Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Ihsan


BAB II

APLIKASI SIFAT IHSAN DALAM PENDIDIKAN


A.    Pengertian Ihsan 

Menurut lughah (bahasa), Al-Ihsanberasal dari kata  ahsana-yuhsinu-ihsanan yang artinya membaguskan. Ihsaana ilaihi artinya berbuat baik kepadanya[16]. Dalam sebuah riwayat hadist ketika Rasul Saw. ditanya tentang iman, islam, dan ihsan, dan tatkala Jibril as. menanyai Rasul Saw. tentang apa itu ihsan beliau menjawab, ihsan yaitu menyembah atau beramal kepada Allah Swt. seolah-olah engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak melihat-Nya maka yakinlah bahwa sesungguhnya Allah Swt. melihat engkau.[17]
Ihsan adalah kebajikan, tetapi bukan sekedar kebajikan biasa. Ia adalah puncak kebajikan. Kata ini digunakan untuk dua hal, pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar memberi nafkah atau nikmat. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam daripada kandungan makna �adil� karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perbuatan mereka kepada anda, sedang ihsan adalah memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda. Adil adalah mengambil semua hak anda atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda terima.[18]
Dalam hadits Nabi menjelaskan, �Ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.� Maka ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadah. Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti sesunggunya. Karena itu, seperti dikatakan Ibn Taimiyah di atas, ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna ihsan lebih meliputi daripada iman lebih meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam. Sebab dalam ihsan sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana iman sudah terkandung Islam.[19]
Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara  harfiah  berarti "berbuat baik."Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang  yang  ber-iman disebut  mu'min  dan  yang   ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman ialah  yang  paling baik  ahlaqnya,  sebagaimana  disebutkan  dalam  sebuah hadits. Dirangkaikan dengan sikap pasrah kepada  Allah atau  Islam,  orang yang ber-ihsan disebutkan dalam Kitab Suci sebagai orang yang paling baik keagamaannya:
?????? ???????? ?????? ???????? ???????? ???????? ??? ?????? ???????? ????????? ??????? ???????????? ???????? ?????????? ?????? ???????????? ????????) ??????:???(
Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.(Qs.al-Nisa:125).

Jika kita renungkan lebih jauh, sesungguhnya makna-makna di atas itu tidak berbeda jauh dari yang secara umum dipahami oleh orang-orang muslim, yaitu bahwa dimensi vertikal pandangan hidup kita (iman dan taqwa, hablu min Allah, dilambangkan oleh takbir pertama dalam shalat) selalu dan seharusnya, melahirkan dimensi horizontal pandangan hidup kita (amal salih, akhlaq mulia, hablu man al-Nas, dilambangkan oleh ucapan salam atau taslim pada akhir shalat). Jadi makna-makna tersebut sangat sejalan dengan pengertian umum tentang keagamaan. Maka sebenarnya disini hanya dibuat penjabaran sedikit lebih mendalam dan penegasan sedikit lebih kuat terhadap makna-makna umum itu.
Terhadap hamba, ihsan tercapai saat seseorang memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga dia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuknya, sedang ihsan antara hamba dengan Allah Swt. adalah leburnya diri, sehingga dia hanya melihat Allah Swt. Karena itu pula ihsan antara hamba dengan sesame manusia terwujud ketika dia tidak lagi melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah Swt. maka itulah yang menyandang sifat ihsan dan ketika itu pula dia telah mencapai puncak dalam segala amalnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ihsandalam pembahasan ini adalah  menyampaikan setiap kebaikan kepada kepada orang lain  semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap manusia. Dalam Al-qur�an surat Al-qashash ayat 77 Allah Swt. menjelaskan:
????????? ?????? ?????? ??????? ???????? ?????????? ????? ????? ????????? ???? ?????????? ????????? ????? ???????? ??????? ???????? ????? ?????? ?????????? ??? ????????? ????? ??????? ??? ??????? ?????????????? (????? : ?? )
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs. Al-Qashash: 77).

