BAB III
PENINGKATAN
PROFESIONALISME GURU
A.
Ciri-Ciri Jabatan Profesional Seorang Guru
Sebuah jabatan yang telah mencapai
tahap profesional membutuhkan ciri-ciri jabatan profesional yang sesuai dengan
jabatan yang menjadi pekerjaannya. Ciri-ciri sebuah jabatan sangat di perlukan
dalam sebuah pekerjaan karena untuk membedakan jabatan profesional yang
telah memiliki keahlian khusus dalam
sebuah pekerjaan dengan jabatan yang masih standar.
Menurut Jasin, Anwar (Dalam Raharjo,
Dawam,1997 : 35) Sebagaimana dikutip oleh Fachruddin Saudagar, dan Ali Idrus.
Ada empat ciri jabatan atau pekerjaan yang disebut profesional yaitu ;
Pertama, tingkat
pendidikan spesialisnya menurut seseorang melaksanakan jabatan (pekerjaan) nya
dengan penuh tanggung jawab, kemandirian mengambil keputusan, mahir dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan. Biasanya pendidikkan profesional itu
setingkat spesialisi pendidikan tinggi. Kedua, motif dan tujuan utama seseorang
memilih jabatan (pekerjaan) itu adalah pengabdian kepada kemanusiaan, bukan
imbalan kebendaan (bayaran) yang menjadi tujuan
utama. Ketiga, terdapat kode etik jabatan yang secara sukarela di terima
menjadi pedoman prilaku dan tindakan kelompok profesional yang bersangkutan.
Jadi dalam menjalankan pekerjaannya, kode etik itulah yang menjadi standar
moral perilaku anggotanya. Pelanggaran terhadap kode etik dapat menyebabkan
seseorang mendapat teguran dari pimpinan (organisasi) profesinya, bahkan
mungkin dipecat (dikeluarkan) dari organisasi profesional tersebut. Keempat,
terdapat semangat kesetia kawanan seprofesi (kelompok) misalnya dalam bentuk tolong menolong antara
anggota-anggotanya, baik dalam suka maupun dalam duka.[1]
Guru-guru yang telah sampai pada kondisi
menjadikan belajar untuk mengajar dan belajar dari pengalaman mengajar memiliki
potensi untuk memperoleh ganjaran yang sesuai. Pemberian hadiah bagi guru
berprestasi, penghargaan tinggi atas karya ilmiyah/karya pengembangan profesi,
pemberian hadiah bagi guru yang mampu menunjukkan hasil terbaik dalam proses
pembelajaran, dan lain-lain adalah bentuk rill dari ganjaran itu. Ketika
memasuki fase sadar belajar, ketika itu pula guru telah menjadi komunitas
pembelajar. Ciri utamannya adalah :
Pertama,
merasa malu jika tidak belajar untuk hidup dan memperdalam bahan ajar untuk kepentingan
anak didiknya. Kedua, merasa bersalah jika menghindari sajian materi tertentu dalam
kurikulum karena tidak mengerti. Ketiga, lebih mengutamakan berdiskusi soal
bahan ajar ketimbang diskusi dengan topik lain tatkala berada di kantor
sekolah. Keempat, lebih mengandalkan
kemampuan diri ketimbang memberi tugas semata. Kelima, tidak cepat
merasa puas atas capaian daya serap anak dalam belajar. Keenam, menjadikan
belajar sebagai kebutuhan utama sebagai pengajar.[2]
Jabatan tenaga pendidik merupakan
suatu jabatan profesional yang bertanggung jawab dalam mendidik siswa-siswinya
menjadi manusia yang berilmu pengetahuan
dan bermamfaat bagi manusia lainnya. Sebagai seorang guru harus
profesional dalam mengajar (sesuai ciri-ciri jabatan profesional), hal ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
Jabatan
tenaga pendidik bukan hanya menuntut kemampuan spesialisasi, tenaga pendidik
menguasai pengetahuan akademik dan kemahiran profesional yang relevan dengan
bidang tugasnya sebagai tenaga pendidik, tetapi juga tingkat
kedewasaan dan tanggung jawab serta kemahiran yang tinggi
dalam mengambil keputusan. Kemampuan-kemampuan itu membuat tenaga pendidik
memiliki nilai lebih dan kewibawaan yang tinggi terhadap peserta didik yang
diajarnya.
Sesuai dengan nilai sosial budaya
kita, secara historis kedudukan tenaga
pendidik itu tinggi dalam masyarakat kita. Tenaga pendidik adalah seorang yang
patut dipatuhi, ditiru (diteladani) kata dan perbuatannya. Motif utama menjadi
tenaga pendidik bukan imbalan gaji (kebendaan), tetapi adalah pannggilan untuk
mengabdi kepada Tuhan, masyarakat dan kemanusiaan.
Karena menjadi tokoh yang
dipatuhi dan ditiru, maka dalam memerankan
status (kedudukan)-nya, tenaga pendidik selalu berusaha merealisasikan
norma-norma dan nilai-nilai kepribadian dalam dirinya. Dengan kata lain, ia
terikat dengan kode etik. Dengan berusaha mewujudkan norma dan nilai kepribadian dalam dirinya,
seorang pendidik menjadi berwibawa terhadap peserta didiknya.
Kesetia kawanan tenaga pendidik
dapat berwujud organisasi tenaga pendidik, baik itu dalam bentuk asosiasi
(persatuan) maupun serikat kerja, sebagai wahana kerja sama untuk saling
membantu dan berusaha meningkatkan kemampuan profesionalnya serta
memperjuangkan kesejahteraan anggotanya.
Dari beberapa penjelasan di atas,
maka yang menjadi ciri utama jabatan profesional seorang guru adalah berpengetahuan
tinggi dan memiliki tanggung jawab, mahir dalam mengambil keputusan serta
tingkat kedewasaan dan kesetia kawanan tinggi yang di miliki oleh seorang guru
profesional. Dan ciri seorang guru profesional motif utamanya bukan imbalan
tetapi pengabdiannya kepada apa yang menjadi tugas utamanya yaitu sebagai
seorang guru. Sebagai seorang guru yang telah mencapai tingkat profesionalnya
dalam mengajar maka ia memerlukan kode etik sebagai pedoman dan tolak ukur
dalam bekerja. Bagi suatu organisasi
profesional kode etik sangat penting, karena merupakan dasar moral dan pedoman
tingkah laku setiap anggotanya. Maka dengan sendirinya kode etik ini berfungsi
untuk membuat anggotanya dinamis dalam meningkatkan pelayanan sebagai suatu
pengabdian, Di samping itu dapat menggerakkan setiap anggota untuk selalu
mengawasi diri dengan penuh kesadaran, selalu memerlukan peningkatan dan
pengembangan kemampuan profesionalnya. Dengan demikian maka petugas profesional
dalam pengabdiannya tidak akan ketinggalan jaman.
