Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

peluang sarjana syariah dalam profesi kepengacaraan dengan berlakunya Syari'at Islam di Aceh


BAB SATU
PENDAHULUAN



A.   Latar Belakang Masalah
Advokat Syariah adalah orang yang berprofesi sebagai pemberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Advokat (pengacara, penasehat hukum) yang merupakan salah satu dari catur wangsa penegak hukum lainnya seperti polisi yang telah memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas, fungsi dan profesinya.[1]Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas, fungsi dan profesinya, maka advokat telah memiliki dasar hukum yang kuat dan sama dalam catur wangsa penegak hukum.[2]
Lahirnya Undang-Undang Advokat dan dengan berlakunya Syari'at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam semakin memberikan peluang dan citra positif bagi sarjana (Advokat) Syari�ah. Namun adanya Undang-Undang ini dan awal dari sebuah tantangan yang harus dihadapi. Sesuatu yang sangat sulit diingkari, sering terdengar sorotan terhadap lulusan Fakultas Syari�ah antara lain disebutkan tidak berkualitas sehingga dianggap kurang mampu dan tidak siap pakai.
Sebenarnya, seorang advokat memerlukan pendidikan yang profesional dan memerlukan landasan intelektualitas, di mana yang bersangkutan harus menguasai suatu pengetahuan tertentu di bidang hukum melalui proses pendidikan hukum. Sedangkan pendidikan hukum di IAIN termasuk Fakultas Syari�ah telah menjalankan pendidikan yang profesional, ataukah masih terbatas pada proses pengajaran pada kemampuan akademik saja. Hal tersebut perlu dipertegas adalah dalam rangka menjawab bahwa profesi Advokat, hakim, konsultan hukum, atau Notaris memerlukan kemampuan profesional atau ketrampilan kerja dan siap pakai.
Sebagian besar dari lulusan Fakultas Syari�ah banyak menempuh jalur profesi peradilan agama dengan menjadi hakim atau panitera, lantas apakah saat ini dengan adanya Undang-Undang Advokat dan berlakunya Syari'at Islam di Aceh apakah posisi seorang alumni Fakultas Syari�ah dapat berkiprah menjadi advokat dan siap praktek dalam memberikan pelayanan jasa hukum baik ligitasi di semua lingkungan peradilan yang ada di Indonesia maupun ligitasi yang memberi jasa pelayanan hukum dalam segala bidang.
Untuk menjawab semua tantangan, peluang dan kesempatan yang sama menjadi advokat yang profesional, tentunya kurikulum yang ada pada Fakultas Syari�ah perlu penyesuaian terhadap kebutuhan, agar nantinya diharapkan lulusan Syari�ah mempunyai nilai plus bagi sarjana lainnya, karena semestinya sarjana (advokat) Syari�ah di samping menguasai ilmu hukum pada umumnya, juga pemahamannya terhadap hukum Islam muaranya nanti diharapkan tidak ada perbedaan dalam rangka berprofesi sebagai advokat.[3]
Peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif mulai dari pengangkatan, sumpah, status, penindakan dan pemberhentiannya. Mengenai orang yang dapat diangkat sebagai advokasi adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum baik dari lulusan Fakultas Hukum Umum, Hukum Militer, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan Fakultas Syari�ah. Dengan adanya ketentuan Undang-undang ini, maka kedudukan advokasi Syari�ah sama dengan Advokat lainnya dalam profesi kepengacaraan baik di dalam maupun di luar peradilan dalam memberi bantuan hukum bagi para pencari keadilan.
Persoalan tersebut didukung dengan pemberlakuan Syari'at Islam di Aceh yang telah terbuka lebar peluang bagi advokat dalam profesi kepengacaraan melalui peradilan syari�at Islam yang dijalankan oleh Mahkamah Syar�iyah.[4]
Dengan berlakunya Syari'at Islam di Aceh dan secara sosiologis didukung oleh masyarakat Aceh yang agamis, maka prospek dan peluang advokat syari�ah untuk berkiprah dibidang kepengacaraan semakin besar dan terbuka lebar di dalam maupun di luar peradilan. Di sini secara tidak langsung advokat syari�ah dituntut peranannya dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat untuk menyelesaikan persoalan dan permasalahan yang timbul dan memerlukan pemecahan, sebab advokat syari�ah peranannya sangat dibutuhkan dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, karena selain masyarakat Aceh khususnya yang agamis, dan didukung oleh lembaga peradilannya. Artinya, peradilan yang berjalan di Aceh adalah peradilan yang berdasarkan Syari�at Islam yang kewenangannya tidak hanya terbatas pada perkara perdata tertentu saja, tetapi juga menyangkut semua persoalan hukum termasuk muamalah dan jinayah.
Orang-orang yang berperkara di pengadilan agama yang mana setiap penyelesaian perkara menggunakan norma-norma yang bersumber dari ajaran Islam, juga orang yang memberikan bantuan hukum kepada para pihak yang berperkara harus orang-orang yang bisa dan menguasai norma-norma hukum yang bersumber dari ajaran Islam. Jadi, dalam hal ini advokat syari�ah yang merupakan orang yang berlatar pendidikan hukum Islam dan secara akademis dididik untuk menjadi advokat (pengacara) berpeluang besar untuk menekuni profesinya sebagai orang yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat khususnya dalam masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam yang telah dilaksanakan Syari'at Islam di semua aspek kehidupan, karena banyak persoalan hukum dan beranekaragamanya perkembangan kehidupan di mana hukum Islam semakin mendapatkan tempat yang proporsional, antara lain dalam bidang perkawinan, harta bersama, warisan dan sistem perbankan syari�ah. Dalam memecahkan persoalan tersebut, jika terjadi sengketa hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan syar�i karena pendekatan tersebut sesuai dengan keyakinan hukum masyarakat. Untuk itu, diperlukan tampilnya pengacara dari kalangan sarjana syari�ah yang berbasis keilmuannya yang relevan dengan permasalahan hukum masyarakat.[5]
Seperti dimaklumi bahwa lembaga IAIN sebagai penyelenggara bidang pendidikan di Indonesiamelalui Fakultas Syari�ah melaksanakan pendidikan hukum terutama hukum Islam. Tidak dapat dipungkiri juga beberapa disiplin hukum secara umum diajarkan juga, akan tetapi yang perlu diatasi apakah bobot setiap mata kuliah juga diajarkan telah memenuhi standar yang diharapkan.[6]

