Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Budaya Asing Dalam Kehidupan Masyarakat


BAB II
Budaya Asing Dalam Kehidupan Masyarakat


A. Pengertian Budaya Asing

            Sebelum membicarakan secara khusus masalah kebudayaan Asing, akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian kebudayaan/budaya. Dengan memahami pengertian kebudayaan, maka akan diperoleh pengetahuan dasar mengenai kebudayaan dengan pemikiran-pemikiran teori dan disiplin-disiplin ilmu budaya lainnya. Namun selangkah lebih awal, penulis membicarakan secara singkat mengenai gagasan yang mendasar daripada arti budaya itu sendiri.
            Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang atau masyarakat tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Masyarakat yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.
            Untuk memahami suatu kebudayaan maka kita perlu memahami apa itu kebudayaan. Kebudayaan itu ibarat sebuah lensa, bayangkan jika kita memakai lensa untuk meneropong sesuatu maka kita akan memilih satu fokus tertentu, dari fokus itulah kita akan membidik objek dengan tepat. Objek itu bisa manusia atau binatang, benda atau sebuah gagasan, termasuk gagasan tempat tentang dunia sekeliling. Maka dari itu apabila kita memandang sesuatu dari sudut pandang kebudayaan maka kita menjadikan kebudayaan sebagai sebuah lensa, artinya sebuah pandangan yang tepat dan kebudayaan mengajarkan kepada kita untuk memandang sesuatu secara terfokus, secara tajam.
Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.[1]
            Seorang antropolog yaitu E.B Tylor pernah mencoba memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai berikut:
Kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang di dapatkan atau di pelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.[2]
           
            Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang di pelajari dari pola-pola prilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan dan bertindak.
            Budaya juga merupakan suatu komunitas rasial, etnik, regional, ekonomi, atau sosial yang memperlihatkan pola prilaku yang membedakannya dengan struktur-struktur lainnya dalam suatu budaya atau masyarakat yang melingkupinya.[3]
Oleh karena itu kebudayaan meliputi semua hasil cipta, karsa yang terwujud kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat, kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan, dan sebagainya.[4]
            Dengan hasil kebudayaan manusia, maka terjadilah pola kehidupan, dan pola kehidupan inilah yang menyebabkan mareka hidup bersama dan dengan pola kehidupan ini pula dapat mempengaruhi cara berfikir dengan gerak sosial.
            Dari definisi kebudayaan sebagaimana yang telah di kemukakan di atas, maka dapat diketahui beberapa kesamaannya, yakni: pertama, kebudayaan hanya dimiliki oleh manusia: kedua, kebudayaan yang dimiliki manusia itu di turunkan melalui proses belajar dari tiap-tiap individu dalam masyarakat; ketiga, kebudayaan merupakan pernyataan perasaan dan pikiran manusia.
            Budaya asing atau kebudayaan asing adalah terdiri dari dua kata yang telah dirangkai menjadi satu istilah yaitu budaya dan asing. Menurut bahasa budaya artinya, pikiran, akal budi, atau adat istiadat. Sedangkan asing berarti aneh, belum biasa atau datang dari luar (daerah, negara, lingkungan).[5]
            Sedangkan yang dimaksud dengan budaya asing adalah budaya regional dan global dengan muatannya berupa nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang selama ini di anut oleh masyarakat pada suatu daerah (setempat), yang masuk melalui berbagai media, pergaulan, wisata dan lain sebagainya.
            Adapun yang dimaksud dengan kebudayaan Asing disini adalah budaya atau nilai-nilai yang lahir dalam suatu komunitas masyarakat yang dianggap aneh atau belum ada dalam masyarakat Meurubo atau ajaran Islam sebelumnya seperti pola budaya hubungan yang serba bebas antara lawan jenis, model pakaian yang tidak mengindahkan batas-batas aurat, tingkah laku kekerasan, gambar-gambar porno, dan sebagainya. Hal diatas merupakan budaya-budaya bangsa luar yang telah berkembang di negara-negara Islam sekarang ini, budaya ini identik dengan budaya orang-orang Barat yang datang ke Indonesia umumnya atau Aceh pada khususnya, baik secara langsung seperti datangnya orang-orang asing maupun secara tidak langsung melalui TV, Parabola, Internet dan lain sebagainya.
            Budaya asing atau yang lebih dikenal dengan budaya bangsa Barat yaitu Amerika, Eropa dan lain sebagainya. Merupakan budaya yang telah masuk dan berkembang di negara-negara Timur atau negara Islam sekarang ini. Budaya mareka bisa saja bersifat negatif dan bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam yang bisa merusak tatanan budaya ataupun adat istiadat masyarakat. Dalam perkembangan budaya di Indonesia, budaya Barat semakin semarak tumbuh dan berkembang dalam pola hidup bermasyarakat. Nilai-nilai hidup bermasyarakat yang telah berkembang menjadi rusak dan tatanan masyarakat yang dulunya lebih sistematis dengan aturan-aturan yang ditetapkan sebagai suatu sistem kontrol adalah murni berpegang kepada ajaran Islam. Ketika hal ini berhasil dipengaruhi oleh budaya barat, maka inilah yang menjadi awal rusaknya ibadah dan akidah masyarakat Islam.

