Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Strategi Mengajar

Pengertian Strategi Mengajar

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.    Strategi Mengajar
1.  Pengertian Strategi Mengajar
Strategi adalah suatu rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi dari suatu sasaran kegiatan. Secara umum strategi dapat berupa garis-garis haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan masalah belajar dan pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam upaya mengoptimalkan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yng telah ditetapkan.[1] Maka strategi mengajar (teaching strategy) merupakan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
            Strategi merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan mengoptimalkan proses belajar dan pembelajaran. Contohnya mengaktifkan anak didik agar terlibat bukan hanya fisik tapi juga mental dan emosionalnya. Guru mengorganisir kegiatan belajar mengajar di kelas antara lain menmfungsikan metode sebagai  alat strategi, memilih metode yang sesuai sebagai alat pencapaian tujuan, merangkai berbagai komponen pembelajaran yang dapat memotivasi anak didik belajar.
Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi)penyerangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi kemenangan. Penerapan strategi tersebut didahului oleh analisis kekuatan musuh yang meliputi jumlah personal, kekuatan persenjataan, kondisi lapangan, posisi musuh dan sebagainya. Dalam perwujudannya strategi itu dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakan-tindakan nyata dalam medanpertempuran.
            Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang ilmu lain, termasuk bidang ilmu pengetahuan. Dalam kaitannya dengan belajar-mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna, guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran tersebut. Dengan rumusan lain, dapat juga dikemukakan bahwa strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar-mengajar yang diambil untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melaksanakan tugas secara profesional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan.
Allah SWT berfirman:
?????? ???? ???? ??????? ??????? ????? ?? ???? ???? ?? ??? ???????? ?? ????? ???????? ????? ????????????? ????? ??????.
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri mereka. (QS. At-Taubah:122)

Ayat diatas adalah dorongan bagi manusia untuk mempelajari ilmu pengetahuan, termasuklah didalamnya untuk mempelajari strategi belajar mengajar. Tidak semua pendidik (guru) mengerti akan masalah strategi belajar mengajar jika tidak mempelajari secara khusus ilmu tersebut. Padahal penguasaan pengetahuan tentang strategi belajar mengajar menjadi salah satu komponen kompetensi yang dibutuhkan oleh guru. Paradigma lama yang mengatakan bahwa guru memberi dan murid hanya menerima haruslah diubah. Seorang pendidik harus mampu mengaktifkan kemampuan siswa. Dengan kata lain, seorang guru harus mampu membangkitkan kemampuan terpendam yang dimiliki oleh anak didik. Disinilah strategi belajar mengajar dibutuhkan.
            Manfaat dari penggunaan strategi belajar mengajar dalam proses pembelajaran adalah:
1.     Memusatkan perhatian
            Banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa. Dalam permulaan pelajaran, guru dapat membuat kontak mata atau berbuat sesuatu yang mengejutkan siswa dengan maksud untuk menarik perhatian siswa. Seorang guru ilmu pengetahuan alam atau guru fisika dapat meniup balon sebelum pelajaran dimulai. Warna yang mencolok, penempatan kata yang tidak biasa, menggaris bawah, perubahan dalam nada suara, sinar, kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, semua dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa. Seorang guru mungkin dalam memperkenalkan pelajaran menggunakan pertanyaan yang membangkitkan minat, seperti �Apakah kamu ingin tahu apa yang menyebabkan petir?� Terakhir guru mungkin dapat membuat stimulasi non verbal dengan gerakan tubuh, mendemonstrasikan, dan menggambar. Siswa akan belajar lebih banyak karena guru dalam menyampaikan pelajaran sangat menarik dan mengasyikkan.
            Berikut ini ada beberapa saran untuk menarik perhatian siswa sebagaimana yang di ungkapkan oleh Skinner:
  1. Katakan kepada siswa tujuan mata pelajaran yang Anda berikan.
  2. Tunjukkan bagaimana belajar mata pelajaran yang nantinya berguna bagi siswa.
  3. Tanyakan pada siswa mengapa mereka berpikir bahwa mata pelajaran ini penting bagi mereka.
  4. Bangkitkan keingintahuan mereka dengan pertanyaan, seperti : �Apa yang akan terjadi jika?�
  5. Ciptakan suatu kejutan dengan mempertunjukkn suatu kejadian yang tidak diharapkan, seperti argumentasi yang keras sebelum komunikasi pelajaran.
  6. Mengubah lingkungan fisik dengan mengatur kelas dan menciptakan situasi yang berbeda.
  7. Pindahkan kesan siswa dengan memberikan suatu pelajaran yang membuat siswa dapat menyentuh, mencium, atau merasakan.
  8. Gunakan gerakan, sikap tubuh, dan perubahan nada suara dengan berjalan di antara siswa-siswa, berbicara pelan, dan kemudian lebih tegas.
  9. Hindari tingkah laku yang mengacau seperti mengetuk-ngetuk meja dengan pensil.[2]

