yang sering datang kepada ahli jiwa untuk meminta tolong, terlihat dengan nyata betapa besarnya pengaruh orang tua dalam terjadi kelainan, misalnya gejala yang banyak terjadi di kalangan pemuda, pelajar adalah menurut kemampuan untuk belajar, tidak mampu berkonsentrasi, sehingga mereka malas belajar, terbelakang di sekolah bahkan tidak mau belajar sama sekali.�[10]
Bahwa kebutuhan keluarga sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa, keluarga yang tidak harmonis merupakan salah satu faktor utama, yang terjadinya konflik di kalangan pelajar, baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat, dimana anak nakal suka menyeleweng, memberontak dan kasih saying orang tua. Sehingga, mempengaruhi terhadap perkembangan pendidikan anak. Akibat prestasi yang sicapai juga rendah.
Kewajiban orang tua adalah menjadikan anaknya waladun shalih/shalihah. Salah satu bahan menjadi shaleh adalah apabila si anak mempunyai ilmu pengetahuan tentang masalah yang dihadapi baik mengenai masalah keakhiratan maupun masalah keduniawian. Apabila orang tua tidak mampu mendidik/mengajar membaca/menulis dan mengajarkan ilmu pengetahuan supaya minta tolong kepada orang yang bisa mengajarkannya. Guru adalah orang yang melaksanakan tugas orang tua memberikan pendidikan dan mengajarkan kepada seorang anak akan tetapi tanggung jawab kemasyarakatan, dan pemerintah bertanggung jawab karena tanggung jawab atas kesejahteraan rakyat.
Terhadap pendidikan anak khususnya dalam pelajaran Islam kewajiban mengajar menulis dan membaca pada dasarnya adalah kewajiban orang tua. Orang tua harus mempertanggungjawabkan kewajibannya dan mengajarkan untuk menulis dan membaca. Sebagai dasar untuk bisa mengetahui ilmu pengetahuan.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lingkungan yang diadakan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan terhadap anak dengan berbagai pengetahuan. Sebagai lembaga pendidikan yang membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga yang tidak diperoleh anak dalam keluarga.
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang pertama dimasuki anak. Disinilah tempatnya sebagai pendidik untuk memberikan atau menyampaikan pengetahuan kepada anak, dan sekaligus membimbing anak dalam proses belajar sehingga anak terdorong untuk belajar.
3. Lingkungan Masyarakat
Pendidikan seorang anak bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan orang tua, tetapi juga tanggung jawab masyarakat. Lingkungan masyarakat adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi peningkatan prestasi pendidikan anak.
Lingkungan sosial dalam masyarakat yang sudah maju sangat mempengaruhi proses berpikir seorang anak, dimana anak telah dapat berpikir lebih maju. Sementara lingkungan yang masih tertinggal, hal ini menyebabkan lambannya cara berpikir seorang anak. Dari segi ilmu pengetahuan dalam bidang kebudayaan sesuai dengan dikemukakan oleh Muhammad Noor Syam, yaitu: �Hubungan pendidikan dengan masyarakat berdikap relatif, bahkan masyarakat yang sudah maju pula.�[11]
Dari kutipan di atas menunjukkan, bahwa lingkungan masyarakat yang baik akan membuat anak menjadi baik dan lingkungan yang tidak baik akan mendukung pendidikan untuk anak, karena sangat mempengaruhi prestasi belajar anak. Dan beberapa faktor yang cukup menentukan terhadap prestasi belajar anak, pengabdian faktor-faktor tersebut dalam proses belajar mengajar akan sangat menentukan prestasi belajar pada seorang anak.
4. Guru Sebagai Motivator
Kedudukan guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa agar lebih efektif dalam kegiatan belajar. Motivasi dapat dikatakan �sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan dan menjamin kelangsungan serta memberikan arah bagi kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai.�[12]
Dalam hal ini tugas guru sebagai pemberi pendorong atau berusaha merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar baik secara individu maupun kelompok.