B. Beberapa Aspek Kebudayaan Asing
            Kebudayaan asing merupakan budaya regional dan global mempunyai nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang selama ini di anut oleh masyarakat pada suatu daerah (setempat), yang masuk melalui berbagai media, pergaulan, wisata dan lain sebagainya. Kebudayaan luar yang datang pada suatu daerah secara langsung melalui para wisatawan dan maupun tidak langsung yaitu melalui internet, TV, VCD, dan lain-lain. Budaya asing itu identik dengan budaya-budaya yang berasal dari negara-negara Barat seperti Amerika, Eropa, dan lain sebagainya. Nilai budaya asing yang telah masuk dan berkembang dalam masyarakat dewasa ini dapat membahayakan kelestarian nilai-nilai budaya setempat, seperti pergaulan bebas dan pakaian, hubungan silaturrahmi dan sebagainya.
1. Pergaulan bebas
            Pergaulan bebas adalah kegiatan yang dilakukan oleh muda-mudi secara bebas di luar nikah atau ikatan lainnya yang sah menurut Agama dan negara. Pergaulan bebas ini termasuk di dalamnya hubungan seksual dan bermesraan lain secara berdua-duaan. Perbuatan ini berasal dari budaya asing yang masuk ke Indonesia melalui jalur wisatawan, film, Video, majalah, buku-buku, serta parabola dan internet.
            Pergaulan bebas sebagai mode import dari Barat untuk menghancurkan budaya lain dan mareka ingin membudayakan budaya mareka dimana mereka masuk. Pergaulan bebas termasuk kebiasaan baru dalam kehidupan manusia. Kebiasaan baru itu secara tidak wajar dilakukan dan tidak sesuai dengan ajaran agama dan adat istiadat setempat, akan tetapi telah menjadi kabiasaan  bagi generasi muda sekarang ini.
            Dalam hidup bermasyarakat kebudayaan asing di pandang serba bebas dari ikatan Agama, moral dan tradisi. Dalam hal ini Muhammad Quthub menegaskan sebagai berikut:
Pergaulan bebas antara pria dan wanita akhirnya menjadi suatu norma yang diakui, dipermudah pelaksanaannya dan dijunjung tinggi oleh banyak negara di dunia. Bahkan pergaulan bebas itu boleh dilakukan di tempat mana saja, semua merasa propaganda dimobilisasi untuk menganjurkan dan menyerukan apa yang dinamakan kebebasan wanita; dari yang berupa buku sampai yang berupa makalah, cerita-cerita novel, pers, radio, bioskop dan televisi.[6]

            Hampir semua negara Barat dan Timur tidak melarang kesenangan menikmati pergaulan bebas, bahkan banyak sekali yang merestuinya dengan cara menutup mata, atau memberi kesempatan leluasa untuk mencari kepuasan, tanpa larangan, teguran dan tanpa ancaman apapun yang bersifat menakut-nakuti.
            Muda-mudi sudah terbiasa berganti-ganti pasangan dalam pergaulan mareka. Akses dari masuknya budaya asing telah merusak sendi-sendi budaya daerah, rusaknya akhlak muda-mudi dan etika pergaulan. Pergaulan tanpa batas merupakan bagian yang merusak ibadah seseorang. Artinya, di antara anak remaja yang menyakini bahwa budaya Barat itu cocok dan sesuai dengan gaya hidupnya di zaman modern, maka seiring dengan itu pula rusaknya nilai-nilai ibadah para remaja atau muda-mudi tersebut.
2.     Pakaian
            Dalam ajaran Islam telah disyari’atkan tentang berpakaian yang bertujuan untuk menutup aurat. Batas aurat perempuan adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan untuk laki-laki adalah antara pusat dengan lutut. Batas-batas tersebut dalam ajaran Islam disebut aurat dan tidak boleh diperlihatkan kepada siapapun selain muhrim, suami atau istri.
            Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta dengan  masuknya orang-orang asing ke Aceh, yang semakin pesat seperti sekarang ini pasca Gempa dan Tsunami, perubahan masyarakat semakin terbuka serta tradisi yang sudah tertanam sebelumnya mencadi ancaman terhadap kelestariannya, baik yang berhubungan dengan Agama dan adat istiadat dalam masyarakat maupun lainnya.
            Dalam arus yang demikian, para wanita dan pria semakin terpengaruh dengan arus budaya luar tersebut. Pakaian yang diperintahkan menutup auratnya semakin ditinggalkan yaitu dengan memakai pakaian yang kurang sopan dari hasil tiruan Barat. Pakaian yang kurang cocok dipakai di negara Timur telah mulai berkembang di kalangan muda-mudi sekarang ini, sebagaimana Dr. Muhammad Ali Hasyimi mengatakan:
...sedangkan kaum wanitanya bebas memakai celana panjang yang ketat, sempit dan memakai kaos oblong yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Mareka bebas berkeliaran, tak ubahnya bagaikan seorang pemuda. Inilah kenyataan yang terjadi dalam masyarakat Islam, mareka tidak malu lagi menerapkan pola hidup masyarakat zalim.[7]