            Suatu peringatan tentang penggunaan perubahan stimulus untuk menangkap perhatian siswa yang telah disarankan oleh Skinner. Kejadian-kejadian yang mengherankan, gambar-gambar atau gerakan-gerakan dalam suatu pelajaran akan menimbulkan respons insting terhadap sesuatu yang baru. Skinner berpendapat, teknik-teknik demikian mungkin akan membuat siswa kurang berminat dalam pelajaran yang kurang dikenal dan aneh. Oleh karena itu, sebaiknya kita hati-hati dalam memberikan sesuatu yang baru kepada siswa-siswa kita. Agar siswa belajar, siswa harus menaruh perhatian, khususnya terhadap mata pelajaran yang kurang menarik.
2.     Mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak biasa
Siswa sering memperhatikan dan belajar keras, tetapi mereka memusatkan pada metode yang salah. Mereka mungkin menghabiskan waktu belajar mereka dengan hal-hal yang tidak penting dan kehilangan pokok-pokok yang penting. Mereka mungkin berkonsentrasi pada materi yang telah mereka ketahui dan menghindari mengerjakan tugas-tugas yang sulit atau kurang dikenal. Beberapa siswa ada yang lebih baik dari yang lain dalam mempertimbangkan pelajaran mana yang penting setelah mereka betul-betul mengerti ide yang disampaikan guru.
3.     Belajar dapat dipertinggi jika guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru
            Satu strategi untuk melakukan ini adalah membuat tujuan pelajaran sejelas mungkin. Jika siswa-siswa tahu apa yang diharapkan dari mereka untuk melakukan sesuatu dengan informasi, mereka akan lebih dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting.
            Dalam pelajaran mengarang atau membuat grafik, hal-hal yang penting dapat ditandai dengan membuat huruf italic, diberi garis bawah, atau simbol-simbol seperti bintang. Dalam penyampaian pelajaran lisan, guru dapat memperjelas perbedaan dan persamaan ide-ide yang disampaikan dan memberikan contoh yang berbeda dari konsep-konsep yang diajarkan. Jika suatu ide baru membuat siswa bingung, guru harus memberi contoh dengan memperjelas perbedaan yang ada. Bagian pelajaran yang sulit harus diberi ekstraperhatian.
4.     Membantu siswa mengingat kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya
            Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah suatu integrasi atau gabungan antara informasi baru dan struktur kognitif yang ada. Sebelum integrasi dibuat, siswa harus dapat mengingat kembali informasi yang telah mereka ketahui. Belajar sebelumnya mungkin dalam bentuk konsep, definisi, dan hukum-hukum. Ketika siswa harus menguasai informasi baru, konsep, definisi, dan hukum-hukum ini sudah harus dikuasai. Strategi untuk membantu siswa mengingat kembali pelajaran yang sudah diberikan dapat berupa meninjau kembali secara singkat pelajaran yang sudah diberikan atau mendiskusikan kata-kata kunci dalam pelajaran kosakata.[3]
5.    Membantu siswa memahami dan menggabungkan informasi
            Mungkin satu-satunya metode terbaik untuk membantu siswa memahami pelajaran dan mengombinasikan informasi yang telah ada dengan informasi baru adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin bermakna (meaningfull). Pelajaran yang berarti itu sendiri artinya bukan suatu perubahan, dan pelajaran itu selalu berhubungan dengan informasi atau konsep siswa yang telah ada. Pelajaran yang berarti disampaikan dalam perbendaharaan kata yang dapat dimengerti oleh siswa. Istilah baru dijelaskan melalui penggunaan kata dan ide-ide yang sudah dikenal. Pelajaran yang berarti umumnya terorganisasi dengan baik dan dengan jelas menghubungkan di antara unsur-unsur pelajaran yang berbeda. Akhirnya, pelajaran yang bermakna membuat wajar penggunaan informasi-informasi yang sudah ada untuk membantu siswa mengerti informasi baru dengan memberikan contoh atau analogi.[4]
Mulai dengan menutup semua baris kalimat kecuali baris pertama. Lihat untuk beberapa detik, tutup buku, dan tulislah semua huruf yang kita ingat. Kemudian ulang prosedur ini dengan baris kedua dan ketiga. Setiap baris jumlah huruf sama, tetapi kemungkinan yang paling besar yang kita ingat dari semua baris adalah baris ketiga.
            Baris pertama tidak masuk akal, tidak ada cara untuk mengorganisasi atau mengatur kata itu dalam waktu yang singkat. Baris kedua lebih bermakna atau berarti. Kita tidak harus melihat setiap huruf, karena kita sudah tahu sebelumnya aturan-aturan ejaan dan perbendaharaan kata. Baris ketiga adalah yang paling berarti. Dengan melihat sepintas kita mungkin dapat mengingat semua kata, karena kita telah tahu sebelumnya, tidak hanya ejaan kata dan perbendaharaan kata, tetapi juga tahu aturan-aturan sintaksis dan mungkin juga tahu sedikit tentang sejarah mengenai raja-raja. Kalimat ketiga ini berarti karena kita mempunyai schemata. Schemata adalah prosedur untuk mengorganisasi bagian pengalaman tertentu ke dalam suatu sistem yang berarti untuk memahami kalimat itu. Kalimat terakhir ini secara mudah dapat di mengerti karena kata-kata dengan informasi lain telah ada dalam ingatan jangka panjang.[5]Tantangan guru adalah membuat materi pelajaran seperti baris ketiga, bukan seperti baris pertama, Allah SWT berfirman:
????? ??? ????? ???? ??????? ??????? ?? ??? ?? ??? ???? ??? ?? ???? ????.
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur�an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: �Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. (QS. Thaha:114)




