BAB II
PEMBINAAN HABLUM
MINAN-NAS PADA REMAJA
1. Pengertian Pembinaan Hablum Minan-Nas
Menurut
Lewin tingkah laku adalah perubahan atau gerak pada sikap dalam kehidupan atau
moral yang ada pada diri anak, baik kehidupan dalam keluarganya maupun
kehidupan di dalam lingkangan masyarakat.[1] Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas
tentang definisi tingkah laku dapat kita simpulkan bahwa pengertian tingkah
laku adalah sifat yang tertanam pada jiwa manusia, sehingga dengan sifat-sifat
tersebut bisa melahirkan perbuatan baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan.
Pengertian
tingkah laku juga sering disamakan dengan moral atau etika, namun pada
hakikatnya tidak sama. Menurut Nasrullah Latif menyebutkan bahwa "moral
berasal dari bahasa latin, yaitu mores, artinya kesusilaan (adat
kebiasaan) yaitu dasar hakikat dari setiap tindakan dan tingkah laku perbuatan
manusia dalam pergaulan hidupnya."[2]
Sedangkan
etika adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ahmad Amin, adalah "suatu
ilmu yang menjelaskan arti baik buruk menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang harus diperbuat."[3]
Dari kutipan
di atas, dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan antara moral dan etika, namun
keduanya saling keterkaitan dan selalu berhungan dengan tingkah laku yang ada
pada manusia, betapa tidak, karena sifat atau karakter yang dimiliki manusia
selalu berbeda, sehingga dari sifat dan karakter itulah yang menjadi tolak ukur
untuk menentukan moral dan etika.
Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat dipahami bahwa ada beberapa kesimpulan tentang definisi tingkah laku,
bahwa tingkah laku adalah ilmu yang memberi batasan antara yang baik dan buruk,
antara yang terpuji dan tercela, baik berupa perakataan maupun perbuatan
manusia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Selanjutnya dapat kita
definisikan juga bahwa tingkah laku adalah ilmu pengetahuan yang memberi
pengertian baik dan buruk, serta mengatur pergaulan manusia, guna mencapai
tujuan hidup yang serasi dalam pergaulan manusia.
Tingkah laku yang dimaksudkan dalam
skripsi ini adalah salah satu istilah yang dipergunakan dalam Islam yang
mengatur hubungan horizontal antara manusia dengan sesama manusia, serta
hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu tingkah laku adalah
merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu muslim, karena
dengan adanya tingkah laku pada setiap individu, maka akan tercapailah
masyarakat yang adil, aman dan damai. Seseorang yang mempunyai ilmu yang tinggi
tidaklah ada gunanya kalau ia tidak mempunyai tingkah laku yang mulia.
Pada
tatanan akhlak tentu tidak dapat dipisahkan dengan manusia sebagai sosok
ciptaan Allah yang sangat sempurna. Akhlak adalah mutiara hidup yang emmbedakan
makhluk manusia dengan makhluk hewan. Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat
kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling mulia, menjadi turun ke
mertabat hewani. Manusia yang telah lari dari sifat insaniyahnya adalah sangat
berbahaya dari binatang buas. Di dalam surat at-Tin ayat 4-6 mengajarkan bahwa:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ ¢OèO çm»tR÷yu @xÿór& tû,Î#Ïÿ»y ÇÎÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# óOßgn=sù íô_r& çöxî 5bqãYøÿxE (التين: ٤-٦)
Artinya: “Sesunguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh, amal bagi mereka pahala yang tidak putus-putus (Q. S. at-Tin: 4-6)
Keterangan
ayat di atas menggambarkan bahwa manusia dapat saja rendah derajatnya melebihi
binatang apabila tidak berakhlak. Akhlak merupakan salah satu jalan manifestasi
dari keimanan, serta usaha untuk mengaplikasi iman dan Islam secara langsung.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pengertian pembinaan hablum minan-nas
adalah membina manusia khususnya para remaja untuk dapat menjalin hubungan baik
dengan sesamanya. Hal ini tidak akan dapat terjadi tanpa adanya akhlakul
karimah yang dimiliki oleh para remaja tersebut, karena hablum minan-nas baru
dapat dibina apabila para remaja mempunyai nilai-nilai akhlak yang islami.
B. Pola Pembinaan Hablum Minan-Nas Pada
Remaja
Pembentukan
hablum minan-nas kepada pada remaja adalah semata-mata dengan memberikan
pendidikan kepada anak trersebut, karena tidak bisa dipungkiri bahwa remaja
yang tidak berpendidikan jauh lebih berbeda dengan anak yang berpendidikan.
Pendidikan sangat menunjang dalam perkembangan tingkah laku anak.
Pendidikan
awal yang diperkenalkan kepada anak adalah pendidikan yang menyangkut dengan
keagamaan, seperti ilmu tauhid, ilmu tingkah laku dan ilmu lainnya yang ada
kaitannya dengan pembentukan tingkah laku dirinya. Dalam pendidikan inilah langkah
awal dalam memperkenalkan bagaimana cara bergaul, cara bersikap kepada orang,
kepada adik seluruh rumah tangganya, dan kepada teman sebaya, begitu juga
pendidikan yang menyangkut dengan moral.[4]
Setelah
kita memperkenalkan ilmu tersebut kepada anak, barulah kita ajarkan ilmu yang
bersifat umum seperti ilmu sosial, agar ia bisa berinteraksi dengan
lingkungannya. Kalau ilmu telah melakat pada dirinya, maka dalam kehidupan
sehari-hari juga terealisasi dengan baik.
Setiap
muslim juga diajarkan untuk bisa memberikan percontohan yang baik pada orang
lain. Kebaikan yang dimaksud tentulah kebaikan sesuai dengan ajaran Allah SWT.
Penampilan sederhana walau memiliki banyak harta lebih terpuji dari kesombongan
dan sikap pamer yang mendatangkan hati ceburu pada yang lain.
Anak-anak
yang setiap hari bersama orang tua berbeda dengan anak-anak yang sering
ditinggal oleh orang tuanya. Peran orang disini adalah mengontrol setiap apa
yang dilakukan oleh anak, serta mengawasi setiap kesalahan yang dilakukan anak,
mulai dari setelah bangun tidur apakah anak tersebut merapikan tempat tidurnya,
begitu juga hal-hal yang lain sampai kepada masalah disekolah orang tua
memperhatikannya.
Bila
kegiatan ini dimulai sejak dini, maka sampai ia dewasa akan terbawa semua hal
yang telah diarahkan oleh tuanya sejak kecil. Maka oleh sebab itu perhatian
orang tua terhadap anak tidak pernah luput dari kehidupan anak-anak. Bila anak
tidak pernah diperhatikan oleh orang tua, maka hidupnya amburadul, bisa
melakukan semua hal yang dia inginkan tanpa membentengi apakah hal itu bisa
dilakukan atau tidak. Anak yang demikian mudah sekali terjerumus pada kenakalan
remaja di kala ia besar kelak.
Kenakalan
remaja adalah perbuatan yang tidak baik dilakukan oleh para remaja. Soedarsono
dalam bukunya Kenakalan Remaja,
menyebutkan bahwa:
kenakalan remaja adalah meliputi
perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum
tertulis, baik yang terdapat dalam pidana khusus maupun perundang-undangan di
luar pidana. Dapat pula terjadi perbuatan remaja tersebut berupa anti sosial
yang menimbulkan keresahan pada masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak
tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus.[5]
Selain
yang telah disebutkan oleh Soedarsono di atas, ada juga perbuatan anak remaja yang
bersifat anti susila seperti durhaka pada kedua orang tuanya, sesama saudara
saling bermusuhan, disamping itu dapat dikatakan kenakalan remaja, jika
perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya,
misalnya remaja muslim enggan berpuasa, padahal sudah tamyis bahkan sudah
baligh, dan sebagainya.
Agar
anak bisa hidup dengan rukun dengan orang tuanya, dengan sesama orang lain dan
sebagainya, maka dibutuhkan perhatian orang sejak dia usia dini. Karena pada
usia awal kita selaku orang tua mudah dalam mengarahkan anak tersebut kepada
arah yang lebih baik.
Anak yang baru
lahir ibarat kertas putih tanpa noda, yaitu tidak ada dosa karena belum pernah
melakukan hal-hal yang tidak baik dan dilarang oleh agama, yang menasranikan
dan memajusikan dia adalah orang tuanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
sebagai berikut.
ﻛﻞ ﻣﻮﻟﻭﺩ ﻴﻮﻟﺪ ﻋﻟﻰﻟﻔﻄﺮﺓ ﻓﺄﺑﻮﻳﻪﻳﻬﻮﺩﺍ ﻧﻪ ﻳﻮﻧﺼﺭﺍﻧﻪ ﻮﻳﻤﺠﺴﺎﻧﻪ) ﺭﻮﺍﻩ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻟﻴﻪ(
Artinya: Setiap anak adam dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang
tuanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya dan memajusikannya (H.R.
Bukhari Muslim).[6]
Hadits di atas menunjukkan bahwa anak yang baru lahir ibarat
kertas putih tidak ternoda dengan perbuatan dan tingkah laku yang tidak baik,
kecuali yang merubah keadaan ini hanyalah orang tuanya, karena orang pertama
yang dikenal oleh anak adalah kedua orang tua, dan itu menjadi lingkungan awal
bagi anak. Terhadap hal yang demikian peran orang tua dalam mengasuh anak
menentukan nasib anak dalam menjalani kehidupan dia kelak. Mengasuh anak bisa
dilakukan dengan beberapa hal, diantaranya melalui pendidikan, kasih sayang dan
motivasi orang tua.
Islam
menghendaki agar manusia mempunyai pendidikan yang layak supaya ia mampu merealisasikan tujuan
hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan
Hadist. Tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Pendidikan
mulai diperkenalkan kepada manusia adalah sejak manusia itu lahir ke dunia.
Mempelajari ilmu pendidikan, terutama pendidikan agama adalah pada usia dini.