Dari kutipan tersebut di atas nampaklah bahwa busana yang dipakai oleh wanita pada zaman sekarang ini tidak lagi mencerminkan nilai-nilai budaya yang Islami. Mareka memakai pakaian yang tidak sesuai dengan budaya Islam, karena dipengaruhi oleh budaya-budaya maju. Wanita telah memakai celana panjang dan kaos oblong yang dapat menonjolkan lekuk tubuhnya. Mareka telah jauh dari budaya asli dan meniru budaya-budaya Barat.  
            Perubahan yang menonjol pada zaman sekarang ini adalah banyak orang  tertarik pada pakaian dan perhiasan, sehingga mereka berlomba-lomba mencari pakaian dan perhiasan yang paling model yang sesuai dengan perkembangan zaman walaupun bertolak belakang dengan ajaran Agama, mareka berlomba-lomba serta saling bermegah-megah. Sampai ada sebagian gadis menganggap hina kalau belum memakai pakaian atau perhiasan yang model dan bagus itu. Dan tidak sedikit pula yang menganggap bahwa kecantikan dan bagusnya penampilan dengan pakaian hasil tiruan serta mengikuti perkembangan zaman walau nantinya bertentangan dengan Agama Islam, Itulah realita yang terjadi pada masyarakat Islam sekarang ini, orang laki-laki telah memakai celana pendek yang hampir tidak menutup auratnya, hal ini termasuk era baru dalam abad 21 ini. Mereka berjalan bebas tanpa menghiraukan rasa malu dan malah mereka bangga dengan celana pendek yang dimiliki. Sabda Nabi Muhammad SAW :
حديث أبى هريرة, قال : قال أَبو القا سم.ص م: بيْنَمَا رجلٌ يَمشِى فى حلَّةٍ تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ, مُرَجِّلُ جُمَّتهُ, إذْ خَسَفَ اللهُ, فَهْوَ يَتجَلْجلُ إلى يوم القامةِ"

Artinya: Dari Abu Hurairah r a. berkata: Abul Qasim Nabi SAW bersabda:  Ketika ada seorang berjalan dengan pakaian perhiasan yang sangat membanggakan dirinya, tersisir rambutnya, tiba-tiba Allah membinasakannya kedalam bumi maka ia timbul tenggelam di bumi hingga hari kiamat. (HR. Bukhari, Muslim).[8]
Dari hadits ini nampaklah bahwa bermegah dalam hal berpakaian bukanlah ajaran yang ada dalam Islam sesungguhnya, ini merupakan hal baru bagi Islam, dan Allah SWT akan menghinakan orang yang bermegah-megah tersebut pada akhirat kelak.
Ini semua merupakan dampak atau lemah dan kurangnya iman seseorang sehingga apa yang masuk dan datang padanya sangat mudah diterima. Itu semua disebabkan karena kurangnya bimbingan Agama pada pribadi seseorang pada generasi muda sekarang ini.
            Hal ini merupakan efek negatif yang disebabkan oleh upaya sosialisasi budaya Barat secara kontinyu. Para muda-mudi tidak lagi melihat budaya asing sebagai suatu budaya yang  bisa saja menghancurkan akidah, yang pada gilirannya juga akan merusak ibadah kaum muslimin. Mereka cenderung melihat apa yang disajikan oleh Barat melalui budayanya adalah suatu yang bersifat materialis dan gaya hidup serba sederhana. Dengan kata lain, sederhana dalam berpakaian, tidak perlu memakai jilbab, malah itu dapat merepotkan dan butuh waktu lebih lama dalam proses pemakaiannya.
3. Berkurangnya ukhuwah Islamiyyah
            Budaya asing yang masuk ke Indonesia atau Aceh khususnya, bukan saja mempengaruhi pada aspek pergaulan dan pakaian saja, bahkan pada hubungan ukhuwah masyarakatpun mendapat efeknya. Kehidupan Barat yang bersifat material dan mencari kabahagiaan dunia semata, manusia deperbudak dengan kebutuhan dunia dan perkembangan zaman. sehingga menimbulkan hubungan silaturrahmi antara masyarakat  kurang di utamakan. Karena orang sibuk mencari apa yang dapat membahagiakan dan mengejar perkembangan zaman. Di satu segi baik memang untuk diikuti dan Islampun tidak memberi batasan pada pemeluknya untuk mengikuti perkembangan zaman karena masyarakat Islam juga memiliki cita-cita perubahan menuju kamajuan, asalkan tidak bertentangan dengan akidah, akidah tetap di utamakan. Dalam hal ini Modernisasi[9] yang timbul dari budaya Barat, yang telah tersebar ke negara-negara Timur yang mengajarkan manusia mengikuti perkembangan dan hidup serba material serta  menghalalkan segala cara membuat rasa persaudaraan dan saling membutuhkan semakin pudar.  
Manusia Barat, Agama bukanlah satu pedoman akan tetapi dijadikan sebagai sebuah kepercayaan bagi setiap individu yang menganutnya, Agama dan negara dipisahkan. Aturan-aturan yang di tetapkan adalah melalui demokrasi artinya segala yang dibutuhkan dan yang ingin dijalankan dalam negara atau suatu kelompok masyarakat yaitu manurut pendapat atau permintaan masyarakat mayoritas, kesenangan dunia merupakan hak bagi setiap individu maka mereka bebas melakukan apa saja asal tidak bertentangan dengan peraturan dan undang-undang. Maka tidak heran bila kita lihat penzinaan, pergaulan yang serba bebas, kesenangan hidup yang serba mewah sudah menjadi budaya bagi mareka, sehingga moralitas masyarakatnya menjadi merosot. Berbeda dengan Timur yang sangat menjunjung tinggi Agamanya, Agama dan negara saling menjalankan peran, segala sesuatu tidak terlepas dengan aturan-aturan agama sehingga moralitas, ukhuwah dan harkat martabat  manusia tetap terjaga nilainya.
            Masyarakat Islam atau Aceh khususnya merupakan suatu komunitas masyarakat yang sangat menjunjung tinggi ukhuwah atau hubungan silaturrahmi dalam hidup bermasyarakat. Budaya trdisional Aceh pada umumnya banyak bercorak budaya yang Islami, sehingga Aceh mendapat julukan Serambi Mekkah, bahkan penjajah belanda pada dasarnya sangat sulit menguasai wilayah Aceh. Kerena memiliki hubungan kekeluargaan dan pedoman Agama yang sangat kental. Umumnya masyarakat Aceh beragama Islam, maka tidak heran apabila dalam kehidupan  bermasyarakat, orang Aceh berpedoman pada ajaran-ajaran Islam. Agama Islam ini menjadi panutan dan pedoman bagi orang-orang Aceh dalam mengarungi kehidupan ini.
            Orang-orang Aceh dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat (umum) selalu dilaksanakan dengan gotong royong dan mufakat (musyawarah) sehingga menghasilkan kapuasan dalam menciptakan aturan-aturan untuk di jalankan bersama. Misalnya membuat dan memperbaiki tempat-tempat ibadah, memperbaiki jalan, dan membersihkan desa. Dengan kegiatan ini terdapat efek yang positif bagi terciptanya hubungan keakraban antara sesama.
            Salah satu contoh kegiatan lain yang mengandung ukhuwah yaitu pelaksanaan khanduri. Baik dalam acara pesta perkawinan (walimah), syukuran, maupun pada saat mendapatkan musibah, mareka bersama-sama gotong royong dan saling membantu. Dalam hal ini nilai yang terkandung dalam acara khanduri sangatlah besar disamping mempertemukan sanak saudara, juga menciptakan terjalinnya ukhuwah islamiyah antara sesama dan adanya rasa persaudaraan dan saling membutuhkan antara mareka.
            Dengan demikian masuknya budaya-budaya asing tersebut ke negara-negara Timur, membuat hidup orang-orang timur yang serba praktis artinya semua yang diinginkan dapat dibutuhkan dengan materi sehingga rasa saling membutuhkan antara sesama menjadi pudar. Hal ini merupakan tantangan yang berat bagi Timur dan Islam khususnya yang dalam ajarannya sangat mengutamakan ukhuwah antar sesama. Ajaran Islam pada dasarnya merupakan ajaran yang mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan, membuhkan dan dan saling menghargai, mareka bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengaitkan.
Namun apapun ceritanya dunia Islam harus menerima fakta atau cara hidup yang modernisme ini. Kenyataan yang kita lihat sekarang ini tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Islam dengan apa yang terjadi pada negara-negara maju. Hubungan silaturrahmi yang dulunya memasyarakat menjadi pudar orang-orang tidak begitu mementingkan ukhuwah karena disubukkan dengan pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan dunia. Realita ini dapat kita lihat pada kehidupan masyarakat diperkotaan, dimana rasa sepadan dan saling membutuhkan antara mareka sudah pudar, maka tidak heran apabila permusuhan dan pertengkaran sudah menjadi hal yang biasa. Berbeda dengan kehidupan masyarakat Aceh sebelumnya, yang hidup saling berdampingan dan rasa persaudaraan sangatlah di junjung tinggi.