2.  Jenis-jenis Strategi Mengajar
Jenis-jenis strategi mengajar dalam dunia pendidikan sangatlah banyak, dalam penelitian ini penulis akan membatasi jumlahnya dengan anggapan jenis strategi mengajar yang dipilih merupakan strategi yang sering dipakai dalam pembelajaran disekolah saat ini.
a.      Strategi mengajar dengan berdiskusi
Strategi mengajar dengan berdiskusi adalah salah satu strategi belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan  masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pemdengar saja.
Mengajar dengan strategi berdiskusi dapat diterapkan dengan cara:
a.      Kelas dibagi dalam beberapa kelompok.
b.     Dapat mempertinggi partisipasi siswa secara individual.
c.      Dapat memperrtinggi kegiatan kelas sebagai keseluruhan dan kesatuan.
d.     Rasa sosial mereka dapat dikembalikan, karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal, mendorong rasa kesatuan.
e.      Memberi kemungkinan untuk saling mengumukakan pendapat.
f.      Merupakan pendekatan yang demokratis.
g.     Memperluas pandangan.
h.     Menghayati kepemimpinan bersama-sama.
i.       Membantu mengembangkan kepemimpinan.[6]

Namun demikian strategi mengajar berdiskusi juga ada kelemahannya seperti:
1.     Kadang-kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang pecah; bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang. Untuk mengatasi hal ini intruktur harus menguasai benar-benar permasalahannya, dan mampu mengarahkan pembiacaraan, seghingga bisa membatasi waktu yang diperlukan.
2.     Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta; dan tidak merupakan yang hanya dugaan atau coba-coba saja. Maka pada siswa dituntut kemampuan berfikir ilmiah, hal mana itu tergantung kepada kematangan, pengalaman dan pengetahuan siswa.
3.     Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
4.     Peserta mendapat informasi yang terbatas.
5.     Mungkin dikuasai orang-orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.[7]

Dengan demikian berarti bahwa metode belajar dengan berdiskusi mempunyai kelebihan-kelebihan dan juga sekaligus memiliki kelemahan yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, dan jika kelemahan dari strategi mengajar dengan berdiskusi ini tidak diperhatikan maka kelebihan-kelebihan dari metode ini yang ingin dicapai niscaya hanya menjadi angan-angan belaka.
Tujuan penggunaan strategi mengajar berdiskusi:
Pertama, dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi pandangan, sehingga memberi jawaban yang berbeda. Hal itu tidak menjadi soal; asal pendapat itu logis dan mengdekati kebenaran. Jadi siswa dilatih berpikir dan memecahkan masalah sendiri.
Kedua, Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan demikian siswa melatih diri untuk menyatakan pendapatnya sendiri secara lisan tentang sesuatu masalah bersama.
Ketiga, Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan sesuatu masalah bersama.
Diskusi baik dilaksanakan bila mempermasalahkan :
-        Hal-hal yang menarik minat dan perhatian siswa/urgen. Siswa akam memiliki motivasi yang jkuat dalam memecahkan soal, kalau mereka berminat dan menaruh perhatian terhadap masalah itu.
-        Masalah itu harus mengandung banyak kemungkinan jawaban, dan masing-masing jawaban dapat dijamin kebenarannya.
-        Harus merangsang pertimbangan, kemampuan berpikir logis dan usaha memperbandingkan.[8]

b. Strategi Mengajar  Kerja Kelompok
            Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar, ialah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam kelas diapandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.
            Robert L. Cilstrap dan Willian Responden Martin memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil yang diorganisir untuk kepentingan belajar.[9]Keberhasilah kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu tersebut.
            Pemilihan strategi mengajar dengan menggunakan kerja kelompok biasanya dipilih dengan beberapa alasan:[10]

1.      Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.
Agar penggunaannya dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan kelompok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa sekaligus menggunakan alat-alat itu tidak mungkin. Dengan pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang terbatas itu sebaik mungkin, tanpa saling menunggu giliran.
2.     Kemampuan belajar siswa
Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang pandai di dalam bahasa inggris, belum tentu sama pandainya dalam pelajaran sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing, agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.
3.     Minat khusus
Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan, hal mana yang satu pasti berbeda dengan yang lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama, sehingga memungkinkan dibentuknya ke kelompok, agar mereka dapat dibina dan mengembangkan bersama minat khusus tersebut.
4.     Memperbesar partisipasi siswa
Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar, dan kita tahu bahwa jumlah jam pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali untuk guru akan mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu. Bila itu terjadi siswa yang ditunjuk guru akan aktif, yang tidak disuruh akan tetap pasif saja. Karena itulah bila berkelompok, dan diberikan tugas yang sama pada masing-masing kelompok, maka banyak kemungkinan setiap siswa ikut serta melaksanakan dan memecahkannya.
5.     Pembagian tugas atau pekerjaan
Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas. Dengan demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan itu.
c. Active Learning
Secara umum pembelajaran aktif ini meminimalisir peran guru didalam kelas. Guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran yang mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran dengan terlebih dahulu menyampaikan tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Siswalah yang banyak berperan dalam proses pembelajaran tersebut dan guru lebih banyak memberikan arahan dan bimbingan saja.
Pembelajaran aktif merupakan salah satu tuntutan dalam model pembelajaran. Filosofis dalam pembelajaran aktif ini adalah terbentuknya proses pembelajaran yang meaningfull learning, yang mengajak siswa berpikir dan memahami materi pelajaran, bukan sekedar mendengar, menerima dan mengingat-ingat. Setiap unsur materi pelajaran harus diolah dan interpretasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal.
Pembelajaran aktif atau belajar aktif adalah belajar yang memperbanyak aktifitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber, buku teks, perpustakaan, internet atau sumber-sumber lain untuk mereka bahas dalam proses pembelajaran dalam kelas sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah kompetensi pengetahuan mereka, tetapi juga kemampuan analitis, sintetis dan menilai informasi yang relevan untuk dijadikan nilai baru dalam hidupnya sehingga mereka terima dijadikan bagian dari nilai yang diadopsi dalam kehidupannya.[11]
Dalam konteks pembelajaran aktif ini guru harus mampu menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh siswa, apa tujuan dari tugas yang diberikan, lalu bagaimana harus mengolah informasi, membahasnya didalam kelas sampai siswa bisa mempunyai kesimpulan yang sudah dibahas dalam kelompoknya masing-masing.