Pendidikan agama merupakan pendidikan yang mesti diperkenalkan kepada
anak, dimana dalam pendidikan agama mengandung pengetahuan untuk mengenal diri
dan mengenal siapa penciptanya, setelah mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya,
maka ia tahu bagaimana cara burhubungan dengan Allah SWT, dan berhubungan
dengan sesama manusia. Dalam mengenal penciptanya (Allah SWT) tentunya seorang
anak harus mempelajari ilmu tauhid atau keimanan, begitu juga untuk bergaul
sesama manusia anak-anak harus mempelajari ilmu akhlak.
Rasulullah SAW memerintahkan para orang tua untuk menyuruh anak-anak
menjalankan shalat. Jika anak-anak itu meninggalkan shalat, maka para orang tua
harus memukul mereka dengan pukulan yang tidak menimbulkan cedera. Kita juga
menjumpai seorang anak kecil menjadi imam shalat bagi kaumnya, karena ia paling
hafal ayat-ayat Al-Quran. Para sahabat yang
mulia juga membiasakan anak-anak mereka melaksanakan puasa ramadhan dengan cara
menghibur anak-anak itu hingga tengah hari. Mereka melakukan semua ini secara
bertahap, sampai sang anak terbiasa. Anak-anak kecil juga ikut serta dalam
pengajian dan dzikir. Seharusnya pula anak-anak diarahkan untuk menghormati
syariat dan menjalankannya. Kebiasaan ini harus dilakukan sejak kecil, agar
kelak mengakar kuat didalam dirinya tatkala dewasa, dan tercerminkan dalam
setiap perilakunya. Menurut Syaikh Muhammad Said Mursi, hal-hal yang perlu
dilakukan orang tua dalam berperilaku anak adalah sebagai berikut.
1.
Mengarahkan anak
untuk menghafal minimal tiga juz dari Al-Qur’an;
1. Membiasakan anak untuk
menyedekah sebagian uang jajannya, meski
hanya sekali seminggu;
2. Membiasakan anak
membaca Al-Qur’an minimal satu ayat sehari;
3. Menanamkan rasa cinta
terhadap surga dan rasa benci terhadap neraka;
4. Membiasakan anak untuk
berpuasa di bulan Ramadhan secara bertahap.[7]
Ajaran
yang dibawakan oleh nabi-nabi sejak awal hingga lahirnya agama Islam, selalu
menjaga martabat kemanusiaan agar tidak mengalami penurunan yang mengakibatkan
menyamai martabat binatang. Tetapi apa yang dikhawatirkan oleh nabi-nabi,
betul-betul terjadi di kalangan manusia, di mana mereka saling merusak dirinya
dengan berbagai macam kedhaliman bahkan nabinya juga dimusuhi, dengan alasan
bahwa dialah yang menghalang-halangi kebebasan mereka melakukan hal-hal yang
dikehendakinya.
عن أبى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أعمل
المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا (رواه أبو داود)
Artinya: Tidak ada sesuatu amalan yang
berat timbangan pada hamba daripada akhlak yang baik (H. R. Abu Daud)[8]
Dilihat
dari seruan nabi dalam Al-Qur'an yang selalu mengajak umatnya menyembah Allah,
karena keadannya manusia saat itu sudah terlalu sesat dalam kemusyrikan, bahkan
sudah terlampau jauh dari kedudukan manusia sebagai hamba Allah, sehingga makin
bergeser dari kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini, yang seharusnya
bertugas untuk menyembah-Nya, serta untuk memakmurkan dunia beserta seluruh
penghuninya.
Oleh
karena itu, untuk membina hablum minan-nas pada remaja, maka perlu diuraikan
bahwa ada tiga macam sendi Islam yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya. Hubungan baik dengan manusia akan terjalin dengan baik apabila seorang
remaja telah mengetahui dan mampu mengamalkan tiga macam sendi Islam tersebut.
Dengan demikian sudah menjadi tugas dari orang tua dan guru untuk menanamkan
tiga sendi Islam tersebut kepada anak didiknya. Karena kualitas seorang muslim
selalu dapat diukur dengan pelaksanaannya terhadap ketiga macam sendiri
tersebut, yang mencakup:
1.
Masalah aqidah, yang meliputi enam macam rukun
iman, dengan kewajiban beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat-Nya, dan qadar baik serta qadar
buruk yang telah ditentukan-Nya.
2.
Masalah syari’ah, yang meliputi pengabdian hamba
terhadap Tuhan-Nya, yang dapat dilihat pada rukun Islam yang lima, dengan
kewajiban mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan menunaikan ibadah haji di Baitullah. Dan
muamalah juga termasuk masalah syari’ah yang meliputi perkawinan, pewarisan,
hubungan perkonomian, masalah ketatanegaraan, perlindungan hak-hak dan
kewajiban manusia dan sebagainya.
3.
Masalah ihsan, yang meliputi hubungan baik
terhadap Allah SWT, terhadap sesama manusia serta terhadap seluruh makhluk di
dunia ini.[9]
Berdasarkan
keterangan di atas, maka dapat dipahami bahwa akhlak merupakan suatu hal yang
sentral dalam kehidupan manusia yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Hanya
manusialah yang dituntut untuk berakhlak mulia di antara makhluk ciptaan Allah
SWT lainnya.
C. Dasar dan Pentingnya Hablum Minan-Nas
terhadap Remaja dalam Rumah Tangga
Dasar pembinaan tingkah laku berarti sumber azasi
tingkah laku yang menjadi landasan dan pedoman yang menuntut tingkah laku
manusia. Dalam Islam dasar tingkah laku adalah Al-Qur'an dan Hadits, kedua
sumber tersebut menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan yang buruk. Sumber tingkah
laku dalam Al-Qur'an terkandung dalam sikap dan prilaku Rasulullah, sebagaimana
firman Allah dalam surat
al-Qalam ayat 4, sebagai berikut.
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã )ﺍﻟﻘﻟﻡ׃٤(
Artinya: "Dan Sesungguhnya kamu
benar-benar
berbudi pekerti yang agung." (Q.S. al-Qalam: 4)
Berdasarkan ayat di atas dapat kita
ambil kesimpulan bahwa keberaan Al-Qur'an merupakan petunjuk dan pedoman bagi
manusia dalam mencari keberadaan Allah SWT, dan Rasulullah merupakan sumber
tingkah laku yang bagi setiap manusia yang lain, dan kita sudah sewajarnya
mengambil sebagai contoh teladan dalam bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya Hadits juga merupakan dasar tingkah laku
yang kedua, yang dijadikan sebagai dasar tingkah laku dengan berpedoman pada
prilaku dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW, hal ini sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. )ﺍﻻﺤﺯﺍﺏ׃۲۱(
Artinya: "Sesungguhnya Telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (Q.S. al-Ahzab: 21)
Ayat di atas menunjukkan bahwa
hadits merupakan dasar tingkah laku kedua setelah Al-Qur'an. Melalui Hadits ini
setiap muslim dapat mencontoh prilaku yang ada pada Nabi tersebut, yang
merupakan pedoman yang dapat menuntut manusia kepada tingkah laku yang baik.
Tingkah laku yang baik menjadi perhatian dari setiap orang, baik dalam
masyarakat.
Dalam kehidupan sosial, tingkah laku yang baik sangat
penting dimiliki oleh setiap individu, karena tingkah laku merupakan sumber
kepercayaan atas diri seseorang, bahkan tingkah laku turut berperan dalam
menentukan kehormatan suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Anwar Masy'ari, bahwa "Sesungguhnya bangsa tergantung
moralnya, bila rusak moral, maka rusaklah bangsa itu."[10]
Agama memandang tingkah laku sebagai hal yang utama
dalam kehidupan manusia, sehingga salah satu tugas Rasulullah SAW diutuskan
Allah ke dunia ini adalah untuk memperbaiki tingkah laku manusia.
Maka kedudukan
tingkah laku dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Bagusnya sebuah banggsa
tergantung kepada tingkah laku masyarakat, bila tingkah laku suatu bangsa itu
baik, maka baik pula bangsa tersebut, begitu pula sebaliknya. Sehubungan dengan
hal tersebut, Rahmat Djatnika, mengemukakan bahwa.
Seseorang
yang bertingkah laku yang baik, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya,
memberikan hal yang harus diberikan kepada yang berhak. Perbuatan ini dilakukan
dengan memenuhi kewajiban terhadap dirinya sendiri, terhadap Tuhannya, sesama
manusia dan makhluk-makhluk lainnya selain manusia.[11]
Tingkah laku Islam sangat
mengutamakan akhlaqul qarimah, yaitu tingkah laku yang sesuai dengan
tuntunan Syari'at Islam. Dalam konsepsi Islam tingkah laku juga dapat diartikan
sebagai suatu istilah yang mencakup hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah, dan hubungan horizontal, yaitu antara sesama manusia. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Anwar Masy'ari, bahwa "hubungan manusia
dengan dirinya sendirinya, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan
manusia dengan alam sekitarnya."[12]
Berdasarkan kutipan di atas dapat
dipahami bahwa tingkah laku Islam mempunyai banyak dimensi yang mengatur pola
hubungan tidak hanya sesama manusia saja, akan tetapi dengan sang khaliq dan
alam sekitar.
Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak. Dalam keluarga yang sangat berperan dalam setiap hal adalah orang
tua, termasuk dalam hal pembinaan akhlak anak. Anak-anak sebelum dia terjun
dalam masyarakat terlebih dahulu perlu pembinaan akhlak dalam keluarga, karena
bila tidak didahului dari keluarga, maka akhlak anak tidak terdidik
sebagaimana
yang kita harapkan. Maka oleh karena itu anak pertama sekali mengenal dan
mendapatkan pendidikan di dalam keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama
bagi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh M. Arifin,
bahwa "Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang menjadi pangkal
atau dasar hidup di kemudian hari."[13]
Di samping itu juga anak dalam hal ini memperoleh pendidikan dari orang tuanya.