C. Budaya dan peranannya dalam kehidupan masyarakat
Telah kita ketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang berbudaya, dan budaya itu ada karena hasil dari ciptaan manusia itu sendiri. Kebudayaan merupakan hal yang selalu ada pada setiap manusia, kerena melalui kabudayaan itu mareka dapat hidup dan membentuk suatu kelompok masyarakat.
Kebudayaan dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, karena setiap masyarakat selalu diikuti oleh kebudayaan dan memerlukan kebudayaan. Kebudayaan mencakup segala sesuatu yang diciptakan manusia, seperti Agama, bahasa, adat istiadat dan lain sebagainya.
Dalam hidup bermasyarakat satu sama lain saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai berbagai aktivitas dan berinteraksi satu dengan yang lain serta masing-masing memenuhi kabutuhan hidupnya. Dalam masyarakat manusia juga selalu memperoleh kecakapan, pengaturan-pengaturan baru. Manusia adalah sumber kebudayaan dan masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang mempunyai norma atau aturan-aturan dalam menjalankan kehidupan dan kepentingan bersama, kebudayaan tidak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.
            Kita akan sulit berbicara tentang masyarakat atau kebudayaan tanpa menghubungkan kedua istilah itu. Dengan kata lain, suatu kebudayaan tidak akan lahir tanpa adanya masyarakat, demikian pula sebaliknya.
            Taylor merumuskan kebudayaan sebagai kompleks yang mengatur pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti oleh para anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu.[10]   
            Hanya saja antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya kebudayaannya berbeda-beda. Ini sangat berkaitan dengan tingkat intelektualitas yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat. Pada masyarat primitif kebudayaannya masih terbelakang karena latar belakang pendidikannya masih relatif rendah. Kebudayaan masyarakat modern berkembang pesat dan komplek karena kemajuan ilmu pengetahuan dengan segala pranatanya membantu lebih banyak.
1.     Hubungan manusia, masyarakat dan kebudayaan
Dengan melihat uraian tersebut di atas, maka ternyata bahwa manusia, masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan dalam artinya yang utuh. Karena kepada ketiga unsur inilah kehidupan makhluk sosial berlangsung.
Masyarakat tidak dapat dipisahkan daripada manusia karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusiapun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat tidak dapat menunaikan bakat-bakat manusianya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.
Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu sebagai bantuan yang besar sekali pada individu-individu. Baik sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini, di dalam melihat dirinya memperoleh dunia yang baru.
Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berfikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman yang fundamental, dari sebab itulah kebudayaan itu tak dapat dilepaskan dengan individu dan masyarakat.[11]
2.     Manusia sebagai makhluk berbudaya
Dua kekayaan manusia yang peling utama adalah akal dan budi atau yang lazim disebut dengan pikiran dan perasaan. Disatu sisi akal dan budi atau fikiran dan perasaan tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih daripada tuntutan makhluk hidup lain. Dari sifat tuntutan itu ada yang berupa tuntutan jasmani dan ada pula tuntutan rohani.
Di sisi lain akal dan budi memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang sampai kapanpun tidak pernah akan dapat dihasilkan oleh makhluk lain. Cipta, karsa dan rasa pada manusia sebagai buah akal budinya terus melaju tanpa hentinya berusaha menciptakan benda-benda baru untuk memenuhi hajat hidupnya; baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang disebut sebagai kebudayaan. Jadi kebudayaan hakikatnya tidak lain adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia.
Berangkat dari batasan tersebut, maka yang dimaksudkan dengan manusia sebagai makhluk berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebudayaan. Karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya suatu yang baik, benar dan adil, maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan, maka kebaikan, kebenaran dan keadilan yang di usahakan itu pun tidak hanya semata-mata untuk dirinya, melainkan juga untuk masyarakat sekitarnya, bahkan juga untuk makhluk yang lain dalam pengertian demi memuliakan Tuhan sebagai Sang Pencipta. Seseorang itu disebut berbudaya apabila prilakunya dituntun oleh akal budinya sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak bertentangan dengan norma-norma atau perintah Tuhan. Manusia yang ingin disebut berbudaya selalu berusaha tidak mengurangi apabila meniadakan sama sekali kabahagiaan pihak lain. Bahkan pihak lain kalau mungkin dapat ikut serta merasakan kebahagiaan itu.
3.     Kebudayaan sebagai pengikat kehidupan bermasyarakat
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah suatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian yang lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu. Untuk itu budaya membantu kita memahami wilayah yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi orang-orang asing, tidak bagi orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok.
Kabudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana manusia seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain. Budaya juga dapat membimbing manusia bagimana menghadapi suatu tantangan yang akan dihadapi dalam mejalankan kahidupan bermasyarakat. Jadi disisini jelaslah peranan budaya dalam kehidupan masyarakat bahwa budaya itu selalu memberikan pedoman hidup atau cerminan bagi masyarakatnya. Karena melalui budayalah manusia dapat menciptakan berbagai macam keperluannya dan melalui budaya juga kelompok masyarakat dapat dijalankan dengan baik, karena budaya dapat menyatukan tujuan masyarakatnya serta melahirkan kekompakan.
Sebagai yang telah kita ketahui kebudayaan dan masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak bisa  dipisahkan. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata budi, yang berarti budi atau akal.[12]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
            Dengan demikian kebudayaan dapat di artikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Disamping kebudayaan ada kata kultur yang berasal dari bahasa Inggris culture. Culture berasal dari bahasa latin yaitu colore yang di artikan sebagai segala  daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[13] Selo Soemarjan dan Sulaiman Sumardi memberikan batasan mengenai kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
            Karya menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekelilingnya untuk keperluan masyarakat.
            Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti luas misalnya, Agama, ideologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur hasil ekspresi dari jiwa manusia sebagai anggota masyarakat.
Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup sebagai anggota masyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan baik murni maupun terpaan. Rasa dan cipta menghasilkan kebudayaan rohaniah atau spiritual. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Kebudayaan yang khusus yang terdapat pada suatu golongan dalam masyarakat, yang berbeda dengan kebudayaan golongan masyarakat lain maupun kebudayaan seluruh masyarakat mengenai bagian yang tidak pokok dinamakan kebudayaan khusus (sub culture) umpamanya kebudayaan Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa, dan sebagainya. Sub culture ini timbul antara lain karena perbedaan lingkungan, suku bangsa, Agama, latar belakang pendidikan, profesi dan sebagainya. Selain adanya sub culture sering timbul counter culture. Counter culture ini tidak serasi atau bahkan berlawanan dengan kebudayaan induk. Walaupun berlawanan namun gejala tersebut tetap merupakan kebudayaan oleh karena menggabung ciri-ciri pokok dari kebudayaan. Misalnya kenakalan remaja, kejahatan, pelacuran dan sebagainya.[14]
4.     Fungsi kebudayaan bagi manusia
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan-kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Hubungan kebudayaan dengan masyarakat sangat erat sekali, karena kebudayaan adalah manifestasi atau daya cipta dari masyarakat itu sendiri. “Setiap masyarakat tentu ada kebudayaannya sendiri dan tiap kebudayaan tentu ada masyarakatnya, keduanya merupakan dwi tunggal”.[15] Kebudayaan dengan masyarakat tidak bisa lepas antara satu sama lainnya dan keduanya merupakan dua dalam arti satu kepentingan yang saling kait mengaitkan.
Kabudayaan ini tidak terbatas pada suatu aspek kehidupan saja. Karena jika timbul alternatif dalam masyarakat dapat membawa sesuai dengan kehendak masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri mempunyai berbagai macam tradisi atau adat istiadat dan ketentuan-ketentuan lainnya, baik yang ditetapkan masyarakat itu sendiri atau dari pengaruh luar. “Tetapi bagitu masyarakat terwujud tibullah problem-prolem baru di dalam pergaulan dan kerja sama di antara warga-warganya”.[16]
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah suatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian yang lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu. Untuk itu budaya membantu kita memahami wilayah yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi orang-orang asing, tidak bagi orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok.
Manusia dalam kehidupannya selalu timbul bermacam problema sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan yang ingin mareka peroleh. Di zaman sekarang ini masyarakat tumbuh dan berkembang dengan baik, akan tetapi selalu berada dalam berbagai problema hidupnya, baik dalam pergaulan secara keseluruhan maupun dilingkungan sendiri.
Kabudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana manusia seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain. Budaya juga dapat membimbing manusia bagaimana menghadapi suatu tantangan yang akan dihadapi dalam mejalankan kahidupan bermasyarakat. Jadi disini jelaslah fungsi budaya dalam kehidupan masyarakat bahwa budaya itu selalu memberikan pedoman hidup atau cerminan bagi masyarakatnya. Karena melalui budayalah manusia dapat menciptakan berbagai macam keperluannya dan melalui budaya juga kelompok masyarakat dapat di jalankan dengan baik, karena budaya dapat menyatukan tujuan masyarakatnya serta melahirkan kekompakan.
Kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar karena kamampuan manusia adalah terbatas, dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan. Hal ini disebabkan ada dua aspek, yaitu:
a)          Bermacam-macam hakikat yang harus dihadapi oleh masyarakat dan anggota-anggota masyarakat misalnya kekuatan alam sekitar dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat itu sendiri.
b)          Menusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik dibidang spiritual maupun material. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar harus di penuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.[17]
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikap apabila berhubungan dengan orang lain. Setiap orang bagaimanapun hidupnya, ia akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya. Kebiasaan atau bibit ini adalah merupakan suatu prilaku pribadi, artinya kebiasaan orang seorang adalah berbeda dengan kebiasaan orang lain walaupun mareka hidup dalam suatu rumah. Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan khusus bagi dirinya sendiri. Misalnya ada orang yang membiasakan dirinya bangun pagi-pagi atau tidur siang tiap bangun minum kopi. Apabila ada suatu hal sehingga kebiasaan itu tidak sempat dilakukan, maka jiwanya akan resah sepanjang hari tersebut.
Ferdinand Tonnies, menurutnya kebiasaan mempunyai tiga arti yaitu:
a)          Dalam arti menunjukkan pada suatu kenyataan yang bersifat objektif. Misalnya kebiasaan bangun pagi, kabiasaan tidur pada siang hari, dan sebagainya. Artinya adalah bahwa  seseorang bisa melakukan perbuatan-perbuatan tadi masuk dalam tata cara hidupnya.
b)          Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut di jadikan norma bagi seseorang, norma-norma di ciptakannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini maka orang yang bersangkutanlah yang menciptakan suatu prilaku bagi dirinya sendiri.
c)          Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.[18]
Maka dari pendapat tersebut nampaklah bahwa kabiasaan seseorang dapat digambarkan  sesuai dengan keinginan yang akan dia lakukan, kebiasaan ini juga akan menjadi aturan-aturan dalam kehidupan seseorang sebagai individu.
5.     Kebudayaan dalam pandangan Agama.
Dengan kehendak Allah SWT manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Allah SWT maha kuasa dan maha pencipta yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk manusia. Oleh Allah manusia dikaruniakan akal dan budi. Dengan akal budi manusia mampu memikirkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip umum yang diikhtiarkan dari berbagai pengamatan dan pencobaan. Dengan akal budinya pula manusia mampu menjadikan keindahan penciptaan alam semesta seluruhnya dan ciptaan kekuasaan-Nya, Firman Allah dalam surat Al-Mu’minun, ayat 78:
uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& â/ä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B  brãä3ô±n@
Artinya: Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,  penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.(Al-Mukminun:78)