Kode etik guru merupakan ketentuan
yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru. Berikut akan dikemukakan kode
etik guru Indonesia sebagai hasil
rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21
sampai dengan 25 November 1973 di Jakarta, terdiri dari sembilan butir yaitu :
Pertama, guru
berbakti dan membimbing siswa seutuhnya, untuk membentuk manusia pembangunan
yang pancasila. Kedua, guru memiliki
kejujuran profesional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dangan kebutuhan siswa masing-masing. Ketiga, guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh
imformasi tentang siswa tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalah
gunaan. Keempat, guru membentuk suasana
kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orangtua siswa sebaik-baiknnya
demi kepentingan siswa. Kelima, guru
menjaga hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat
yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan. Keenam, guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha
mengembangkan atau meningkatkan mutu profesinya. Ketujuh, guru membentuk dan memelihara hubungan antara sesama guru,
baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan. Kedelapan, guru secara bersama-sama
berusaha membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai
sarana pengabdiannya. Kesembilan, guru melaksanakan segala ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam pendidikan.[3]
Guru
harus di berdayakan. Lebih utama lagi guru harus mampu memberdayakan diri
dipandu oleh kode etik dan etika kerja tertentu. Hubungan guru dengan profesi
sangatlah erat, karena profesi guru adalah di tutut untuk siap dalam mendidik
siswa menjadi pribadi yang berilmu. Disamping itu, Persatuan guru republik
Indonesia (PGRI) merupakan organisasi pertama yang telah secara komprehensif
merumuskan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia
(DKGI) berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI dimaksud yang
berhubungan dengan hubungan guru dengan profesinya sebagai tenaga pendidik.
Pertama,
guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. Kedua, guru berusaha mengembangkan dan memajukan di siplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang di ajarkan.
Ketiga, guru terus menerus
meningkatkan kompetensinya. Keempat,
guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan
tugas-tugas profesional dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Kelima, guru menerima tugas-tugas
sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam
tindakan-tindakan profesional lainnya. Keenam,
guru tidak boleh melakukan dan mengeuarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya. Ketujuh, guru
tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. Kedelapan, guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud
menghindari tugas-tugas dan tanggung jawab yang muncul akibat kebijakan baru
dibidang pendidikan dan pembelajaran.[4]
Kode
etik merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan dalam jabatan
profesional, begitu juga dengan seorang guru profesional kode etik ini
merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbutan seorang guru.
Seorang guru harus benar-benar memperhatikan dan patuh kepada apa yang telah di
tetapkan dalam kode etik guru demi tercapainya tujuan pendidikan yang kita
harapkan. Didalam kode etik, guru diharuskan juga untuk menjalin kerjasama yang
baik antar sesama lingkungan sekolah baik itu dengan siswa, orangtua siswa, dengan
masyarakat, dengan sesama rekan seprofesinya dan juga dengan pemerintah, guru
diharapkan benar-benar menjadi pribadi yang baik dan mulia karena menjadi
seorang guru bukan hanya bertindak sebagai tenaga pengajar tetapi sekaligus
merupakan pribadi yang senantiasa menjadi panutan dan contoh yang baik bagi
kalangan pendidikan oleh sebab itu seorang guru dituntut memiliki martabat dan
kewibawaan yang benar-benar harus dijaga. Guru di harapkan juga selalu tampil
secara profesional dengan tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, mengarahkan serta membimbing peserta didiknya
untuk menjadi seorang yang berilmu dan berahklak mulia, dan yang paling utama
yaitu guru harus memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama
dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang baik dan bertanggung jawab. Dengan demikian, maka seorang guru dapatlah di
katakan sebagai guru yang profesional yang memiliki tanggung jawab yang tinggi
terhadap perkembangan pendidikan.
B.
Pengembangan Profesionalisme Guru
Guru harus senantiasa mengembangkan
kemampuan profesionalnya yaitu tingkat keahlian atau kemahiran yang ditutut
untuk dapat melakukan proses belajar mengajar yang efesien dan efektif dengan
tingkat keahlian yang tinggi dalam mencapai tujuan pendidikan. Pengembangan profesionalisme
guru selain menghasilkan tenaga pendidik yang handal juga dapat menciptakan suatu organisasi yang lebih
baik dan hubungan kerja yang menyenangkan. Oleh karena itu dengan adanya
program penngembangan profesional guru akan banyak memperoleh mamfaat, program
pembinaan dan pengembangan guru juga harus sesuai dengan pengembangan metode
dan peralatan kerja yang terbaru dan memadai atau sesuai dengan perkembangan
jaman. Oleh sebab itu program pengembangan profesional guru harus berkembang
dan berkelanjutan karena guru harus senantiasa menguasai ilmu pengetahuan yang
tinggi sesuai perkembangan jaman. Dalam hal ini kepala sekolah juga sangat
berperan dalam proses pengembangan dan peningkatan profesional guru, di antaranya
yaitu salah satu peran kepala sekolah dalam pengembangan profesionalisme guru
dengan mengikut sertakan guru dalam berbagai seminar pendidikan yang di adakan
baik oleh Dinas Pendidikan maupaun oleh instansi lainnya yang berkaitan dengan
pengembangan pendidikan, serta senantiasa memberikan motivasi dan dorongan
serta peluang kepada guru untuk senantiasa menambah wawasan dan melanjutkan
pendidikannya tanpa menggangu proses pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya
yaitu mengajar anak-anak di sekolah tempat ia bertugas. Oleh sebab itu guru harus mampu mengatur waktunya sedemikian
rupa.
Menurut Sudarwan (2002:51) seperti di kutip
oleh Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus.
Pengembangan
profesional tenaga pendidik dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan. Pertama, kebutuhan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang
efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk menyusun
kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua, kebutuhan
untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan
pribadinya secara luas. Dengan demikian tenanga pendidik dapat mengembangkan
potensi sosial dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan
alam lingkungannya. Ketiga, Kebutuhan
untuk mengembangkan dan mendorong keinginan tenaga pendidik untuk menikmati dan
mendorong keinginan pribadinya, seperti
halnya dia membantu peserta didiknya dalam mengembangkan keinginan dan
kenyakinan untuk memenuhi tuntunan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.[5]
Pembinaan dan pengembangan profesi guru
meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru dilakukan melalui jabatan fungsional.