B.    Gaya Belajar
1.  Pengertian Gaya Belajar
Pada dasarnya para orang tua dan para guru menyadari, cara belajar anak berbeda satu dan lainnya dan kegiatan tertentu bisa jadi menarik buat satu anak, tetapi belum tentu menarik buat anak yang lain. Berdasar pemikirin "kuno" mengenai pengajaran, dikatakan bahwa ada cara tertentu untuk mempelajari keterampilan khusus. Sebagai orang tua, kita seringkali frustrasi menghadapi anak-anak kita yang tidak mengerti apa yang kita ajarkan. Bila kita bisa mengerti intelegensia dan cara belajar anak, kita dapat mengetahui cara terbaik bagi si anak
untuk belajardengan baik.
            Untuk mengerti cara belajar anak kita, perhatikan mereka pada waktu mereka bermain. Mainan apa yang disukainya? Mungkin saja mainan yang menarik buat anak Anda ternyata mainan yang umum. Tapi bisa juga mereka menyukai benda-benda dengan warna yang ceria, sesuatu yang unik, atau benda-benda mengeluarkan suara. Perhatikan pula cara dia bermain. Apakah dia cenderung memperhatikan mainan tersebut dengan cermat atau memegang dan merasakan mainan tersebut di tangan mereka? Bisa jadi dia tidak begitu tertarik
dengan mainan yang berputar dan bergerak.
            Gaya belajar adalah model yang dimiliki oleh seorang anak dalam mempelajari sesuatu.[12]
            Sementara itu itu Prof. Dwi Suwarni mengatakan gaya belajar adalah pola-pola anak dalam mempelajari sesuatu menurut kehendak yang disukainya .[13]
Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Biasanya gaya-gaya tersebut biasanya bawaan lahir atau diturunkan oleh orangtuanya. Bayi yang baru lahir dipenuhi dengan penglihatan, suara, dan kepekaan. Pendengaran, penglihatan, serta rangsangan sentuhan diterima dengan penerimaan yang sangat peka oleh telinga, mata, dan kulit bayi.
2.  Macam-macam Gaya Belajar
Dalam ilmu tumbuh kembang anak bisa diambil kesimpulan bahwa seorang anak menunjukkan suatu pola ketika dia belajar sesuatu. Diantara pola - pola atau bisa disebut gaya belajar akan kami uraikan di bawah ini. Untuk itu mempelajari kebiasaan anak, sehingga bisa tahu bakat-bakatnya yang dimilikinya sehingga ke depannya kita bisa mengarahkan sehingga bisa berkembang secara optimal.
Gaya belajar kecerdasan linguistik
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan linguistik antara lain:

1.  Mengarang puisi, merangkum pelajaran, menulis kisah sejarah.
2.  Suka bercerita panjang lebar dan berkisah.
3.  Menyukai permainan kata-kata.
4.  Suka membaca buku.
5.  Banyak bicara.
6.  Cepat menangkap pelajaran yang disampaikan lewat penuturan.[14]
        Gaya belajar linguistik merupakan gaya belajar yang cenderung kepada penguasaan bahasa, baik melalui tulisan ataupun melalui lisan. Anak yang mempunyai gaya belajar linguistik lewat tulisan kebiasaannya menyukai pembahasan pelajaran dengan menulis. Ada juga anak yang menyukai penguraian dengan penggunaan bahasa melalui lisan, lazimnya anak seperti ini menyenangi pelajaran melalui penjelasan-penjelasan atau penuturan kata-kata.
Gaya belajar kecerdasan matematis logis
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan matematis logis antara lain:
1.     Menyukai pelajaran berhitung.
2.     Mudah memahami cara kerja computer.
3.     Suka memikirkan hal dan kejadian yang berkaitan sebab akibat.
4.     Pandai bermain catur, halma dan berbagai permainan strategis lain.
5.     Menjabarkan segala sesuatu secara logis.
6.     Cepat memahami pelajaran IPA dan matematika.
7.     Suka bereksperimen terhadap apa yang ingin diketahui.[15]
Anak yang mempunyai gaya belajar kecerdasan matematis logis lebih menyukai pelajaran eksakta atau ilmu yang bersifat pasti. Anak seperti ini sifatnya suka menduga-duga akibat yang ditimbulkan dari sesuatu hal. Kelebihan lainnya anak yang mempunyai gaya ini sangat suka menggunakan otaknya untuk berpikir.
Gaya belajar kecerdasan spasial
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan spesial antara lain:
  1. Menonjol dalam bidang seni.
  2. Mampu menggambarkan secara visual segala sesuatu.
  3. Mudah membaca peta, grafik dan diagram.
  4. Menggambar sosok orang atau benda sesuai aslinya.
  5. Senang melihat film, slide atau foto.
  6. Menyukai teka teki jigzaw, maze dan puzzle.
  7. Asyik dengan permainan konstruksi 3 dimensi seperti lego.
  8. Terbiasa mencoret-coret kertas jika jenuh.
  9. Lebih mudah membaca gambar daripada kata.[16]
Anak yang memiliki gaya belajar spasial memiliki rasa kepekaan yang tinggi dan kuat jika belajar dengan menggunakan gambar-gambar. Jenis belajar ini juga menyenangi belajar dan mempelajari tentang sesuatu yang berwarna.
Gaya belajar kecerdasan kinestetis-jasmani
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan kinestetis jasmani antara lain:
  1. Kompetitif dalam bidang olahraga.
  2. Suka menggerak-gerakkan anggota badan di luar sadar.
  3. Sangat ingin menyentuh benda yang sedang dipelajari.
  4. Menikmati gerakan atletik atau sekedar menontonnya.
  5. Lebih mampu dalam bidang kerajinan tangan motorik halus.
  6. Suka menirukan gerakan dan kebiasaan orang.
  7. Gemar membongkar dan menyusun kembali benda-benda.[17]
Gaya belajar kinestetis jasmani dipergunakan bagi anak yang senang mengekspresikan tubuhnya dalam mengungkapkan gagasan-gagasan yang dimilikinya. Tipe belajar ini bila dimiliki oleh anak-anak, maka si anak tersebut akan selalu bergerak untuk mengiringi kata-katanya.
Gaya belajar kecerdasan musikal
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan musikal antara lain:
  1. Mudah mengikuti melodi lagu.
  2. Menyukai pelajaran musik dan menyanyi.
  3. Menyukai belajar dengan iringan musik.
  4. Suka menyanyi baik untuk diperdengarkan atau tidak.
  5. Mudah mengikuti irama musik.
  6. Peka terhadap beragam suara, irama dan nada.
  7. Cepat merespon berbagai jenis musik.[18]
Anak yang memiliki kecerdasan musikal biasanya dalam berpikir akan berusaha dengan mendengarkan musik atau malah mungkin sambil menyanyikan lagu tertentu. Adalalanya anak jenis ini sambil berusaha mengingat dalam mulut atau hatinya juga sambil mengingat musik yang disukainya.
Gaya belajar kecerdasan intrapersonal
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan intrapersonal antara lain:
  1. Pandai menyenangkan hati teman.
  2. Mudah beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru.
  3. Suka bersosialisasi dengan lingkungan sekolah dan rumahnya.
  4. Menyukai kegiatan dan permainan kelompok.
  5. Bisa memahami dan berempati pada perasaan teman.
  6. Mampu bersikap netral di tengah pertikaian antar teman.
  7. Memiliki kemampuan mengkoordinir dan memimpin teman-temannya.[19]
Anak yang menguasai gaya belajar intrapersonal biasanya belajar dengan bergabung dengan teman-temannya. Anak-anak seperti ini akan lebih mudah menguasai materi pelajaran dengan belajar kelompok ataupun dengan berdiskusi bersama teman-temannya.
Gaya belajar kecerdasan natural
            Bentuk-bentuk gaya belajar kecerdasan natural antara lain:
  1. Peka terhadap benda-benda alam.
  2. Suka memelihara binatang piaraan.
  3. Suka berkebun, berada di dekat kebun atau menikmati gambarnya.
  4. Menikmati sistem kehidupan seperti akuarium.
  5. Mengoleksi gambar, foto yang berkaitan dengan benda-benda alam.
  6. Suka mengumpulkan dan membawa pulang daun, batang, ranting, rumput atau bunga.
  7. Suka bermain-main dan berkreasi dengan bahan-bahan alam.[20]
Setiap orang pasti mempunyai cara atau gaya belajar yang berbeda-beda. Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Berikut ini penulis menjelaskan tujuh gaya belajar yang mungkin beberapa diantaranya bisa di terapkan pada anak didik kita :
1. Belajar dengan kata-kata.
Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.

2. Belajar dengan pertanyaan.
Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil akhir atau kesimpulan.
3. Belajar dengan gambar.
Ada sebagian orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu.
4. Belajar dengan musik.
Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara mengingat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimana lagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.

5. Belajar dengan bergerak.
Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.
6. Belajar dengan bersosialisasi.
Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.
7. Belajar dengan Kesendirian.
Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri.
Menurut Ike Sugianto, Psi, ada 3 tipe gaya belajar yang biasa dijumpai pada anak-anak:[21]

1. Visual Learner
Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar si anak paham. Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya.
Konkretnya, yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Untuk mendukung gaya belajar ini, ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai. Caranya, gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran. Perangkat grafis tersebut bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri yang dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan. Ike sendiri pernah memiliki klien yang setiap kali rela mengubah materi pelajaran menjadi sebuah komik menarik agar anaknya bisa menangkap isi pelajaran tersebut.
Ciri-ciri anak yang mempunyai gaya belajar visual learner adalah:
       Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas.
       Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet.
       Cenderung banyak omong.
       Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
       Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
       Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.
2. Auditory Learner
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Untuk membantu anak-anak seperti ini, orang tua bisa membekali anaknya dengan tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Ciri-ciri anak yang mempunyai tipe gaya belajar auditory learner adalah:
       Senantiasa berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar.
       Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya anak akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
       Cenderung menggunakan gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat mengungkapkan sesuatu.
       Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
       Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
       Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan.
       Biasanya dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
3. Kinesthetic/Tactile Learner
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.
Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Nah, mereka yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dianjurkan untuk belajar melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya.
Hanya saja dalam kenyataannya, pengelompokan ketiga gaya belajar ini tidaklah sederhana. Terbukti, pada beberapa anak ditemukan kombinasi antara satu gaya belajar dengan gaya belajar lainnya. Contohnya adalah anak-anak yang gemar membuat gambar/ilustrasi selagi belajar, tapi juga sibuk merekam pelajaran gurunya. Kendati begitu, �Pasti ada gaya belajar yang dominan dan subdominan. Untuk mengetahui mana yang dominan dan mana yang subdominan, harus dilakukan observasi menyeluruh.�
Ciri-ciri anak didik yang mempunyai tipe gaya belajar ini adalah:
       Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
       Amat sulit untuk berdiam diri/duduk manis.
       Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif.
       Memiliki koordinasi tubuh yang baik.
       Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
       Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat sulit oleh anak dengan gaya belajar ini.
       Cenderung terlihat �agak tertinggal� dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar anak dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.