            Sesungguhnya agama Islam mewajibkan kepada para pengikutnya (berbuat baik) dalam segala hal dan tidak ridha dari para pengikutnya menyukai keburukan atau melakukannya. Maka sesuatu yang diajak oleh agama kita adalah yang tertinggi dari perbuatan kita sehari-hari yang salah yang merancukan gambaran akhlak dalam agama ini. Bahkan sesungguhnya tumpukan (dosa) di masa jahiliyah yang membebani pundak orang yang baru mendapat petunjuk, ia tidak bisa bebas darinya kecuali dengan taubat yang benar dan memperbaiki amal perbuatan.
            Ihsan juga berarti profesional dalam bekerja, baik dalam pelaksanaan, dan bagus dalam memberi yang meliputi fenomena kehidupan seorang laki-laki yang benar-benar baik. Maka jika engkau melihat akhlaknya engkau menemukan akhlaknya yang baik, dan sesungguhnya orang yang paling dicintai dan paling dekat kepada Rasulullah Saw. adalah (Yang paling baik akhlaknya darimu). Dan apabila engkau melihat kepada semua perbuatan orang yang baik niscaya engkau menemukan perbuatan ihsanpadanya secara umum, karena itulah Rasulullah Saw. mengabarkan bahwa termasuk sebaik-baik manusia adalah Orang yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya. Sesungguhnya semua aspek kehidupan merupakan lahan untuk menaiki tangga kebaikan, karena itulah larangan mengharap kematian
Maka ihsan menggiringnya kepada taubat dan introspeksi diri sebelum tibanya kematian. Sehingga gambaran membunuh (dalam qishash) dan menyembelih, gambaran perbuatan keras yang bisa diisi dengan perbuatan ihsan sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:
???? ????? ??????? ??????? ????? ?????? ?????? ????? ?????? ???? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? ????? : ????? ????? ?????? ???????????? ????? ????? ??????? ??????? ?????????? ???????????? ??????????? ??????? ?????????? ???????????? ??????????? ??????????? ?????????? ?????????? ?????????? ????????????)???? ????(
Artinya: Dari Abu Ya�la Syaddad bin Aus radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu �alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya. (HR. Muslim)[20]

            Shalat merupakan salah satu sarana untuk menanamkan sifat ihsan di dalam jiwa karena ia menghalangi dari perbuatan keji dan munkar dan seorang mukmin berdoa dengan dosa yang ma'tsur:
??????????? ?????????? ?????????? ???????????? ? ?????????? ???????????? ? ??? ??????? ????????????? ?????? ?????? ? ??????? ??????? ???????????? ? ????????? ???????????? ? ??? ????? ?????????? ?????? ??????)???? ????(
Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kepadaku untuk berbuat sebaik-baik amalan, sebaik-baik akhlak, tidak ada yang bisa menunjuki untuk berbuat sebaik-baiknya kecuali Engkau. Dan lindungi kami dari jeleknya amalan dan jeleknya akhlak, dan tidak ada yang melindungi dari kejelekannya kecuali Engkau. (HR. Muslim)[21]