Kemampuan dan perkembangan anak sangat tergantung dalam kehidupan keluarganya,
anak akan menjadi baik jika ada pembinaan dari keluarganya.
Rumah tangga
selain sebagai lembaga pendidikan bagi anak, juga sebagai lembaga sosial, dan
pendidikan yang diperoleh anak sangat menentukan terhadap perkembangan
selanjutnya. Maka oleh karena itu mengingat besarnya peranan keluarga dalam
pembinaan jiwa agama anak, maka kedua orang tua sangat bertanggung jawab
terhadap pembinaan akhlak anak. Orang tua harus dapat menciptakan situasi rumah
tangga dengan baik; memperlihatkan sikap dan tindak tanduk yang baik kepada
anak-anaknya, sebagaimana dianjurkan dalam agama Islam; di samping orang-orang
terdekat dengan lingkungan kehidupan sehari-hari. Muchtar Yahya, mengemukakan
bahwa "Lingkungan keluarga itulah lingkungan yang lebih baik untuk
anak-anak dalam pembentukan pribadinya."[14]
Dari pendapat
ini jelas bahwa lingkungan keluarga sangat penting dalam pembinaan anak. Anak
yang dilahirkan dalam lingkungan rumah tangga yang baik dan ta'at
dalam
mengenal ajaran agama, maka akan berkembang pula anak tersebut dalam berakhlak
yang baik. Begitu pula sebaliknya bila anak yang dilahirkan di dalam rumah
tangga yang jahat, maka akan terikut pula anak itu menjadi jahat, dengan kata
lain anak tersebut akan jauh dengan norma-norma ajaran agama, termasuk di
dalamnya dalam hal berakhlak. Maka untuk
membina anak yang shaleh, orang tua harus menjadi contoh teladan dalam setiap
kehidupannya. Sebagai contoh bagaimana
orang tua mengajak anak-anaknya untuk melaksanakan yang baik, dan bagaimana
tata cara yang baik dalam pergaulan. Maka di sini perlu adanya orang tua yang
mampu memperlihatkan atau menunjukkan contoh yang baik kepada anaknya dengan
penuh rasa tanggung jawab dan kebijakan.
Orang tua sangat besar sekali
tanggung jawabnya dalam membina aqidah anak, terutama dalam memperoleh
kebahagiaan dalam hidupnya. Di tangan kedua orang tuanyalah terletak masa depan
masa depan anak-anak yang berakhlak yang baik. Maksudnya bila orang tua tidak
mendidik anaknya sesungguhnya ia akan terbawa ke arah yang sesat. Sebagaimana
firman Allah dalam surat
At-tahrim ayat 6, yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã (التحريم:6)
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. at-Tahrim:
6)
Ayat
di atas, dapat dipahami bahwa perintah untuk mendidik dan memelihara anak dari
api neraka merupakan suatu kewajiban bagi orang tua yang harus ditunaikan
terhadap anaknya. Kedua orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya.
Karena sebelum anak dididik oleh orang lain, kedua orang tuanyalah yang mendidik terlebih
dahulu.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu
disadarkan dan dibina oleh kedua orangtua terhadap anaknya adalah: Memelihara, membesarkan,
melindungi, menjamin kesehatannya dan mendidik dengan berbagai ilmu
pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya serta membahagiakan anak hidup di dunia dan di akhirat
dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan
akhir kehidupan muslimin.[15]
Kesadaran
akan tanggung jawab mendidik dan membina anak
secara kontiniu perlu di kembangkan kepada setiap orang tua, sehingga
pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang dilihat dari orang tua, akan tetapi telah didasari
oleh teori-teori pendidikan modern, sesuai dengan perkembangan zaman yang
cenderung selalu berubah.
Sebagai tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak
ialah peletak dasar bagi pendidikan
akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Keluarga merupakan tempat pertama
kali anak belajar segala sesuatu. Pola pikiran orang tua secara perlahan-lahan
akan ikut juga mewarnai pola pikiran anaknya. Bila orang tua memandang segala
sesuatu masalah dari sudut pandang yang positif dan objektif, hal itu akan
berpengaruh pada pola pikir anaknya dimasa mendatang.[16]
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat memahami
bahwa orang tua merupakan orang paling utama bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak. Orang tua mempunyai suatu kewajiban untuk mendidik dan membina
anaknya dalam mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Manusia
di samping diciptakan dalam bentuk dan rupanya yang terindah, juga diberikan
akal untuk memilih, menilai dan membandingkan antara baik, buruk atau benar dan
salah dalam kehidupannya. Hal tersebut sesuai dengan hadits Rasulullah saw
sebagai berikut:
عن
عائشة رصي الله عنها قال رسول الله ضلى الله عليه وسلم: مازال جبريل يوصيني بالجار
حتى ظننت انه سيورثه (رواه البخارى)
Artinya: Dari Aisyah ra. Berkata Rasulullah saw
bahwa: tidak henti-hentinya Jibril
menyuruh aku berbuat baik kepada tetangga, hingga sangka (merasa) bahwa
tetangga itu akan dijadikan ahli waris (HR. al-Bukhari)[17]
Berkenaan
dengan hadits tersebut di atas, maka dapat difahamai bahwa akhlak yang mulia
bertetangga yang baik itu akan mendatangkan kebaikan. Hal tersebut dalam hadits
ini secara rasio dapat diterima, karena akhlak yang baik akan mendapatkan
banyak kawan dan disukai orang sehingga semua kesulitan dapat dipecahkan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berhubungan baik dengan sesama
manusia merupakan suatu hal sangat penting dalam kehidupan remaja khususnya.
Apalagi kehidupan remaja pada saat sekarang ini, lebuh cendrung bersikap tidak
baik terhadap keluarga dan masyarakatnya. Hal ini tidak akan tercapai kalau
orang tua dan guru tidak membina akhlak yang mulia kepada anak remaja itu
sendiri.
D. Metode Pembinaan Hablum Minan-Nas
a. Pengertian Metode
Dalam sejarah pendidikan islam dapat kita ketahui bahwa
para pakar pendidikan muslim dalam
berbagai situasi dan kondisi yang berbeda. Telah menerapkan berbagai metode
pendidikan maupun pengajaran. Begitu banyak metode-metode yang Al-Qur’an
sendiri mengandung berbagai metode di dalamnya yang menjadi pegangan bagi
setiap manusia yang mau mempergunakannya.
Namun sebelum kita membahas lebih jauh tentang metode
pembinaan hablum minan-nas ini, penulis terlebih dahulu menjelaskan pengertian
tentang metode yang baik digunakan dalam melaksanakan pembinaan watak seseorang
anak.
Dalam pengertian, kata ‘metode” berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari “meta”
yang berarti “melalui” dan ‘hodos” yang berrti “jalan” jadi metode berarti
“jalan yang dilalui”.[18]
Dari pengertian di atas dapat kita ambil pengertian
bahwasanya arti metode adalah jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Oleh karena itu kita harus berhati-hati untuk melalui jalan yang akan kita
tempuh. Demikian juga dengan orang tua, guru dan masyarakat dalam melaksanakan
pembinaan, hablum minan-nas terhadap seseorang remaja harus mempunyai metode
yang tepat yang dapat mempengaruhi remaja, sehingga apa yang diharapkan akan
terwujud. Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M Arifin,
Metode dapat juga diartikan sebagai “cara” yang
mengandung pengertian yang fleksibel (lentur) sesuai kondisi dan situasi dan
mengandung implakasi “mempengaruhi” serta saling ketergantungan antara
pendidikan dan anak didik. Disini antara pendidikan berada dalam proses
kebersamaan yang menuju ke arah tujuan tertentu.[19]
b. Motode yang digunakan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwasanya dalam
menggunakan metode haruslah digunakan metode yang tepat jika ingin mencapai
tujuan. Disini penulis ingin mencoba membahas tentang beberapa metode contoh
teladan, metode bimbingan dan penyuluhan, metode hukuman, serta metode hadiah yang
penulis anggap penting dalam pelaksaan pembinaan hablum mina-nas ini. Adapun
metode-metode tersebut antara lain:
1.
Metode contoh teladan
Setiap orang tertentu saja menginginkan anaknya menjadi
orang yang baik dan berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oranh tua yang baik
adalah orang tua yang mampu mengarahkan anaknya kepada tujuan yang
diinginkannya. Tujuan tersebut akan tercapai bila ia menerima semua yang
baik-baik dari orang tuanya, mulai dari makanan yang ia makan, pendidikan yang
ia terima sampai sikap kedua orang tua yang dijadikan sebagai panutan dalam
menghadapi kehidupan di masa depan.
Di sini penulis sengaja meletak “contoh teladan” sebagai
metode pertama yang harus dilaksanakan oleh orang tua dalam membina hablum
minan-nas. Hal ini sengaja penulis angkat berdasarkan fakta dan realita yang
terjadi dalam masyarakat kita. Seorang anak akan cendrung bersikap seperti apa
yang ia lihat sekitarnya, sebagaimana yang diuraikan oleh Al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin:
Metode
untuk melatih anak adalah salah satu dari hal-hal yang amat penting. Anak
adalah yang terpercayakan kepada orang tuanya. Hatinya masih murni laksanakan
permata yang sangat berharga, sederhana dan bersih dari ukiran yang digoreskan
kepadanya dan ia akan cenderung ke arah manapun dengan sifat-sifat yang baik
pada dirinya dan akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat[20].
Dari
uraian di atas dapat kita ketahui dengan jelas bahwasanya pribadi yang baik
maupun yang buruk yang terdapat pada si anak memang merupakan kodrat pada
manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, betapa bahayanya bila tidak baik, padahal orang lain
menirunya, terlebih lagi jika anak meniru perbuatan buruk orang tuanya.