Sementara itu, melalui penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagaimana di
jelaskan oleh Drs, Hikmat, M. Ag. “Pengembangan guru terwujud dalam kelancaran
kenaikan pangkat/jabatan yang lebih tinggi manapun promosi menjadi kepala
sekolah atau jabatan lain yang lebih sesuai.”[6] Kegiatan pengembangan profesionalisme
guru berkaitan langsung dengan tugas utamanya sebagai tenaga pendidik.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan merupakan proses yang di tempuh oleh guru
pada saat menjalani tugas-tugasnya sebagai tenaga pendidik. Kegiatan ini di lakukan
untuk meningkatkan kompetensi, ketrampilan, sikap, pemahaman, dan performasi
yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di masa mendatang.
Guru dan tenaga kependidikan harus
tampil secara profesional pada setiap tempat dan situasi. Karena kata
profesional bermakna pekerjaan atau kegiatan yang di lakukan oleh seseorang atau
menjadi sumber penghasilan penghidupan yang memerlukan keahlian dan kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. Ringkasan rambu-rambu umum standar kompetensi guru,
disajikan pada tabel 11 berikut ini:
Tabel 11. Kompetensi Dasar Guru
Kompetensi
|
Subkompetensi
|
Indikator
|
|
Kompetensi
pedagogik
|
Memahami
peserta didik secara mendalam.
|
Memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prisip-prinsip perkembangan kognitif.
|
|
Memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian
|
|||
Mengindentifikasi
bekal-ajar awal
peserta
didik.
|
|||
Merancang
pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran.
|
Memahami
landasan kependidikan
|
||
Menerapkan
teori belajar dan pembelajaran.
|
|||
Menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi
yang ingin dicapai, dan materi ajar.
|
|||
Menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
|
|||
Melaksanakan
pembelajaran.
|
Menata
latar (setting) pembelajaran
|
||
Melaksanakan
pembelajaran yang kondusif.
|
|||
Merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
|
Merancang
dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai mode.
|
||
|
Menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar
(mastery leaning)
|
||
Memamfaatkan
hasil penelitian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.
|
|||
Kompetensi
|
Subkompetensi
|
Indikator
|
|
|
Mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensinya
|
Memfasilitasi
peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik.
|
|
Memfalitasi
peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.
|
|||
Kompetensi
Kepribadian
|
Kepribadian
yang mantap dan stabil
|
Bertindak
sesuai dengan norma hukum.
|
|
Bertindak
sesuai dengan norma sosial dan bangga sebagai guru.
|
|||
Memiliki
konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
|
|||
Kepribadian
yang arif.
|
Menampilkan
tindakan yang di dasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat serta menunjukan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
|
||
Kepribadian
yang berwibawa.
|
Memiliki
prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki prilaku
yang disegani.
|
||
Berakhlak
mulia dan dapat menjadi teladan.
|
Bertindak
sesuai dengan norma religius ( iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong
), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
|
||
Kompetensi
sosial
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik.
|
Berkomunikasi
secara efektif dengan peserta didik
|
|
Kompetensi
|
Subkompetensi
|
Indikator
|
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenaga kependidikan.
|
|
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik.
|
||
Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan masyarakat sekitar.
|
||
Menguasai struktur dan metode keilmuan.
|
Menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.[7]
|
Setiap tenaga pendidik atau guru
mempunyai hak dalam proses pengembangan
profesionalnya, karena setiap guru memiliki kebutuhan dan tugas yang sama yaitu
mengajarkan anak didiknya akan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Mereka yang akan mengikuti kegiatan pembinaan
dan pengembangan di kelompokkan menjadi empat katagori.
Pertama,
guru yang memerlukan promosi kenaikan jabatan fungsional. Kedua, guru yang belum mencapai standar kinerja berdasarkan
penilaian kinerja (underperformance
teachers) ketiga, guru yang
bermasalah, terutama di lihat dari dimensi sosial, moral, dan kepribadian. Keempat, guru yang memerlukan pembinaan
dan pengembangan profesi secara berkelanjutan.[8]
Setiap
hal atau kegiatan yang kita kerjakan memiliki prinsip dan jenis kegitatan yang
kita kerjakan begitu juga dengan proses pengembangan dan peningkatan
profesionalisme guru juga memerlukan prinsip yang harus di laksanakan dalam
proses pengembangan dan pembinaan profesionalisme guru. Secara umum kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesionalisme guru yaitu untuk meransang, memelihara, dan
meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah masalah pendidikan dan
pembelajaran yang nampak pada peningkatan mutu hasil kerja siswa. Pembinaan dan
pengembanngan profesionalisme guru atas prakarsa institusi, seperti pendidikan
dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain sebagainya merupakan
hal yang sangat penting untuk kemajuan guru. Namun yang lebih pentingnya lagi
adalah kesiapan personal guru untuk menjalani proses profesionalisasi itu
sendiri. Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesionalisme idealnya
dilaksanakan dengan secara sistematis dengan menempuh tahapan-tahapan tertentu,
seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, mendesain program, implimentasi
dan evaluasi program. Hal ini dapat berarti bahwa kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan harus dilaksanakan
atas perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan evaluasi yang sistematis. Sebagaimana dijelaskan oleh Sudarwan
Danim dan H. Khairil.
Pembinaan
dan pengembangan profesi guru dilaksanakan atas dasar prinsip umum dan prinsip
khusus. Prinsip umum P3KG guru dijelaskan seperti berikut ini.
Pertama, diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Kedua, diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Ketiga, di selenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses
pembelajaran. Kelima, diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.[9]
Prinsip kegiatan pengembangan
profesional secara umum yaitu untuk memberikan kenyamanan kepada tenaga
pendidik atau guru serta untuk memberdayakan dan membudayakan guru dalam
mengembangkan dan meningkatkan profesionalitasnya sebagai seorang tenaga
pendidik. Karena, semakin tinggi tingkat pengembangan dan peningkatan serta
pemberdayaan guru maka semakin berkembang pulalah proses pembelajaran dan
tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya.
