Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama
BAB II
FAKTOR PENDIDIKAN AGAMA
A. Dasar
dan Tujuan Pendidikan Agama
Lapangan pendidikan Islam identik dengan ruang lingkup
pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face to face),
tetapi mencakup segala usaha penanaman
(internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik. Usaha tersebut
dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih, mengarahkan,
membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik. “Tujuannya adalah agar
terwujudnya manusia muslim yang berilmu,
beriman dan beramal salih. Usaha-usaha
tersebut dapat dilaksanakan secara langsung ataupun secara tidak langsung”.[1]
Setiap usaha,
kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan mempunyai
tujuan dasar sebagai tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu
pendidikan sebagai usaha untuk membentuk manusia, harus mempunyai dasar kegiatan
dari pendidikan itu sendiri.
Dasar pendidikan
Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dikembangkan dalam bentuk ijtihad.
Oleh karena itu, penulis menguraikan
dasar pendidikan Islam menurut masing-masing katagori, antara lain:
1.
Al-Qur’an
Al-Qur'an
ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi
Muhammad saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk
keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur'an itu terdiri dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah
keimanan yang disebut dengan aqidah, yang berhubungan dengan ibadah disebut
syari’ah.
Ajaran-ajaran
yang berhubungan dengan wahyu tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur'an, tidak
sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa
amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia sesamanya
(masyarakat), dengan alam dan lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk
dalam ruang lingkup amal shaleh (syari’ah). Istilah-istilah yang biasa
digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’at ini ialah:
a.
Ibadah untuk perbuatan langsung
berhubungan dengan Allah.
b.
Mu’amalah untuk perbuatan yang
berhubungan dengan selain Allah.
c.
Akhlak untuk tindakan yang
menyangkut etika dan budi pekerti manusia, baik pribadi maupun masyarakat.[2]
Pendidikan,
karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk
ke dalam ruang lingkup mua’amalah. Pendidikan sangat penting karena ia ikut
menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyarakat.
Di
dalam Al-Qur'an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam
kisah Luqman mengajari anaknya dalam surat Luqman ayat 12 sampai 19 sebagai
berikut:
َولَقَدْ
أَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ ِللهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَبْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ (١٢) وَاِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لِإَبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيْمٌ (١٣) وَوَصَيْنَا اْلِإنْسِانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلْتَهُ أُمُّهُ وَهْنً
عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِى عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْلِى وَلِوَالِدَيْكَ اِلَي الْمَصِيْرُ
(١٤) وَاِنْ جِاهَدَكَ عَلَى اَنْ تُشْركَ بِى مَالًيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطَعْمُهَا
وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا وَاتَّبِعْ سَبِيْلَا مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ
ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعْكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (١٥) يَابُنَيَّ
اِنَّهَا ِانْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلِ فَتَكُنْ فِى صَخْرَةٍ اَوْفِى
السَّمَاوَاتِ اَوْ فِى الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ اِنَّ اللهَ لَطِيْفٌ الْخَبِيْرٌ
(١٦) يَابُنَيَّ اَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَاَنْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَاصْبِرْعَلَى مَااَصَابَكَ اِنَّ ذَلِكَ مِنْ عُزْمِ الْاُمُوْرِ (١٧) وَلاَ تُصَعَّرْ
خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحَا اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلُّ
مُخْتَالٍ فُخُوْرٍ (١٨) وَاقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وِاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ اَنْكَرَ
الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ. (١٩) (لقمان: ١٢-١۹)
Artinya: Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
(Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.
S. Luqman: 12-19)
Cerita
ini menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman,
akhlak ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup
dan nilai tentang sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan
pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu, pendidikan
Islam harus mengunakan Al-Qur'an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai
materi tentang pendidikan Islam.[3]
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang
penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan
dan perkembangan zaman.
2.
Hadits
As-Sunnah
ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud
dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
As-Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur'an. Seperti Al-Qur'an,
As-Sunnah juga berisi tentang aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk
(pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina
umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu, Rasul
menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan
menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan
perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke
daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka
pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. dijelaskan
tentang anjuran menuntut ilmu sebagai berikut:
Artinya: Hadits dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah
saw “tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat”. (H. R. Abu Daud)
Oleh
karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia
muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah
sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah
yang berkaitan dengan pendidikan.
Namun demikian, jika dari aspek
tujuannya pendidikan dalam Islam mempunyai tujuan umumnya adalah menjadikan
manusia sebagai abdi atau hamba Allah, mengingat Islam adalah risalah samawi
yang diturunkan kepada seluruh manusia sejak detik-detik pertama turunnya
Islam. Tujuan
strategis ini, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
اِنْ
هُوَ اِلاَّ ذِكْرٌ لْلعَالَمِيْنَ (التكوير: ٢٧)
Artinya: "al-Qur'an tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta
alam." (Q. S. at-Takwir: 27).
Bahkan sebelum turun ayat ini keharusan da'wah merupakan
tugas untuk memperingatkan seluruh manusia terhadap kufur dan syirik serta
menyuruh mereka supaya mengagungkan dan
membesarkan asma Allah, dengan meneladani Muhammad sebagai
rasul.[5]
Di samping itu secara rinci tujuan pendidikan dalam Islam[6]
adalah: pertama, Untuk membentuk akhlak yang mulia, karena akhlak inti
pendidikan Islam untuk mencapai akhlak yang sempurna harus melalui pendidikan. Kedua,
Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam bukan
hanya menitikberatkan pada keagamaan saja, atau pada keduniaan saja
tetapi pada kedua-duanya. Ketiga, Persiapan untuk mencari rezeki dan
pemeliharaan segi manfaat atau lebih dikenal dengan prefosionalisme. Tujuan ini
adalah menyiapkan pelajar dari segi propesionalisme, teknikal dan pertukangan
supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan agar dapat
mencari rezeki dalam hidup di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
Keempat, menumbuhkan semangat ilmiyah pada pelajar dan memuaskan keingin
tahuan (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu
sendiri.
Secara psikologi tujuan pendidikan Islam adalah:
1. Pendidikan
akal dan persiapan pikiran, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan kejadian
langit dan bumi agar dapat beriman kepada Allah.[7]
2. Menumbuhkan
potensi-potensi dan bakat-bakat terutama pada manusia karena Islam adalah agama
fitrah sebab ajarannya tidak asing dari tabi'at manusia, bahkan ia adalah
fitrah yang manusia diciptakan sesuai dengannya.[8]
3. Menaruh
perhatian pada kekuatan dan potensi
generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik lelaki maupun
perempuan.
4. Berusaha
untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi
dan bakat-bakat manusia.