Kebudayaan guru sebagai motivator dalam pembelajaran akhlak harus berperan aktif dalam membina kepribadiannya. Misalnya siswa yang mendapatkan angka delapan tersebut. Disinilah guru dapat berperan sebagai motivator untuk membentuk kepribadian yang baik. Hal ini sejalan dengan ungkapan Winarno Surachmad sebagai berikut:
Motivasi yang sehat perlu ditumbuhkan secara integral dalam dunia belajar, yakni dalam sistem nilai lingkungan hidup siswa itu dan ditujukan kepada pelajaran dengan tugas-tugas perkembangan siswa. Motivasi yang mempunyai daya penggerak yang besar ini biasanya adalah motivasi yang bersifat intrinksi.[13]
Pelajaran di atas, membuktikan bahwa keberadaan guru, khususnya guru sangat menentukan kepribadian siswa. Guru harus dapat memberikan motivasi dalam belajar demi memperoleh prestasi yang memuaskan, sekaligus dapat membentuk akhlaqul karimah dikalangan siswa. �Banyak dijumpai siswa yang pintar mempunyai keaptuhan yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai intelensi yang kurang.�[14]
Penjelasan di atas, membuktikan bahwa siswa yang mempunyai prestasi yang baik patuh dalam proses pembelajaran baik yang membuat tugas, tidak rebut.
Dengan demikian keberadaan guru sebagai motivator menjadi penting dalam pembentukan kepribadian siswa yang lebih baik
C. Pengertian Minat Baca
Minat adalah kemauan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan atau mencapai suatu tujuan.[15]Minat erat kaitannya dengan bakat, jika siswa memiliki bakat tanpa maka dengan sendirinya siswa mau melakukan segala sesuatu, namun minat tanpa bakat sulit bagi anak untuk menerapkan minat tersebut.
Minat baca pada dasarnya diartikan sebagai suatu rasa suka atau senang pada suatu kegiatan tertentu yang dapat diwujudkan melalui suatu aktivitas yang dapat mencerminkan kesenangan dan dapat mendatangkan rasa puas bila kegiatan itu dapat terpenuhi. Minat pada tiap-tiap individu pada dasarnya berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, seorang berminat kuliah di jurusan sastra Indonesia , sebaliknya jurusan tersebut harus benar-benar sesuai dengan minat dan bakat serta kemampuan yang dimilikinya. Begitu juga sebaliknya bila seseorang kurang berminat pada suatu kegiatan tersebut tidak akan memberi hasil yang memuaskan.
Hal tersebut pernah ditegaskan oleh B. SImanjuntak, bahwa �seorang yang kurang berminat dalam satu kegiatan, maka dapat menyebarkan motif yang ada pada seseorang tersebut, sama sekali menjadi hening.�[16]
Berdasarkan kutipan di atas, maka seseorang dalam melakukan sesuatu harus memiliki minat tertentu, sebab tanpa adanya minat akan menyulitkan seseorang pada sesuatu yang ingin dikerjakan. Minat dapat menimbulkan kegairahan dan kegembiraan terhadap sesuatu kegiatan serta rasa proses apabila kegiatan yang dikerjakan sesuai dengan minat yang dimilikinya.
Sehubungan dengan masalah di atas Slameto memberi pengertian minat adalah: �rasa pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara dirinya dengan di luar dirinya. Semakin dekat akan hubungan tersebut, maka semakin besar pula minat yang ditimbulkan.�[17]
Selain itu W.S Winkel mengemukakan minat adalah suatu kecenderungan yang menetapkan dalam subjek tertentu, untuk merasa tertarik dan senang, gembira, rasa puas bila sesuatu aktivitas kerja yang berkecimpung di dalamnya berdasarkan atas minat yang dimilikinya.�[18]
Sedangkan minat baca menurut Bimo Walgito mengemukakan �kemauan dan ketekunan seseorang untuk membaca segala beban bacaan yang mendatangkan informasi.�[19]
Mulyono memberikan definisi mengenai minat membaca sebagai berikut: �Minat membaca adalah aktifitas kompleks yang memerlukan sejumlah besarnya tindakan yang terpisah-pisah mencakup pengenaan pengertian, khayalan, pengamatandan ingatan.�[20]
Dari kutipan di atas nampaklah bahwa minat membaca adalah kemauan dan kecenderungan seseorang untuk membaca segala bahan bacaan yang merupakan sumber informasi, dan bahan bacaan lainnya tidak terbatas pada buku pelajaran, akan tetapi bahan bacaan lainnya seperti majalah, Koran, tabloid dan sebagainya.
Definisi minat baca yang telah dikemukakan di atas, maka minat baca adalah kecederungan untuk membangkitkan kemauan seseorang untuk melakukan sesuatu dan menyenangi berupa kegiatan, khusunya membaca baik membaca buku pelajaran maupun bahan bacaan bahan bacaan lainnya.