            Medan jihad merupakan salah satu kesempatan naik dengan akhlak, membersihkan tabiat buruk, dan menambah dalam ihsan. Disebutkan dalam sunan Ibnu Majah: "Wahai Aktsam, berperanglah bersama selain kaummu niscaya baik akhlakmu dan engkau mulia bersama teman-temanmu'[22]  Biasanya keluar (dari wilayahnya,) termasuk yang berat terhadap jiwa dan bergabung bersama kaum yang lain dalam jihad fi sabilillah merupakan kesempatan untuk mendapat pengaruh kebaikan yang ada di sisi mereka dan memperbaiki budi pekerti dengan mengikuti yang paling utama yang nampak dari mereka. Pergaulan singkat biasanya menampakkan yang terbaik di sisi orang lain dan menutupi segala kekurangan yang nampak dalam pergaulan yang lama.
            Di antara gambaran ihsan yang tertinggi selamat bagi orang yang bisa sampai kepadanya bahwa engkau membalas keburukan dengan kebaikan dan engkau mengikuti  kebaikan yang ada pada setiap orang. Tarbiyah Qur`ani menumbuhkan dalam jiwa seorang mukmin gambaran ihsan, karena dia diminta merenungkan kebaikan Allah Swt. kepadanya berupa nikmat-nikmat yang tak terhingga, dan dia dituntut berbuat baik kepada makhluk Allah Swt. di dunia ini.          Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah Swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah Swt. Rasulullah Saw. Pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, Islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan.
B.    Ihsan Dalam Al-Qur�an dan Hadits

Al-Qur`an banyak sekali anjuran bagi seseorang agar berbuat baik untuk mendapatkan cinta Allah Swt., jaminan mendapat dukungan, tidak hilang pahala, dekatnya rahmat darinya, dan diberikan hukum dan ilmu sebagai balasan perbuatan baiknya, dan untuknya di akhirat al-Husna(surga) dan tambahan (melihat Allah Swt. di surga), keselamatan, dan apa yang dikehendakinya.  seperti yang di jelaskan oleh Allah Swt. didalam Alquran surat Yunus ayat 26 sebagai berikut:
??????????? ??????????? ?????????? ??????????? ????? ???????? ??????????? ?????? ????? ??????? ??????????? ????????? ?????????? ???? ?????? ??????????????? : ???
Artinya:  Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.dan mereka tidak ditutupi debu hitam dan kehinaan, mereka itulah penghuni surga, mereka kekal didalamnya.                    (Qs. Yunus: 26).

Dari keterangan ayat di atas dapatlah kita lihat betapa banyaknya lahan perbuatan baik. Jika ia ingin berbuat baik, maka dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan jika ia menghendaki ucapan maka siapakah yang lebih baik ucapan darinya kecuali orang yang menyeru kepada kebaikan. Dialah yang mengatakan kebaikan kepada manusia. Jika ia menyuruh maka dengan adil dan ihsan. Dia yang menyuruh manusia agar mengucapkan yang terbaik. Dan jika ia menolak orang-orang yang menentangnya atau berdebat dengan mereka maka dengan cara yang terbaik. Dia berbolak balik dalam gambaran ihsan sebagai pekerja dengannya dan mengajak kepadanya. Kita juga dilarang untuk termasuk kepada  orang yang zalim kepada diri mereka sendiri yang jauh dari rahmat Allah Swt.
Maka kita harus menjadikan Allah Swt. sebagai tujuan dan menambah perbuatan ihsan niscaya Allah Swt. meluruskan langkah dan menjadi penolong terhadap orang yang memusuhi kita dalam kehidupan. Disamping dari pada itu rasulullah juga sangat menganjurkan kepada umatnya untuk berbuat ihsankepada umatnya dalam segala hal. Pentingnya sifat ihsan dan melakukan kebaikan didalam kehidupan diantaranya adalah[23]:
-      Agama kita mengajak kepada perbuatan ihsan.
-      Di antara gambaran ihsanadalah (baik islamnya dengan taubat yang benar).
-      Ihsan dalam bekerja adalah mantap/profesional.
-      Ihsan kepada makhluk.
-      Ihsan dalam mengambil kesempatan hidup.
-      Ihsan lahir dan batin.
-      Dosa merupakan penolong di atas ihsan.
-      Jihad menolong berbuat ihsan.
-      Gambaran ihsan yang tertinggi adalah membalas keburukan dengan kebaikan.
-      Semua sektor dakwah adalah perbuatan ihsan.
-      Bermanis muka ketika bertemu para sahabat merupakan bagian dari perbuatan ihsan yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim yang sejati.               
C.    Anjuran Berbuat  Ihsan  