Di dalam al-Qur'an tujuan pendidikan adalah: pertama,
mengarahkan manusia agar menjadi
khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan
tugas-tugas memakmurkan dan mengelola
bumi sesuai dengan kehendak Tuhan. Kedua, mengarahkan manusia
agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam
rangka beribadah kepada Allah, sehingga tugas tersebut terasa ringan
dilaksanakan. Ketiga, membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan
jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini
dapat digunakan untuk mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahan. Keempat,
mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga tidak menyalahkan fungsi
kekahlifahannya. Kelima, mengarahkan manusia agar dapat mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Objek
Pendidikan
Berdasarkan sifat, corak dan pendekatannya, pendidikan Islam
dapat dibagi kepada empat bagian. Pertama, pendidikan Islam yang
bercorak normative-perenialis (Islamic education in normatif dan perenialis
persepektive). Kedua, pendidikan Islam yang bercorak filosofis (Islamic education in filisofical
persefektive). Ketiga, pendidikan yang bercorak sejarah (Islamic
education in historical persepektive). Keempat, pendidikan
Islam yang bercorak aplikatif, (Islamic education in applicative).[9]
Pendidikan Islam yang
bercorak nornatif-perenialis adalah pendidikan yang memfokuskan kajiannya pada
penggalian ajaran al-Qur'an dan
hadist yang berkaitan dengan pendidikan
islam yang diyakini sebagai ajaran yang pasti
benar, harus diamalkan dan dinilai
lebih unggul dibandingkan konsep
pendidikan yang berasal dari sumber agama lain.[10]
Pendidikan Islam yang bercorak filosofis adalah ilmu
pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada pemikiran filsafat Islam yang
berkaitan dengan pendidikan Islam. Dengan sifatnya yang mendalam, radikal,
universal dan sitematis, filsafat Islam berupaya menjelaskan konsep-konsep yang mendasar tentang berbagai hal
yang ada hubungannnya dengan berbagai aspek pendidikan Islam, yaitu visi, misi, tujuan,
kurikulum, bahan pelajaran, guru, murid,
hubungan guru murid, proses belajar mengajar, majenen, dan aspek pendidikan
lainnya dikaji secara mendalam untuk
ditemukan inti gagasan yang terdapat didalamnya.[11]
Pendidikan Islam yang bercorak histories adalah pendidikan
yang memfokuskan kajiannya pada data-data empiris yang dapat dilacak dalam sejarah,
baik yang berupa karya tulis, peninggalan berupa lembaga maupun pendidikan
dengan berbagai aspeknya.[12]
Adapun pendidikan Islam yang bercorak aplikatif adalah
pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada upaya menerapkan konsep-konsep
pendidikan dalam kegiatan yang lebih konkret dan dapat diukur serta dilihat
hasilnya Kajian ini mengharuskan adanya uji coba konsep
melalui eksperimen di kelas dan
lainnya.
Islam mewajibkan umatnya untuk belajar tanpa
memandang usia dan jenis kelamin. Kewajiban ini termaktub dalam Hadits
Rasulullah saw sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُ
صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَلَبُ الْعِلْمَ فَرِيْضَةً عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ
وَ مُسْلِمَةِ (رواه البخاري)[13]
Artinya: Dari
Abu Hurairah ra berkata: Nabi saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah perlu/wajib
atas setiap muslim dan muslimat (H. R. Bukahri)
Berdasarkan keterangan hadits di atas,
maka dipahami bahwa menuntut ilmu adalah salah satu kewajiban bagi setiap kaum
muslimin dengan tidak memandang laki-laki maupun perempuan. Apalagi sebagian
ulama berpendapat bahwa mempelajari ilmu agama merupakan fardhu ‘ain. Artinya
apabila tidak dilakukan, maka mendapat azab dari Allah SWT.
Pada dasarnya, menuntut ilmu dalam Islam
tidak diberikan batasan, karena selagi masih dikaruniai umur oleh Allah,
berarti kewajiban itu masih dibebankan kepada manusia. Hal ini sesuai dengan
hadits yang yang artinya Dari Abdullah bin Umar ra berkata: berkata rasulullah
saw: Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahad (H. R. Imam Hakim)
Atas dasar hadits inilah, maka penulis
memahami bahwa dalam Islam tidak diberikan batasan untuk belajar, karena
belajar diwajibkan sampai akhir kehidupan di dunia ini, sehingga manusia tidak
lagi mampu mengenal pengetahuan yang dipelajarinya disebabkan oleh ajal.
Dalam hal ini Zakiah Daradjat
menjelaskan bahwa pendidikan dimulai sejak masa pemeliharaan yang merupakan
arah menuju kepada pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama
manusia dilahirkan, sedangkan pendidikan sesungguhnya dilalui pada masa telah
dewasa.[14]
Berdasarkan
keterangan di atas, maka diketahui bahwa objek pendidikan tidak hanya terbatas
pada masa anak-anak saja, tetapi dimulai oleh seseorang anak semenjak masih
dalam masa pemeliharaan (bayi). Dan pendidikan itu akan berlanjut sampai
dewasa. Ini menandakan bahwa belajar wajib dilaksanakan oleh umat Islam tanpa
ada batas tanpa memandang batas usia.
C. Lingkungan
Pendidikan Islam
Lingkungan pendidikan Islam adalah merupakan sekian sistem yang berusaha
mengembangkan dan mendidik segala aspek pribadi manusia dengan segala
kemampuannya.
Tiga hal yang mempengaruhi pendidikan Islam, yaitu:
1. Lingkungan
keluarga
Keluarga
adalah yang menjadi landasan utama untuk terwujudnya masyarakat yang bermoral.
Tanpa landasan itu, akan menyebabkan kekacauan dalam masyarakat.
Peranan
keluarga sangat strategis, sesuai dengan perkambangan zaman. Apalagi saat ini
di mana pengaruh teknologi informasi yang semakin kental. Dalam hal ini, peran
keluarga sangat penting sebab kondisi dasar dari sebuah generasi dimulai dari
sebuah keluarga. Menurut Zakiah Daradjat keluarga adalah suatu sistem kehidupan
masyarakat yang terkecil dibatasi oleh adanya keturunan atau disebut juga umat,
akibat adanya kesamaan agama.[15]
Sebagaimana
orang tua atau pendidik, kita harus sadar bahwa lingkungan yang paling
bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah keluarga, di samping sekolah
dan masyarakat. Berhasil tidaknya proses pendidikan juga sangat bergantung pada
lingkungan yang menumbuhkan dan mengembangkan anak-anak kita. Sebab keteladanan
lebih efektif dibandingkan nasehat berupa ucapan atau indoktrinasi. Tanpa
keteladanan, rasanya sulit menjadi generasi qur’ani yang kelak akan meneruskan
cita-cita Islam.[16]
Posisi
keluarga sangat berarti bagi pembinaan subjek didik, karena dituntut untuk
mengedepankan sosok keluarga yang muslim. Islam juga menutut agar keluarga
benar memberikan pengawasan yang intensive terhadap segala aktifitas yang
dilakukan anak untuk menentang kemungkinan berprilaku yang ngatif, sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat
at-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يَاَيُّهَا
الّّذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِكُمْ نَارً...(التحريم: ٦)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu
api neraka (Q. S. at-Tahrim: 6)
Seorang ibu
memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anak di lingkungan
keluarga. Ibu merupakan guru pertama dan utama dalam memberikan pendidikan
kepada anaknya. Selain ibu, ayahpun mempunyai tanggung jawab yang sangat besar
dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Dari uraian di
atas, penulis memahami bahwa di dalam keluarga harus dilakukan kerjasama yang
baik untuk mencapai anggota keluarga yang serasi dan terpadu saling isi mengisi
sehingga menimbulkan keakraban di dalam keluarga. Dengan modal tersebut
pendidikan Islam akan lebih mudah diserapkan kepada anaknya.
