Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Dinamika Pendidikan Tasawuf Pada Zaman Klasik


BAB I
P E N D A H U L U A N


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan, pada dasarnya berkaitan dengan transformasi ilmu. Apalagi masalah pendidikan agama, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu agama (ulumuddin) sangat penting di kalangan kaum muslimin. Manusia pertama yang memperoleh tranformasi ilmu langsung dari Allah ialah Nabi Adam As. Selanjutnya jaman terus berubah, pengetahuan pun berkembang dan manusia dengan potensi akalnya menemukan hal-hal yang baru, dan atau mengembangkan ilmu-ilmu yang ada sebelumnya.
Ketika peradaban ummat sampai pada puncaknya, pertanyaan yang mendasar tentang eksistensi kehadiran manusia di dunia kembali muncul untuk mendapatkan jawaban. Apa sebenarnya hakikat manusia hidup di dunia ini ? Ketika pertanyaan itu muncul, peradaban puncak itu runtuh dengan sendirinya. Maka, kehidupan yang masuk fase digitalisasi, dunia serba di ujung jari[1], hanya menjadi tiada berarti. Muncul kegersangan jiwa dan manusia kembali mencari jati diri dalam bentuk lain. Manusia akhirnya kembali mencari dan menggali kedalaman makna kehidupan dan hakikat dirinya.[2] 
Eksistensi kehidupan dunia ternyata tak sekedar mencari dan memenuhi hasrat terhadap materi belaka. Jiwa yang selama ini kurus kering dan kering kerontang tak dipenuhi kebutuhannya meminta untuk diisi dan diberi makan juga. Inilah titik balik yang membuat beberapa waktu terakhir munculnya fenomena menarik masyarakat kota. Tumbuhnya pola hidup beragama yang berwajah lain. Agama tak sekedar ritual aktual tetapi menjadi ritual religi yang menumbuhkan aura kesadaran mendalam atas ibadah dan pendekatan diri terhadap Tuhan.
 Jika selama ini agama hanyalah sebuah bentuk ibadah formal, menyeru kepentingan duniawi atasnya, digali lebih dalam mendekati titik ketakutan manusia atas kematian nurani yang selama ini telah terbelenggu dalam penjara  materialisme, terkubur di bawa liberalisme dan kapitalisme. Maka agama kini tak sekedar kegiatan rutin tanpa memberi sentuhan kedekatan bathin terhadap Tuhan. Dengan kata lain, ketika modernisasi Barat meninggalkan agama, mempengaruhi semua lini kehidupan, maka atas kesadaran terhadap kekosongan jiwa, pada saat itulah agama diajak kembali di masa posmodernis saat ini.
 Fenomena menarik pada sebagian masyarakat di kota-kota besar sekarang ini, mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan pola hidup sufistik. Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-buku tasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan, televisi dan radio.[3]. Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata agama telah dibawa untuk hidup di wilayah industri dan digitalisasi. Kitab suci masuk ruang internet, diolah ke dalam MP3, pesantren virtual, dan lain-lain. Fenomena ini makin menarik dikaji mengingat betapa pongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telah membawa mereka ke puncak peradaban.
Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat kajian skripsi dengan judul “Dinamika Pendidikan Tasawuf Pada Zaman Klasik”
B. Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut : 
1.     Siapakah tokoh dan ajaran tasawuf pada masa klasik?
2.     Bagaimana ahwal dan maqamad tasawuf pada masa klasik?
3.     Bagaimana perbedaan tasawuf klasik dengan tasawuf modern?
4.     Bagaimana hubungan tasawuf dengan thariqat?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui tokoh dan ajaran tasawuf pada masa klasik.
2.     Untuk mengetahui ahwal dan maqamad tasawuf pada masa klasik.
3.     Untuk mengetahui perbedaan tasawuf klasik dengan tasawuf modern.
4.     Untuk mengetahui hubungan tasawuf dengan thariqat.
D. Kegunaan Pembahasan
              Adapun yang menjadi kegunaan pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah:
Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai dinamika pendidikan tasawuf pada zaman klasik. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan dinamika pendidikan tasawuf pada zaman klasik ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
E. Penjelasan Istilah
Agar terhindar dari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Dinamika, pendidikan, tasawuf .
1.     Dinamika
Hoetomo dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dinamika adalah ilmu fisika mengenai benda-benda bergerak dan tenaga yang menggerakkan.[4] Dessy Anwar dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dinamika adalah bagian ilmu fisika mengenai benda-benda bergerak dan tenaga yang menggerakkan.[5]
Adapun menurut penulis, dinamika adalah bagian- bagian ilmu tasawuf yang mempelajari tentang sesuatu yang sifatnya metafisika.
2.     Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik”.[6] Oemar Muhammad Al-Syaibani dalam buku Filsafat Pendidikan” mengemukakan bahwa Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan social.[7]
Pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang diberikan kepada anak didik sampai ia dewasa. Sedangkan pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya, sampai terbentuknya kepribadian muslim. Jadi pendidikan Islam, berlangsung sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya. Sebenarnya kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti luas) satu adanya.[8]
Istilah “pendidikan” dalam pendidikan Islam kadang-kadang disebut al­ta’lim. Al-ta’lim biasanya diterjemahkan dengan “pengajaran”. la kadang-­kadang disebut dengan ta’dib. At-ta’dib secara etimologi diterjemahkan dengan penjamuan makan malam atau pendidikan sopan santun.[9] Sedangkan Imam al-Ghazali menyebut “pendidikan” dengan sebutan al-riyadhah. Al-­riyadhah dalam arti bahasa diterjemahkan dengan olahraga atau pelatihan. Term ini dikhususkan untuk pendidikan masa kanak-kanak, sehingga al-­Ghazali menyebutnya dengan riyadhah al-shibyan.[10]
Dalam bahasa Arab pendidikan diistilahkan dengan tarbiyah, istilah ini berarti mengasuh, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang. Pernahaman yang lebih rinci mengenai tarbiyah ini harus mengacu kepada substansial yaitu pemberian pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. Karena itu pendidikan Islam harus dibangun dari perpaduan istilah ‘ilm atau ‘allama (ilmu, pengajaran). 'adl (keadilan), 'amal (tindakan), haqq (kebenaran atau ketetapan hubungan dengan yang benar dan nyata, nuthq (nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat (tanda-tanda atau symbol), tafsir dan ta'wil (penjelasan dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung dalam istilah adab.[11]
Pada dasarnya istilah pendidikan tersebut memiliki pengertian yang sangat luas, sehingga sampai saat ini belum ada keseragaman pengertian atau definisi pendidikan yang diberikan para ahli.  Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, menyebutkan bahwa “pendidikan Islam adalah ilmu yang berdasarkan Islam yang berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, dan ajaran tersebut didasarkan pada Al-Qur'an dan hadits”.[12]  
Pendidikan merupakan kehidupan manusia itu sendiri dan menjadi tuntunan hidupnya, apabila hasil yang diperoleh dalam kehidupannya adalah produk pendidikan. Secara filosofis bahwa di dalam pendidikan itu mengandung nilai-nilai yang sangat berharga dalam kehidupannya. Bahkan dikatakan pendidikan itu mewariskan nilai-nilai kepada generasi. Di sinilah pentingnya kelestarian, nilai dalam pendidikan sangat diutamakan.
Pewarisan nilai-nilai kepada generasi penerus tidak akan sampai kepada suatu tujuan pendidikan bila tidak didasarkan kepada falsafah hidup dan sumber pedoman  kehidupan. Berkenaan dengan masalah tersebut di atas Wens Tainlain mengemukakan bahwa "Istilah paedagogigiek (ilmu pendidikan) berasal dari kata yunani “pedagogues” dan dalam bahasa latin pedagogues yang berarti pemuda yang bertugasmengantar anak kesekolah serta menjaga anak itu agar ia bertingkah laku susila dan disiplin”.[13]