C.    Hasil Belajar
1.     Pengertian Hasil Belajar
Mehren dan Lelman  berpendapat pengertian hasil adalah sasaran yang dicapai dari suatu proses dalam merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.[22]
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar/ pengajaran, Wrightstone mengemukakan hasil belajar adalah pencapaian dari suatu penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan.[23]


2.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
a.   Faktor dari Luar
-     Faktor Environmental input (Lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar, lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial, lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya adalah seperti keadaan suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Di Indonesia misalnya, orang cenderung berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih baik hasilnya daripada belajar pada siang hari.[24]
Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal yang rumit dan membutuhkan konsetrasi tinggi, akan terganggu, bila ada orang lain yang mondar mandir didekatnya, keluar masuk kamarnya, atau bercakap-cakap yang cukup keras di dekatnya. Representasi manusia seperti, potret, rekaman, tulisan, dan sebagainya juga berpengaruh. Dalam banyak hal, pengaruhnya bersifat negatif (meskipun ada juga orang yang dapat belajar jika mendengarkan suara rekaman, radio, dan sebagainya) tetapi itu relatif sedikit.
Lingkungan sosial yang lain, seperti suatu mesin pabrik, hiruk pikuk lalulintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya juga berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itulah disarankan agar lingkungan sekolah didirikan di tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu-lintas dan pasar. Lingkungan sosial yang jorok pun dapat mengganggu belajar, misalnya dekat dengan lakasi WTS.
-     Faktor-faktor Intrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah dirancangkan.[25]
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware) seperti:
1.     Gedung perlengkapan belajar
2.     Alat-alat praktikum
3.     Perpustakaan dan sebagainya.[26]
Maupun faktor-faktor lunak (software) seperti:
1.     Kurikulum
2.     Bahan/program yang harus dipelajari
3.     Pedoman-pedoman belajar dan sebagainya.[27]
Ketersediaan sarana-sarana yang bersifat instrumental sangat menentukan dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya faktor-faktor instrumental ini niscaya tujuan-tujuan belajar, mulai dari tujuan pribadi hingga tujuan nasional tidak akan tercapai.
-     Faktor dari dalam
Faktor dari dalam kondisi individu atau anak yang belajar itu sendiri, faktor individu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a.      Kondisi fisiologis anak
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima tidak dalam keadaan capai, tidak dalam keadaan cacat jasmani, seperti kakinya atau tangannya (karena ini akan mengganggu kondisi fisiologis), dan sebagainya akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar. Anak yang kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi biasanya cenderung lekas lelah, capai, mudah mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran. Disamping kondisi yang umum tersebut, yang tidak kalah pentingnya dalam pengaruh proses dan hasil belajar adalah kondisi pancaindera, terutama indera penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar orang melakukan aktivitas belajar dengan mempergunakan indera penglihatan dan pendengaran. Membaca melihat contoh atau model, melakukan abservasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi, hampir tidak dapat lepas dari indera penglihatan dan pendengaran.
b.     Kondisi psikologis
1.      Minat
Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik, jika setiap pendidik menyadari hal ini, maka persoalan yang timbul adalah bagaimana mengusahakan agar hal yang disajikan sebagai pengalaman belajar itu dapat menarik minat para pelajar atau bagaimana caranya menentukan agar para pelajar mempelajari hal-hal yang menarik minat mereka.
2.     Kecerdasan
Telah menjadi pengertian yang ralatif umum bahwa kecerdasan memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu ataumengikuti sesuatu program pendidikan. Oarang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar dari pada orang kurang cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu. Hasil dari pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang terkenal dengan sebutan Intelligence Quotient (IQ)
3.     Bakat
Di samping inteligensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang, hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinanberhasilnya usaha itu. Anak yang memiliki bakat yang tiggi, disebut anak berbakat.
Secara defenitif, anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional di indetifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi.[28]Anak tersebut adalah anak yang membutuhkan program pendidikan berferensiasi dan pelayanan di luar jangkauan program sekolah bisa, untuk mereliasasikan sumbangannya terhadap masyarakat maupun terhadap dirinya. Mereka ini oleh Getzels ditandai dengan ciri-ciri antara lain adanya dorongan ingin tahu, juga oleh renpon yang memadai kecerdasan dan ingatan kuat terutama oleh:
       Kemampuan untuk bekerja secara independent
       Kemampuan untuk berkosentrasi dalam jangka waktu yang lama
       Seleksi jawaban yang sukar dalam menghadapi masalah
       Kemampuan mengkaji masalah secara kritis bukan untuk menentang, tetapi untuk memahami
       Kemampuan untuk mengadakan generasisasi
       Pengembangan sensitivitas tentang baik dan jahat
       Sensitivitas terhadap orang lain
       Memiliki cita-cita tinggi (great ideas).[29]