Minat merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh setiap manusia untuk memilih kecenderungan terhadap sesuatu yang disukainya. Soemadi Suryabrata mengatakan: �Minat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses belajar seseorang, bahwa belajar dengan minat memperbesar kemungkinan untuk cepat berhasil.�[21]
Minat merupakan faktor penting untuk menumbuhkan dan mendorong pribadi setiap siswa, tanpa harus menunggu perintah atau dukungan orang lain. Namun dalam perkembangan, siswa banyak memiliki minat, namun tanpa motivasi dari luar. Sulit kiranya siswa menentukan arah belajarnya. Untuk itu antara minat dan motivasi memiliki hubungan yang sangat erat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat sangat besar pengaruhnya terhadap kemauan belajar siswa dan memiliki hubungan dengan potensi-potensi lain.
D. Cara-Cara Membangkitkan Minat Baca
Dalam hal ini, salah satu faktor yang dapat menimbulkan motif ekstern di sekolah adalah guru, karena guru merupakan faktor yang utama dalam membangkitkan minat membaca anak, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan kepada anak didiknya, sangat mempengaruhi minat baca untuk membangkitkan minat baca pada siswanya, misalnya dengan cara memberikan bahan-bahan cerita menarik, kemudian memancing cerita yang menarik sehingga si anak terpancing untuk mencari bahan bacaan atau memberikan pertanyaan kepada anak. Membaca adalah �Suatu perbuatan yang sudah lumrah dan bersejarah, hampir semua orang sudah pernah melakukan kegiatan ini.�[22]
Seorang guru benar-benar dapat berperan sebagai pembangkit minat baca pada anak, terutama dalam mengarahkan untuk mebaca buku pelajaran, majalah, Koran yang ada hubungannya dengan pelajaran di sekolah.
Membaca merupakan pelajaran yang tertua dan kunci gudang dari segala ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam buku yang harus dicari dan dilaksanakan. Dengan membaca siswa dapat menggali berbagai ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam buku. Allah berjanji akan meninggikan orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Al-Mujadalah ayat 11, yang berbunyi:
?? ?? ???? ??? ?? ???? ???? ???? ?? ????? ???? ?? ?? ????? ??? ?????? ???
artinya : � Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[23]
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pembentukan keinginan membaca membutuhkan waktu yang relatif lama, maka salah satu faktor yang dominant untuk menciptakan kebiasaan membaca. Dengan adanya minat membaca maka siswa akan suka membaca berbagai bahan bacaan dan senantiasa memanfaatkan waktu dengan sebaliknya untuk membaca.
Faktor lain yang mempengaruhi dalam menumbuhkan minat membaca pada siswa adalah metode dipakai oleh guru. Kurangnya minat membaca siswa terhadap buku-buku lain yang disebabkan oleh metode yang dipakai oleh guru dapat membosankan siswa, sehingga mereka tidak tertarik untuk membaca yang diajarkan oleh guru. Djago Tarigan menyatakan bahwa �Guru harus memahami teori membaca dan guru harus dapat mengajarkan pelajaran dengan cara yang menarik, merangsang dan bervariasi.�[24]
Seorang guru dapat melakukan berbagai usaha dalam membangkitkan minat baca siswa antara lain mengetahui cara belajar siswa, kesulitan yang dihadapi, karena masing-masing memiliki kemampuan belajar belum tentu berhasil untuk siswa yang lain.
Dari kutipan di atas, bahwa membaca akan tumbuh jika ada kebiasaan, keterampilan dan pengetahuan tentang membaca. Minat membaca tidak akan tumbuh dengan begitu saja tanpa peran guru. Jadi kurangnya minat membaca pada dasarnya erat kaitannya dengan pembinaan atau bimbingan dari guru secara tepat dan budaya guru.
E. Pengadaan Fasilitas Pendukung Minat Baca Siswa
Salah satu sumber yang amat penting, adalah perpustakaan, yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan dengan membaca dalam pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang dipadukan. Sumber belajar lain adalah laboratorium dan fasilitas olah raga.[25]
Adanya suatu perpustakaan bagi setiap lembaga pendidikan terutama bagi sekolah dasar adalah sangat penting �tanpa adanya semua program pengajaran di sekolah tersebut tidak mungkin dapat dijalankan dengan penuh sebagai suatu sumber pengetahuan bagi para murid dan guru bahkan bagi masyarakat (terutama orang tua murid) yang ada di sekitar sekolah tersebut.�[26]Bahwa perpustakaan merupakan kekuatan dalam pengembangan pendidikan, maka perpustakaan harus membina kebiasaan murid untuk menggunakan perpustakaan.