Sedangkan menurut undang-undang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[14]
            Dari pengertian di atas maka yang penulis maksudkan dengan pendidikan adalah suatu usaha membimbing dan membina menuju kesempurnaan yang hakiki.
3.     Tasawuf
Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa.[15]  Kata tasawuf berasal dari shafa yang berarti kesucian. Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi.[16]
Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk.[17]  Menurut Hamka kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba sepanjang tahun.[18]
Dengan kata lain, tasawuf adalah ajaran bagaimana berakhlak dengan akhlak rabbaniyah, seperti iman, amal shaleh, ibadah, dakwah, akhlak dan bakti kepada orang tua, untuk mencapai maqam yang tinggi, yaitu dekat dan keredhaan Allah SWT. Atau dengan ungkapan lain, tasawuf pada dasarnya adalah takhalluq, dan takhalluq pada dasarnya berakhlak mulia kepada sesama. Meneladani Rasulullah SAW dan mengharap kecintaan denga meninggalkan nafsu duniawi.[19]
Adapun menurut penulis, tasawuf adalah ilmu tentang pencerahan batin.
4.     Klasik
Dessy Anwar dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia menjelaskan bahwa klasik adalah termasuk dalam kesenian kuno.[20] Hoetomo dalam Kamus Lengkap bahasa Indonesia menjelaskan bahwa klasik adalah “termasuk dalam kesenian kuno”.[21]
Adapun menurut penulis, klasik adalah masa kuno, masa dimana manusia masih hidup primitif.
F. Metodelogi Pembahasan
            Adapun metodelogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif: suatu penelitian yang menggambarkan tentang dinamika pendidikan tasawuf pada zaman klasik. dalam hal ini Sukardi menjelaskan bahwa: metode kuantitatif merupakan suatu metode yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah pengaruh tingkat satu variabel atau lebih”.[22] Selanjutnya Sukardi, mengatakan pula bahwa:
Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang menggunakan angka-angka dalam menjelaskan hasil penelitian atau metode yang menunjukkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang diambil suatu hubungan dengan kesehatan, pandangan, sikap yang nampak atau kecenderungan yang sedang nampak, pertentangan yang sedang meruncing dan sebagainya.[23]