Yang dimaksud dengan bersyukur dalam ayat ini adalah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keEsaan Allah SWT , yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah SWT serta taat dan patuh kepada-Nya.
Allah sendiri telah memberikan dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta ini, mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan ciptaan-Nya dan mengungkapkan hukum-hukum-Nya dialam semesta ini.
Lebih jauh lagi, dalam Al-Qur'an juga diuraikan tentang pentingnya berpikir dalam kehidupan manusia, karena dengan berpikir manusia dapat meciptakan berbagai keperluan yang ia inginkan. Dalam hal ini umat Islam sangat dianjurkan untuk merenungkan ciptaan-ciptaan Tuhan yang ada di muka bumi ini.
Manusia dapat hidup dan berkembang apabila akal dan pikirannya digunakan, berbagai kebudayaan lahir itu semua karena dari hasil ciptaan dan pikiran manusia dan semua itu untuk kepentingan hidup setiap manusia. Allah SWT juga maningkatkan nilai manusia yang mempergunakan akal, budi dan pemikirannya, dan direndahkannya martabat manusia yang tidak menggunakan akal budi dan pemikirannya dan menjadikannya lebih rendah dari hewan. Firman Allah SWT dalam surat al-Anfal, ayat 22
 ¨bÎ) §ŽŸ° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# šúïÏ%©!$# Ÿw tbqè=É)÷ètƒ  
Artinya: Sesungguhnya sejahat-jahat yang melata (di muka bumi) di sisi Allah, ialah orang-orang yang pekak dan bisu, mareka tiada memikir apapun. (Al-Anfal:22)