2. Lingkungan
sekolah
Sekolah
merupakan pendidikan formal yang kedua setelah keluarga yang merupakan lembaga
pendidikan informal. Tujuan pendidikan di sekolah untuk melaksanakan tiga aspek
pendidikan, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Aspek
kognitif memberikan ilmu pengetahuan dengan kata lain pengisian otak anak.
Aspek afektif dapat mempengaruhi anak didik agar menjadi manusia social,
berkepribadian agar menjadi manusia utuh, sedangkan aspek psikomotor adalah
bertanggung jawab dan berketrampilan dalam berbuat.[17]
Perubahan ke
arah lebih baik merupakan memang merupakan ajaran Islam. Sekolah merupakan
pusat perubahan baik perubahan cara berpikir maupun perubahan tingkah laku.
Namun dalam pendidikan Islam perubahan tingkah laku dari yang buruk kepada yang
baik adalah cita-citanya. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan
harus mampu mewariskan kesejahteraan, kebijaksanaan, keilmuan dan keahlian
tentang masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan dating. Inilah hubungan
yang hidup antara kesesuaian yang sehat dan pembaharuan yang berlawanan.[18]
Dari
keterangan di atas tampak bahwa semua proses perkembangan pendidikan terhadap
peserta didik di lingkungan sekolah sangat berpengaruh setelah dilakukan proses
pendidikan di lingkungan seluarga.
3. Lingkungan
masyarakat
Masyarakat
merupakan lembaga pendidikan ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga
dan lingkungan sekolah. Akan tetapi untuk sampai kepada pembentukan akhlak
Islam yang sempurna dan masyarakat pun tidak menghancurkan apa yang dibina
dalam rumah tangga dan di sekolah hingga dapat ditegakkan mission dalam masa
modern sekarang ini.[19]
Kebutuhan
manusia yang diperlukan tidak hanya menyangkut bidang material melainkan juga
di bidang spiritual termasuk ilmu pengetahuan dan pengalaman, ketrampilan dan
sebagainya. Demikian, dapat dicari suatu pemahaman bahwa dalam rangka menemukan
sosial dalam mendidik masyarakat. Dari sebab itulah para ahli pendidikan
umumnya memasukkan lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang terakhir
setelah pendidikan keluarga bagi anaknya untuk mendapatkan dengan berbagai
jenis pengalaman dan pengetahuan.[20]
Dengan kata
lain masyarakat membawa pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan anak
di luar rumah tangga dan sekolah sebagai pusat pendidikan. Pendidikan agama
dalam didapatkan melalui ceramah, pengajian di mesjid dan di berbagai tempat
lainnya.
Orang tua
bekerja sama dengan masyarakat dalam membimbing anak untuk dapat memilih teman
yang sesuai dengan ketentuan nilai-nilai Islam. Anak cenderung menyukai hal-hal
yang baru dalam lingkungan dan menyukai
orang lain, berbaur dalam lingkungan mereka sendiri, karena itu harus
dikenalkan pada berbagai jenis pendidikan Islam supaya dapat mencegah mereka
dari perbuatan yang tidak dinginkan.
Berdasarkan
keterangan di atas, maka dapat dipahami bahwa mendidik secara islami akan lebih
berkesan dan berhasil, serta berguna apabila lingkungan ikut mempengaruhi
prilaku anak meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat sama-sama mengarahkan kepada
pendidikan jiwa agama dan menjadikan Al-Qur'an dan hadits sebagai petunjuk,
pedoman, dan bimbingan untuk keperluan hidup sehari-hari. Dengan demikian, jiwa
anak akan tentram sejahtera dan selalu berbuat amar ma’ruf nahi mungkar.
D. Tahap-Tahap
Pendidikan Islam
Pertumbuhan dan perkembangan anak menurut para ahli ilmu jiwa ialah masa
perubahan tubuh, intelegensi, emosional dan kemampuan interaksi yang memberi
pengaruh pada utuhnya individu dan matangnya kepribadiannya.
Para ahli pendidikan dan pakar menetapkan bahwa setelah melewati masa
kelahiran, seorang anak mengalami beberapa pertumbuhan dan perkembangan yang
harus diketahui oleh orang tua untuk memudahkan langkap pendidikan pada setiap
tahap umur, sehingga orang tua mampu membuat skedul program untuk diterapkan secara
tepat dan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan, sehingga anak tumbuh
besar bersama pendidikan secara Islami.
Adapun tahap-tahap pendidikan yang harus dilalui seorang anak adalah
sebagai berikut:
1. Tahap
sebelum lahir (pranatal)
Tahap ini
berlangsung sejak proses pembuahan hingga anak lahir, yaitu sekira 9 bulan.
Meskipun relative singkat, proses perkembangan pada tahap ini begitu penting.
Sebab, pada saat hamil itulah seorang ibu mulai berperan dalam mendidik
anaknya.
Kesehatan
jasmani dan rohani anak juga dipengaruhi oleh sikap dan kondisi ibu ketika
hamil. Ashley Monteque mengatakan bahwa: “gangguan emosi pada ibu dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Tidak hanya itu, perkembangan fisik
janin pun akan terganggu. Ibu hamil yang mengganggu emosinya seperti stress,
menyimpan dendam, atau ditekan suaminya akan mempengaruhi pertumbuhan fisik
maupun psikis janin”. [21]
Oleh karena
itu, ketika ibu hamil, sang ibu sebaiknya tidak boleh stress, panic atau
marah-marah. Yang perlu dilakukan itu adalah banyak berdoa, membaca Al-Qur'an,
atau berselawat kepada Nabi saw. Menumbuhkan sikap tawakkal yang tinggi kepada
Tuhan sangat membantu kesehatan ibu dan janinnya. Begitu juga dengan menjaga
pola makan yang sehat dan berolahraga. Dengan begitu, insya Allah janin yang
diakndung akan merasa ketenangan dan menjadi sehat jasmani dan rohani.
2. Tahap
kelahiran bayi
Proses
pendidikan selanjutnya adalah setelah anak lahir. Sejak itulah fitrah ketuhanan
mulai ditumbuhkembangkan secara bertahap. Fitrah yang dimaksud ialah
kecenderungan beragama dalam diri anak. Kecenderungan ini harus benar-benar
dijaga agar tetap lurus, sehingga anak memiliki sikap tauhid yang kokoh. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ
حَنِيْفًا، فِطْرَاتَ اللهِ اَلَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَالَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ
اللهِ، ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنْ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوَْن
(الروم: ٣٠)
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q. S. ar-Rum: 30)
Berdasarkan
ayat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa orang tua sangat dianjurkan
untuk mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika
bayinya lahir. Hal ini dimaksudkan agar kalimat-kalimat pertama direkam oleh
bayi adalah kalimat tauhid dan kalimat yang mengandung kebesaran Allah SWT.
Sejak
dilahirkan, anak dibekali Allah seperengkat kebutuhan jasmani dan rohani. Untuk
itu, seorang ibu diperintahkan untuk menyusui anaknya dengan ASI. Menyusui anak
dengan ASI dapat memenuhi kebutuhan jasmani anak, juga kebutuhan rohani dan
emosinya. Sebab, dengan menyusu dan melekat dengan ibu, anak akan merasa aman
dan nyaman, serta akan tumbuh menjadi pribadi yang mantap, kuat dan sehat. [22]
Dengan
memahami berat perjuangan seorang ibu dalam mendidik anak, kelak anak akan
dapat mengerti ihwal kewajibannya untuk berbakti kepada kedua orang tua,
sehingga anak juga akan mendapatkan keridhaan Allah untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
3. Tahap
anak-anak
Dengan asuhan
ibu dan bapaknya, bayi yang yang mungil dapat tumbuh dan berkembang dan
akhirnya menjadi anak-anak. Perkembangan fisik dan mental pun mendekati
kesempurnaan. Pada saat itulah muncul berbagai perkembangan secara pesat,
misalnya kemajuan dalam hal ketrampilan fisik, emosi, sosialisasi, pengertian
dan minatnya.