Alquran juga memaparkan dengan rinci tentang sifat, moralitas tertinggi, dan pola pikir khas orang-orang beriman. Lebih jauh, di dalam Kitab-Nya, Allah Swt. menyanjung kualitas-kualitas moral semacam itu, seperti keadilan, kasih sayang, rendah hati, sederhana, keteguhan hati, penyerahan diri secara total kepada-Nya, serta menghindari ucapan tak berguna.
Titik pandang sebuah masyarakat yang jauh dari moralitas Alquran (masyarakat jahiliyah) terhadap tingkah laku yang secara sosial bisa diterima bisa saja berubah, sesuai dengan tahapan waktu, suasana, budaya, peristiwa-peristiwa, dan manusianya sendiri. Akan tetapi, perilaku dari mereka yang kokoh berpegang pada ketetapan hukum Alquran tetap tak tergoyahkan oleh adanya perubahan kondisi, waktu, dan tempat. Seseorang yang beriman senantiasa tunduk-patuh kepada perintah dan peringatan Alquran. Karena itulah, ia mencerminkan akhlaq terpuji.
Kita dapat melihat didalam Islam sejumlah contoh perilaku yang layak mendapat penghargaan sesuai penilaian Allah Swt. Akan tetapi, kami tidak menguraikan semua kualitas perilaku terpuji dari orang-orang beriman yang secara panjang lebar telah tertera dalam Alquran. Kami hanya memfokuskan perhatian pada moralitas terpuji yang masih terselubung dengan segala keagungan-keagungannya yang terpendam. Ada beberapa anjuran dalam Islam yang harus diperhatikan oleh segenap manusia. Diantaranya adalah:
1.     Membersihkan jiwa.
Allah Swt. menyeru orang-orang beriman supaya membersihkan (menyucikan) diri mereka, yang sesuai dengan fitrah jiwa mereka dan sunnah alam. Kesucian dianggap sebagai satu bentuk lain dari ibadah orang beriman dan, merupakan satu sumber kelapangan dan kesenangan yang besar bagi mereka sendiri. Allah Swt. memerintahkan orang beriman agar memperhatikan kesucian jiwa dan raga. Nabi kita Saw. juga menekankan pentingnya memelihara kesucian. Pengertian qur`ani tentang kesucian berbeda makna dengan yang dipahami oleh masyarakat awam. Menurut Alquran, suci adalah keadaan yang dialami dalam jiwa seseorang. Demikianlah, kesucian berarti seseorang telah sama sekali membersihkan dirinya dan nilai-nilai moral masyarakatnya, bentuk pola pikirnya, dan gaya hidup yang bertentangan dengan Alquran. Dalam hal ini, Alquran menganugerahkan ketenangan jiwa kepada orang-orang beriman.
Tahap awal dari keadaan suci ini berwujud dalam pemikiran. Tak diragukan lagi, ini merupakan satu kualitas terpenting. Kesucian jiwa yang dialami manusia tersebut akan terpancar dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian, moral terpuji orang tersebut akan nyata bagi siapa saja. Manusia yang berjiwa suci akan menjauhkan pikirannya dari segala bentuk kebatilan. Mereka tidak pernah berniat menyakiti, cemburu, kejam, dan mementingkan diri sendiri, yang semuanya merupakan perasaan tercela yang diserap dan ditampilkan oleh orang-orang yang jauh dari konsep moral Alquran. Orang-orang beriman memiliki jiwa kesatria, karena mereka merindukan moral terpuji. Inilah sebabnya, terlepas dari penampilan ragawi, orang-orang beriman pun menaruh perhatian besar pada penyucian jiwa mereka dengan cara menjauhi semua keburukan yang muncul dari kelalaian dan mengajak orang lain untuk mengikuti hal yang serupa.
2.     Menjaga Kesucian Ragawi
Orang beriman berupaya membina suatu lingkungan yang mirip dengan surga. Di dunia ini, mereka ingin menikmati segala sesuatu yang akan Allah Swt. anugerahkan kepada mereka di surga. Sebagaimana kita pahami dari Alquran, kesucian ragawi merupakan salah satu dari kualitas-kualitas yang dimiliki manusia surga.seperti firman Allah Swt. di dalam Alquran surat Ath-thuur ayat 24  yang berbunyi:
????????? ?????????? ????????? ??????? ??????????? ???????? ?????????? )?????:??(
Artinya: Dan berkeliling disekitar mereka anak anak muda untuk (melayani) mereka,seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan (Qs. ath-Thuur: 24).

