BAB II
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA
ANAK
A.
Eksistensi dan Fungsi Orangtua dalam Pembinaan
Pendidikan Anak
Orangtua boleh dikatakan
sebagai pemimpin dalam memimpin anaknya lebih-lebih seorang bapak sebagai
pkepala rumah tangga. Orangtua dalam memanage pendidikan bagi anaknya tentunya
mempunyai batasan-batasan kaidah etika (kode etik) yang yang harus dipenuhi
sebagai klasifikasi seorang pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga.
Adapun beberapa kode etik
yang harus dimiliki orangtua sebagi pendidik menurut Abdullah Nasih Ulwan
seharusnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Bersikap penyantun dan
penyayang. Kedua, Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak. Ketiga,
Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama. Keempat,
Bersikap rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. Kelima,
Menghindarkan dari aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia. Keenam,
Meningalkan sifat marah dalam menghadapi problem anaknya. Ketujuh,
Mencegah dan mengontrol anak dalam mempelajari ilmu yang membahayakan.
Kedelapan, Mencegah anak dalam mempelajari ilmu fardlu kifayah ( kewajiban
kolektif, seperti mempelajari ilmu kedokteran, psikologi,dan sebagainya)
sebelum mempelajari ilmu fardlu ‘ain ( kewajiban individual, seperti
akidah, syari’ah, dan akhlak).[1]
Secara kodrat orangtua
adalah pendidik yang pertama dan utama terhadap perkembangan jasmani dan rohani
anak-anaknya di rumah. Prediket orangtua sebagai pendidik di rumah datang secara
otomatis setelah pasangan suami istri dikaruniai anak. Yang disebut pendidik
dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban
agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Pendidik
dalam Islam juga disebut sebagai orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didiknya, baik berupa potensi afektif (rasa), kognitif
(rasa), dan psikomotor (karsa).
Dikutip dari Abudin Nata,
pengertian pendidik adalah:
Orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai
pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.[2]
Orangtua, dalam perspektif
ini merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada
anaknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat
kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah
Allah Swt. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk
individu yang mandiri nantinya.
Lembaga keluarga merupakan pendidikan
yang pertama yang didapat oleh anak. Lingkungan pendidikan yang pertama membawa
pengaruh terhadap anak untuk melanjutkan pendidikan yang akan dialaminya di
sekolah dan di masyarakat, dengan kata lain bahwa peran keluarga adalah suatu
kewajiban harus diberikan kepada anaknya untuk membentuk kepribadian masalah
bagi anaknya baik lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
“Motivasi pendidikan keluarga
semata-mata demi cinta kasih sayang, dimana di dalamnya terdapat suasana cinta
inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak-anak itu dalam tanggung jawab
orang tua/ keluarga”[3]. Mereka tidak hanya
berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan.
Akan tetapi mereka juga diamati Allah Swt. untuk menjadikan anak-anaknya
bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
AlQuran dan Hadits.
Jadi, orang tua seharusnya tidak hanya
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada pihak lembaga pendidika
atau sekolah, akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak
mereka di lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang
utama di dalam proses pembentukan kepribadian sang anak.
“Orang tua merupakan pribadi yang
sering ditiru anak-anaknya, kalau prilaku orang tua baik. Dengan demikian
keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam
mendidik anak”[4]. Anak yang sholeh bukan
hanya anak yang berdo’a untuk orang tuanya saja, akan tetapi anak shaleh adalah
anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak
dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti: shalat, puasa, berjilbab bagi
yang putri.
Dari sini jelas bahwa perkembangan
kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai
yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. bekitupun
dengan pemakaian jilbab bagi sang anak kalau tidak ada dorongan dari orang tua
anak tersebut akan sedih, maka peran keluargalah yang harus memberikan masukan,
motivasi dan bimbingan kepada anak. Orang tua memberikan masukan kepada anak-anaknya
agar kalau keluar rumah harus memakai jilbab, karena Islam menganjurkan
sebaiknya bagi perempuan harus memakai jilbab.
Pelaksanaan pendidikan agama dalam
lingkungan keluarga kaitannya dengan pembentukan akhlak adalah dengan
melaksanakan pendidikan agama yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terdiri dari perkembangan anak usia balita, usia sekolah
dasar dan remaja. Bentuk pelaksanaan pendidikan selain dengan memberikan secara
teoritis tentang akhlak juga harus disertai dengan contoh tauladan kepada anak
oleh orangtua, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan
agama dalam keluarga terdiri dari faktor internal yaitu faktor yang berasal
dari lingkungan keluarga itu sendiri seperti kondisi keluarga yang harmonis
atau tidak, tidak berjalannya fungsi dan peran masing-masing anggota keluarga,
baik ayah, ibu dan anak, tingkat ekonomi keluarga yang rendah dan sebagainya.
Sedangkan faktor eksternal adalah “faktor yang berasal dari luar lingkungan
keluarga yaitu masyarakat, lingkungan sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi informasi dan komunikasi”[5].
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan
dengan pendidikan keluarga, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola kegiatan
ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[6]
Fungsi pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan
suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama,
nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal
agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi,
kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai
tujuan pengajaran. Namun demikian, prinsip-prinsip pendidikan semua pendidikan
sama saja, termasuk terhadap prinsip pendidikan anak.