Orang tua
sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama memiliki tanggung jawab untuk
mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak. Orang tua harus mengarahkan
keteladanan yang positif. Pola pendidikan berbasis keteladanan dalam keluarga
sangat menentukan kepribadian anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
orang tua perlu mendidik anaknya dalam beberapa hal, yaitu:
a. Penanaman aqidah atau
tauhid. Aqidah atau tauhid dapat diibaratkan sebagai fondasi. Karena itu, ia
harus kuat dan kokoh.
b. Penanaman kesadaran
bertindak, yaitu kesadaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak
langkah manusia selalu berada di bawah pengawasan Allah SWT.
c. Perintah untuk
mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi mungkar. Shalat harus dimulai sejak
kecil hingga dewasa.
d. Melatih kesabaran.
Kesabaran perlu ditanamkan dalam jiwa anak sejak dini. Sebab hidup penuh dengan
tantangan dan rintangan. Kesabaran ini diperlukan agar anak tidak mudah putus
asa.
e. Larangan bersikap
sombong dan angkuh. Kesombongan perlu dihindari agar karena akan mengantarkan
pada kehinaan dan kerendahan martabat, baik di mata Allah maupun di mata
manusia.[23]
4. Tahap
Remaja
Pada tahap
remaja orang tua harus lebih waspada dan hati-hati kepada anaknya. Sebab inilah
saat yang paling kritis dalam pembentukan kepribadian anak. Masa ini, oleh
psikolog, disebut dengan masa pancaroba atau peralihan dari masa anak-anak
kepada masa dewasa. Seiring dengan pertumbuhan fisik, terutama organ seks,
perkembangan pola piker dan kejiwaan anak, seperti merasa besar dan ingin
dihargai, mempunyai dampak yang khusus pada kepribadiannya.
Untuk
menghadapi masa remaja, orang tua harus bijak, pandai dan banyak wawasan. Orang
tua perlu memahami apa yang diinginkan anaknya dan menyampaikan harapan yang
diinginkan oleh orang tua. Sikap ini bisa memupuk hubungan interpersonal yang
baik antara anak dan orang tua, sekaligus menyuburkan proses pendidikan dalam
lingkungan keluarga.
Orang tua juga
perlu memahami bahwa pada usia remaja, hubungan laki-laki dan perempuan sudah
mulai dekat, misalnya melalui komunikasi di sekolah dan di lingkungan rumah.
Menghadapi kemungkinan kedekatan yang menjurus kepada kemaksiatan, orang tua
harus dapat menciptakan control yang bisa menghindarkan anak remajanya dari
melanggar aturan agamanyakontrol tersebut bisa dilakukan dengan menciptakan
suasana kehidupan keluarga yang agamais dan selalu mengingatkan mereka tentang
pentingnya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Usia remaja
memang sangat rawan. Kepribadian remaja masih labil dan mudah terpengaruh oleh
ajakan atau bujukan ke arah yang negative. Untuk mengatasi permasalahan ini,
secara psikologis, ada beberapa konsep yang harus dijalankan orang tua, yaitu:
a. Memahami secara
optimal perubahan-perubahan yang terjadi pada masa puber dengan melakukan
pengamatan yang jeli.
b. Mengarahkan mereka
untuk rajin pergi ke mesjid untuk shalat berjama’ah atau menghadiri majelis
ta’lim.
c. Membuka dialog
komunikatif dan menyadarkan mereka ihwal status sosial anak.
d. Menanamkan rasa
percaya diri anak dan mau mendengarkan pendapat mereka.
e. Menyarankan agar
mereka menjalin persahabatan yang baik dan mencari lingkungan pergaulan yang
kondusif.
f. Mengembangkan potensi
anak di semua bidang yang bermanfaat.
g. Menganjurkan anak
untuk rajin shalat tahajjud dan berpuasa senin – kamis sebagai pengendali emosi
dan perilaku anak dari perbuatan yang menyimpang. [24]
BAB
III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Iklim,
Letak dan Luas
Desa Lampulo terletak di bahagian pesisir sebelah Utara Kota Banda Aceh
dan termasuk dalam wilayah Kota Banda Aceh. Menurut letaknya Lampulo merupakan
wilayah yang terletak membujur dari Barat ke Timur di depan Selat Malaka dan dialiri
oleh sungai Krueng Aceh.
Sebagai desa yang masuk dalam wilayah Desa Kuta Alam, Desa Lampulo memiliki
batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Syiah Kuala
- Sebelah
Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
- Sebelah
Timur berbatasan dengan Kecamatan Bandar Baru
Dilihat dari letak geografisnya desa ini terletak di tepi Samudera Hindia,
keadaan tanahnya terdiri dari daratan rendah dengan ketinggian rata-rata di
atas permukaan laut berkisar 1.5 meter. Sedangkan curah hujan rata-rata 2250 mm
pertahun dan suhu udaranya 28 – 310 C. Desa Lampulo luas daerahnya
lebih kurang 60 Ha2 dengan rincian luas tanah perumahan 25 Ha2,
sungai dan lain-lainnya 35 H2, dengan jumlah penduduknya 3.680 jiwa.
B. Penduduk
dan Mata Pencaharian
Masyarakat Desa Lampulo umumnya hidup dari hasil perikanan, pedagang dan
pegawai negeri. Usaha masyarakat dalam bidang perdagangan terdiri dari berbagai
jenis bentuk perdagangan seperti, ikan, kelontong, Warung Kopi, dan sayur.
Sedangkan penduduk yang mencari nafkah dari hasil perikanan menggunakan
berbagai jenis peralatan penagkapan ikan seperti kapal motor, perahu, motor,
sampan, menjala dan memancing. Namun demikian, semua peralatan penangkapan ikan
tersebut belum dapat membantu mencukupi kebutuhan warganya, sehingga para nelayan
mengambil inisiatif untuk membuka usaha sampingan lainnya.
Menurut pengamatan di lapangan bahwa masyarakat Desa Lampulo lebih dominan
mengusahakan usaha sampingan dalam bentuk perdagangan, karena perdagangan lebih
cepat terlihat hasil yang didapati dari hasil perdagangan tersebut. Untuk
melihat mata pencaharian masyarakat Desa Lampulo dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
TABEL I
MATA PENCAHARIAN
MASYARAKAT DESA LAMPULO TAHUN 2005
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1.
2.
3.
4.
5
|
Pedagang
Nelayan
Pegawai
Buruh
Lain-lain
|
117
892
73
18
35
|
10.04
76.57
6.26
1.54
3.00
|
Jumlah Total
|
1165
|
100
|
Sumber Data: Statistik Desa Lampulo tahun 2005
C. Pendidikan
Desa Lampulo merupakan
salah satu desa yang berada dalam wilayah Desa Kuta Alam Kota Banda Aceh,
sebagaimana dengan desa lainnya bahwa masalah pendidikan merupakan dambaan
masyarakat. Dalam masa reformasi pendidikan di Desa lampulo banyak mengalami
kemajuan dibandingkan masa sebelumnya.