Prinsip khusus kegiatan pengembangan
profesional guru merupakan proses atau pun langkah-langkah pelaksanaan dan pembinaan yang efektif yang bertujuan
yaitu untuk kemajuan dan menciptakan guru yang berkualitas. Guru yang
profesional adalah guru yang berkomitmen untuk meningkatkan kemampuannya secara
terus menerus dan mengembangkan strategi-strategi baru yang efektif yang
digunakan dalam melakukan proses belajar mengajar yang menjadi profesi
utamanya. Profesionalisme guru atau tenaga pendidik pada umumnya dapat dicapai
dengan memperdalam dan mengembangkan kemampuan bidang keilmuan melalui
pendidikan pascasarjana, pendidikan dan juga pelatihan jangka pendek serta meningkatkan
kemampuan psikomotorik yang efektif melalui pelatihan, lokakarya, seminar,
diskusi dan melalui pelatihan lainnya yang bermamfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan dalam dunia pendidikan.
Prinsip khusus atau operasional pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir sebagaimana di sajikan profesi kependidikan
adalah sebagai berikut :
Pertama,
ilmiah, dimana keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam
kompetensi dan indikator harus benar dapat dipertanggung jawabkan secara
keilmuan. Kedua, relevan, dimana
rumusannya berorientasi pada tugas pokok dan fungsi guru sebagai pendidik
profesional, yakni memiliki kompetensi kepribadian, sosial, profesional dan
padagogik. Ketiga, sistematis, dimana
setiap komponen dalam setiap jabatan guru berhubungan secara fungsional dalam
pencapaian kompetensi. Keempat,
konsisten, dimana adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi indikator.
Kelima, aktual dan kontektual yakni
rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti perkembangan ipteks. Keenam, fleksibel, di mana rumusan kompetensi
dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Ketujuh…efisien, dimana pelaksaan
pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari atas perkembangan penggunaan sumberdaya
seminimal mungkin untuk meningkatkan hasil yang optimal.[10]
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru
Pengembangan dan peningkatan
profesionalisme guru sebenarnya ditentukan oleh kemauan guru itu sendiri,
apakah seorang guru itu menjadi profesional ataukah tidak. Dalam upaya
peningkatan profesionalisme maka guru sendiri harus benar-benar berperan aktif
untuk memperbaiki kualitas dan kinerjanya sebagai seorang guru agar menjadi
guru yang profesional, disamping itu kepala sekolah juga sangat berperan dalam
hal pengembangan profesionalisme guru yaitu, dengan memberikan dorongan dan
motivasi serta mencari arternatif dan strategi untuk meningkatkan
profesionalisme guru, karena dengan peningkatan profesionalisme dan etos kerja
guru akan terjadi perubahan dalam dunia pendidikan yaitu seorang guru yang
berkualitas peserta didiknya juga berkualitas dan yang paling utama adalah
keberhasilan pendidikan yang akan menciptakan generasi-generasi yang
berkualitas yang menjadi penerus dan menjadi generasi yang membanggakan dan
juga tercapainya pendidikan nasional.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin tinggi dewasa ini ditambah lagi dengan perkembangan
global yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan dan tuntutan hidup manusia yang
semakin banyak dan kompleks. Kebutuhan dan tuntutan hidup manusia yang semakin
kompleks itu menimbulkan bebagai macam masalah dan tantangan bagi perjuangan
hidup manusia yang harus di hadapi, oleh sebab itu kita harus bersaing dan
menyesuaikan diri dengan negara-negara lain yang telah berkembang pesat yaitu,
dengan cara memperdalam ilmu pengetahuan dan pola fikir kearah yang lebih maju.
Namun tidak semua orang dapat mengatasi dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan
dan masalah yang dihadapi dalam proses perjuangan hidupnya, walaupun demikian
kesulitan- kesulitan itu dan masalah tersebut harus dipecahkan, supaya tidak
mempengaruhi etos kerja orang tersebut.
Mengajar merupakan suatu kegiatan yang memerlukan keterampilan
profesional, sangat banyak yang harus dikerjakan guru baik didalam kelas maupun
di luar kelas. Seorang guru selalu di tuntut
untuk selalu memiliki etos kerja dalam mengajar,
tetapi adakala etos kerja tersebut menjadi menurun sehingga berakibat yang
kurang baik terhadap hasil belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
profesionalisme guru yaitu:
1.
Prilaku
Pemimpin
Kurangnya kinerja
seorang pemimpin akan berpengaruh pula pada peningkatan profesionalisme guru
dan etos kerja guru, karena kinerja seorang kepala sekolah akan menjadi kunci
bagi keberhasilan guru dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Menurut
Abdullah Munir kinerja adalah “Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
lembaga.[11]
“Sedangkan Wahjosumidjo mendefinisikan kinerja “sebagai sumbangan secara
kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya
tujuan kelompok dalam suatu unit kerja.[12] “Armstrong mengatakan
sebagaimana di kutip oleh Abdullah Munir bahwa:
Kinerja
dan hasil kerja selalu menjadi tanda keberhasilan lembaga dan orang-orang yang
ada dalam lembaga tersebut. Prestasi kerja atau kinerja dipengaruhi oleh
cara-cara yang ditempuh, usaha yang dilakukan, dan pada gilirannya akan
memunculkan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang
dalam lembaga, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya mencapai sasaran /tujuan lembaga.[13]
Dari
penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa, kinerja seorang pemimpin sangat
mempengaruhi ketercapaiannya tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga dengan
baik dan maksimal. Begitu juga dengan kinerja kepala sekolah dalam memimpin
sekolahnya harus memiliki kinerja yang baik dan profesional serta harus menjadi
kepala sekolah yang efektif dan bijaksana.
Seorang pemimpin yang otokratis,
memiliki gaya kepemimpinan diktator terhadap bawahannya akan mengakibatkan menurunnya
etos kerja guru. Sebagaimana di jelaskan oleh Ngalim Purwanto “ Kekuasaan yang
berlebihan dapat menimbulkan sikap menyerah pada kritik, sikap “asal bapak
senang”, atau sikap samuhun dawuh terhadap pemimpin, dan kecendrungan untuk
mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan lansung.”[14]
Demikian besarnya peran seorang
pemimpin dalam mengarahkan dan membina kerjasama yang baik dengan bawahannya,
karena seorang pemimpin yang efektif ia harus memiliki keterampilan dan
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan bawahannya atau orang lain yang ada di
lingkkungannya dan juga mampu
berinteraksi dan bersosialisasi dan membangun kerjasama yang efektif dengan
seluruh bawahannya dan dengan lingkungannya.