Sehubungan
dengan itu, Zakiah Drarajat menyatakan:
Tidak
mungkin kita mengharap anak kita menjadi orang yang taat, seorang anak juga
tidak akan mempunyai moral yang baik, jika orang tuanya tidak memberi contoh
yang baik, karena anak-anak lebih mudah terpengaruh oleh tindakan-tindakan
orang dewasa dari pada nasehat-nasehat atau petunjuk-petunjuk.[21]
Dari
ungkapan di atas dapat diketahui dengan jelas bahwasanya para orang tua harus
senantiasa memberikan contoh yang baik kepada anak-anak remajanya, jika orang menginginkan
mereka tumbuh menjadi orang yang taat dan mampu menjalin hubungan baik dengan
sesama manusia.
Sebagai
orang tua harus selalu mencontoh bagaimana Luqman memberi pelajaran kepada
anaknya, hal tersebut dapat kita lihat dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù (لقمن: 18)
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. ( Q.S. Luqman: 18)
Dengan
membaca surat Luqman trsebut hendaknya menjadi suatu pelajaran bagi manusia
bagaimana sebenarnya cara yang terbaik dalam memberikan pendidikan kepada anak
khususnya para remaja.
Orang
tua harus selalu berusaha memberikan contoh teladan kepada anaknya seperti
dalam hal melakukan shalat, dan puasa. Demikian
pula orang tua harus membimbing anaknya dengan baik tentang tata cara
menghormati dan menghargai orang lain. Karena hal ini akan sulit dilakukan oleh
anak apabila tidak diberikan contoh oleh orang tuanya. Apabila hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua dengan semaksimal mungkin, maka para anak akan
terbiasa untuk menjalin hubungan baik dengan sesamanya. Sehingga ketika ia
telah dewasa ia akan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan sesama
manusia.
2.
Metode bimbingan dan penyuluhan
Metode ini sering didengar dengan metode guidance and
conselling, karena di dalamnya terdapat tidak hanya nasehat tetapi juga
arahan dan bimbingan yang diberikan akan arti kasih sayang yang sebenarnya bagi
seorang anak.
Menurut pribadi penulis, orang tua tidak hanya memberi
contoh teladan saja kepada anaknya, tetapi di samping itu juga anak perlu
dibimbing dan diberi pengarahan. Contoh tanpa bimbingan belum lengkap, begitu
juga halnya seperti rumah tanpa atap atau beratap tapi tanpa didinding.
Menyuruh anak melakukan shalat, puasa, sedangkan ayah dan ibu tidak pernah
melakukannya akan sulit sekali, karena kemungkinan si anak akan bertanya
“kenapa hanya ia yang harus mengerjakan shalat, sementara ayah dan ibu tidak”.
Begitu juga kalau ayah dan ibu tidak pernah meninggalkan shalat, tetapi tidak
pernah memberitahukan untuk apa shalat/puasa dilaksanakan. Hal tersebut membuat
si anak seperti orang buta yang pernah mendengar nama singa, tetapi tidak tahu
pasti seperti apa singa itu sebenarnya. Remaja perlu dibimbing dan bina untuk
selalu menghargai dan menjalin hubungan baik dengan orang lain, karna tanpa
adanya bimbingan dan pembinaan orang tua seorang remaja tidak tua tatacara
untuk menjalin hubungan hablum minan-nas.
Jadi di samping contoh teladan yang diberikan orang tua
kepada anak remajanya tentang menjalin hubungan baik dengan orang lain, orang
tua juga hurus selalu membimbing dan membina anak remajanya tentnag tatacara
hablum minan-nas tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zakiah Darajat yang
mengatakan bahwa:
Untuk
membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji tindaklah mungkin dengan
melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu
dan menjauhi sifat-sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia
cenderung untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Demikian
juga halnya pendidikan agama, semakin kecil umur sianak hendaknya semakin
banyak latihan dan pembiasaan pada agama yang dilakukan pada anak. Dan semakin
bertambah umur sianak hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan
pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan
kecerdasannya.[22]
3.
Metode hukuman
Perlu juga diperhatikan bahwa metode hukuman mempunyai
jenis-jenis hukuman yaitu positif dan negatif. Hukuman positif itu dilakukan
dengan cara memberikan peringatan yang bersifat mendidik kepada sianak.
Contohnya mengawasi anak agar ia selalu waspada terhadap perbuatannya, seperti menghukumnya
dengan memberikan tugas-tugas pekerjaan rumah atau dengan mengulangi
pelajaran-pelajaran di sekolah apabila ia telah melakukan perbuatan jahat
seperti berkelahi dan mengejek orang lain. Adapun jenis hukuman yang negatif
itu dilakukan dengan cara menakut-nakuti anak, cercaan, memukul dan
membunuhnya, indakan itu akan menyebabkan ia berdusta serta melakukan hal yang
beruk, sifat-sifat itu menjadi kebiasaan atau perangainya, maka akan
mengakibatkan mental dan jiwa anak akan rusak.
Metode hukuman ini menurut Dewa Kutut Sukardi dalam bukunya Psikologi
Populer Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak mengatakan bahwa:
Ahli-ahli
ilmu pendidikan modern seepakat bahwa keputusan dan ketaatan yang berlebihan
merupakan suatu hasil dari pelaksanaan dan hasil dari sistem pendidikan yang
menggunakan kekerasan dan ancaman, akan tumbuh dan berkembang pribadi yang
lemah dan gampang menyerah pada nasib dan tidak memiliki inisiatif. Maka secara
langsung mereka tidak berani mengembangkan kepribadiaannya sendiri serta selalu
dihantui oleh pola berfikir orang lain. Tujuannya dalam segala gerak dan
aktivitasnya adalah untuk memuaskan orang lain walaupun untuk itu mereka
mengorbankan idenya sendiri, harga dirinya dan kepribadiannya.[23]
Sebagian
orang brpendapat, penanganan masalah ini bisa dilaksanakan dengan kekerasan,
disiplin yang ketat, bila perlu harus dikenakan sanksi hukuman. Kalau diteliti
lebih mendalam lagi, hukum yang dilaksanakan dengan keras itu hanya cocok
apabila dikenakan bagi anak-anak yang memiliki sikap yang keras, berani dan
berandalan.
Dalam
masalah hukuman dilaksanakan dengan kekerasan ini Dewa Ketut Sukardi
menambahkan:
Ahli
yang lain mengatakan bagaimana juga tindakan kekerasan yang ditujukan pada
anak-anak, apabila nantinya akan menimbulkan kesakitan pada jasmani, merupakan
suatu tindakan kejam yang menimbulkan efek negatif baik ditinjau secara fisik
maupun mental. Ada juga ahli yang menekankan bahwa menjatuhkan sanksi bagi anak
yang berandal, haruslah dicari sumbernya dari anak itu sendiri. Dengan
kebijaksanaan orang tualah keberandalan seorang anak dapat diatasi.[24]
Dalam
hal menghadapi yang demikian orang tua harus waspada, pengawasan harus
diperketat sebab apabila seorang anak sudah mulai bersekolah, maka secara
langsung dia sudah terpengaruh oleh dunia luar. Di sekolah mereka dengan bebas
akan bergaul dengan teman-teman yang terdiri dari lingkungan yang berbeda,
terdiri pula dari latar kehidupan yang beraneka ragam. Hal tersebut yang sering
membuat anak berubah dari baik menjadi anak yang susah diatur dan anak tersebut
sudah menjatuhkan martabat orang tuanya.
Menurut penulis, melaksanakan hukuman
dengan cara kekerasan bukanlah suatu pembinaan yang baik, tetapi justru membawa
efek yang negatif bagi anak. Jadi dalam memberikan hukuman haruslah dilihat
tingkatan ilmu anak dan sejauh mana kesalahan yang diperbuat sianak. Melalui
penelitian yang dilakakan oleh Brobrophi dan Ekerson terhadap usia Sekolah
Dasar, katanya: “Teguran yang sederhana itu bisa mencapai perubahan tingkah
laku yang efektif dari pada ancaman hukuman yang berat”.[25]
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian
di atas adalah setiap orang tua, guru di sekolah dan anggota masyarakat ingin para
remaja muslim bisa menjalankan hubungan baik dengan sesama manusia adalah wajib
memberikan sanksi hukuman kepada remaja yang merusak hubungan baik dengan
sesamanya. Hal yang harus dipikirkan oleh orang tua dan guru dengan matang adalah
tindakan atau hukuman tersebut tidak akan menimbulkan efek yang negatif
terhadap para anak remaja itu sendiri. Maka dari itu, hukuman yang diberikan
haruslah bersifat mendidik dan dimengerti oleh anak remaja.
4.
Metode hadiah
Dalam
melaksanakan pembinaan hablum minan-nas pada anak yang masih remaja perlu juga
diberikan hadiah terhadap sikap dan perbuatan baik yang dilakukannya. Hadiah
yang diberikan tersebut tindakan harus berupa suatu benda, tetapi dapat juga
berupa pujian maupun yang membangkitkan gairah anak remaja untuk terus berbuat
baik kepada orang lain.
Namun
demikian, memberikan hadiah dan pujian ini janganlah terlalu berlebihan, karena
hal yang demikian itu akan membuat anak besar kepala, sekali ia tidak diberikan
hadiah maka ia akan menuntut ataupun merajut. Jadi hendaknya orang tua dalam
memberikan hal-hal yang demikian tidak berlebihan, baik hadiah yang diberikan
berupa benda ataupun pujian, karena bisa jadi hadiah tersebut digunakan anak
untuk memeras orang tuanya. Begitu pula halnya dengan pujian, apabila si anak
terlalu sering dipuji, ia akan merasa paling the best. Sehingga akan
menimbulakn sikap sombong pada remaja itu sendiri.