Dari hasil
wawancara penulis dengan pejabat dan tokoh masyarakat Desa Lampulo, bahwa
pendidikan agama dan pendidikan umum pada hakikatnya adalah sama, karena
keduanya adalah bertujuan untuk menjadikan anak berguna bagi nusa, bangsa dan
agama di masa yang akan datang. Namun perbedaan antara sekolah agama dengan
sekolah umum adalah dari kurikulum dan mata pelajarannya. Sekolah agama
dititikberatkan pada materi agama seperti bahasa Arab, Fiqh, Tafsir, dan
Hadits. Sedangkan sekolah umum hanya sedikit saja materi agamanya.
Pada saat ini
pemerintah Desa Kuta Alam telah mengupayakan beberapa kebijaksanaan dalam
pembangunan di bidang pendidikan. Masyarakat Desa Lampulo telah membangun
gedung-gedung sekolah, memperbaiki atau membantu mesjid dan TPA.
Dalam sejarah
pendidikan dapat dilihat perkembangan dan usaha-usaha perwujudan pendidikan
sebenarnya merupakan suatu cita-cita bangsa dan golongan yang dapat mencetak
kader-kader untuk masa yang akan datang.
Adapun sarana
dan fasilitas pendidikan yang ada di Desa Lampulo, pemerintah telah berusaha
semaksimal mungkin untuk mewujudkan pendidikan secara merata dan dapat
dirasakan oleh semua penduduk Desa Lampulo khususnya dan Indonesia pada umumnya.
D. Agama
dan Adat Istiadat
Penduduk Desa Lampulo
mayoritas memeluk agama Islam atau 99, 8 % dan selebihnya 0,2 % pemeluk agama
Kristen, Hindu dan Budha.[26]
Menurut
pengamatan penulis masyarakat Desa Lampulo dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah SWT baik yang menyangkut ibadah wajib maupun yang menyangkut ibadah
amaliah sunat, kelihatan aktifitasnya agak menonjol, hal ini didukung pula
dengan tersedianya rumah ibadah yang ada di desa tersebut serta TPA yang
menyemarakkan kehidupan beragama di Desa Lampulo
Hidup syi’ar
agama bagi masyarakat Desa Lampulo bisa dilihat dalam hal mereka menjalankan
ajaran agama seperti melaksanakan shalat lima waktu secara berjama’ah,
pengajian Al-Qur'an dan memperingati hari-hari besar Islam serta kegiatan-kegiatan
lain yang dilakukan di mesjid, meunasah serta tempat-tempat yang dianggap
sesuai dengan Syari'at Islam.
Sedangkan
pemeluk agama Kristen, Hindu dan Budha menjalankan ibadahnya di tempat
peribadatannya sendiri, namun walupun demikian kehidupan beragama di Desa Lampulo
sering menghormati antara satu dengan yang lainnya.
Adapun sarana
ibadah di Desa Lampulo boleh dikatakan mencukupi, di mana di desa tersebut mempunyai
tempat ibadah atau mesjid, demikian juga dengan meunasah.
Segala
kegiatan ibadah di mesjid-mesjid dalam wilayah Desa Lampulo tidak selalu sama,
hal ini disebabkan dari kondisi kehidupan masyarakat itu sendiri yang berbeda.
Hanya sebagian saja yang selalu melaksanakan shalat berjama’ah dan disetiap
mesjid selalu disemarakkan dengan berbagai aktifitas keagamaan seperti ceramah
agama dan peringatan hari-hari besar Islam. Sedangkan mesjid yang lainnya hanya
melaksanakan shalat berjama’ah pada waktu shalat Maghrib, Isya dan Subuh saja,
sedangkan shalat Dhuhur dan ‘Ashar tidak dilaksanakan, karena kebiasaannya
masyarakat tidak ada ditempat pergi emncari nafkah hidupnya. Tetapi acara
memperingati hari-hari besar Islam seperti isra’ mi’raj ceramah agama, juga
dilaksanakan di mesjid-mesjid dan meunasah serta tempat-tempat lainnya yang
sesuai.
Umumnya masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Desa Lampulo adalah
beragama Islam dan fanatisme agama (Islam) cukup tinggi, sikap ini telah
membudaya secara turun temurun dalam masyarakat.
Namun demikian adat istiadat yang berlaku di kalangan masyarakat sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti
upacara selamatan bayi, perkawinan, kematian dan sebagainya yang merupakan
warisan budaya lama yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Tata cara pelaksanaan
pada umumnya masih terdapat penyimpangan dengan ajara Islam dan sosial budaya
masyarakat. Upacara adat seperti ini merupakan warisan turun temurun dari
generasi terdahulu sampai sekarang.
Adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Desa Lampulo sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat, hal ini memberikan dampak positif
bagi pelestarian adat istiadat, di samping memang masih terdapat unsur
penyimpangan dengan Syari'at Islam, seperti percaya pada kekuatan seorang dukun
dalam penyembuhan berbagai penyakit, kekeramatan kuburan orang-orang tertentu
dan sebagainya.
Adat istiadat tetang kehidupan sosial merupakan satu sistem kehidupan dan
budaya makhluk sebagai individu dan kelompok. Oleh karena itu, adat istiadat
yang berlaku dapat menjadi suatu ketentuan hukum yang wajib dipatuhi
masyarakat, walaupun itu tidak tertulis, sehingga kehidupan sosial dalam
masyarakat dipengaruhi oleh kebudayaan atau tradisi masa lampau.
Masyarakat Desa Lampulo mempunyai adat istiadat yang diwariskan secara
turun temurun yang dilaksanakan dengan khidmat dan cermat. Menurut M. Ali
Yusuf, dalam perkembangannya terjadi perubahan, ini dikarenakan bertambahnya
ilmu pengetahuan agama pada masyarakat.
Adat istiadat yang berlaku di Desa Lampulo itu sangat banyak, tetapi
penulis hanya mengemukakan beberapa saja terutama yang menyangkut dengan
kepercayaan. Di antaranya ialah kenduri mate, sunat rasul, perkawinan, kenduri
blang, maulid dan sebagainya.
BAB IV
PROSES PELAKSANAAN PENDIDIKAN
AGAMA MASYARAKAT NELAYAN
A. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Masyarakat Nelayan
1.
Informal
Pendidikan informal merupakan salah satu bentuk pendidikan yang diberikan
orang tua kepada anak-anaknya. Pendidikan tersebut diberikan dalam bentuk
pengajaran keluarga, sehingga mengerti tentang tatakrama tentang kehidupan
dalam bermasyarakat. Untuk melihat ada tidaknya orang tua memberikan pendidikan
kepada anaknya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel: 4. 1 Ada
tidaknya orang tua memberikan pendidikan agama kepada anak di rumah
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Ya
Tidak
Tidak ada
|
60
-
-
|
100
-
-
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan tabel di atas, maka terlihat dengan jelas bahwa orang tua
pada umumnya memberikan pendidikan kepada anaknya dirumah. Hal ini terlihat
dari jawaban responden yang memberikan jawaban secara penuh menyatakan
memberikan pendidikan kepada anaknya dimulai di dalam rumah.