Fasilitas merupakan sesuatu secara langsung membentuk terlaksananya pendidikan seperti adanya pendidikan perpustakaan dan rung belajar yang memadai. Dalam hal ini secara langsung dipergunakan dalam proses pembelajaran. Jika ingin mencapai tujuan pendidikan perpustakaan dimana setiap saat dibutuhkan dalam pendidikan baik guru atau anak didik.
Perpustakan sekolah dapat membantu siswa dalam mengatasi keterbatasan sekolah. Yaitu terlaksananya pada kurikulum, waktu, alat yang ada pada kemampuan tenaga mengajar, untuk memperluas pengetahuan para guru. Dengan adanya perpustakan sekolah dapat memberikan bimbingan atau dukungan bagi siswa yang berminat membaca.
Oleh karena itu perpustakaan digunakan dan dimanfaatkan sebanyak-banyaknya, buku bukanlah hiasan. Dari pelajaran di atas bahwa buku yang ada dimanfaatkan dibaca. Untuk itu ada beberapa jalan yang ditempuh, yaitu:
- Secara Force misalnya; memberikan tugas-tugas bacaan pada halaman tertentu, bab ditentukan kepada pelajar, sehingga untuk mempunyai keperluan yang mendesak untuk mengunjungi perpustakaan. Dan saling membutuhkan dengan adanya kerja sama antara petugas perpustakaan dengan tenaga pengajar.�[27]
- Adapun cara persuasif, bahwa perpustakaan baik gedung, ruangnya, merupakan suatu tempat yang menarik dan rapi berupa buku-buku baru yang menonjol, ditengah-tengah meja berupa bulletin yang memuat gambar-gambar yang bermutu pendidikan.
Perpustakaan harus berusaha memancing minat siswa mengfungsikan. Bila siswa datang keperpustakaan itu hanya untuk melihat gambar, petugas perpustakaan mulai berhasil sebagian tugasnya, akan lebih berhasil lagi bila ada siswa sambil melihat yang indah dan berusaha memegangnya dan mencoba. �maka lama kelamaan siswa tersebut akan merasakan betapa pentingnya perpustakaan sekolah, bila ada tugas yang tidak biasa diselesaikan sendiri, sehingga dia berfikir untuk mencari bahan perpustakaan.�[28]
F. Suasana Perpustakaan yang Nyaman
Perpustakaan adalah �Kumpulan bahan, pustaka baik berupa buku-buku maupun bukan yang berupa buku yang diatur sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya.�[29]Bahwa nilai suatu lembaga pendidikan itu tergantung pada kualitas dari kelengkapan dan kesempurnaan jasa yang diberikan oleh perpustakaan.
Penyeleggaraan perpustakaan sekolah bukan hanya untuk mengumpulkan bahan-bahan pustaka, akan tetapi dengan adanya penyelenggara yang sempurna perpustakaan sekolah diharapkan dapat membantu siswa dan guru dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam proses pembelajaran dan suasana dalam ruangan teratur dan rapi bagi para siswa dapat membaca dengan tenang dan nyaman. Maka dalam pengadaan bahan pustaka hendaknya mempertimbangkan kurikulum sekolah, serta selera para pembaca adalah siswa.
Perpustakaan sekolah tampak bermanfaat, apabila benar-benar mencapai tujuan pembelanjaran di sekolah. Indikasi manfaat tersebut tidak hanya berupa tingginya prestasi siswa, akan tetapi lebih jauh lagi �siswa manpu mencari, menemukan, menyaring dan menilai informasi, siswa-siswa terbiasa kearah tanggung jawab, siswa selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.�[30]
Disamping ini perpustakaan dapat dilakukan usaha peningkatan pembinaan kemampuan dan kebiasaan membaca serta menumbuhkan kebiasaan siswa. Hal ini tidak berarti semata-mata hanya buku-buku pelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran, sebab proses pendidikan yang sesungguhnya bukanlah sekedar memberikan ilmu kepada siswa, melainkan juga merangsang siswa untuk selalu memperkembangkan bakat dan kemampuannya. Untuk itu siswa sendiri pula aktif dan diharapkan tidak puas dengan apa yang diberikan oleh guru di ruang kelas.