Pembahasan ini akan menjelaskan dinamika pendidikan tasawuf pada zaman klasik.
2.     Ruang lingkup pembahasan
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah:




Tabel 1.1. Ruang Lingkup pembahasan
No
Ruang Lingkup
Hasil Yang Diharapkan
1
Tokoh dan ajaran tasawuf pada masa klasik
a).   Nama-nama tokoh
b).   Ajaran tasawuf

2
Ahwal dan maqamad tasawuf pada masa klasik
a)     Pengertian
b)     Tujuan

3
Perbedaan tasawuf klasik dengan tasawuf modern
a)     Pengertian
b)     Tujuan

4
Hubungan tasawuf dengan thariqat
c)     Pengertian tasawuf
d)     Pengertian thariqat
e)     hubungannya

3.     Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)     Data primer
Data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[24]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Asmaran As,  Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, 1996. Gulen, Fathullah , Kunci-Kunci Rahasia Sufi, Jakarta,  Srigunting, 2001. Nasr, Seyyed Hossein, dkk, Warisan Sufi, Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi (700-1300 M), terj.,  Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002 , Tasawuf: dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, karya Siregar, H.A. Rivay yang diterbitkan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 dan Pendidikan Tasawuf karya Nasirudin yang diterbitkan Semarang: Rasail, 2010.
2)     Data skunder
Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku  Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam karya  Simuh yang diterbitkan PT RajaGrafindo Persada, 1997. “Syatha, Syayid Missi Suci Para Sufi karya Abu Bakar Ibnu Muh  yang diterbitkan Mitra Pustaka, 2000. “Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme Siregar, karya H.A. Rivay yang diterbitkan PT Raja Grafindo Persada, 2002.
4.     Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik survey literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[25] Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi ini.
5.     Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Moleong menjelaskan analisis data adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[26]
G. Sistematika Penulisan
            Adapun sistematika dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut :Bab satu, pendahuluan meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, kegunaan pembahasan, penjelasan istilah, metodelogi pembahasan dan sistematika penulisan.
Bab dua, tasawuf zaman klasik meliputi : pengertian tasawuf , sejarah tasawuf , perkembangan tasawuf  dan tasawuf abad klasik     
Bab tiga, dinamika pendidikan tasawuf pada zaman klasik meliputi : tokoh dan ajaran tasawuf pada masa klasik, ahwal dan maqamad tasawuf pada masa klasik, perbedaan tasawuf klasik dengan tasawuf modern dan hubungan tasawuf dengan thariqat.
Bab  empat, penutup meliputi : kesimpulan dan saran – saran
            Sedangkan dalam penulisan skripsi ini untuk adanya keseragaman dan kesamaan dalam penulisan pengetikan penulis berpedoman pada buku ” Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2009.

























[1] Abdullah Khusairi,  Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres Minggu, 17 Desember 2006. hal. 26.

[2] Ibrahim, Muhammad Zaki , Tasawuf Hitam Putih,  Cet. I, (Solo: Tiga Serangkai, 2004),  hal. 3
[3] Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hal. 29.
[4] Hoetomo, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal 137
[5] Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet.I, (Surabaya: Karya Abditama, 2001) hal. 125.

[6] Hobby, Kamus Populer, Cet. XV, (Jakarta: Central,  1997), hal 28.

[7]Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang,  1979), hal.44.

[8]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma.rif Bandung), hal. 31-32.
[9] Ramayulis, llmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hal. 2.

[10] Ibid., hal. 3.

[11] Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.

[12]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif  Islam, Cet.VI, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hal. 13.

[13]Wens Tainlain, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta:  Obor 1992), hal. 5.

[14]UU Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Focus Media, 2003), hal. 3.

[15] Hamka, Tasawuf..., hal. 40.

[16] Triyana Harsa, Taqdir Manusia dalam Pandangan Hamka, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008), hal. 79.

[17] Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1990), hal. 21.

[18] Ibid., hal. 29.

[19] Halim, Abdul Mahmud, Tasauf di Dunia Islam, (Yogjakarta, Pustaka Setia, 2002), hal. 234.
[20] Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 238.

[21] Hoetomo, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:Mitra Pelajar, 2005), hal 137.

[22] Sukardi, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT. Bumi Aksara. 2003),hal. 167.

[23] Sukardi, Metodologi ..., hal. 160.
[24] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[25] Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.

[26]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.