3.     Berbicara dengan suara lembut.
Tinggi rendahnya (intonasi) suara adalah bagian penting dari ungkapan perasaan positif seseorang. Bagaimana seorang menggunakan intonasi mencerminkan kualitas orang bersangkutan. Bahkan, suara merdu sekalipun dapat menyakiti jika diartikulasikan dengan tidak sepatutnya Allah Swt.
Seseorang yang bicara dalam suara keras atau menghardik orang lain tidak akan memberi kesan menyenangkan pada pihak lain. Di samping itu, pada kebanyakan kasus, hal seperti ini terasa tak tertahankan, seperti mendengarkan raungan keledai. Dengan kata lain, cara orang bicara adalah hal yang penting. Suara orang yang sedang dirundung berang mungkin terdengar tak mengenakkan, meskipun suara lelaki atau perempuan itu, dalam suasana normal, mungkin terasa sedap ditelinga. Sebaliknya juga begitu, seseorang dengan lantunan suara tak sedap bisa saja terdengar lebih merdu kalau mengikuti nilai-nilai terpuji dari Alquran. Suara merdu, di pihak lain, mungkin saja terkesan menyerang dan tak tertahankan, jika orang itu angkuh dan berkesan menyakitkan. Karena suara orang tersebut, yang merupakan pantulan sifat negatif diri, baik lelaki atau perempuan, cenderung berkeluh kesah dan menghasut.
Sebagaimana halnya suara, mereka yang berakhlaq mulia selalu memiliki sifat rendah hati, santun, bersahaja, damai, dan konstruktif. Dengan sudut pandang positif dalam kehidupan, mereka selalu ceria, bersemangat, cerah, dan gembira. Sifat sempurna ini, yang timbul dari kehidupan dengan akhlaq perilaku seperti dijelaskan dalam Alquran, termanifestasikan dalam lantun suara seseorang. Sebaliknya, orang yang buruk pertengkarannya adalah orang yang bertengkar atau berdebat dengan suara yang tidak sopan dengan mengeras-ngeraskan suara,tidak menjaga kesopanan, sehingga bersahut-sahutan yang menyebabkan perang mulut hanya untuk memperoleh suatu maksud�.[24]
4.     Berbudi Baik
Alquran menginformasikan kepada kita bahwa manusia beriman pada kenyataannya adalah orang-orang yang sangat bermurah hati. Akan tetapi, konsep Alquran tentang akhlaq mulia agak berbeda dari yang secara umum ditemukan dalam masyarakat. Manusia mewarisi sifat santun dari keluarga mereka atau menyerapnya dari lingkungan masyarakat sekitar. Akan tetapi, pengertian ini berbeda dari satu strata ke strata lain. Wujud keluhuran budi yang berlandaskan nilai-nilai qur`ani,walau bagaimanapun, melebihi dan di atas nilai dari pemahaman mana pun, karena ia tidak akan pernah berubah, baik oleh keadaan maupun manusia. Mereka yang menyerap unsur akhlaq mulia, sebagaimana pandangan Alquran, memandang setiap manusia sebagai hamba-hamba Allah Swt., dan karena itu memperlakukan mereka dengan segala kebaikan, walaupun tabiat mereka mungkin saja tidak sempurna. Orang-orang semacam ini menjauhi penyimpangan dan tingkah laku yang tidak patut, teguh dalam pendirian, bahwa berketetapan dalam kebaikan mendatangkan kasih sayang Allah Swt.