Akan tetapi, pada umumnya pendidikan anak mereka berikan melalui
pendidikan umum. Hal ini terlihat dari tabel sebagai berikut:
Tabel 4. 2 Ada tidaknya anak para
nelayan bersekolah
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Ya, sekolah
Ya, tidak sekolah
Tidak ada yang sekolah
|
49
7
4
|
81.66
11.66
6.66
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat dilihat dengan jelas
bahwa hampir semua anak masyarakat nelayan Lampulo sekolah di lembaga
pendidikan umum. Hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan responden yang
menjawab ya, sekolah sebanyak 49 orang atau 81. 66 %, sedangkan selebihnya anak
masyarakat nelayan tidak ada yang sekolah. Hal ini terlihat dari jawaban
responden yang menyatakan ya, tidak sekolah sebanyak 7 orang atau 11.66 % dan
yang menjawab tidak ada yang sekolah sebanyak 4 orang atau 6.66 %.
2.
Non Formal
Memberikan pendidikan Islam kepada anak-anaknya bisa dilakukan dalam
berbagai bentuknya. Hal ini dilakukan agar pendidikan anak tidak terbengkalai,
sehingga anak-anak dapat menerima pendidikan secara baik dan benar. Namun untuk
melihat bentuk pendidikan yang diberikan masyarakat nelayan kepada anak-anaknya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. 3 Bentuk pendidikan
agama yang berikan kepada anak-anak
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
A
b
c
|
Pengajian Al-Qur'an setelah
shalat maghrib
Menghadirkan guru privat ke
rumah
Menyuruh anak mengaji di rumah
tetangga
|
54
-
6
|
90
-
10
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa pada umumnya orang
tua memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya melalui pengajian sehabis
shalat maghrib. Hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan responden yang
menjawab pengajian Al-Qur'an setelah shalat maghrib sebanyak 54 orang atau 90
%.
Namun demikian, para nelayan rata-rata mempunyai banyak anak-anaknya
dalam pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama. Hal ini
terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel. 4. 4 Jumlah anak
nelayan dalam pendidikan
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
1 orang
2 – 3 orang
3 - …………….. orang
|
20
25
15
|
33.33
41.66
25
|
Jumlah
Total
|
60
|
100
%
|
Berdasarkan gambaran tabel di atas, maka diketahui bahwa para nelayan
umumnya memiliki banyak anak-anak yang belajar pendidikan Islam. Hal ini
terlihat dari jawaban yang diberikan responden yang menyatakan 1 orang sebanyak
20 atau 33.33 %, responden yang menyatakan 2 – 3 orang sebanyak 25 orang atau
41. 66 % dan responden yang menjawab 3 orang lebih sebanyak 15 orang atau 25 %.
Hal ini menandakan bahwa dalam keluarga para nelayan, anak-anak yang belajar
pendidikan Islam bervariasi, karena ada yang satu orang anak yang belajar, ada
yang dua orang dan ada nelayan yang anak melebih 3 orang dalam pendidikan
Islam.
Karena demikian, banyak anak-anak para nelayan yang mengikuti pendidikan
Islam di luar rumah, maka kebutuhan keluarga pun akan meningkat dengan
sendirinya. Bahkan ada nelayan yang tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel.
4. 5 Pendapatan nelayan dalam sehari-hari selaku untuk membiayai pendidikan
anak
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Cukup
Tidak cukup
Kadang-kadang
|
10
35
15
|
16.66
58.33
25
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Dari keterangan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa pada umumnya
penghasilan nelayan dari melaut tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Hal ini
terlihat dari jawaban responden yang menyatakan cukup sebanyak 10 orang atau
16..6 %, responden yang menyatakan tidak cukup sebanyak 35 orang atau 58.33,
dan responden yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 15 orang atau 25 %. Dari
gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa penghasilan nelayan rata-rata
belum cukup untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.
Oleh karena itu, dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak para
nelayan kerapkali dibantu oleh isterinya ketika mereka pergi melaut. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi beban biaya yang harus mereka tanggung. Untuk lebih
jelas dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel.
4. 6 Orang yang mendidik dan membimbing anak-anak Bapak di rumah ketika para
nelayan melaut
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Tidak ada
Belajar sendiri
Isteri
|
5
15
40
|
8.33
25
66.66
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Dari keterangan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa ketika para
nelayan melaut, umumnya anak-anak mereka diajarkan oleh isterinya. Hal tersebut
terlihat dari jawaban yang diberikan tidak ada sebanyak 5 orang atau 8. 33 %,
yang menjawab belajar sendiri sebanyak 15 orang atau 25 %, dan responden yang
menjawab isteri sebanyak 40 orang atau 66.66 %. Keterangan ini menunjukkan
bahwa isteri mengambil peran serta dalam mendidik anak-anak mereka ketika para
nelayan melaut di malam hari.
B. Teknik Pelaksanaan Pendidikan Agama di Masyarakat Nelayan
Memberikan pendidikan kepada anak-anak merupakan kewajiban bagi orang tua,
karena hal tersebut merupakan salah satu jalan untuk memberikan membahagiakan
anak dunia akhirat. Demikian pula dengan, keluarga nelayan di Lampulo dalam
memberikan pendidikan agama kepada anak-anak menjadi tanggung jawab mereka. Bahkan
memberikan pendidikan kepada anak merupakan tanggung jawab orang tua, sehingga
mereka umum memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Namun demikian untuk
lebih jelasnya mengenai pandangan masyarakat nelayan terhadap pelaksanaan
pendidikan agama dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 7. Pandangan
nelayan terhadap Pelaksanaan pendidikan agama
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Sangat penting
Tidak penting
Tidak tahun
|
60
-
-
|
100
-
-
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan
keterangan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa para menyatakan memberikan
pendidikan agama kepada anak-anak sangat penting. Hal ini terbukti dari jawaban
yang diberikan secara total atau 100 % menyatakan sangat penting. Hal ini membuktikan
bahwa para nelayan sangat antusias dalam memberikan pendidikan agama kepada
anak-anak mereka..
Karena pentingnya
pendidikan bagi para nelayan, maka mereka memberikan pendidikan kepada anaknya
mulai dari pendidikan agama sampai pendidikan umum. Namun untuk melihat bentuk
pendidikan yang diberikan nelayan kepada anak-anaknya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini
Tabel 4. 8 Pelaksanaan
pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Pendidikan formal
Pendidikan non formal
Kedua-duanya
|
-
-
60
|
-
-
100
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat
diketahui bahwa para nelayan memberikan pendidikan kepada anak-anaknya melalui
dua bentuk pendidikan, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Hal
ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan para nelayan yang menyatakan secara
kedua-duanya sebanyak 60 orang atau 100 %. Hal ini menunjukkan kepentingan para
nelayan dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, sehingga mereka
memanfaatkan kedua bentuk pendidikan tersebut.
C. Usaha-Usaha Kearah Perbaikan Pendidikan Agama Masyarakat
Nelayan
Dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak harus dilakukan berbagai usaha
agar anak tersebut dalam menerima pendidikan dengan baik. Demikian pula dengan
masyarakat nelayan Lampulo melakukan berbagai usaha ut memberikan pendidikan
kepada anak-anaknya. Namun untuk melihat usaha yang dilakukan nelayan dalam
memberikan pendidikan kepada anaknya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 9 Usaha yang lakukan nelayan untuk meningkatkan pendidikan agama anak
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
|
Bekerja keras untuk memantapkan
perekonomian
Mendatangkan ustadz-dzah ke
rumah
Memberikan nasehat
|
50
10
|
83.33
16.66
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan
keterangan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa usaha yang dilakukan
nelayan untuk meningkatkan pendidikan agama dengan bekerja keras untuk
memantapkan perekonomian. Hal ini terbukti dari jawaban yang diberikan oleh responden
yang secara penuh atau 100 % memberi jawaban bekerja keras untuk memantapkan
perekonomian.