Dalam hal ini perpustakaan dapat mengembangkan bantuan yang besar dan berguna. �para pengelola perpustakaan para guru tidak lepas dari tugas pembinaan serta agar mencintai dan menggunakan perpustakaan yang semaksimal mungkin,�[31]
Setiap sekolah menyediakan perpustakaan, namun perpustakaan yang disediakan ini ada yang lengkap dan tidak lengkap. Baik buku yang disediakan di perpustakaan tersebut kurang memadai, baik buku pendidikan agama maupun buku pendidikan umum. Sehingga perpustakaan tersebut kurang difungsikan. Oleh sebab itu banyak kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam memfungsikan perpustakaan tersebut. Mungkin kurangnya minat baca dari siswa itu sendiri, kurangnya motivasi dari guru-guru, dan kurangnya pelayanan jasa dan pengelola perpustakaan tersebut dan gedung perpustakaan yang sempit, sehingga sebagian mereka kurang memperhatikan perpustakaan sekolah.
Oleh karena itu semua buku harus diatur dengan rapi, ruangan yang bersih dan pengelolanya juga harus baik. Walaupun ruang yang tersedia sangat luas, buku yang tersedia sangat memadai, semua akan kurang berguna apabila tidak dikelola dengan sebaik-baiknya. Rungan yang tidak bersih yang menyebabkan siswa cepat bosan akhirnya maka tidak mau masuk ke perpustakaan. Hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak terhadap pengelolaan perpustakaan sekolah, sehingga perpustakaan sekolah cepat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Adanya perpustakaan sekolah dapat meningkatkan minat membaca siswa sehingga teknik membaca semakinlam semakin dikuasai oleh siswa. Selain itu dalam perpustakaan sekolah tersedia buku-buku yang sebagian besar pengadaannya disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Oleh sebab itu, kurang dapat kita katakan yang bahwa perpustakaan sekolah memiliki fungsi edukatif.
Perpustakaan tidak hanya sebagai tumpukan buku tanpa ada gunanya, tetapi secara prinsip-prinsip, perpustakaan harus dapat dijadikan atau berfungsi sebagai sumber informasi bagi setiap yang membutuhkannya. Dengan kata lain, tumpukan buku yang dikelola dengan baik baru dapat dikatakan sebagai perpustakaan, apabila dapat memberi informasi setiap yang memerlukannya.
[1] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 32.
[2] Ibid., hal 33.
[3] Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, cet IV, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hal 123.
[4] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), hal 4
[5]Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhnyai, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal 60.
[6] Raka Joni, Pengembangan Kurikulum IKIP/FKG Suatu Kasus Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi, (Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru LP3, 1980), hal 28-29
[7] EK. Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendidikan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: Bharatera Niaga Media, 1996), hal 138
[8] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal 56
[9] Witheringhton, Hc, Psikologi Pendidikan, Alih Bahasa M. Bukhari, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal 12.
[10] Zakiyah Daradjat, Problema Remaja Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal 5
[11] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Edukat5if, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal 45
[12] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal 45
[13] Winarno Surachman, Teknik Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1984), hal 62
[14] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal 65
[15] Muhibbisyah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1989), hal 23
[16] B. Simanjuntak, Minat dan Pembentukan Pribadi, (Bandung: Alumni, 1987), hal 18
[17] Slameto, Motivasi Belajar Siswa Suatu Pengantar, (Semarang: Satya Wacana, 1986), hal 182
[18] W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Madju, 1984), hal 30
[19] Bimo Walgito, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hal 38
[20] Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal 200
[21] Soemadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), hal 13
[22] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, cet XVIII, (Bandung: Mizan, 1998), hal 170
[23] Departemen Agama RI, Al-Qurandan Terjemahan, (Jakarta: Toha Putra Semarang, 1989), hal 910
[24] Djago tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Angkasa, 1987), hal 135
[25] Mastini Harjo Prakoso, Sistem Pembinaan Perpustakaan, cet I, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1982), hal 73
[26] Nurhayati S, Pengelolaan Perpustakaan, Jilid I, (Bandung: A;umni, 1984), hal 84
[27] Ibid., hal 88
[28] Ibid., hal 70
[29] Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal 5
[30] Ibid., hal. 5
[31] Staf Pengajar SMP, Stella Duce Tarakanita, Membina Perpustakaan Sekolah, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal 54.