Orang-orang beriman juga harus sangat berhati-hati terhadap cara mereka memperlakukan orang tua mereka sendiri. Didalam Alquran, Allah Swt. memerintahkan supaya mereka diperlakukan dengan segala kebaikan, Satu contoh dalam surah Yusuf menegaskan pentingnya menghormati orang tua. Nabi Yusuf a.s. pernah dipisahkan dari keluarganya, untuk waktu lama, karena saudara-saudaranya menjebloskan beliau ke dalam sebuah sumur. Tak lama kemudian, beliau ditemukan oleh satu rombongan pedagang yang membawanya ke Mesir dan menjualnya sebagai budak. Kemudian, karena dakwaan palsu, dia dijebloskan ke penjara selama bertahun-tahun, dan dibebaskan, hanya berkat pertolongan Allah Swt., untuk diangkat menjadi bendahara kerajaan Mesir.
5.     Ramah Tamah terhadap sesama
Bagi umat beriman, yang mengikuti moralitas Alquran, memuliakan tamu mereka merupakan wujud kepatuhan pada salah satu perintah Allah Swt. serta satu kesempatan untuk mengaplikasikan moralitas yang tinggi. Sebab itulah, hamba-hamba beriman menyambut tamu-tamu mereka dengan penuh takzim.
Alquran secara khusus menekankan perhatian agar manusia beriman menunjukkan akhlaq mulia kepada tamu. Sebelum yang lain-lainnya, manusia beriman menyuguhkan hormat, cinta, damai dan santun kepada setiap tamu. Sambutan biasanya didasarkan pada mempersiapkan tempat dan kebutuhan-kebutuhan lainnya, yang tanpa ungkapan hormat, cinta, dan damai, tidak bakal menyenangkan sang tamu. Di dalam ayat berikut, Allah Swt. mempertegas betapa Dia menyenagi kemolekan jiwa di atas apa pun selain itu,
Perilaku lain yang disukai berkenaan dengan hal ini adalah menawarkan bantuan tanpa menunda-nunda. Di atas segalanya, perilaku seperti ini mengedepankan rasa senang tuan rumah bila tamu merasa bahagia berada di sana. Sebagaimana disebutkan ayat tadi, menawarkan sesuatu "dengan segera" mengungkap kemauan tulus tuan/nyonya rumah untuk melayani tamunya.
Tingkah laku mulia lainnya yang dapat dipetik dari ayat-ayat tadi adalah walaupun Nabi Ibrahim a.s. belum pernah kedatangan tamu sebelumnya, dia berupaya keras untuk melayani mereka sebaik mungkin dan bersegera menyuguhkan daging bakar "anak sapi gemuk", sejenis daging yang terkenal sangat sedap rasanya, sehat dan bergizi. Dus, bisa kita tambahkan bahwa selain dari mencukupi layanan-layanan yang telah disebutkan, tuan/nyonya rumah harus pula mempersiapkan dan menawarkan makanan kualitas prima, enak, dan segar. Saiful bahri menjelaskan bahwa pendidikan ketelanan dari keluarga merupakan pendidikan yang memiliki nilai strategis dalam menunjang pendidikan yang selanjutnya dalam membina akhlak yang mulia.[25]                                                   
D.    Aplikasi Sifat Ihsan dalam Pendidikan
                             