E. Tujuan Utama Pembinaan
Hablum Minan-Nas Remaja dalam Rumah Tangga
Tujuan
pembinaan tingkah laku bagi anak adalah untuk menciptakan manusia untuk
menjadikan insan kamil demi menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Tentang
hal ini Anwar Masy'ari, mengemukakan bahwa "Pembinaan tidak hanya
mengajarkan pengetahuan dan melatih keterampilan dalam melaksanakan ibadah,
akan tetapi lebih luas dari pada itu, tingkah laku bertujuan membentuk
kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam."[26]
Agama Islam
menyatakan bahwa seseorang dipandang mulia menurut pandangan Allah dan
Rasul-Nya, bukan hanya manusia yang terus menerus melakukan ibadah kepada
Allah, akan tetapi ia juga harus mampu untuk bersikap baik dengan sesamanya.. Untuk
mewujudkan manusia yang beriman dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka yang
harus diperbaiki terlebih dahulu adalah tingkah lakunya manusia. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut.
ﺍﻧﻤﺎ ﺑﻌﺖ ﻻﺗﻤﻢ ﻣﻜﺎﺭﻡ ﺍﻻ ﺧﻼﻖ) ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺎﻠﻙ(
Sebagaimana
Hadits di atas, dapat dipahami bahwa
Allah mengutuskan Nabi Muhammad SAW ke dunia ini semata-mata untuk
memperbaiki tingkah laku dan budi pekerti manusia, karena sebelum lahirnya Nabi
Muhammad SAW, kehidupan manusia banyak yang jahiliyah, yang jahat dan tidak
beriman kepada Allah serta tidak bertingkah laku baik antara sesama manusia.
Allah memandang manusia tidak dilihat dari rupanya, badannya, melainkan Allah
memandang seseorang adalah yang paling baik tingkah lakunya, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Malik, sebagai berikut.
ﺍﻥ ﻣﻦ ﺧﻴﺎﺭ ﻛﻢ ﺃﺣﺴﻨﻜﻢ ﺍﺧﻼﻕ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﻟﻚ(
Artinya: "Sesungguhnya
sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik tingkah lakunya." (H.R.
Malik)[28]
Berdasarkan Hadits di atas, maka
jelas bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang terbaik
tingkah lakunya dan terbagus perangainya. Namun orang yang terburuk tingkah
lakunya atau jelek perangainya, maka itu bisa dianggap penjahat, sekalipun dia
sahalat, puasa dan mengerjakan haji. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa
ibadah yang dikerjakan seseorang bila tidak dilandasi dengan akhlak, maka ia
bukanlah termasuk manusia yang baik. Karena agama Islam mengatur tingkah laku
manusia, baik yang berhubungan dengan Tuhannya maupun yang berhubungan dengan
sesama manusia. Hal ini supaya manusia bisa mendapatkan kebahagian hidup di
dunia dan di akhirat kelak.
Di sisi lain pembinaan hablum minan-nas mempunyai
tujuan mendidik pribadi muslim ke arah kesempurnaan hidup, karena pembinaan
hablum minan-nas juga sebagai salah satu upaya mengoptimalkan pengabdian diri
kepada Allah, pembinaan hablum minan-nas lebih ditekankan pada pembinaan moral
untuk mewujudkan pribadi muslim yang sempurna. Hal ini senada dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, bahwa "Pembentukan moral
yang tinggi adalah fungsi utama dari pembinaan tingkah laku manusia."[29]
Pada hakekatnya manusia di dunia ini adalah sama di mata Tuhan, baik yang
hitam maupun yang putih, yang cantik maupun yang buruk rupa. Bagi Allah yang
paling mulia dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang benar-benar beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT serta orang yang mampu menjalin hubungan baik
dengan sesamanya.[30]
Orang yang benar-benar memahami serta memperhatikan hukum-hukum agamanya
akan tampak di setiap masyarakat, yang tetap berpegang pada nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran agamanya yang benar dan sifat-sifatnya yang baik dengan
menerapkan nilai-nilai kebiakan tersebut, serta menjadi sifat-sifat di atas
sebagai perhiasannya. Tegaknya kepribadian sosial ini yang
menjadikannya mempunyai nilai-nilai Islam tersebut dalam tingkah laku sosialnya
dan pergaulannya dengan semua orang.[31]
F. Hikmah Hablum
Minan-nas dalam pergaulan Remaja
Sebagaimana
kita ketahui bahwa stiap kegiatan yang perlu dilakukan oleh manusia pada
dasarnya telah mempunyai tujuan tertentu sebagaimana yang diharapkan. Akan
tetapi tidak semua tujuan yang diharapkan itu akan tercapai sebagaimana yang
diinginkan bila faktor-faktor tidak mendukungnya.
Demikian pula halnya dengan tujuan pendidikan akhlak,
para orang tua dan guru selalu memikirkan moral serta tingkah laku si anak
supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Orang tua tidak hanya cukup
dengan sekedar menuangkan sejumlah pengetahuan kepada anak atau dengan kata
lain memikirkan peningkatan pengetahuan semata-mata, akan tetapi bagaimana
tugas orang tua atau guru dalam mendidik dan membina kepribadiannya, moral
serta akhlak anak dalam pendidikannya. Maka dalam pendidikan dan pengajaran
anak tidak hanya memadai dengan menerima apa yang diajarkan di sekolah saja,
akan tetapi pendidikan akhlak harus diikut sertakan atau diutamakan agar anak
dapat berguna dalam kehidupan masyarakat kelak. Jika anak tidak dididik dengan
pendidikan akhlak kemungkinan dalam kehidupannya ia selalu memikirkan kepentingan
untuk dirinya sendiri.
Maka setiap ilmu pengetahuan yang diberikan oleh orang tua
terhadap anaknya seharusnya pendidikan akhlak dan moral serta pembinaan
kepribadian yang sehat, pendidikan yang diberikan itu hendaknya tegas dan jelas
akan sasarannya terhadap yang kita inginkan, karena kita lihat bagaimanapun
sistem yang diberikan pendidikan itu selalu mengikuti dasar negara itu sendiri,
sebab negara berdasarkan demokrasi, maka pendidikan yang diberikan kepada
anak-anak juga harus sesuai dan punya tujuan tertentu demi untuk terbinanya
jiwa demokrasi pada anak.
Begitu pula dengan keadaan Negara yang berdasarkan atas
ketuhanan, maka seharusnya anak dibawa ke arah menumbuhkan jiwa ketuhanan yakni
kepribadian anak. di samping sikap jiwa dalam hidup harus dapat dikendalikan
prilakunya dengan cara-cara yang baik sesuai dengan ajaran dan tuntunan
ketuhanan itu sendiri.
Demikian pula dalam keluarga, anak perlu dibiasakan
dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik, karena hal ini sangat dianjurkan
dalam agama Islam. Negara kita berdasar Pancasila, maka pendidikan haruslah
mempersiapkan anak-anak untuk dapat mengerti dan memahami tentang Pancasila dan
mampu menjadikan Pancasila itu sebagai dasar hidupnya. Maka dalam hal ini
sekolah sebagai lembaga utama dalam membina dan mempersiapkan anak supaya
menjadi warga negara yang baik, maka hendaklah diajarkan tata cara yang
baik-baik dikehendaki oleh Pancasila itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Zakiah Daradjat, berikut ini.
Pendidikan yang diberikan di sekolah
haruslah ditujukan untuk menumbuhkan pada anak adalah (1) Keperccayaan dan
taqwa kepada Allah SWT, serta membiasakan bertingkah laku dan pandangan hidup
yang sesuai dengan ajaran sila pertama; (2) Dalam pergaulan dengan orang lain,
sikap dan tindakannya haruslah menunjukkan dan menampakkan sopan santun dan
berperikemanuiaa sebagaimana sila kedua; (3) Meghargai pendapat dan pemikiran
orang lain, tidak merasa dia yang terpandai dengan kata lain menumbuhkan jiwa
demokrasi sebagaimana sila keempat; (4) Rasa keadilan, kebenaran, kejujuran dan
suka menolong orang lain sebagaimana sila kelima.[32]
Pendidikan
yang tidak diberikan di sekolah akan tetapi dalam lingkungan keluarga sejak
anak dilahirkan maka mulailah anak menerima didikannya dan prilaku diri pada
orang tuanya, di samping anggota keluarga turut memberikan dasar-dasar
pertumbuhan pembentukan kepribadian. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
arah tujuan itu dapat dicapai bilamana pendidikan itu mencukupi pendidikan
akhlak dan agama.
Adapun hikmah hablum minan-nas dalam pergaulan remaja adalah:
a. Mendatangkan
kebaikan di dunia dan akhirat kelak
Kebahagiaan dunia
tidak hanya terbatas pada harta, wanita, kedudukan, tempat tinggal dan
kehormatan serta hal-hal lainnya yang menjadi perhiasan duniawi. Seseorang
mungkin mencari tujuan yang sama dengan manusia lainnya, yaitu ketenangan dan
ketentraman jiwa. Realita ini sering di temukan dalam dalam hasrat dan keinginan
manusia dalam hidupnya. Tujuan utama yang diharapkan manusia adalah dapat
mengusir kegelisahan. Namun yang mereka harapkan itu kadang kala menyimpang
dari pola hidupnya. Ketenangan dan ketenteraman jiwa yang diharapkan manusia
itu baru dapat tercapai ketika manusia dapat menjalin hubungan baik dengan
sesamanya dan beramal saleh sebagai bekal hidup di akhirat kelak. Kebahagiaan
akhirat tidak lain adalah surga yang dibentangkan seluas langit dan bumi yang
disediakan khusus bagi orang yang bertaqwa dan yang hidup saling menjalin
hubungan baik dengan sesamanya. Sebagian manusia beranggapan bahwa sangatlah
sukar untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat sekaligus dalam satu waktu.
yang menjadi sebab, mengapa tidak terbayangkan dalam pandangan manusia bahwa
kebaikan dunia sesungguhnya adalah perasaan jiwa yang tenang.[33]
b. Diterima
di kalangan Manusia dan mendapat tempat di hatinya
Tidak ada
manusia, yang tidak ingin mendapatkan tempat di mata manusia lainnya dan
dicintai oleh mereka. Bahkan, inilah yang banyak diinginkan oleh sebagian besar
penguasa, mereka mengeluarkan biaya yang tidak sedikit hanya untuk diterima di
kalangan masyarakat dan mendapat perhatian dari mereka. Sebagian besar manusia
mengira bahwa salah satu cara untuk meraihnya adalah membeli hati mereka dengan
perhiasan dunia yang terdiri dari harta dan wanita, serta kedudukan. Tidak pernah
terlintas dalam hati mereka bahwa semua itu terkait dengan hubungan antara
hamba dan Tuhannya. Urusan ini merupakan timbangan keimanan yang tidak
diperhatikan, kecuali oleh mereka yang berhati mulia seperti tabi’in Abu Hazim
Salamah bin Dinar ketika mengatakan,”seorang hamba tidaklah akan baik hubungan
antara dia dengan Allah, kecuali baik pula hubungan dengan hamba-Nya yang lain.