2. Prilaku Teman Sejawat
Teman sejawat atau rekan kerja
sesama guru adalah mitra terpenting yang bisa diajak untuk bertukar pikiran
dalam memutuskan berbagai persoalan dan permasalahan yang terjadi, akan tetapi kadangkala
teman sejawat bisa juga menjadi musuh dalam suatu pekerjaan. Jika hubungan guru
antara rekan kerjanya kurang serasi dan kurang baik dalam menjalin hubungan
kerja dan persahabatan antara mereka, otomatis etos kerja guru juga sedikit
banyaknya akan menurun sehingga berakibat pada proses belajar mengajar. Prilaku
teman sejawat atau rekan kerja yang dapat merugikan orang lain atau sesama guru
adalah perasaan tidak aman karna pertengkaran, seringnya timbul gosip yang
kurang enak, teman sejawat yang sering mengkritik hasil kerja rekannya, dan
teman sejawat yang selalu merasa iri dan tidak senang melihat keberhasilan rekannya.
Vroom mengatakan sebagaimana di kutip oleh Sudarwan Danim bahwa, “kepuasan
kerja sebagai orientasi sikap individu untuk berperan dalam pekerjaan yang
sedang ditekuninya.”[15] Hani Handoko juga
berpendapat bahwa, “kepuasan kerja (job
satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.”[16] Dari pendapat tersebut
dapat di artikan bahwa, guru dalam mengajar tidak terlepas dari kondisi dan
situasi pekerjaan serta keadaan lingkungan dan orientasi yang baik antara
sesama rekannya, karena apabila guru
tidak senang, maka dalam hal menjalankan tugasnya yaitu mengajar guru akan
mengerjakan tugasnya dengan perasaan tidak senang pula, hal ini akan
mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas dan juga siswanya.
3.
Prilaku dengan Siswa
Sekolah merupakan tempat dimana guru
dan siswa saling berinteraksi dan berorientasi yang dituangkan dalam proses
belajar mengajar, siswa dan guru saling membutuhkan satu sama lainnya keduanya
tidak dapat dipisahkan. Pengololaan sekolah untuk memperoleh suasana yang
efektif yang diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran yang
disampaikan oleh guru.
“Sekolah
bagi anak, adalah dunia kedua yang memberi arah perkembangan dan kematangan.
Sekolah adalah merupakan tempat untuk menentukan masa depan anak, karena
sekolah inilah anak mencari ilmu untuk bekal hidup. Oleh karena itu sekolah
harus diatur, disusun, dikelola, sehingga memenuhi harapan.”[17]
Pengelolaan
siswa yaitu mengatur suasana belajar dan kelas sedemikian rupa sehingga siswa
merasa senang dan nyaman dalam belajar. Hal ini dapat meningkatkan prestasi dan
semangat belajar siswa sehingga mencapai hasil pendidikan yang efektif dan
efisien. Namun, kadangkala guru dalam mengelola siswa juga mengalami berbagai
hambatan yang mengakibatkan menurunnya efektivitas guru dalam mengajar, hal ini
dapat disebabkan menurunnya etos kerja guru dalam permasalahan anak didiknya
diantaranya, yaitu seorang guru mengalami kesulitan dalam menerapkan metode
belajar terhadap siswa, tidak mampu memberikan motivasi dan menjalin kerjasama
dengan siswanya, siswa mudah bosan dengan materi yang yang diajarkan guru
sehingga mereka bersikap kurang menghargai gurunya dan juga siswa kurang
intelegensi dalam menerima pelajaran meskipun telah di terangkan berulangkali.
4.
Masalah Kebutuhan Pribadi
Permasalahan pribadi seorang guru
juga berakibat pada menurunnya etos kerja seorang guru, salah satu permasalahan
pribadi guru yaitu permasalahan ekonomi yang kurang mencukupi, hal ini
disebabkan gaji guru yang kurang memadai sehingga tidak mencukupi kebutuhan
hidupnya, dan guru tersebut mencari pekerjaan tambahan diluar, hal ini akan
mengakibatkan berkuranngnya evektivitasnya sebagai seorang guru. Sebagaimana
disampaikan oleh Sudarsono bahwa, “pengaruh
negatif yang menangani proses prendidikan antara lain kesulitan ekonnomi
yang dialami pendidik dapat mengurangi perhatiannya terhadap anak didik,
pendidik sering tidak masuk, akibatnya anak-anak didik terlantar.”[18]
Dari beberapa penjelasan diatas
dapatlah kita ketahui beberapa faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi
profesionalisme seorang guru dalam mengajar, faktor-faktor tersebut sedikit
banyaknya menghambat evektivitas guru sebagai tenaga pendidik yang profesional,
oleh sebab itu kemampuan atau kompetensi guru harus ditingkatkan sesuai dengan
perkembangan jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Kesejahteraan guru juga harus di perhatikan supaya guru terfokus dan terarah
dalam mengajar tanpa memikirkan beban hidup yang harus ditanggungnya, salah
satu permasalahan hidup guru yang paling populer dewasa ini adalah permasalahan
ekonomi yang kurang memadai sehingga guru memilih untuk mencari pekerjaan
tambahan disamping perannya sebagai guru, hal ini sangat mempengaruhi
profesionalismenya sebagai seorang guru. Disisi lain kemampuan seorang guru
dalam menguasai materi pendidikan dan juga kecakapan seorang guru dalam
mengelola kelas dan juga siswa juga sangat berpengaruh terhadap profesionalisme
guru, karena guru yang profesional diharapkan mampu menerapkan dan menciptakan
proses belajar mengajar yang efektif dan efesien dan juga mampu mengelola anak
didiknya.
D.
Peran Guru dalam Proses Belajar Mengajar
1.