Ihsan adalah kebajikan, tetapi bukan sekedar kebajikan biasa. Ia adalah puncak kebajikan. Kata ini digunakan untuk dua hal, pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar memberi nafkah atau nikmat. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam daripada kandungan makna �adil� karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perbuatan mereka kepada anda, sedang ihsanadalah memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda. Adil adalah mengambil semua hak anda atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda terima.[26]
Terhadap hamba, ihsan tercapai saat seseorang memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga dia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuknya, sedang ihsan antara hamba dengan Allah Swt. adalah leburnya diri, sehingga dia hanya melihat Allah Swt. Karena itu pula ihsan antara hamba dengan sesame manusia terwujud ketika dia tidak lagi melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah Swt. maka itulah yang menyandang sifat ihsan dan ketika itu pula dia telah mencapai puncak dalam segala amalnya.
Implementasi dari sikap ihsan di dalam pendidikan adalah semakin penting apalagi dalam konteks membangun integritas akhlakul karimah. Sikap  ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sekiranya seseorang beramal dalam kataatan adalah berorientasi kepada mengharapkan keridhaan Allah Swt. Sebaliknya jika terbesit niat di hati seseorang untuk berbuat keburukan, maka dia tidak mengerjakannya karena sikap ihsantelah membentengi kepribadiannya. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha mengharapkan keredhaan Allah Swt. yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah Swt. melihat perbuatannya. Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba.
Oleh karena itu mereka yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun diantara kita, apa pun profesi kita, di mata Allah Swt. tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan menjadi cerminan dalam seluruh amal salehnya. Semoga kita semua dapat mewujudkan ihsan dalam diri kita, sebelum Allah Swt. mengambil ruh ini dari jasad kita.
Edukasi (pendidikan), ihs�n sangat erat kaitannya, bahkan sama artinya, dengan kata �afektif�. Sama halnya dengan ihs�n, afektif-pun akan berbicara tentang kebaikan yang bersumber dari hati[27]. Oleh karenanya pendidikan karakter berbasis Ihs�n sama halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui bahwa hati adalah pusat untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita secara otomatis akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.
Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Tawuran pelajar, tawuran antar kampung, terorisme, korupsi, dan matinya toleransi hanyalah sedikit contoh hasil pendidikan Indonesia[28]. Jika saat ini intelektualitas masih saja diagungkan dalam pendidikan dan masyarakat, maka sesungguhnya Indonesia tinggal menunggu waktu saja menjadi Negara penjarah, yang lekas pula menjadi suatu bangsa yang binasa. Tentu kita tidak menginginkannya.
    Kemudian, disadari atau tidak, sistem kelulusan dalam Sekolah dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dibangun pemerintah sangatlah jelas hanya mementingkan aspek kognitif saja. Perlu diketahui, Ki Hajar Dewantara menyatakan hal ini jauh sebelum Bloom hadir dengan �afektif, psikomotrik, dan afektif�. Ia mengungkapkan bahwa seorang siswa haruslah dibangun dengan tiga landasan dasar: yaitu, cipta, rasa, dan karsa.[29]Pendidikan yang mengabaikan aspek rasa dan karsa hanya menghasilkan seorang ilmuwan �sakit�. Realita yang terjadi di Indonesia pun demikian. Betapa banyak orang �pinter� namun tidak berkarakter. Korupsi dilakukan orang pinter, anggota dewan pinter namun tidak beretika. Tidur di waktu rapat paripurna adalah contohnya.
    Fakta-fakta tersebut telah cukup memberi gambaran bahwa saat ini arah pendidikan kita telah menghilangkan berbagai macam karakter dasar bangsa Indonesia. Dahulu gotong royong adalah harga mati, namun kini masyarakat acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar mereka. Inilah akibat dari pendidikan yang tidak berpacu pada konsep ihs�n (kebaikan hati). Hal tersebut dibuktikan dengan tidak sedikit gedung-gedung tinggi hidup berdampingan dengan gubuk reyot. Dan ironisnya, tidak ada interaksi sama sekali di antara mereka untuk saling tolong menolong dan yang ada malah tindakan monopoli dan eksploitasi dari pihak yang berkuasa. Salah satu sifat ihsan dalam mendidik sebagaimana yang dicontohkan oleh Lukman Hakim yaitu Luqman berwasiat tentang empat perkara yang juga menjadi modal dari pembentukan pribadi manusia, mendirikan shalat, amar ma�ruf, nahi munkar,dan bersabar.
Inilah jalan aqidah mentauhidkan Allah meletakkan balasan yang ada disisi Allah Swt., percaya kepada keadilan dan takut balasan Allah Swt. Yaitu menyeru manusia untuk berbuat kebaikan dan menyeru berbuat kemungkaran. Shalat mengisyaratkan bahwa di dalamnya terkandung adanya hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sebagai orang tua bila anak sudah berumur 9 tahun, maka orang tua berkewajiban memerintahkan kepada anak kita agar shalat. Tanpa shalat, apalah artinya segala amalan lainnya. Hanya fantasi saja karena shalat adalah jiwa dari segala amalan lainnya.
Shalat yang tertib, khusyu�, benar, bagus, tidak pernah di tinggal, akan berakibat jauh. Yakni amalan yang lain pastilah tertib. Karena shalat itu dapat mencegah perbuatan dosa dan munkar. Maka bila ada seseorang yang shalat tetapi perbuatannya sehari-hari tidak benar, itulah tandanya shalatnya fantasi saja. Jadi menurut penulis bahwa orang yang khusyu� dalam shalatnya, tentulah tidak berani berbuat dosa, sebab dalam shalatnya dia bertobat.
Ihsan adalah perbuatan manusia dalam melaksanakan seluruh ibadahnya secara baik dan menjalankannya secara benar. Perbuatan ihsanjuga terdapat dalam bentuk interaksi dengan siapa pun makhluk Allah Swt. Ihsan mempunyai beberapa pengertian: Bersungguh sungguh dalam belajar dan profesional dalam bekerja. Membalas keburukan orang-orang yang berlaku salah dengan kebaikan atau menerima permintaan maaf dari mereka. Menjauhkan diri dari perilaku balas dendam dan memendam amarah (Setiap anak didik harus belajar memaafkan orang lain dan memberikan nasihat yang baik dengan penuh hikmah). Mengikuti jejak langkah Rasulullah Saw. dalam memiliki nilai moral yang tinggi dan menjadikannya contoh utama dalam kehidupan ini.





