Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Memilih Jodoh dan Hubungannya Dengan Pendidikan Anak

Memilih Jodoh dan Hubungannya Dengan Pendidikan Anak



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Secara kodrati setiap orang tua sejak zaman dahulu (Adam AS), hingga sekarang dan yang akan datang, berkeinginan untuk mendidik dan mengajar anaknya, namun bagi orang yang beriman hal itu bukan hanya sekedar menuruti dorongan kodratnya semata, tetapi lebih dari itu adalah dalam rangka melaksanakan perintah wajib yang telah digariskan oleh Allah Swt. Dengan demikian beban yang diberikan kepada orang tua agar bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya memang tumbuh dari naluri orang tua (faktor pembawaan).
Pemilihan jodoh sangat penting bagi seseorang untuk mengetahui latar belakang pribadi calon keluarga sebelum berlanjut pada terciptanya hubungan perkawinan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia atas dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dan menumbuh kesungguhan dalam berusaha mencari rizki yang halal[1].
Dalam pemilihan jodoh ini sebagaimana lazimnya baik pihak laki-laki (pemuda) maupun pihak perempuan (pemudi) mempunyai patokan atau penilaian yang dipenuhi pada masyarakat Muna penentuan pasangan hidup dinilai berdasarkan faktor: pertama, agamanya, kedua,bagus wataknya, ketiga, cantiknya, keempat, bagus tingkah lakunya.
Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang sesuai dengan yang dicita-citakan atau yang diangankan, demikian pula halnya dengan urusan perkawinan. Orang tua yang anaknya sudah akil baliq mengharapkan agar cepat menikah, namun bukan benikah yang asal menikah saja, namun harus sesuai dengan yang diharapkan dan yang dicita-citakan. Demi untuk melaksanakan pernikahan yang diharap dan dicita-citakan, maka sewajarnya ada pembatasan-pembatasan yang menjadi pengaman bagi tujuan dan cita-cita tadi di dalam suatu perjodohan.
Dalam tahapan persiapan ini, orang tua (calon ayah/ibu) lebih ditekankan untuk merencanakan suatu cita-cita dan keinginan yang suci, yaitu keinginan kehadiran dan kelahiran sang anak. Artinya, pada tahap ini tidak dapat dipisahkan pula denganplanning memilih calon pasangan sebagai elemen yang turut melaksanakan tanggung jawab peribadahan sebagai hamba-hamba Allah SWT. Berangkat dari niat suci inilah, cita-cita dan keinginan suci di atas, yaitu kehadiran sang anak akan menjadi sebuah keberkahan. Dengan demikian, jelaslah bahwa konsep dalam Islam begitu lengkap mengenai pendidikan anak dalam kandungan, di mana pendidikan secara tak langsung sudah dimulai sejak saat-saat memilih pasangan hidup, dan bila terdapat kekurang yakin dihati seorang baik laki-laki atau perempuannya. Disarankan untuk melakukan shalat Istikharah, dengan menyerahkan segala keputusan pada yang Maha Adil,maka kita tidak akan salah dalam mengahadapinya[2].
Dalam bukunya Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, Abdullah Nashih Ulwan mengutip sebuah hadis Rasulullah saw:
?????? ??????????? ???????? ???? ???????? ???? ??????? ????? : ????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? : ?????? ????????????? ???????????? ?????? ????????? ?????? ????????? ?????????????? ????????? ?????? ????????? ??????? ???????????? ?????????? ?????????????? ?(???? ???????)3
Artinya: Amru bin Syu�aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anakmu shalat pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan anak perempuan dalam tempat tidur mereka (HR. Abu Daud).