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana peluang sarjana syari�ah dalam profesi kepengacaraan dengan berlakunya Syari'at Islam di Aceh?
2.     Apa saja yang menjadi tantangan bagi sarajana syari�ah untuk menjadi advokat pada peradilan syari�ah dalam mewujudkan keadilan hukum pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh?

C.   Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dan kesalahpahaman dalam membaca serta mengikuti pembahasan skripsi ini, maka perlu dijelaskan pengertian-pengertian istilah yang terdapat pada judul skripsi ini. Adapun istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut:
1.    Prospek
Prospek adalah peluang, harapan, momen ke depan untuk memperoleh kesempatan untuk berkiprah sebagai pengacara dalam memberikan bantuam hukum kepada masyarakat di dalam dunia peradilan.
2.    Tantangan
Tantangan adalah kendala yang dihadapi dalam mengalami atau menghadapi sesuatu permasalahan yang menjadi penghalang bagi seseorang yang disebabkan oleh berbagai faktor.
3.    Pelaksanaan Syari'at Islam
Pelaksanaan Syari'at Islam terdiri dari tiga kata yang mempunyai makna yang berbeda. Pelaksanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata laksana yang diberikan imbuhan �pe� dan �an�. Laksana diartikan dengan laku atau perbuatan. Sedangkan pelaksanaan diartikan dengan menjalankan atau melakukan suatu perbuatan.[7]Sedangkan syari�at adalah suatu ketentuan hukum yang berlaku dan dijalankan oleh seluruh umat Islam.[8]Sementara itu Islam berasal dari bahasa Arab yang artinya menyerahkan diri, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan dengan tunduk patuh kepada segala peraturan.[9]Sedangkan Muhammad Abduh memberikan definisi Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dan terpelihara dan difahamkan dengan rapi dan teliti sekali oleh para sahabat beliau dan orang-orang yang hidup pada zaman sahabat itu.[10]
4.    Advokat Syari�ah
Advokat Syari�ah adalah sebuah sebutan kepada lulusan atau alumni Fakultas Syari�ah yang berprofesi sebagai pengacara dengan logika kefakultasannya untuk membedakan dengan sarjana hukum yang merupakan alumni Fakultas Hukum.