4.     Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.[30]Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi belajar bertambah. Oleh karena itu meningkatkan motivasi belajar anak didik memegang peranan penting untuk mencapai hasil belajar  yang optimal. Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam individu, tetapi munculnya motivasi yang kuat ataun lemah, dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar.
5.     Kemampuan-kemampuan kognitif
Kemampuan-kemampuan kognitif yang terutama adalah:
-     persepsi
-     ingatan
-     berfikir,[31]
Kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan befikir sangat mempengaruhi belajar. Setelah diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar seperti diuraikan di atas, maka hal penting untuk dilakukan bagi para pendidik, guru, dosen, orang tua, dan sebagainya adalah mengatur faktor-faktor tersebut yang mempunyai pengaruh dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Misalnya kalau mengetahui bahwa tempat yang gaduh tidak baik untuk belajar, maka jangan melakukan kegiatan belajar  di tempat yang ramai, dan sebagainya. Dewasa ini banyak guru yang terpaku dengan metode belajar yang monoton

D.    Pengaruh Strategi Mengajar dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang cepat tidak dapat dikejar dengan cara-cara lama yang dipakai disekolah-sekolah kita. Sudah tentu paradigma tersebut mempunyai relevansi dengan strategi belajar-mengajar yang dikuasai oleh guru dengan gayabelajar anak didik. Hal ini disebabkan strategi belajar-mengajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar.
            Namun yang perlu diketahui bahwa strategi belajar-mengajar yang berkembang sekarang dilingkungan pendidikan Indonesiaadalah strategi belajar-mengajar yang berorientasi pada kemampuan anak didik. Pendidikan berusaha untuk meningkatkan kemampuan peserta didik pada taraf tertentu. Untuk itu dibutuhkan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan gaya belajar murid sehingga hasil belajar memuaskan seperti yang diharapkan.
            Strategi belajar-mengajar tersebut berimplikasi pada intelejensia seorang guru dalam menyelami kecerdasan anak didik melalui gaya belajarnya dengan materi pelajaran yang diajarkan. Guru dituntut penguasaan terhadap berbagai kemampuan sebagai guru profesional dalam bidangnya. Guru yang profesional menjalankan pekerjaan yang sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan dan profesinya.
            Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme dan bukan secara amatir karena memang inti dari profesi adalah seseorang harus memiliki keahlian tertentu. Dalam hal ini guru haruslah menguasai strategi belajar mengajar dan mengetahui tentang gaya belajar anak didiknya.
            Dalam usaha meningkatkan hasil belajar, guru tidak hanya menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas. Karena cara penyampaian materi yang diberikan oleh guru belum tentu sesuai dengan gaya belajar anak, hingga hal ini menjadi fokus utama yang harus diperhatikan oleh seorang guru.
            Mengajar bukan saja usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan juga usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan subjek didik agar tujuan pengajaran tercapai secara optimal. Mengajar dalam pemahaman ini membutuhkan suatu strategi belajar-mengajar yang sesuai dengan gayabelajar anak didik. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan strategi yang tepat bagi tujuan yang ingin dicapai terutama dalam upaya mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif subjek didik. Untuk itu, perlu dibina dan dikembangkan kemampuan profesional guru untuk mengelola program pengajaran dengan strategi belajar-mengajar yang kaya dengan variasi untuk disesuaikan dengan gayabelajar anak didik.
            Strategi belajar-mengajar sangat penting artinya dalam menyikapi berbagai perubahan disegala aspek terutama bidang pendidikan yang sejalan dengan tuntutan zaman. Dalam hal ini ada kecenderungan guru lebih mementingkan hal-hal yang bersifat teknis mekanis belaka seperti teknik perumusan tujuan pengajaran, teknik evaluasi. Kecenderungan seperti ini mengabaikan hal-hal yang prinsipil yang merupakan misi dari pendidikan itu sendiri, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya. Hingga terjadilah proses pengajaran yang tidak sesuai dengan gaya belajar anak didik.
            Proses pendidikan cenderung menjadi usaha merekayasa manusia yang mengarah pada domestikasi berbagai perubahan yang terjadi. Bagaimana mengharapkan hasil belajar yang sempurna jika strategi belajar-mengajar yang dipergunakan oleh guru tidak sesuai dengan gaya belajar anak didik.
            Dalam hal lain, selama ini anak didik dituntut untuk mengikuti kehendak guru dalam proses belajar, tanpa guru mau mengerti apakah cara pengajarannya telah sesuai dengan gayabelajar siswa.
            Apabila strategi belajar-mengajar mampu diasimilasikan dengan gayabelajar anak didik, maka akan didapat hasil belajar yang memuaskan.
            Para guru akan lebih mudah menyesuaikan diri antara bahan, metode dengan anak didik, karena pengajaran yang diberikan kepada mereka telah disesuaikan dengan kondisi gayabelajar. Hingga akhirnya guru akan mendapatkan kemudahan dalam memberikan pelajaran dan juga mendapatkan kepuasan karena anak didik akan lebih berhasil dalam menerima pelajaran sehingga prestasi/hasil belajar yang dimiliki oleh anak didik membanggakan guru yang mendidiknya.
            Para anak didik dijamin akan senang dan menyenangi pelajaran yang diterimanya karena apa yang diberikan oleh guru sesuai dengan keinginan hati mereka, anak didik tidak merasa dipaksa untuk menerima sesuatu yang tidak mereka senangi. Yang pada akhirnya membuat hasil belajar mereka akan meningkat.
            Pengaruh lainnya pemakaian strategi belajar yang disesuaikan dengan gaya belajar anak didik akan membuat tujuan pendidikan yang ingin diraih oleh guru, sekolah/institusi maupun tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pemerintah secara nasional akan tercapai dengan angka memuaskan, ini disebabkan oleh karena para guru mendapatkan kemudahan dalam memberikan pelajaran dan kemudahan yang didapat oleh siswa dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya.
Para guru harus berpikir inovatif agar bisa menghasilkan pembaruan dalam bidang pendidikan. Gaya belajar tidak perlu diatur dengan formal karena hanya akan membuat para siswa menjadi bosan dengan pelajaran. Selain itu, guru juga harus mulai membiasakan diri membuat karya tulis ilmiah.
Hal ini menjadi pokok bahasan yang disampaikan Dr. Dalman, M.Pd. dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme Terkait dengan Implementasi Undang-Undang tentang Guru dan Dosen ini.[32]
Saat ditanya contoh konkretnya, ia menyarankan gaya belajar tidak dibuat kaku. "Selama ini tangan siswa harus di atas meja dengan posisi duduk manis. Tidak boleh bergerak atau membaca tidak boleh bersuara".
Menurut Dalman, gaya belajar seperti inilah yang membuat minat belajar para siswa makin turun.
Para guru setingkat SD, SMP, dan SMA yang berasal dari berbagai daerah ini harus memperhatikan hal ini. Mereka disarankan agar mulai aktif dalam melihat potensi anak didik. Hal ini, ujar Dalman, akan merangsang kreativitas guru dalam kegiatan belajar-mengajar.
Beliau juga mengutip seorang ahli bernama Moore, Dalman menjelaskan enam model pembelajaran efektif antara lain memahami situasi belajar, merencanakan pelajaran, merencanakan tugas-tugas, melaksanakan kegiatan belajar, mengevaluasi kegiatan belajar, dan menindaklanjutinya.
Bila strategi mengajar mampu diasimilasikan dengan gaya belajar anak didik, maka akan didapat hasil yang memuaskan, seperti:
Para guru akan lebih mudah menyesuaikan diri antara metode, bahan dengan anak didik, karena pengajaran yang diberikan kepada mereka disesuaikan dengan kondisi anak, sehingga para guru akan mendapatkan kemudahan dalam memberikan pelajaran dan juga mendapatkan kepuasan karena anak didik akan lebih berhasil dalam menerima pelajaran sehingga hasil prestasi belajar yang dimiliki murid membanggakan guru yang mendidiknya.
1.     Para murid dijamin akan senang dan menyenangi pelajaran yang diterimanya karena apa yang diberikan oleh para guru sesuai dengan keinginan hati mereka, anak-anak tidak merasa dipaksa untuk menerima sesuatu yang tidak mereka senangi.
2.     Tujuan pendidikan yang ingin diraih oleh para guru, sekolah/institusi maupun tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pemerintah secara nasional akan tercapai dengan angka yang memuaskan, ini disebabkan oleh para guru yang mendapat kemudahan dalam memberikan pelajaran dan kemudahan yang didapat oleh siswa dalam menerima materi yang diberikan oleh pendidiknya.