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, perintah salat dapat disamakan dengan puasa dan haji, yakni melatih anak-anak untuk melakukan puasa jika kuat dan menunaikan ibadah haji jika orangtuanya mampu. Rahasia yang terkandung adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah tersebut sejak masa pertumbuhannya[3].
Berdasarkan hadis di atas, orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan agama anak. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, di sekolah dan di lingkungan masyarakat. Semakin banyak pendidikan agama yang diterima anak, maka sikap, tindakan dan cara anak menghadapi persoalan hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Orang tua adalah pembina pribadi pertama dalam hidup anak di lingkungan keluarga karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi hidup anak sejak dilahirkan. Dalam keluarga anak mendapatkan pendidikan pertama dalam segala fungsi jiwanya sebagai modal dasar. Kehidupan beragama pada masa kecil sangat membekas pada diri seseorang dan pada umumnya akan mendasari bagi kehidupan spiritual pada tahap perkembangan berikutnya sampai ia memasuki masa dewasa.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pesoalan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari adalah aktifitas beragama yaitu ibadah. Agama apapun, ibadah merupakan ajaran yang tidak bisa dilepaskan karena ibadah adalah konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Tuhan. Dalam Islam ibadah diartikan sebagai sebuah hubungan kepada Allah swt. (hablunminallah), dan hubungan kepada sesama manusia (hablunminannas).
Mendidik anak pada hakikatnya merupakan usaha nyata dari orangtua dalam rangka mensyukuri karunia dan mengemban amanat Allah swt. Oleh karena itu pendidikan agama yang diterima merupakan hak anak. Dengan menyadari hakikat anak, orang tua diharapkan akan menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan hal ini, M. Fauzil Adhim mengklasifikasikan pendidikan ibadah bagi anak sesuai umur dan perkembangan jiwa anak sebagai berikut :
Pertama, Sejak dalam kandungan selama kurang lebih 9 bulan. Kebutuhan yang paling penting dalam masa ini adalah kerahiman (kasih sayang tulus) dari ibunya. Kedua, Selanjutnya adalah masa lahir sampai usia dua tahun, masa ini umum disebut masa bayi. Pada masa ini, anak memerlukan kasih-sayang dan perhatian yang melibatkan langsung dirinya untuk menuju kehidupan berikutnya. Ibu diharapkan membimbingnya untuk mengenalkan lingkungan sosialnya. Ketiga, masa thufulah atau masa kanak-kanak, yang berlangsung antara usia dua sampai tujuh tahun. Pada masa ini, anak butuh dikembangkan potensinya seoptimal mungkin, karena sedang aktif-aktifnya, cerdas-cerdasnya, peka-pekanya, gemes-gemesnya bahkan cerewet-cerewetnya. Inilah masa yang tepat untuk memberikan dasar-dasar tauhid anak melalui sentuhan dzauq (rasa), sehingga nantinya akan mempertajam akalnya. Menanamkan tauhid melalui dzauq akan lebih merangsang anak untuk memiliki tauhid yang aktif, kedalaman tauhid yang nantinya akan mendorongnya untuk bergerak melakukan sesuatu yang baik. Keempat,  usia 7 tahun, di mana anak memasuki tahap perkembangan tamyiz atau kemampuan awal membedakan mana yang baik dan buruk serta benar dan salah melalui penalarannya. Pada tahap ini anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syari�at (ibadah) yang sifatnya mahdhah maupun ghairu mahdhah, disamping tentunya pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan lain sebagainya secara simultan yang berlangsung hingga usia 12 tahun.[4]

Dari periodisasi dan klasifikasi di atas, maka orang yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan anak menuju taklif adalah orang tua. Sebagai realisasi tanggungjawab orang tua dalam pendidik dan menyampaikan materi-materi pokok pendidikan bagi anak, ada beberapa aspek yang menjadi urutan prioritas utama[5].
Lebih lanjut Nashih Ulwan menjelaskan bahwa dengan adanya pendidikan agama (ibadah) yang diberikan oleh orangtua sesuai dengan masa pertumbuhannya tersebut, maka ketika anak telah tumbuh dewasa akan terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, dan berserah diri kepada-Nya.[6]
Berkaitan dengan hal ini, Zakiah Daradjat memberikan argumen, bahwa apabila anak tidak terbiasa melaksanakan ajaran agama terutama ibadah dan tidak pula dilatih atau dibiasakan melaksanakan hal-hal yang disuruh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari seperti shalat, puasa, berdo�a dan lain-lain, maka pada waktu dewasanya nanti ia akan cenderung kepada acuh tak acuh, anti agama, atau sekurang-kurangnya ia tidak akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya, bila anak mendapat latihan dan pembiasaan agama, pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan akan agama.[7]
Sebagai wujud dari tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya, ada beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua, sebagaimana diungkapkan Chabib Thoha berdasarkan Al-Quran surah Luqman ayat 17 sebagai berikut :
??? ??????? ?????? ?????????? ???????? ?????????????? ??????? ???? ?????????? ????????? ????? ??? ????????? ????? ?????? ???? ?????? ?????????       )??????: ??(
Artinya:   Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Qs. Luqman: 17).