D.   Tujuan Penelitian
Dalam setiap melakukan sesuatu perbuatan tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula dengan pembahasan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui peluang sarjana syari�ah dalam profesi kepengacaraan dengan berlakunya Syari'at Islam di Aceh.
2.     Untuk mengetahui faktor menjadi tantangan bagi sarajana syari�ah untuk menjadi advokat pada peradilan syari�ah dalam mewujudkan keadilan hukum pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh.

E.   Metode Penelitian
Pada prinsipnya dalam setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode dan cara tertentu sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas. Dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode deskriptif analisisyaitu dengan membahas masalah-masalah yang timbul sekarang untuk dianalisis pemecahannya berdasarkan buku-buku dan sumber-sumber yang berkaitan untuk kemudian dicari jalan keluarnya. Berkaitan dengan topik dimaksud, maka dengan menggunakan metode di atas penulis akan mencoba memberi gambaran mengenai proses pembuatan suatu undang-undang dan juga hal-hal yang menyebabkan terjadinya perubahan di kemudian hari.
Teknik pengumpulan data, pertama dilakukan dengan studi kepustakaan (library research) yaitu menelaah dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan topik masalah. Kedua, metode penelitian lapangan (field research), yaitu dengan mengadakan penelitian pada Mahkamah Syar�iyah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten, seperti Mahkamah Syar�iyah guna mendapatkan data-data yang diperlukan dalam proses penulisan karya ilmiah.
Dalam penyusunan dan penulisan berpedoman kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswadan Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan oleh Fakultas Syari�ah IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh tahun 2001. Sedangkan untuk penerjemahan ayat-ayat Al-Qur�an digunakan Al-Qur�an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1992.

F.   Sistematika Pembahasan
Untuk melengkapi pembahasan skripsi ini, maka penulis merasa perlu menyusun sitematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
Bab dua merupakan bab teoritis yang memaparkan tentang tinjauan umum tentang advokat syari�ah yang terdiri dari definisi dan fungsi advokat syari�ah, kedudukan advokat syari�ah, persyaratan advokat syari�ah dan yurisdiksi advokat
Bab ketiga merupakan bab inti yang membahas tentang prospek dan tantangan advokat syari�ah dalam rangka pelaksanan Syari�at Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi pelaksanaan fungsi advokat, responsif kalangan advokat, proses penegakan hukum di kalangan advokat syari�ah, peluang dan tantangan advokat syari�ah dalam profesi kepengacaraan, dan realitas kepengacaraan dalam advokasi syari�ah.
Bab empat merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan saran-saran yang berguna seputar topik pembahasan.




[1]Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 6

[2]Matari E., Tendensi Diskriminasi Hukum dan Run Advokat, Mimbar Hukum, No. 61 Tahun XIV 2003, hlm. 23
[3]Djayusman MS., Prospek Sarjana dalam Profesi Kepengacaraan di Peradilan Agama, Makalah Disampaikan dalam Studium General Pusat Studi dan Konsultasi Hukum (PSKH) Fakultas Syari�ah IAIN Sunan Kalijaga, (Yokyakarta: 22 Mei 2001), hlm. 2

[4]Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari�at Islam.
[5]Taufiq, Sarjana dan Problematika Kepengacaraan, Mimbar Hukum No. 61 Tahun XIV 2003, hlm. 5

[6]Abdul Gani Abdullah, Fakultas Syari�ah; Fungsi, Tugas dan Kekeluargaannya, Mimbar Hukum No. 11 Tahun IV, (Jakarta: DIBINPERA Departemen Agama, 1993), hlm. 15
[7]Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amanah, t.t., hlm. 259

[8]Abdul Fatah Idris, Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hlm. 2

[9]Aboebakar Atjeh, Filsafat Akhlak dalam Islam, Cet. I, Semarang: Ramadhani, 1971, hal. 21

[10]Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Terj, Firdaus AN, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hal. 193