Manusia yang paling buruk disisi Allah ialah yang tidak mau mendengar, menuturkan dan memahami kebenaran. Dengan seruan Allah SWT itu manusia dituntut untuk mampu menciptakan piranti kehidupannya, yaitu kebutuhan rohani seperti: Ilmu, seni, budaya, bahasa, sastra. Dan keutuhan jasmani atau fisik seperti sandang, pangan, perumahan, peralatan tekhnologi dan kebutuhan sosial seperti sarana ibadah, sarana pendidikan, angkutan umum dan lain sebagainya. Dengan karunia Allah SWT, dan akal budi serta cipta rasa dan karya manusia mampu menghasilkan kebudayaannya. Disini tampak jelas hubungan antar manusia dengan kebudayaan, bahwa manusia sebagai penciptanya sesudah Tuhan, juga manusia sebagai pemakai kebudayaan maupun sebagai pemelihara atau sebaliknya sebagai perusak.
Allah SWT sendiri telah memberikan dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta ini, mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan ciptaan-Nya, dan mengungkapkan hukum-hukum-Nya di alam semesta ini.
Dalam hubungan manusia dengan khaliqnya, tentu manusia diikat oleh nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan yang aplikatif. Kebudayaan yang merupakan hasil karya manusia, yang mengatur norma-norma kehidupannya yang mungkin bersifat duniawi, sedangkan praktek keagamaan adalah nilai-nilai yang mengatur interaksi manusia sebagai hamba dengan sang pencipta-Nya. Hal ini sebagai termaktub dalam surat Azd-Dzariat ayat 56 yang berbunyi:
وَمَا خَلَقْتُ الجِنّ والاِنس الَّا اليعبدُونَ. (الذريت:56  (
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mareka menyembah-Ku.