Peran Guru
Dalam proses belajar mengajar, guru
memegang peranan yang sangat penting, karena ditangan para gurulah terletak
keberhasilan para siswa atau peserta didik. Sejalan dengan pendapat Abin Syamsuddin
bahwa, “guru menempatkan kedudukan sebagai figur sentral. Ditangan para gurulah
terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan sekolah, serta
ditangan mereka pulalah bergantungnya masa depan karir yang menjadi tumpuan
harapan para orangtuanya.”[19] Dari pendapat tersebut
jelas bahwa, guru harus memiliki kemampuan dan harus profesional untuk berperan aktif dalam
menyampaikan informasi atau bahan pengajaran yang akan disampaikan kepada
siswanya, karena guru merupakan faktor penentu di dalam tercapainya suatu
keberhasilan yang menjadi cita-cita anak didiknya, apabila guru tidak memiliki
kemampuan serta tidak profesional dalam mengajar, maka proses belajar mengajar
tidak akan berjalan dengan baik maka prestasi
belajar siswapun akan menurun. Dalam proses belajar mengajar terdapat
komunikasi dua arah antara guru dengan siswa yang saling berhubungan antara
satu dengan lainnya, apabila salah satu di antaranya tidak ada maka proses
belajar mengajar tidak akan berjalan, karena guru bertindak sebagai pengajar
dan siswa pula bertindak sebagai yang diajar.
Dalam hal ini sangat jelas sekali
bahwa, hubungan guru dengan siswa atau anak didiknya tidak dapat dipisahkan,
guru dan anak didiknya saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya,
seorang guru membutuhkan peserta didik untuk mentransfer pengetahuan dan ilmu
yang dimilikinya, sedangkan siswa membutuhkan guru untuk mengajarinya berbagai
bidang ilmu pengetahuan yang akan mengantarkannya menjadi seorang yang
mempunyai ilmu pengetahuan dan menjadi pribadi yang berguna bagi agama, nusa
dan bangsa. Guru sebagai pengajar harus berusaha semaksimal mungkin dalam
meningkatkan berbagai pengetahuan dan keterampilannya supaya dalam proses
belajar mengajar nantinya guru menjadi terampil dan terarah dalam menyampaikan
pengetahuan dan materi yang diajarkan kepada siswanya. Apabila guru profesional
dalam mengajar, anak didiknya akan sangat mudah memahami dan menerima bahan pelajaran yang di sampaikan oleh guru.
Di samping itu guru harus dapat pula
menciptakan suasana yang harmonis antara peserta didiknya, karena hal ini dapat
memotivasi siswa untuk terus belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Roestiyah
yang menyatakan bahwa. “guru yang kurang berintegrasi dengan murid secara
intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar.”[20] Guru dan siswa harus
menjalin hubungan yang harmonis supaya terciptanya suasana belajar mengajar
yang nyaman dan efektif, hal ini di rasakan sangat penting, karena tercapainya
proses belajar mengajar apabila guru dan murid saling berinteraksi dan menjalin
kerjasama yang baik untuk tercapainya harapan yang di inginkan atau tercapainya
tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar di harapkan
siswa mampu memahami dan mengaplikasikan dan terampil dalam memecahkan berbagai
masalah yang berkembang saat ini, terutama sekali siswa mampu mengaplikasikan
ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, dan juga siswa mampu memahami perubahan
tingkahlaku sebagai individu yang belajar. Hal ini sebagaimana di katakan oleh
Soetomo bahwa, “Guru harus dapat menciptakan dimana anak dapat belajar, sebab
sebenarnya proses belajar mengajar itu belum dikatakan berakhir, jika anak
belum dapat belajar dan memahami perubahan tingkahlaku tersebut sendiri
merupakan hasil belajar.”[21]
Hal ini menunjukkan bahwa dengan
profesionalitas guru, di harapkan guru mampu mengolola kelas dengan baik, dapat
mengatur kondisi belajar disekitar siswa serta dapat menciptakan suasana yang
efektif dan menyenangkan, sehingga dengan suasana demikian peserta didik akan
dapat belajar dengan baik dan akan selalu bersemangat menerima materi yang di sampaikan
oleh gurunya.
Guru mempunyai peranan sangat penting
dalam proses belajar mengajar antara lain:
Pertama, guru sebagai
Perancang, ketika menjadi seorang “administrator” tugas guru ialah
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi, dan mengevaluasi
program kegiatan jangka pendek, menengah, atau jangka panjang yang menjadi
prioritas sekolah. Kedua, guru
sebagai Penggerak, guru juga dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator
yang mendorong dan menggerakkan system organisasi sekolah. Ketiga, guru sebagai Evaluator, guru menjalankan fungsi sebagai
evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah
dikerjakan di dalam sistem sekolah. Keempat,
guru sebagai Motivator, seorang guru seyogyanya memerankan diri sebagai
motivator murid-muridnya, teman sejawatnya, serta lingkuangannya.[22]
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, perlunya guru memahami akan pentingnya peranannya
dalam proses belajar mengajar. Guru harus mampu melaksanakan perannya dengan
sebaik-baiknya, supaya proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan
sempurna. Guru juga harus mampu memahami tugas dan fungsinya serta kewajibannya
di sekolah. Dalam proses belajar mengajar ada beberapa komponen yang sangat
berkaitan, di antaranya yaitu meliputi:
1). Tujuan
Tujuan merupakan hal yang sangat
penting yang harus dirumuskan sebelum melakukan suatu hal, karena tujuan adalah
sarana yang ingin di capai dalam suatu kegiatan. Menurut Dimyanti dan Mujiono
“Tujuan utama Sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar”[23] Sebelum melaksanakan
suatu kegiatan perlu merumuskan suatu tujuan yang ingin di capai, jika tidak
merumuskan tujuan yang ingin di capai, maka suatu kegiatan tidak akan tercapai
dengan baik dan terarah begitu juga dengan tujuan dalam pendidikan, sebagaimana
pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional sebagaimana dikutip oleh M. Nur, MA. Di nyatakan bahwa:
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.[24]
2). Bahan Pengajaran
Bahan
ajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan belajar, bahan ajaran harus benar-benar
dapat dikuasai guru sebagai pedoman dalam memberikan materi kepada siswanya.
Guru harus mempersiapkan dan mempelajari bahan pelajaran yang akan disajikan
kepada siswa, hal ini sangat penting,
supaya siswa dapat mengerti dan memahami setiap pelajaran yang disampaikan
guru. “Menguasai materi pelajaran menjadi indikator pertama dan utama.
Menguasai dalam pengertian memahami, menjelaskan dan memahamkan secara detail
materi yang di sampaikan.”[25]
3). Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan
inti dari kegiatan di sekolah, dalam kegiatan belajar mengajar melibatkan guru
dan siswanya yang saling berintegrasi, serta bahan pelajaran sebagai alat untuk
menyampaikan informasi.”Oleh karena itu, kegiatan belajar mengajar merupakan
inti dari kegiatan madrasah. Apabila kegiatan
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, maka akan menjadikan guru merasa
puas.”[26]
4). Metode
Dalam kegiatan belajar mengajar guru
tidak terlepas dari metode yang akan di terapkan. Menurut B. Subroto bahwa ,
“Metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapainya.”[27] Ini sangat jelas bahwa metode adalah suatu cara untuk guru,
bagaimana siswanya dapat memahami materi yang disampaikan oleh gurunya.