Sebaliknya, tidaklah akan buruk hubungannya dengan Allah, kecuali buruk
hubungan dengan sesamanya. Upaya memelihara hubungan baik dengan Allah SWT.,
adalah lebih mudah dibanding memelihara hubungan semua arah dengan banyak
manusia. Sesungguhnya ketika kamu memelihara dengan baik hubungan dengan-Nya,
maka akan berpalinglah semua wajah (pandangan manusia) menghadapmu, sebaliknya
tatkala rusak hubungan baikmu dengan-Nya, semua wajah seketika itu akan
menghindar darimu”.[34]
c. Terjalinnya
persahabatan yang baik dalam kehidupan remaja
Salah satu
hikmah hablum minan-nas adalah terjalinnya persahabatan yang baik dalam
kehidupan remaja. Dalam Islam sangat dianjurkann kepada manusia untuk memilih
berkawan dengan orang yang shaleh, karena Manusia terpengaruh oleh teman dan
kawannya. Jika mereka shaleh, maka ia akan terpengaruh oleh keshalehan mereka
dan berusaha untuk bisa seperti mereka. Teman yang shaleh adalah teman yang
menjaga hubungan persahabatan dengan baik. Memilih berkawan dengan orang yang
saleh ini merupakan prinsip penting dalam pendidikan Islam yang diserukan
kepada seluruh orang Islam dalam kondisi apapun, baik dalam acara resmi,
sekolah, masyarakat, teman bergaul maupun yang lainnya. Teman dan sahabat yang
baik merupakan faktor yang amat berperan dalam meraih prestasi yang baik dan
menghilangkan sifat-sifat tercela. Apabila orang muslim dan para pengemban misi
pendidikan meremehkan masalah ini, niscaya masyarakat menjadi sangat berpotensi
terjangkit beberapa penyakit yang salah satunya adalah dendam. Hal ini dapat
merusak kedamaian dan ketentraman masyarakat muslim itu sendiri. Kepribadian
generasi muda sangat berpeluang terjebak dalam arus pemikiran dan pandangan
hidup yang menyimpang. Oleh karena itu, landasan positif bagi setiap kegiatan
dapat diambil dari petunjuk Nabi Saw dalam memilih kawan yang saleh dan
menghindari unsur-unsur negatif yang ditimbulkan dalam kegiatan bersama
(bermasyarakat)[35].
Abu Musa al-Asy’ari ra meriwayatkan bahwasanya Nabi Saw telah bersabda:
عن
أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن ألنبي صلى الله عليه وسلم،قال: إنما مثل الجلس
الصالح وجليس السوء، كحامل المسك، ونافخ الكبر، فحامل المسك، إما أن يحذيك، وإما
أن تجد منه ريحا طيبة، ونافخ الكبر إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد منه ريحا
منتنة. (رواه متفق عليه)
Artinya: Dari Abu Musa Al-Asy’Ari
r.a. bahwasanya Nabi SAW., bersabda: ”Sesungguhnya perumpamaan antara teman
yang baik dengan teman yang buruk adalah laksana orang yang membawa minyak
wangi dengan peniup tungku pandai besi. Orang yang membawa minyak wangi
adakalanya ia memberimu, atau kamu membeli kepadanya atau kamu mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan peniup tungku pandai besi besi adakalanya ia akan membakar
pakaianmu dan adakalanya pula engkau mendapatkan bau yang busuk daripadanya”.
(HR. Bukhari-Muslim)[36]
d. Tumbuhnya sikap Saling
Tolong Menolong dalam kehidupan remaja
Di antara
pendidikan Islam yang terarah dan telah disyariatkan Islam adalah mempertebal
rasa solidaritas terhadap sesama muslim. Hal ini dilakukan, baik secara
silaturrahmi kepada saudara, kerabat, teman dan orang-orang yang tertimpa
musibah. Membantu orang yang lemah dan orang-orang yang menghadapi kesulitan,
meringankan penderitaan mereka. Seruan-seruan seperti ini dimaksudkan untuk
mengikis nafsu amarah yang senantiasa mendorong manusia bersikap dendam, egois
dan tak memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial. Itulah kegiatan-kegiatan
pendidikan sosial yang hendaknya dijalani oleh setiap umat Islam. Sebagai
implementasi atas seruan Nabi Saw yang mengajak umatnya untuk memperhatikan
persoalan-persoalan umat Islam[37].
Dalam hal ini Rasulullah SAW., bersabda:
عن أبى هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله
عليه وسلم: قال: قال رسول الله صلى الله وسلم: من عاد مريضا أوزار أخاله فى الله،
ناداه مناد بأن طبت، وطاب ممشاك وتبوأت من الجنة منزلا. (رواه: الترمذي)
Artinya: “Siapa saja yang menjenguk orang
sakit atau mengunjungi saudaranya
karena Allah, maka dia diseru oleh penyeru: engkau baik, jalanmu baik
dan engkau akan menempati satu tempat di surga” (HR. Tarmidzi).[38]
Dalam riwayat
yang lain dari Ibnu Umar Nabi Muhammad SAW.,. Menyeru umatnya untuk memperkuat
rasa cinta kepada kebaikan, mengulurkan bantuan dan pertolongan kepada
saudaranya. Dalam hal ini Rasul bersabda:
عن
ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: المسلم أخوالمسلم لايظلمه ولايسلمه. من كان
فى حاجة أخيه كان الله في حاجته، ومن فرّج عن مسلمٍ كربة فرّج الله عنه بها كربةً
من كرب يوم القيامة، ومن ستر مسلمًا ستره الله يوم القيامة (رواه: متفق عليه)
Artinya: Dari Ibn Umar
r.a. bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim yang lain. Ia tidak boleh menganiayanya dan tidak pula menelantarkannya.
Barang siapa (membantu memenuhi) keperluan saudaranya maka Allah akan
(memenuhi) keperluannya pula. Dan barang siapa berupaya melepaskan satu
kesulitan seorang muslim, maka Allah akan melepaskan suatu kesulitan di antara
kesulitan-kesulitan di hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi (aib) saudaranya
yang muslim maka Allah akan menutupi (aibnya) di hari kiamat”. (HR.
Bukhari-Muslim)[39]
e. Menumbuhkan sikap
saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan remaja
Sikap saling
menghormati dan menghargai orang lain merupakan suatu sikap yang sangat dianjurkan
dalam agama Islam. Karena sikap ini dapat menimbulkan kedamaian dan perdamaian
antar sesama manusia. Dengan demikian, apabila seseorang remaja dapat
menumbuhkan sikap menghargai dan menghormati orang lain, maka akan terciptalah
hubungan baik antar sesamanya.[40]
f. Menumbuhkan sikap suka memaafkan kesalahan
orang lain dalam pergaulan remaja
Dalam
pergaulan remaja sering terjadinya percecokan dan permusuhan, maka dengan
adanya sikap saling memaafkan, akan teriptalah perdamaian dan hilanglah segala
bentuk permusuhan. Sikap saling memaafkan juga merupakan suatu sikap yang
sangat dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, karena dengan sikap ini akan timbul
sebuah perdamaian dalam kehidupan. Orang yang suka memaafkan kesalahan orang
lain akan mampu mengatasi timbulnya penyakit dendam dalam hatinya. Orang yang
suka memaafkan kesalahan orang lain, ia juga yakin bahwa setiap manusia tidak
akan pernah luput dari dosa dan kesalahan. Dengan demikian ia tidak akan merasa
berat untuk memaafkan kesalahan orang lain.[41]
G.Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hablum Minan-Nas Terhadap Remaja
Faktor
endogen adalah “Faktor pembawaan atau sifat yang dibawa oleh individu sejak
dalam kandungan hingga kelahiran.”[42]
Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Oleh karena
itu pada individu tersebut terjadi dari bertemuanya ovum dari ibunya dan sperma
dari ayahnya, maka tidak heran bila faktor yang terbawa oleh seseorang individu
sama dengan yang dialami oleh orang tuanya.
Setiap manusia sebagai pribadi tentu berkomunikasi
dengan manusia lainya. Dalam proses antar individu itu manusia akan terbawa
oleh sikap spontan karena latihan atau pembawaan. Disinilah Islam kemudian
memberikan ajaran tegas bagaimana seseorang itu bergaul dengan sesamanya,
apakah pada tingkatan emosi ataupun dalam bentuk berperilaku nyata.
Pada dasarnya setiap orang diajarkan
oleh Allah SWT untuk menolong sesamanya yang memerlukan pertolongan. Islam
mengajarkan manusia agar membantu sesama
makhluk, bahkan hewan sekalipun bila menderita perlu ditolong. Perilaku
menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan sehingga akhirnya menjadi tingkah
laku atau kepribadian setiap pribadi manusia. Sifat egois yang mementingkan
diri sendiri dan acuh terhadap lingkungan sekitarnya bukan tuntunan Islam.
Sesungguhnya
situasi interaksi edukatif tidak bisa terlepas dari pengaruh latar belakang
kehidupan anak. Untuk itulah pembawaan (genetik) dan lingkungan anak perlu
dibicarakan untuk mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
anak sebelum masuk lembaga pendidikan formal.