Berdasarkan firman Allah SWT di atas dapat dipahami bahwa ibadah merupakan interaksi vertikal antara manusia dengan khaliqnya yakni Allah SWT. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia lebih mengutamakan perintah ibadah kepada Allah SWT daripada mengikuti berbagai perkembangan budaya. Baik budaya warisan nenek moyang maupun budaya baru yang datang dari berbagai penjuru dunia. Nilai-nilai keagamaan seperti ibadah adalah tugas dan kewajiban yang diembankan oleh Allah SWT terhadap umat manusia sebagai hamba-Nya, bahkan terhadap jin sekalipun. Oleh sebab itu manusia yang ideal dan seutuhnya adalah manusia yang selalu mementingkan ibadahnya daripada berbagai kepentingan lain yang bersifat duniawi. Sekalipun banyak orang berpersepsi bahwa tidak melakukan ibadah secara maksimal jika kebutuhan manusia yang bersifat duniawi belum terpenuhi.


D. Unsur-unsur dan karakteristik Budaya Asing
            Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur yang berbeda baik itu unsur-unsur basar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebutuhan yang bersifat sebagai kesatuan. Masalnya dalam kabudayaan Indonesia dapat di jumpai unsur-unsur besar seperti umpamanya Majlis Permusyawaratan Rakyak (MPR), di samping adanya unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing, baju, peniti dan lain-lainnya yang di jual di pinggir jalan.
            Beberapa orang sarjana, telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan Misalnya, Melville J. Herskovits mengajukan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu:[19]
1.     Alat-alat tekhnologi
2.     Sistem Ekonomi
3.     Keluarga
4.     Kekuasaan politik.
Sedangkan Bronislow Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebutkan unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut: [20]
1.     Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2.     Organisasi ekonomi
3.     Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu di ingat bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan  yang utama,
4.     Organisasi kekuatan.
            Masing-masing unsur tersebut, dapat diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur pokok kebudayaan, biasa disebut dengan istilah Cultural Universals. Hal ini dapat di jumpai pada setiap kebudayaan dimanapun di dunia ini. Para antropolog yang membahas persoalan tersebut secara lebih mendalam belum mempunyai pandangan seragam yang dapat diterima. Antropolog C. Kluckhohn dalam sebuah karyannya yang berjudul Universal Catagories Of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu. Inti pendapat-pendapat para sarjana itu menunjuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang di anggap sebagai Cultural universals, yaitu:[21]
1.     Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transpor dan sebagainya).
2.     Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
3.     Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan)
4.     Bahasa (kisan maupun tertulis)
5.     kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6.     sistem pengetahuan, dan
7.     Religi (sistem kepercayaan).
Menurut Bronislow Malinowski yang selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan.[22] Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Dalam hal ini unsur-unsur kebudayaan asing merupakan sistem kehidupan masyarakat yang hidup pada daerah yang mempunyai adat istiadat tersendiri pada tatanan kehidupan di dalam kehidupan mareka. Misalnya kebudayaan Barat berbeda dengan kebudayaan yang ada di Timur.
Hampir sepanjang sejarah antara budaya-budaya Barat dan Timur terdapat perbedaannya. Budaya Barat dalam pikirannya cenderung menekankan dunia objektif daripada rasa, hasil pola pemikiran mareka itu membuahkan sains dan tekhnologi. Filsafat Barat dipusatkan kepada wujud dunia rasio. Dan dalam tradisi agama Barat, dunia empiris mempunyai arti. Barat dalam cara berpikir dan hidupnya lebih terikat oleh kemajuan material, sehingga tidak cocok dengan cara berpikir untuk meninjau makna dunia dan makna hidup ini. Dengan demikian yang menjadi dasar nilai Barat, Menurut Tho Thi Anh (1975) ada tiga nilai penting, yakni: martabat manusia, kebebasan, dan tekhnologi.[23]
Dalam hal ini, mareka beranggapan bahwa manusia adalah ukuran bagi segalanya. Maksudnya manusia mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya sendiri, dengan bertitik tolak dengan rasio, intelek dan pengalaman. Manusia oleh Barat dipandang sebagai pusat segala sesuatu yang mempunyai kamampuan, rasional, kreatif, dan estetik sehingga kabudayaan Barat menghasilkan beberapa nilai dasar seperti; demokrasi, lembaga sosial, dan kesejahteraan ekonomi, kesemuanya berpangkal kepada penghargaan mutlak manusia. Agama dikalangan Timur merupakan sumber nilai, sedangkan di Barat dicampakkan, karena menurut mareka manusialah yang mengambil peran penting dalam menciptakan perubahan di dunia ini, manusia bebas malaksanakan apa saja dalam menciptakan perobahan, tanpa terikat dengan aturan-aturan tertentu (Agama). Barat menganggap kebajikan Agama tidak ada bedanya dengan kebajikan kodrat manusia. Di Barat kepuasan diperoleh melalui usaha-usaha atau perhatian terhadap benda, kenikmatan dan keselarasan di dunia.[24]
Sedangkan orang Timur Berpandangan bahwa, segala sesuatu yang akan dilakukan terikat dengan nilai-nilai Agama atau bersumber dari Agama yang lahir di dunia Timur. Berpikir secara timur tidak bertujuan menunjang usaha-usaha manusia untuk menguasai dunia dan hidup secara tekhnis, sebab manusia Timur lebih menyukai intuisi daripada akal budi, inti kepribadian manusia Timur tidak terletak pada inteleknya, tetapi pada hatinya. Ringkasnya sikap dunia Timur menginginkan kekayaan hidup, bukan kekayaan benda, tenang, tenteram, menyatu diri, fatalisme, Pasivitas, dan menarik diri.[25]
Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa kebudayaan yang ada di Timur sangatlah jauh perbedaan dengan Barat. Jadi unsur dan karakteristik budaya Barat  lebih menekankan rasionalitas, kebebasan manusia dan intelektualitas daripada akal budi, sedangkan Timur semua aturan-aturan atau kebudayaan manusia bersumber atau terikat dengan religi (pedoman Agama).

           



              
[1] Soerjono Soekanto “Sosiologi Suatu Pengantar” (Jakarta, Rajawali Pers), hal. 172. 

[2] Ibid, Hal.172

[3]  Dr. Deddy Mulyana, MA, dan Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Komunikasi Antar Budaya,Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Yang Berbeda Budaya, (Bandung: Remaja Rodakarya, 2005), hal.19.

[4] Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 51.

[5] [5] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal.16.

[6] Muhammad Quthub, “Jahiliyah Abad Dua Puluh Terj. Muhammad Tohir dan Abu Laila, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1989), hal. 227.

[7] Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, (Terj. Abu Fahmi, cet. I, 1990), hal. 210.  

[8] M. Fuad Abdul Baqi’, Al-Lu’lu’ wal Marjan, Himpunan hadist shahih yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, terjemahan H. Salim Bahreisy.( Surabaya, PT Bina Ilmu, 2003). Hal 797.

[9] Modernisasi merupakan proses pergeseran sikap dan materialitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan zaman. (Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah popular, (Surabaya, Arkola; 1994). Hal. 476.

[10] E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta; CV. Rajawali,1982) hal. 166-167.

[11] Drs. H. Abu Ahmadi, “Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Hal. 54.

[12] Drs. H. M. Arifin Noor,”Ilmu Sosial Dasar (Bandung; CV Pustaka Setia, 1999) hal. 54.
[13] Ibid, hal. 55.

[14] Ibid, Hal. 55-56.

[15] Sidi Gazalba, Azas Kebudayaan…, Hal. 343.

[16] Koenjaraninggrat, Manusia Dan kebudayaan, Hal. 238.

[17] Drs. H. M. Arifin Noor,” Ilmu Sosial Dasar, (Bandung; Pustaka Setia, 1999), Hal. 59.

[18] Ibid, hal. 60.

[19] Selo Soemarjadn dan Soelaiman Soemardi,”Setangkai Bunga Sosiologi, Edisi pertama, (Yayasan Badan Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), Hal. 78.

[20] Prof, Dr. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta; PT. Raja  Grafindo, 2005), Hal. 175-176.

[21] Ibid, Hal. 176.

[22] Ibid, Hal. 177.

[23]  Drs. H. Rohiman Notowidagdo,”Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an Dan Hadits” , (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), Hal. 58.

[24] Ibid, Hal. 60.

[25] Ibid, Hal. 61.