Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tidak Mudah Menjadi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH)


Ketika berbicara tentang Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), ada sebuah memori masa lalu dalam pikiran saya, banyak kenangan pahit dan manis ketika pertama kali mengikuti seleksi sebagai SDM Program Keluarga Harapan (PKH). Sebagai seorang anak desa yang berdomisili di pinggiran wilayah Kecamatan Juli (Kabupaten Bireuen), saya harus berangkat ke Kabupaten Bireuen tepatnya ke Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bireuen, untuk mengikuti seleksi tersebut.

Mengikuti seleksi SDM Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan babak baru dalam kehidupan karir pekerjaan saya. Dengan berbekal Ijazah Guru Pendidikan Agama Islam Lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Aceh dan sedikit pengalaman, saya memberanikan diri untuk mengikuti test tersebut, jumlah pendaftar Online membludak dari semua jenjang sehingga dalam pikiran saya ketika itu dengan keterbatasan yang ada, saya harus siap bersaing dan mempersiapkan mental sebaik mungkin untuk berkompetisi, hingga akhirnya sayapun dinyatakan lulus seleksi sebagai SDM Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2014 silam.

Setelah Pengumuman Kelulusan kami diminta untuk menyiapkan administrasi untuk pengurusan SK Kontrak, selanjutnya, saya bersama salah seorang cewek cantik asal Kecamatan Pandrah Ira Farwita, S.Pd di panggil oleh Kemensos untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional Sumatera di Padang selama 10 hari, di bulan suci ramadhan dan alhamdulillah diklat ini mampu kami selesaikan sampai penutupan sehingga kami dinyatakan lulus diklat dan ditugaskan sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Peulimbang Kabupaten Bireuen.

Sejatinya menjadi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), bagi saya itu bukanlah menjadi sebuah kebanggaan dan soal mencari duit saja, melainkan sebuah suratan taqdir Ilahi yang harus saya laksanakan dan pertanggungjawabkan kepada Allah Swt dan kepada Kemensos RI. Saya laksanakan dalam artian, melaksanakan tupoksi sebagai pendamping dalam koridor aturan/SOP tentang Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), dengan penuh rasa tanggungjawab, kesadaran, dan amanah, sebagai timbal balik atas amanah yang telah diberikan oleh negara pada kita. Dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang sederhana apalagi mudah, Kurang lebih selama lima tahun, saya menjalani aktifitas sebagai pendamping berbagai dinamika telah saya hadapi baik suka maupun duka, tantangan dan hambatan seringkali menggugat nurani untuk senantiasa mempersiapkan mentalitas yang kuat dan tanggungjawab sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).

Menjadi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan segala bentuk kelebihan dan kekurangan diluar SOP Pendampingan juga harus mampu memposisikan diri tempat bertanya, menampung permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dan memberikan alternatif pemecahan masalah dengan tetap keputusan ada ditangan kelompok masyarakat sendiri.

Hal itu lah yang menuntut saya sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk senantiasa mengasah Kemampuan berkomunikasi, atau menyampaikan pokok-pokok pikiran, hal ini ditekankan guna menjaga hubungan yang sejajar antara pendamping dengan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang didampinginya, kemampuan Beradaptasi, dan Belajar secara terus menerus, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi saya untuk dapat belajar terus menerus meng upgrade diri, butuh niat, kemauan, kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakannya.

Dalih keterbatasan dana, transportasi dan sumber belajar akan menjadi alasan yang sah padahal kemampuan seorang pendamping tidak akan cukup bila hanya mendasarkan pada Diklat dan Pelatihan pemantapan saja. Bila menyadari bahwa yang didampingi pun mengalami perubahan dan perkembangan, jelas banyak kemampuan pendamping bila tidak dikembangkan tidak akan mampu mengikuti perkembangan malah akan tergerus yang akan membuat saya sebagai pendamping minder. Seperti yang pernah disampaikan oleh Bapak Muhammad Faisal, ST Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) Kabuapaten Bireuen dalam sebuah diskusi, bahwa pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kapasitas, dedikasi, kesadaran, dan kekompakan team work dalam mengawal dan mendampingi KPM PKH dilapangan. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara menggelar pelatihan-pelatihan mandiri, melaksanakan kajian-kajian, membangun tradisi kritis dan evaluasi, membangun dan memperkuat jaringan kemitraan, serta terjun langsung belajar memahami dinamika yang berkembang di masyarakat, terangnya ”.

Oleh sebab itulah tidak mudah menjadi seorang Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), butuh perjuangan, mentalitas, kesabaran, kemauan yang keras, dan tetap semangat dalam menjalaninya. Menjadi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) itu berat mari kita jalani, hadapi dan ringankan saja dengan Romantis. Yakinkan dengan Iman, usahakan dengan Ilmu, dan sampaikan dengan ikhlas agar menjadi amal tambahan di yaumil hisab kelak.