Pendidikan merupakan bagian dari
kehidupan manusia. karena itu mutlak diperlukan. Anak yang baru lahirpun
memerlukan pendidikan, bahkan sejak ia dalam kandungan ibu. Pada umumnya sikap
dan kepribadian anak ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan
latihan-latihan, yang dilalui sejak masa kecil. Pendidikan merupakan kebutuhan
hidup dan tuntutan kejiwaan.
Anak yang baru lahir membawa
sifat-sifat keturunan, tapi ia tidak berdaya dan tak mampu, baik secara fisik
maupun secara mental. Bakat dan mental yang diwariskan orang tua merupakan
benih yang perlu dikembangkan. Semua anggota jasmani membutuhkan bimbingan
untuk tumbuh. Demikian juga jiwanya membutuhkan bimbingan untuk berkembang
sesuai iramanya masing-masing, sehingga suatu waktu anak mampu membimbing diri
sendiri.
Anak yang baru lahir belum mampu
menghadapi kehidupan, tapi tergantung pada lingkungan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi edukatif, menyatakan bahwa “Anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
yang baik, ia akan baik demikian juga sebaliknya, bakat kurang berperan penting
dalam membentuk pribadi anak, karena bakat tak mampu tumbuh dan berkembang pada
situasi yang tak sesuai.”[43]
Bakat akan tumbuh dan berkembang
pada situasi yang sesuai. Bakat atau sifat keturunan dengan interaksi
lingkungan mempengaruhi perkembangan anak. bakat atau sifat keturuna dengan
interaksi lingkungan mempengaruhi perkembangan anak. Hal ini identik dengan apa
yang disebutkan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa “gen mengatur sifat menurun
tertentu yang mengandung satuan informasi genetika. Gen ini merupakan satuan
kimia yang diwariskan dalam kromosum yang dengan interaksi lingkungan
mempengaruhi atau menentukan perkembangan suatu individu.[44]
Genitas
manusia telah ada semenjak manusia itu lahir, jahat, baik, dan buruk semua
telah ada, tinggal bergantung pada manusia itu sendiri, menumbuhkan baik atau
yang jahat. Hal ini merupakan faktor pembawaan (endogen). Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi Umum juga mengatakan hal yang senada, beliau mengatakan
bahwa “endogen adalah faktor atau
sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahirannya.”[45].
Maka tidaklah mengherankan kalau faktor endogen
yang dibawa oleh individu itu mempunyai
sifat-sifat seperti orang tuanya. Seperti pepatah indonesia “air di
cucuran akhirnya jatuh ke pelimbahan juga.” Ini berarti bahwa keadaan atau
sifat-sifat dari anak itu tidak meninggalkan sifat-sifat dari orang tuanya.
Demikian
pula gen ini merupakan satuan kimia yang diwariskan dalam kromosum yang dengan
interaksi lingkungan mempengaruhi atau menetukan suatu individu. Demikian juga
perpaduan antara bakat yang dibawa dari kelahiran serta pendidikan yang tepat
merupakan cara yang paling tepat dalam proses pembentukan anak dalam
masyarakat.
Perkembangan dan kematangan jiwa
seseorang anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan lingkungan. Lingkungan dapat
dijadikan tempat kematangan jiwa seseorang. Dengan demikian baik tidaknya
seseorang ditentukan oleh dua faktor tersebut.
Anak yang baru lahir selalu menuntut
penyempurnaan dirinya, bahkan sejak ia dalam kandungan. Anak dalam kandungan
melalui ibunya mengalami proses pematangan diri, baik fisik mental dan
emosional. Hubungan batin antara ibu dan anak dalam kandungan terjalin sangat
erat sekali. Kegoncangan emosional dan keterbatasan yang dilakukan ibu
mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan dalam arti
kuantitatif maupun kualitatif dengan perantaraan ibu, anak dalam kandungan memenuhi
tuntutan kejiwaannya untuk mencapai perkembangan tersebut.
Begitu besarnya pengaruh ibu
terhadap anak, sehingga pendidikan anak dapat dilakukan selama dalam kandungan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan “bahwa anak harus diberikan pendidikan
sedini mungkin bahkan sejak kedua orang tuanya memasuki jenjang perkawinan,
harus sudah mengklasifikasikan bagaimana anak yang akan mereka lahirkan nanti.”[46]
Ketika
suami isteri bergaul sudah diawali dengan do’a agar dengan do’a itu setan tidak
ikut campur (menurut ajaran Islam) karena dalam tetes air suci (ovum) yang
tersimpan dalam rahim isteri bukan terdiri dari bahan-bahan jasmaniah semata,
tetapi juga mengandung benih watak dan tabiat calon anak. makanan ibu yang
mengandung akan menjadi vitamin anak kelak. Demikian juga kelakuan ibu dan
bapak akan menjadi vitamin jiwa calon anak.
Anak
yang dilahirkan ke dunia ini sebagai individu yang memiliki ciri dan bakat
tertentu yang bersifat laten. Ciri-ciri dan bakat inilah yang akan membedakan
dengan anak lainnya dalam lingkungan sosial. Lingkungan sosial di sini adalah
lingkungan sosial masyarakat dalam arti yang luas.
Faktor pembawaan yang berhubungan
dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah. Bagaimana besar
keinginan orang untuk mempunyai warna kulit yang putih bersih, hal ini tidak
mungkin kalau karena faktor keturunan kulitnya berwarna coklat, demikian pula
halnya dengan lainnya.
Di samping itu individu juga
mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologik yang erat hubungannya dengan keadaan
jasmani yaitu temperamen. Temperamen merupakan sifat-sifat seseorang yang erat
hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan
dengan fungsi-fungsi seperti darah, kelenjar, dan cairan-cairan lain yang
terdapat dalam diri manusia.
Temperamen berbeda dengan karakter
atau watak, yang kadang-kadang kedua pengertian itu dipersamakan satu dengan
yang lain. Karakter atau watak yaitu merupakan keseluruhan dari sifat seseorang
yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil pembawaan maupun
lingkungan. Temperamen pada umumnya bersifat tidak konstan, dapat berubah-ubah
sesuai dengan pengaruh lingkungan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi
adalah “pada individu ada bagian yang dapat berubah dan ada yang tidak dapat
diubah. Yang tidak dapat berubah inilah yang lebih bersifat konstan yaitu yang
berhubungan dengan temperamen.
Agar potensi anak menjadi
aktualisasi dibutuhkan kesempatan untuk dapat mengaktualisasi moral dan
karakter anak, karena kemungkinan ada bakat yang tidak dapat berkembang atau
tidak dapat beraktualisasi karena kesempatan tidak atau kurang memungkinkan.
Mengaktualisasi moral dan karakter anak diperlukan lingkungan yang baik, dan
mendukung, disinilah letak peranan lingkungan dalam perkembangan tingkah laku
anak. Karena itu langkah yang baik ialah memberi kesempatan untuk mengembangkan
pendidikan tingkah laku anak.
Faktor eksogen merupakan faktor yang datang dari luar diri individu,
merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitarnya, pendidikan dan sebagainya,
yang sering disebut dengan “milie.” Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan
bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan
kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan
kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang
diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu yang bersangkutan. Tidak
demikian halnya dengan pendidikan, pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran
dan dengan secara sistematik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada
individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian
pendidikan itu bersifat aktif, penuh tangung jawab dan ingin mengarahkan
perkembangan individu ke suatu tujuan tertentu. Sekalipun pengaruh lingkungan tidak
bersifat memaksa, namun tidak dapat diingkari peranan lingkungan cukup besar
pengaruhnya dalam perkembangan tingkah laku anak.
Hubungan individu dengan lingkungan
ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang
mempunyai pengaruh terhadap individu. Hubungan antara individu dengan
lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan
dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya juga dapat mempengaruhi
lingkungan.
Tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti minimnya pendidikan agama, sesorang yang berada di lingkungan
yang tidak bertingkah laku, kurangnya tertanam jiwa agama pada setiap individu.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat, bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi hablum Minan-Nas pada remaja adalah sebagai berikut.
1.
Kurangnya tertanam
jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat;
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik
dari segi ekonomi, sosial, dan politik;
3.
Pendidikan moral tidak terlaksana
menurut mestinya baik di rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat;
4. Suasana rumah tangga yang kurang baik;
5.
Banyaknya tulisan-tulisan, gambar, siaran-siaran yang tidak mengindahkan
dasar-dasar dan tuntunan moral;
6.
Diperkenalkan secara populer obat-obat
terlarang;
7.
Kurang adanya bimbingan untuk mengisi
waktu luang dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral; dan
- Tidak adanya bimbingan dan penyuluhan
bagi anak-anak dan pemuda.[47]
Selain dari factor-faktor yang telah penulis sebutkan
di atas, ada juga factor-faktor lain yang mempengaruhi hablum minan-nas.
Factor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor Intern
Yang dimaksud
dengan faktor intern adalah semua faktor yang sumbernya berasal dari diri
individu remaja itu sendiri, baik yang berkenaan jasmani maupun dengan rohani,
faktor intern ini juga terbagi dua, yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat
jasmaniah) dan faktor psikologis (faktor yang bersifat rohaniah).
1. Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis
yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat hubungannya
dengan keadaan fisik dan panca indera"[48].
Faktor biologis ini mempengaruhi sifat dan tingkah laku para remaja. akhlak
seseorang remaja akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu, ia juga
akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan gangguan-gangguan
fungsi alat inderanya. Hal ini membuat ia kurang bersemangat untuk menjalani
hubungan baik dengan orang lain.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: "Penyakit seperti pilek, batuk,
sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang
tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi
kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar."[49]
Di samping
kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi sikap
dan tingkah laku seorang remaja, karena panca indera itu merupakan pintu masuk
yang mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk
diterima atau ditolaknya.
b. Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis adalah faktor yang
berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang berpusat
pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain intelegensi,
minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".