5). Alat
Alat merupakan suatu yang digunakan
dalam proses belajar mengajar berupa perlengkapan yang telah di sediakan di sekolah
atau di sediakan guru, yang berfungsi agar peserta didik mudah untuk memahami
materi yang di sampaikan oleh gurunya dengan memberikan penjelasan-penjelasan
yang nyata, yang dapat dipahami oleh peserta didik. “Alat adalah semua
perlengkapan yang ikut menentukan penggunaan suatu materi pelajaran cukup
tersedia untuk murid.”[28]
6). Sumber Pelajaran
Sebelum melangsungkan proses belajar
mengajar maka seorang guru harus mempersiapkan terlebih dahulu materi apa saja
yang akan di sampaikan kepada siswa, guru harus mengetahui dari mana sumber
pelajaran itu di ambil, hal ini akan memudahkan guru dalam menyajikan pelajaran
kepada siswanya. Guru juga harus mempunyai kemampuan yang sesuai dengan materi
yang akan di sampaikan kepada siswa, “Apabila seorang guru tidak memiliki
kemampuan sesuai dengan bidang keahliannya, ia akan merasa kurang yakin dengan
kemampuan yang ia miliki. Artinya, kepakaran yang dia punyai tidak maksimal,
sehingga dalam menyampaikan pelajaran juga tidak dapat maksimal.”[29]
7).
Evaluasi
Komponen yang terakhir yaitu
komponen evaluasi, evaluasi sangat diperlukan dalam pendidikan, karena dengan
evaluasi guru akan mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, “ Menilai dan
mengevaluasi proses dan hasil belajar adalah tugas penting untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran yang dilakukan.”[30] Dengan evaluasi di harapkan
guru dapat mengukur keberhasilannya dalam mengajar, oleh sebab itu evaluasi
tidak dapat di pisahkan dari proses belajar mengajar.
Dari beberapa komponen yang telah di
jelaskan di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa, komponen-komponen
tersebut tidak dapat di pisahkan dalam proses belajar mengajar, semuanya saling
berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai
kemampuan dalam mengatur dan menggunakan komponen tersebut, sehingga siswa yang
belajar akan merasakan betapa pentingnya arti pendidikan. Keberhasilan proses
belajar mengajar adalah menjadi kebanggaan semua pihak terutama sekali adalah
guru, karena keberhasilan siswanya adalah tujuan utama yang diharapkan guru,
jika anak didiknya berhasil dalam pendidikan, maka seorang guru akan merasa puas,
kerena keberhasilan anak didiknya dalam belajar adalah keberhasilan seorang
guru dalam mengajar. Proses pembelajaran yang baik sangat di harapkan oleh
semua pihak, khususnya sekolah yang menjadi lembaga yang bertanggung jawab
dalam pendidikan. Jika pendidikan berhasil atau siswa berhasil dalam belajar,
itu berarti guru telah berhasil melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru yang
profesional. Seorang guru yang profesional harus mampu memerankan fungsinya
sebagai seorang guru yang baik dan berjiwa profesional, dengan demikian
progfesi yang akan dicapai siswa akan memuaskan. Apabila guru tidak mampu
memerankan diri sebagai seorang guru yang baik, hal ini akan merugikan siswa,
orang tua siswa, dan juga masyarakat pada umumnya yang mendambakan anak-anaknya
mendapatkan pendidikan yang di harapkan mampu mengembangkan keilmuannya
dalam masyarakat terutama dalam
lingkungannya sendiri. Oleh sebab itu guru di tuntut harus profesional di bidangnnya
dan dapat menciptakan proses pembelajaran yang baik. Guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dirinya, artinya siswa harus
terlibat aktif didalam proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan guru
berperan sebagai pengarah atau pembimbing dan juga bertindak sebagai motivator
yang mendorong siswa untuk terus belajar. Tapi, apabila dalam proses belajar
mengajar guru bertindak aktif dan siswa bertindak sebagai pendengar dan
mencatat serta tidak memberikan kesempatan kepada siswa itu sendiri dalam proses belajar di kelas,
hal seperti ini akan membosankan bagi siswa, yang akan menurunkan minatnya
untuk belajar. Oleh sebab itu peran guru sangat menentukan keberhasilan siswa
dalam belajar. Karena itu, guru diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya
dalam mengajar yaitu, dengan memperbanyak wawasan dalam bidang keilmuan melalui
membaca dan terus belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Suryo Subroto
mengatakan bahwa:
Guru memang di tuntut
untuk selalu mengembangkan dirinya baik yang mengenai materi pelajaran dari
bidang studi yang menjadi wewenangnya maupun ketrampilan guru. Tanpa belajar
lagi kemungkinan resiko yang terjadi ialah tidak tepatnya materi pelajaran yang
di ajarkan dan metodelogi mengajar yang di gunakan.[31]
Dari penjelasan di atas dapatlah di simpulkan
bahwa, seorang guru yang berkualitas dan profesional dalam mengajar akan
menghasilkan siswa yang berkualitas juga, semakin tinggi kemampuan guru atau
kualitas guru dalam mengajar, semakin tinggi pula prestasi yang di capai
siswanya. Oleh karena itu, diharapkan guru harus memiliki kemampuan dan
meningkatkan profesionalitasnya dan meningkatkan kualitasnya dalam mengajar dengan cara belajar dan terus
belajar.
2.
Proses Belajar
Belajar
menurut Made Pidarta adalah “Perubahan perilaku yang relatif permanen yang
berhasil permanen (bukan hasil perkembangan) dan bisa melaksanakannya pada
pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain.”[32] Sedangkan menurut H.
Arifin mengemukakan bahwa, “Belajar merupakan suatu kegiatan anak didik dalam
menerima, menanggapi, menganalisa bahan-bahan pelajaran yang di sajikan oleh
guru yang berakhir pada kemampuan anak
menguasai pelajaran yang di sajikan itu.”[33]
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa belajar
merupakan kegiatan mencari ilmu atau memperdalam pengetahuan untuk bekal hidup
di masa mendatang. Prestasi yang di dapat
dari suatu kegiatan atau usaha yang di lakukan dengan jalan belajar. Dari
hasil belajar yang di dapat di harapkan mampu mengaplikasikan ilmunya kepada
orang lain atau masyarakat. Dengan belajar juga di harapkan mampu membawa perubahan
yang lebih baik dalam masyarakat.