Hal tersebut
dilakukan oleh para nelayan ut mengantisipasi anaknya dari malas belajar. Sebab
dengan malas belajar anak-anak akan terbawa kepada kebodohan. Namun untuk
melihat ada tidaknya digunakan metode dalam penerapan disiplin siswa dapat
dilihat dalam tabel berikut ini
Tabel 4.
10 Usaha para nelayan dalam mengatasi anak yang malas dalam belajar
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
|
Meningkatkan pengawasan terhadap
anak
Memberikan sanksi jika terjadi
kesalahan
|
30
30
|
50
50
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat
diketahui bahwa dalam mengatasi anak yang malas dalam belajar, para nelayan
melalui cara meningkatkan pengawasan terhadap anak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang diberikan responden yang menyatakan meningkatkan pengawasan
terhadap anak sebanyak 30 orang atau 50 %, dan responden yang menyatakan memberikan
sanksi jika terjadi kesalahan sebanyak 30 orang atau 50 %. Ini berarti dapat
diketahui bahwa para orang tua yang berprofesi sebagai nelayan sangat disiplin
dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya, sehingga bila anak
berbuat salah langsung diberikan hukuman agar si anak tidak mengulangi
kesalahan tersebut.
Namun demikian, pelaksanaan pendidikan agama yang diselenggarakan di
Lampulo dapat memberikan pencerahan kepada anak-anak. Hal ini sesuai dengan
harapan yang dikemukakan oleh Bapak Hasbi tokoh masyarakat yang menyatakan
bahwa “pelaksanaan pendidikan agama yang dilaksanakan di Lampulo saat sudah
mulai membaik, setelah dihantam Tsunami tahun yag lalu”.[27]
Untuk melihat Harapan para nelayan terhadap pelaksanaan pendidikan agama dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 11. Harapan
para nelayan terhadap pelaksanaan pendidikan agama
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Sudah baik, tetapi perlu
peningkatan
Sarana dan prasarana pendidikan
agama perlu ditambah
Guru professional perlu
didatangkan
|
33
26
1
|
55
43.33
1.66
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sarana
pendidikan agama di Lampulo sudah baik, tetapi perlu peningkatan. Hal ini
terlihat dari jawaban responden yang menyatakan Sudah baik, tetapi perlu
peningkatan sebanyak 33 orang atau 55 %, responden yang menjawab sarana dan
prasarana pendidikan agama perlu ditambah sebanyak 26 orang atau 43. 33 %, dan
responden yang menjawab guru professional perlu didatangkan hanya 1 orang atau
1. 66 %.
D. Faktor-Faktor Penghambat Masyarakat Islam
Melakukan sesuatu
pekerjaan tentu saja ada rintangan dan halangan yang harus dihadapi. Demikian
pula dengan penyelenggaraan pendidikan di desa Lampulo Banda Aceh yang
mengalami berbagai kendala yang harus dihadapi oleh pihak masyarakat. Hal ini
sesuai pernyataan salah tokoh masyarakat yang menukilkan bahwa dalam memberikan
pendidikan agama kepada anak-anak di desa Lampulo banyak mengalami hambatan.[28]
Namun untuk melihat
lebih jelas tentang ada tidaknya hambatan dalam memberikan pendidikan agama dapat
dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 4. 12. Hambatan dalam memberikan pendidikan
agama kepada anak-anak
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
|
Ya
Tidak
Kadang-kadang
|
60
-
-
|
100
-
-
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan
keterangan tabel di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam memberikan pendidikan
agama kepada anak-anak sering mengalami kendala. Hal ini terbukti dari jawaban
responden yang menyatakan secara penuh bahwa dalam memberikan pendidikan agama
kepada anak-anak sering mengalami hambatan yang harus diatasi.
Pemberian pendidikan yang dilakukan di desa Lampulo Banda Aceh, tidak jauh
berbeda dengan pemberian pendidikan agama yang diselenggarakan di desa lain,
terutama dalam hal memberikan pengajaran tentang berbuat baik kepada kedua
orang dan masyarakat. Namun demikian, hambatan tersebut terjadi dalam berbagai
bentuknya. Adapun bentuk kendala yang paling berat dihadapi dapat dilihat pada
tabel ini:
Tabel 4. 13. Kendala yang paling berat dihadapi
masyarakat nelayan Lampulo
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
a
b
c
d
|
Keterbatasan ilmu pengetahuan
Keterbatasan ekonomi
Anak-anak malas belajar
A dan B yang dipilih
|
16
15
19
10
|
26.66
25
36.66
16.66
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Dari keterangan
tabel di atas, maka dapat difahami bahwa kendala yang
paling berat dihadapi masyarakat nelayan Lampulo sangat beragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan responden melalui
angket yang penulis sebarkan bahwa yang menyatakan keterbatasan ilmu
pengetahuan sebanyak 16 orang atau 26.66 %,
responden menyatakan keterbatasan ekonomi sebanyak 15 orang atau 25 %,
responden yang menjawab anak-anak malas belajar sebanyak 19 orang atau 36. 66 %
dan responden yang menyatakan A dan B yang dipilih sebanyak 10 orang atau 16.
66 %. Ini membuktikan bahwa bentuk hambatan yang dihadapi sangat beragam,
sehingga para orang kesulitan dalam mengatasi kendala tersebut.
Namun jika hambatan
yang dihadapi hanya sekedar keterbatasan ekonomi, para nelayan akan lebih mudah
mengatasinya. Untuk lebih jelasnya mengenai cara mengatasi hambatan disebabkan
keterbatasan ekonomi dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Tabel 4. 14 Cara
mengatasi kendala karena keterbatasan ekonomi
No
|
Alternatif Jawaban
|
Frekwensi
|
Persen
|
A
b
c
|
Membuat usaha sampingan
Mengutang ke tetangga
Tawakkal kepada Allah
|
37
3
20
|
61.66
5
33.33
|
Jumlah
Total
|
60
|
100 %
|
Berdasarkan
keterangan tabel tersebut, maka dapat diketahui bahwa cara mengatasi kendala
karena keterbatasan ekonomi dapat dilakukan dengan membuat usaha sampingan. Hal
ini sesuai dengan jawaban responden yang menjawab membuat usaha sampingan
sebanyak 37 orang atau 61.66 %, responden yang menjawab mengutang ke tetangga
sebanyak 3 orang atau 5 %, dan responden yang menjawab tawakkal kepada Allah sebanyak
20 orang atau 33.33 %. Ini membuktikan
bahwa cara mengatasi kendala sangat beragam, sehingga hambatan-hambatan yang
dihadapi tersebut dapat diatasi dengan cepat.
BAB V
PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir dari pembahasan skirpsi
ini yang di dalamnya penulis akan menguraikan beberapa kesimpulan, sekaligus
diajukan beberapa saran yang berkenaan dengan pembahasan masalah tersebut.
Adapun kesimpulan dan saran-sarannya sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1.