Pendidikan salat dalam ayat di atas tidak hanya terbatas tentang kaifiyat salat saja. Mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma�ruf nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul � Memilih Jodoh dan Hubungannya Dengan Pendidikan Anak.�
B.    Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Bagaimana hubungan memilih jodoh dengan pendidikan anak?            
2.     Bagaimanaperkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan anak?
3.     Bagaimanatanggung jawab orang tua dalam mendidik anak?               
4.     Bagaimana hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga?
C.    Penjelasan Istilah
Adapun istilah yang terdapat dalam judul skripsi iniyang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.     Memilih
Dalam kamus Bahasa Indonesia, memilih adalah menentukan (mengambil dsb) sesuatu yang dianggap sesuai dengan kesukaan (selera dsb): hati-hati kalau anda hendak kawan hidup;  mencari atau memisah-misahkan mana yang baik (besar, kecil, dsb).[8]
Adapun menurut penulis, memilih adalah menentukan pilihan dalam semua masalah.
2.     Jodoh
Jodoh dalam Bahasa Indonesia berarti pasangan hidup, seseorang dengan siapa kita akan menghabiskan sisa hidup kita[9]. Adapun menurut penulis, jodoh adalah pendamping hidup dalam menjalani kehidupan.
3.     Pendidikan
Hobby dalam Kamus Populernya menjelaskan kata didik yang artinya �Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.�[10]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan;proses, perbuatan, cara mendidik.[11]
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.[12]
Adapun menurut penulis, pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan untuk mewariskan nilai, norma hidup dan kehidupan generasi penerus.
4.     Anak
Anak adalah keturunan yang kedua, atau dengan istilah lain anak adalah manusia yang masih kecil pada umumnya. Batasan umur berkisar antara (0-6 tahun).[13]Anak juga dikatakan manusia yang belum mampu hidup sendiri, belum matang dari segala segi, orang yang belum dapat menjelmakan fungsinya secara sempurna, baik kecerdasan emosi dan hubungan sosial dengan orang lain, hidup masih tergantung pada orang dewasa dan belum dapat diberi tanggungjawab atas segala hal.
Sedangkan shaleh adalah sifat taat kepada Allah dan Rasul, dimana ketaatan itu berupa melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Sedangkan anak shaleh yang di yang maksudkan adalah anak yang mempunyai dasar-dasar keagamaan yang kuat, taat dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul.
D.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Untuk mengetahui hubungan memilih jodoh dengan pendidikan anak.             
2.     Untuk mengetahui perkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan anak.
3.     Untuk mengetahuitanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.                
4.     Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga.
E.    Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai memilih jodoh dan hubungannya dengan pendidikan anak. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan memilih jodoh dan hubungannya dengan pendidikan anak ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F.     Metodelogi Penelitian

1.     Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang ada berkaitan dengan teori-teori pendidikan, khususnya memilih jodoh dan hubungannya dalam mendidik anak. Di samping literatur tentang metodologi penelitian dan referensi lainnya yang berhubungan dengan variabel penelitian dengan cara membaca, menelaah dan menganalisa.
2.     Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada masa sekarang meliputi pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan memilih jodoh dan hubungannya dalam mendidik anak.
3.     Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
NO
Ruang Lingkup Penelitian
Hasil Yang diharapkan
1
Hubungan memilih jodoh dengan pendidikan anak.                   

1.     Faktor agama
2.     Faktor kecantikan
3.     Faktor keturunan
4.     Faktor kekayaan
2
Perkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan anak.

1.     Pengertian
2.     Tujuan
3
Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.
1.     Pendidikan Agama
2.      Pendidikan fisik
3.     Pendidikan psikologis
4.     Pendidikan sosial
5.     Pendidikan seksual
6.     Pendidikan finansial

Hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga.
1.     Mendidik
2.     Mengasuh

4.     Sumber Data

1)     Data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[14]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan (Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), Jakarta: Gema Insani, 2003, Abdul Jumali, Pernikahan Adalah Ikatan Lahir Batin Antara Pria Dan Wanita Untuk Melanjutkan Keturunan, Jakarta: Permata,  1986. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
2)     Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis karya M. Ngalim Purwanto Cet. XVI, yang diterbitkan Remaja Rosdakarya, 2004, Bagaimana Membimbing,  Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara Efektif,karya Schaefer, Charles, Terj. R. Turman Sirait, yang diterbitkan Restu Agung, 1997, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini karya, Slamet Suyanto, yang diterbitkan Hikayat, 2005.
5.     Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik Library Research yaitu menelaah buku-buku, teks dan literature-literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[15]Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi ini.
6.     Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[16]
G.   Kajian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang mengungkap tentang pendidikan anak, antara lain::
Nama: Adrami Nim: A. 284316/3266 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Bireuen Aceh dengan judul dengan judul skripsi Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Anak usia Dini Dalam Mengatasi Problematika Remaja metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode Deskritif dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.   Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan Agama Islam ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup Islam. Sebagai bagian yang menyatu (integral) dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut.
2.   Fungsi pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
3.   Pendidikan anak dimulai dari pendidikan orang tua di rumah dan orang tua yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap masa depan anak-anak mereka, Lembaga pendidikan prasekolah hanya merupakan lembaga yang membantu proses tersebut. Sehingga peran aktif dari orang tua sangat diperlukan bagi keberhasilan anak-anak.















[1]Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 3.

[2]Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 1.
3 Abu Daud, Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Al-fitiyan, 1980), hal. 495.

[3]Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 167.
[4] M. Fauzil Adhim, Mendidik Anak Menuju Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 16.

[5] M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 105.

[6]Ulwan, Tarbiyat al-Aulad �.., hal. 167-168.
[7] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 80.
[8]Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet.I, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 325.

[9] Ibid, hal. 325.

[10]Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central,  1997), hal 28.

[11]Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 204.

[12]Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media, 1992), hal. 14.
[13] Nur Islam, Mendidik..., hal. 56.
[14]Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,             (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[15]Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.

[16]Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.