Dalam
proses belajar ada dua faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang datang dari dalam siswa itu
sendiri yang meliputi, kesehatan, usia, kematangan, suasana hati dan motivasi
serta bakat, “Bakat adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara yang
dimiliki seseorang.”[34] Faktor eksternal adalah faktor yang datang
dari luar siswa itu sendiri yang meliputi:
a.
Lingkungan Keluarga
Pendidikan dalam keluarga selalu
mempengaruhi tumbuh kembangnya watak, budi pekerti dan karakteristik sianak.
Pendidikan dalam keluarga yang akan selalu di bawa oleh sianak dalam pergaulan
nantinya baik dalam bergaul dengan masyarakat maupun dalam lingkungan
sekolahnya. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak mendapatkan
pendidikan, pembinaan mental, dan
pembentukan kepribadian, kemudian baru dilanjutkan pendidikan disekolah. Ngalim
Purwanto mengatakan bahwa:
Segala sesuatu
yang ada dalam keluarga, baik yang berupa benda-benda dan orang-orang serta
peraturan-peraturan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga itu sangat
berpengaruh dan menentukan corak perkembangan anak-anak. Bagaimana cara
mendidik yang berlaku dalam keluarga itu, demikianlah cara anak itu mereaksi
terhadap lingkungannya.[35]
Tugas
dan tanggung jawab utama orang tua di dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya
lebih bersifat kepada pembentukan watak dan budi pekerti, bila pendidikan yang
di dapatkan anak dalam keluarga baik, maka baik pula pembawaan anak dengan
lingkungan sekitarnya, tetapi apabila pendidikan yang ia dapatkan buruk, maka
sedikit banyaknya sianak akan berlaku
buruk terhadap lingkungannya.
b.
Lingkungan Sekolah
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal, di mana sekolah terdapat guru dan anak
didik. Setiap anak yang ada di sekolah memiliki tingkah laku yang berbeda-beda.
Tingkah laku yang ia dapat di rumah, baik atau buruk dengan sendirinya akan
terbawa ke sekolah. Azyumardi berpendapat bahwa, “Apa yang terjadi dalam
keluarga merupakan proses pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
anak selanjutnya.”[36] Oleh sebab itu sekolah
harus membina dan membentuk pendidikan yang sesuai dan terarah bagi siswa.
c.
Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga
pendidikan yang ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan
sekolah. Di dalam masyarakat akan di jumpai keaneka ragaman bentuk dan sifat
masyarakat itu sendiri. Sifat yang ia bawa dari keluarga dan sekolah akan
tercermin di dalam masyarakat. Karena lingkungan masyarakat adalah tempat
pengaplikasian dari sebuah pendidikan yang ia dapatkan.
Lingkungan masyarakat yang baik akan
mempengaruhi tingkah laku anak. Bila anak yang bergaul dengan masyarakat yang
tidak baik, maka kemungkinan besar, anak dapat terpengaruh di dalam kondisi
masyarakat yang tidak baik pula. Oleh kerena itu, keluarga dan sekolah harus
berupaya mendidik anak-anak agar jangan mudah terbawa kedalam
pergaulan-pergaulan yang menyimpang dari norma-norma agama.
Dari penjelasan di atas dapatlah di simpulkan
bahwa, untuk mencapai prestasi belajar yang baik berawal dari diri sendiri,
kerena segala sesuatu yang dilakukan berawal dari sendiri oleh karena itu,
setiap individu harus merubah dirinya ke arah yang lebih baik untuk mencapai
suatu yang terbaik pula yaitu melalui pendidikan. Sebagaimana pendapat Jasiem
M. Badr al-Muthawi’ yang menngatakan bahwa: “Orang yang tidak menjaga, melatih
dan mendidik dirinya di atas kebaikan yang ia pelajari dan pahami, sesungguhnya
ilmu itu tidak akan bermanfaat baginya. Semakin rajin membaca, meneliti dan
mengasah pikiran, maka seseorang akan semakin banyak memiliki ilmu dan
mengamalkannya.”[37]
[1]Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru,
(Jakarta: Gaung Persada,2009), hal. 97.
[2]Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru,
(Bandung: Alfabeta, 2010), Hal. 192.
[3]Ali Idrus, pengembangan…, hal. 23.
[7]Sudarwan Danim dan H. Khairil, Profesi Kependidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2010) hal. 35.
[11]Abdullah Munir, menjadi kepala sekolah efektif , (Jogjakarta:
Ar- Ruzz Media, 2010), hal. 30.
[12]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Madrasah: Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002,
hal. 430.
[13]Munir, Menjadi Kepala Sekolah…, hal. 30.
[14]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 49.
[15]Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan, (Bengkulu:
Universitas Bengkulu, 2001), hal. 8.
[16] T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 2000), hal. 193.
[17]Suharsimi Arikunto, Pengololaan Kelas dan Siswa, (Jakarta:
Rajawali, 1992), hal 13.
[18]Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 130.
[19]Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,1999), hal. 154.
[20]Roestiyah N. K. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta:
Bina Aksara,1989), hal. 151.
[21]Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional,
1993), hal. 10.
[22]Khairil, Profesi..., hal. 44.
[23]Mujiono dan Dimyanti, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006), hal.66.
[24]M. Nur, Manajemen kepala Madrasah: Antara Das Sein dan Das Sollen,
(Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2010),
hal. 9.
[25]Jamal Ma’mur Asmani, 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan
Profisional, cet. 1 (Jogjakarta: Power Books (Ihdina), 2009, hal. 164
[26]Munir, Menjadi Kepala Sekolah…, hal. 27.
[27]B. Suryo Subroto, Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan
di Sekolah, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), 147.
[28]Zakiyah Dradjat, dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta: Bina Aksara, 1996), hal. 267.
[32]Made Pidarta, Landasan kependidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), hal. 197.
[33]H. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan
Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 162.
[34]Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro,
1993), hal. 63.
[35]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 85.
[36]Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 16.
[37]Jasiem M.Badr al-Muthawi’, Efisiensi Waktu Konsep Islam, (Surabaya:
Risalah Gusti, 2000), hal. 26.
0 Comments
Post a Comment