Factor ini juga
sangat mempengaruhi terhadap pembinaan hablum minan-nas terhadap remaja, dimana
kemampuan inelegensi, bakat, minat, kognitig para remaja akan ikut mempengaruhi
terhadap pola pikir dan tingkah laku remaja itu sendiri.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern ialah "Faktor yang
datang dari luar diri remaja, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, dan
kebudayaan".[50]
a.
Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali siswa belajar
segala sesuatu. Pola pikiran orang tua secara perlahan-lahan akan ikut juga
mewarnai pola pikiran anaknya. Bila orang tua memandang segala sesuatu masalah
dari sudut pandang yang positif dan objektif, hal itu akan berpengaruh pada
pola pikir anaknya dimasa mendatang.[51]
Rasulullah Saw bersabda:
كل مولديو على الفطرة. فأبوه يهودنه أويمجسانه اوينصرانه
(رواه بخرى)
Artinya “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanya lah yang membuat dia menjadi
yahudi, atau memajusi atau nasrani.” (H.R. Bukhari)[52]
Pengaruh keluarga terhadap anak sudah ada sejak anak berada
dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu mempunyai peranan utama dalam kehidupan
anak. Hal ini sama dengan pendapat A. Muri Yusuf yang mengatakan bahwa :
Sejak ibu
mengandung telah terjadi hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam
kandungan sejak dini telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak
lahir ke dunia maka yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti
pakaian dan melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak
pada anak sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan
sebagai pendidik utama dan pertama.[53]
Di samping itu setiap anak dalam keluarga yang harmonis
sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya yakni pemenuhan dalam kebutuhan
hidup, kebutuhan tersebut adalah:
1.
Kebutuhan jasmani: seperti makan, minum dan sebagainya
2.
Kebutuhan rohani sebagai kebutuhan jiwa yang dimiliki
oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan pengenalan,
kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan tanggung jawab dan kebutuhan akan
kependidikan.[54]
Suatu keluarga juga dapat memberikan suasana atau kondisi
tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu keutuhan keluarga, yang dimaksud
keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu serta interaksi yang wajar. Apabila
tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan memberi pengaruh yang kurang
baik bagi anak-anaknya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa juga sangat
mempengaruhi terhadap pembinaan hablum minan-nas pada remaja.
b. Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pusat pendidikan yang kedua bagi
anak untuk berlangsungnya pendidikan secara formal yang merupakan kelanjutan
dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah yang baik akan mendorong anak untuk
berbuat baik, sedangkan lingkungan sekolah yang tidak baik dapat menyebabkan
anak kurang baik dalam bertingkah laku.
c. Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak kalah
pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap pembinaan hablum minan-nas pada
remaja adalah faktor masyarakat dilingkungan remaja menjalani kehidupan sehari
selain keluarga dan sekolah, karena sebagai makhluk sosial seorang remaja tidak
dapat melepaskan dirinya dari lingkungan, ia harus berhubungan dengan
masyarakat.
Agar remaja mendapat pengaruh positif
dalam masyarakat terhadap tingkah lakunya sehari, maka ia perlu melibatkan diri
dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian ataupun pengurus-pengurus
mesjid maupun organisasi-organisasi lainnya yang dapat membawa ke arah
perbaikan, karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan kepribadian
tingkah lakunya.
Dengan demikian fungsi masyarakat
sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat beserta sumber
belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka pendidikan anak
akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.
Menurut
Mustafa Fahmi, menyebutkan
bahwa “lingkungan sosial dalam keluarga dapat mengemas makna kebersamaan
diantara anggota keluarga melalui komunikasi yang dapat saling menghadirkan
orang tua dan anak.”[55]
Bagi anak yang terlibat dalam berkomunikasi adalah mengemas pesan makna
terlarang terganggu untuk merealisasikan nilai-nilai moral secara bersama-sama,
terutama pada saat berkumpul, misalnya orang tua memancing untuk berdialog dan
bagi si anak diberi kebebasan berbicara. Pada saat terjadi dialog orang tua
mampu membaca situasi dan kondisi keluarga sehingga dapat mengemas nilai-nilai
moral untuk direalisasikan dan memuat aturan-aturannya untuk tetap berkomunikasi, misalnya pada saat itu orang
tua mengatakan bahwa ruangan kotor sekali, dan sehingga gaduh, pada saat mereka
sedang istirahat, kondisi ini, oleh orang tua dikomunikasikan kepada semua
anggota keluarga untuk menentukan cara yang terbaik untuk mengatasinya, dengan
demikian akan terjadi dialog diantara mereka untuk menentukan aturan-aturan
yang mengatur mereka dalam menjaga kebersihan dan ketertiban dalam keluarga
serta menciptakan situasi dan kondisi yang nyaman pada saat istirahat. Juga
mereka terlibat secara intensif dalam berdialog. Hal itu memungkinkan mereka
untuk secara bersama-sama mentaati aturan yang dibuat.
Dalam
dialog maka membuat aturan-aturan tersebut, secara tersirat mereka telah
menghayatinya dalam dunianya yang
relatif sama. Dengan demikian dalam dialognya telah dihadirkan pertemuan makna
sehingga substansi esensial adanya kebersamaan dalam merealisasikan nilai-nilai
moral tersebut. Sehubungan dengan itu
mereka saling beridentifikasi diri dalam memilki sikap dan pendirian
untuk merealisasikan nilai-nilai moral yang sepatutnya dilaksanakan secara
bersama-sama oleh anggota keluarga.
Begitu
pula keadaan anak di lingkungan sosial di sekolah dan masyarakat. Di lingkungan
sekolah ada guru (pendidik) bisa membangkitkan diri anak dengan nilai-nilai
moral. Dalam lingkungan sosial masyarakat juga bisa dilakukan hal yang sama
dengan lingkungan keluarga dan sekolah, bila di lingkungan masyarakat
kehidupannya semberaut, artinya tidak ada orang yang patut dicontohi oleh anak,
maka anak tersebut juga akan berpengaruh terhadap perilaku dan nilai-nilai
moralnya dalam kehidupan sehari.
d. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan
tempat tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu faktor pembentukan hablum
minan-nas dalam diri remaja. Budaya yang berada titempat tinggal remaja itu
menjadi faktor yang paling utama untuk mendorong siswa melakukan hubungan baik
dengan sesama manusia. Apabila tempat tinggal remaja tersebut budaya tidak
memihak kepada pendidikan dan tingkah laku yang Islami, maka akan membuat remaja
terpengaruh oleh nilai-nilai kebudayaan tempat tinggalnya tersebut.[56]
Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa, lingkungan tempat
kelangsungan hidup manusia, sangat menentukan karakter anak, baik lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Bila ketiga lingkungan ini bagus, maka dengan
sendirinya juga karakter dan tingkah laku anak akan terbawa untuk bagus, begitu
pula sebaliknya.
.
[1] Lewin. K, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta:
Raja Grapindo Persada, 1988), hal 89.
[2]Nasrullah Latif, Islam Alim Ulama dan Pembangunan, (Jakarta:
Pusat Da'wah Islam Indonesia, 1980), hal 100.
[3]Ahmad Amin, Al-Tingkah laku, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 15.
[4] Ahmad Amin, Al-Tingkah laku…, hal. 17.
[5] Soedarsono, Kenakala Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), hal. 19
[7]Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni
Mendidik Anak, cet.1, (Jakarta: al-Kausar, 2001), hal. 49.
[9] Mahmud Syaltut, Aqidah dan Syari’ah, Terj.
KH. Ali Yafie, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1990), hal. 55.
[10]Anwar Masy'ari, Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah, (Surabaya:
Bina Ilmu, 1993), hal. 87.
[11]Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1996), hal. 11.
[12]Anwar Masy'ari, Butir-butir…, hal. 92.
[13]M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga, Cet. III, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1998), hal. 84.
[14]Muchtar Yahya, Pertumbuhan Akal dan Menempatkan Naluri
Kanak-kanak, Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 175.
[15] Fuad Ikhsan, Dasar-Dasar Pendidikan,
Cet. 4 (Jakarta : Rineka Cipta, 2005 ),
hal. 64.
[16] Thoha, Filsafat Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), hal. 55.
[17]Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Dina,
(Beirut: Dar al-Fikri, t.t.), hal. 237
[18]M. ARIF, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. II
(Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 79.
[21]Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta:
Gunung Agung, 1983), hal. 108.
[22]Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1980), hal. 62
[23] Dewa Ketut Sukardi, Psikologi Populer
Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hal.
91.
[25]Abdurrahman Shaleh, Teori-teoriPendiduikan
Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 220.
[26]Anwar Masy'ari, Akhlaq Al-Qur'an, (Surabaya: Bina Ilmu,
1990), hal. 4
[27]Imam Malik, Al-Muwatha', Juz' II, (Mesir: Darul Ihyail Qutub
Arabiya Isa Al-Baby Al-Halaby Wasyirkah, t.t.), hal. 5
[28] Ibid., hal. 8.
[29] Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet.
III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), hal 136.
[30]Ali Akhbar, Merawat Cinta Kasih, Cet. X, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1984), hal. 55.
[31]Muhammad ash-Shayim, Yang Bermanfaat Bagi Wanita, (Jakarta:
Mulia Press, 2005), hal. 112.
[32]Zakiah Daradjat, Kesehatan
Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hal. 129.
[34] Ahmad Hasan Kanzun, Waktu Luang Bagi Remaja Muslim, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2002), hal. 63.
[41] Ibid., hal. 219.
[42]Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 56.
[43] Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 53.
[45]Abu Ahmadi, Psikologi Umum..., hal.198.
[47]Zakiah Daradjat, Membina
Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), hal. 13.
[48]Saiful Bahri, Perbandingan Prestasi
Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi Matematika pada
MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2003), hal. 20.
[49]Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1972), hal. 252.
[50]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori Belajar, (Jakarta:
Naslo, 1978), hal. 8.
[52] Iman Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar Al-kutub, t.t.)
hal. 501.
[53] A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Choli
Indonesia, 1982), hal. 26-27.
[54] Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga dan Masyarakat, Jil.
I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 74.
0 Comments
Post a Comment