[1]Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar-Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 6

[2]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: Rosda, 1998), hal. 56
[3]Ibid., hal. 58

[4]Joko Tri Prasertya, Strategi ..., hal. 39
[5] Ibid., hal. 43
[6]Tarmizi,Pengantar Metodelogi Pengajaran di Madrasah, (Jakarta: Purnama, 1993), hal. 12
[7]Ibid.,hal. 14
[8]Ibid.,hal. 14

[9]Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hal. 15

[10]Tarmizi, Pengantar Metodologi ..., hal. 24
[11]Departemen Agama, Sistem Pembelajaran ,(Jakarta: MP3A,2006), hal.56 
[12]Dalman, Meningkatkan Profesiojalisme Guru dan Dosen, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 2

[13]Prof. Dwi Suwarni, Mengenal Anak Melalui Gaya Belajarnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 1
[14]Cyntia Ulrich Tobias, Cara Mereka Belajar, (Jakarta: Harvest Publication House, 2000), hal. 31

[15]Ibid., hal. 36

[16]Ibid., hal. 40

[17]Ibid.,hal. 43

[18]Ibid.,hal. 47

[19]Ibid.,hal. 49

[20]Ibid.,hal. 54
[21] Ibid., hal. 12
[22]Mehren, W. A. dan I. J. Lelman, Measurement and Evaluation in Education and Psychology, Edisi Kedua, (New York: Holt Rinehart and Winston, 1978), hal 214

[23]Raka Joni. T, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Jakarta: YP2LPM, 1984), hal. 92

[24]Wanardi, Sumarto, Muchlidawati, Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Depdikbud, 1997), hal. 82
[25]Sardirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengaja, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 22

[26] Ibid., hal. 24

[27] Ibid., hal. 28
[28]Nasution, S, Berbagai Pendekatan Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara,1984), hal. 55
[29]Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia 1987), hal. 33

[30] Ibid., hal 45

[31] Ibid., hal. 47

[32]Dalman,  Peningkatan Profesionalisme Guru dan Dosen, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 12