[16] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, ( Jakartat: Hida Karya Agung, 1989), hal. 103

               [17] Bukhari, Shahih Bukhari, diterjemahkan oleh Zainuddin Hamidy, Fachruddin, Masaruddin Thaha, dan Djohar Arifin, Shahih Bukhari, (Jakarta: Wijaya Jakarta, 1969), hal. 40-41. 
               [18] Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Ciputat: Lentera Hati, 2006), ha. 16-17.
              
               [19]Ibn Taimiyah, Al-Iman, (Kairo: Dar  al-Thiba'at  al-Muhammadiyah, tt.), hal. 152-153.
               [20]Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Berburu, bab 11, (Jakarta: Gema Insani Press; 1428 H), hal. 198.

[21]  Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Para Musafir, Bab 26, (Jakarta: Bintang Pelajar, 2000), hal 289.

[22] Mishbah az-Zujajah fi Zawa`I Ibnu Majah2/118: Isnadndya lemah, dan ia mempunyai syahid (penguat) dalam Shahih Ibnu Hibban, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ia berkata:    hasan gharib.
               [23]Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hal. 35.
[24] Muhammad Al-ghazali, Khuluqul Muslim, Terj.Muhammad Rifa�i, (Semarang: Wicaksana, 1985), hal. 171.
[25] Syaiful Bahri Djamarah,Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, Cet. 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004 ), hal. 86.

               [26]Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Ciputat: Lentera Hati, 2006), hal. 16-17.
               [27] M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur�an, (Jakarta: Amzah, 2007), hal.  1-2.
               [28]Zakiya Daradjat, Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 39.

               [29] Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa,1977), hal. 29.