Pelaksanaan
pendidikan Islam dalam masyarakat nelayan Lampulo sangat antusias. Hal ini
terlihat dari keinginan para nelayan memberikan pendidikan agama anak-anaknya mulai
dari pendidikan agama sampai pendidikan umum, sehingga anak mereka dapat
mengecap pendidikan dengan baik dan benar.
2.
Dalam memberikan
pendidikan kepada anak-anak tentunya menemui kendala. Kendala yang dihadapi
masyarakat Lampulo dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya berupa
keterbatasan ekonomi, sehingga pendidikan anak-anak mereka sering
tersendat-sendat, bahkan ada di antara anak mereka yang tidak sekolah sama
sekali.
3.
Dalam
meningkatkan pendidikan anak-anak nelayan telah dilakukan berbagai usaha.
Usaha-usaha yang dilakukan tersebut berupa bekerja keras untuk meningkatkan
perekonomian keluarga. Hal ini dilakukan untuk memenuhi harapan para nelayan
agar anak-anak mereka dapat mengecap pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
4.
Lingkungan
pendidikan masyarakat Lampulo sampai saat sudah sangat baik. Hal ini disebabkan
kegigihan mereka dalam memberikan perhatian terhadap pola pendidikan, sehingga
umumnya masyarakat Lampulo sudah mulai berminat untuk menempuh pendidikan yang
lebih tinggi.
B. Saran-Saran
1.
Diharapkan kepada
seluruh masyarakat agar dapat memberikan pendidikan Islam kepada anaknya secara
maksimal, karena hanya dengan memberikan pendidikan anak-anak akan dapat
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Apalagi anak merupakan amanah yang
diberikan oleh Allah SWT untuk dididik menurut ketentuan yang telah digariskan
oleh ajaran Islam.
2.
Kepada masyarakat
nelayan desa Lampulo, diharapkan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan
anaknya, karena hanya dengan jalan tersebut, anak-anak akan menggapai kehidupan
yang cerah di masa yang akan datang, apalagi era globalisasi menuntut seorang
anak untuk hidup lebih baik.
3.
Kepada lembaga
pendidikan agama, diharapkan agar dapat memberikan pendidikan agama secara
maksimal kepada murid-muridnya. Karena lembaga pendidikan agama merupakan
lembaga yang bertanggung jawab dalam melahirkan kader-kader ulama, sehingga
pada suatu waktu nanti hadir ulama-ulama yang professional di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Syailabi, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1989
Abdul Fatah Jalal, Azas-azas
Pendidikan Islam, Bandung :
Diponegoro, 1988
Abdul Mustaqim, Menjadi
Orang Tua Bijak, Bandung :
Mizan, 2005
Abu
Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1991
Abuddin Nata, Filsafat
Pendidikan, Jakarta :
Rineka Cipta, 1999
_______, Sejarah Pendidikan
Islam, Pada Priode Klasik dan Pertengahan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004
_______, Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan, Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2003
Alitan al-Abrasyi, Dasar-Dasar
Pendidikan Islam, Jakarta :
Bulan Bintang, 1970
Azis Abbas, Filsafat
Pendidikan, Jakarta :
Sumber Widya, 1995
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.
III, Jakarta :
Balai Pustaka, 1990
Endang Saefuddin Anshari, Wawasan
Islam Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya, Jakarta : Rajawali, 1986
Hasan Langgulung, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta : Al-Husna Zikra,
1995
Herry Noer Aly, Ilmu
Pendidikan Islam, Yokyakarta: Logos Wanan Ilmu, 1999
Imam Bukhari, Shahih Bukhari,
Bandung :
Dahlan, t.t.
K.
Sukarji, Ilmu Pendidikan dan Pengarah Agama, Jakarta : Idarajata, 1994
M. Nasir Budiman, Pendidikan
Dalam Persepektif Al-Qur'an, Jakarta : Madani Press, 2001
Made
Pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997
Madyo Ekosusilo K. B. Kasihadi, Dasar-Dasar
Pendidikan, Semarang :
Piblishing, 1988
Majid Fakhri, Sejarah Filsafat
Islam, Jakarta :
Pustaka Jaya, 1986
Muhammad AR., Pendidikan di
Alas Baru, Jakarta :
Prismobophile Press, 2003
Mushthafa al-Maraghiy, Tafsir
al-Maraghiy, Juz.
VII, Libanon: Dar al-Ahya' ,tt
No. Nr.
Widhiya, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997
Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia ,
Jakarta : Balai
Pustaka, 1982
Saifuddin,
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Majalah Jalo, 2005
Sudjana,
Metode Statistika, Bandung :
Tarsito, 1982
Tridoto
Kusumastanto, Ocean Politic dalam Membangun Negeri Baharai di Era Otonomi
Daerah, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2003
Zakiah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, Cet. V, Jakarta :
Bumi Aksara, 2004
Zuhairini
dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama, Cet. VIII, Surabaya : Usaha Nasional,
1983
[1]M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur'an,
(Jakarta :
Madani Press, 2001), hal. 1.
[2]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta : Bumi Aksara,
2004), hal. 20
[4]Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr,
t.t.), hal. 173
[5]Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam,
(Bandung: Diponegoro, 1988), hal. 119.
[6]Azis Abbas, Filsafat Pendidikan, (Jakarta:
Sumber Widya, 1995), hal. 71.
[7]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995). hal.
61.
[8] Fitrah adalah mengakui
ke-esa-an Allah. Manusia
lahir dengan membawa potensi, atau paling tidak, ia
berkecendrungan untuk mengesakan Tuhan,
dan berusaha secara terus menerus untuk mencari
dan mencapai ketauhidan. Secara fitri
manusia lahir cendrung berusaha mrncari dan menerima
kebenaran, walaupun pencarian itu masih tersembunyi di dalam lubuk hati yang
paling dalam. Adakalanya manusia telah
menemukan kebenaran itu, namun karena faktor
eksternal yang mempengaruhinya, maka ia berpaling dari kebenaran itu.
Lihat Mushthafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, Juz. VII, (Libanon: Dar al-Ahya' ,tt),
hal. 44.
[9]Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam, Pada Priode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 1.
[10]Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 2003), hal. 6.
[11]Majid Fakhri, Sejarah Filsafat
Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hal. 29.
[12]A. Syailabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1989), hal.12.
[14]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta : Bumi Aksara,
2004), hal. 48
[15]Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran
tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 185
[16]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, (Bandung : Mizan, 2005),
hal. 22-23
[17]Madyo Ekosusilo K. B. Kasihadi, Dasar-Dasar Pendidikan,
(Semarang: Piblishing, 1988), hal. 69
[18]Muhammad AR., Pendidikan di Alas Baru, (Jakarta : Prismobophile
Press, 2003), hal. 64
[19]Alitan al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 115
[20]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), hal. 120
[21]Abdul Mustaqim, Menjadi…, hal. 28
[22]Abdul Mustaqim, Menjadi…, hal. 29
[23]Abdul Mustaqim, Menjadi…, hal. 32
[24]Abdul Mustaqim, Menjadi…, hal. 34
[25]Sumber Data: Statistik Desa Lampulo Tahun 2005
[26]Sumber Data: Statistik Desa Lampulo tahun 2005
[27]Wawancara dengan Bapak Hasbi Tokoh Masyarakat Lampulo tanggal 15
Juli 2006
[28]Wawncara dengan Bapak Armia tokoh masyarakat Lampulo, tanggal 15
Juli 2006