Hal tersebut dikarenakan belajar mengajar adalah suatu
kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Orangtua yang menciptakan guna
membelajarkan anak didik. Orangtua yang mengajar dan anak didik yang belajar.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan
memanfaatkan keluarga sebagai mediumnya. Di sana semua bentuk pendidikan
diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengetahuan yang telah
ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai orangtua tentunya sudah menyadari apa yang
sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi belajar mengajar yang dapat
mengantarkan anak-anak kepada kebaikan. Di sini tentu saja tugas orangtua
berusaha menciptakan suasana yang menggairahkan dan menyenangkan bagi anaknya.
Oleh karena itu, memberikan pengetahuan agama bagi
seorang anak menghendaki hadirnya sejumlah prinsip pendidikan. Sebab belajar
tidak selamanya memerlukan seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan
seseorang anak di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung
menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain,
apalagi aktifitas itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku.
Sebenarnya semua halnya yang menyangkut dengan
memberikan pendidikan kepada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak-anak, sehingga
dapat menumbuhkan dan mendorong anak-anak melakukan belajar. Oleh karena itu,
Nana Sudjana menerangkan bahwa “pada tahap berikutnya mengajar adalah proses
memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.[7]
Oleh karena itu, sebagai upaya pengaturan kegiatan
belajar mengajar anak, maka Adi Suardi sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zein menerangkan ciri-ciri pembelajaran sebagai
berikut:
Pertama, pembelajaran memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu
perkembangan tertentu. Kedua, ada suatu prosedur (jalannya interaksi)
yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga,
kegiatan pendidikan ditandai dengan penggarapan metode yang khusus. Keempat,
ditandai dengan aktifitas anak sebagai konsekwensi, bahwa anak merupakan syarat
mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar. Kelima, dDalam kegiatan belajar
orangtua harus berperan sebagai pembimbing. Keenam, dalam kegiatan belajar membutuhkan kedisiplinan.[8]
Melihat realitas tersebut di atas, maka Zakiyah Daradjat
merumuskan prinsip-prinsip pendidikan anak sebagai berikut:
Pertama, Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip
paling sederhana dan merupakan dorongan
alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Kedua, Melindungi dan
menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan dari
penyelewengan kehidupan dan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup
dan agama yang dianutnya. Ketiga, Memberikan pengajaran dalam arti yang
luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan
seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya. Keempat,
Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan
tujuan hidup muslim.[9]
Dari keterangan di atas, maka dapat digambarkan bahwa
dalam menerapkan pendidikan Islam juga harus menggunakan prinsip yang sama
dengan pendidikan lainnya, karena pada dasarnya para ahli pendidikan belum
merumuskan prinsip yang khusus untuk masing-masing model pendidikan. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan, maka digunakan prinsip pendidikan
yang berlaku secara umum guna tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik
dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan
tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari
anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia
pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan
sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam
pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan
masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan
personil-personilnya.
B.
Kewajiban dan Tanggung jawab Orang Tua dalam Islam
Orangtua adalah “orang
yang bertanggung jawab dalam satu keluarga atau rumah tangga yang biasa disebut
ibu/bapak”.[10] Orangtua yaitu orang-orang yang bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup anak.[11] Menurut Hery Noor Aly orangtua adalah “ibu dan ayah dan
masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak”.[12] Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa peran
orangtua merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu
harus bersikap sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu keluarga,
dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam hal pendidikan,
keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam
pencapaian keselarasan hidup di dunia ini.
Sehingga sebagai orangtua
mempunyai kewajiban memelihara keselamatan kehidupan keluarga, baik moral
maupun material, denagn keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak
semangat hidup dalam pencapaian keselarasan hidup di dunia ini. Sebagaimana
firman Allah surat At-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُون َ)ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ׃ ٦
(
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Qs. At-tahrim:6).
Kepribadian orangtua,
sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak
langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang
tumbuh. Hal ini dikarenakan posisi orang tua memiliki hubungan terdekat dengan
anak-anaknya. Anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, ideologi dan
tingkah laku lainnya secara langsung kepada orang tuanya, sehingga perilaku
orang tua memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi pembentukan karakter
anak.
Orangtua merupakan lingkungan terdekat anak, selain
orang-orang sekitarnya. Orangtua dan anak yang berada dalam suatu kondisi
lingkungan adalah keluarga inti. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anak didik pertama kali
oleh lingkungan pertamanya yaitu keluarga, labih khusus orang tuanya. Hal ini
yang menjadi perhatian karena anak tersebut merupakan produk dari keluarga.[13]
Lingkungan kedua yang berfungsi
juga sebagai tempat pendidikan di luar adalah masyarakat. Dalam masyarakat
tersebut anak akan berinteraksi dengan orang lain sehingga baik secara langsung
maupun tidak langsung akan saling mempengaruhi pembentukan pribadi anak. Jika
orang tua sabar secara intensif mendukung serta bisa menjadi teladan, maka hal
itu jelas masukan yang sangat berartidalam proses pembentukan anak seperti
Rasulullah Saw. katakan bahwa anak memiliki fitrah, tauhid yang secara
potensial dapat dikembangkan.
Peran orang tua merupakan
kegiatan untuk mengembangkan segala potensi anak. Kegiatan tersebutlah yang
akan mempengaruhi anak, termasuk dari sisi emosinya. Peran orang tua sebenarnya
tidak hanya sekedar mengembangkan emosi bagi anak tetapi juga ada aspek-aspek
lain yang mutlak dilakukan oleh orang tua, yaitu aspek afektif kognitif dan
psikomotor. Orangtua memberikan perhatian dan rangsangan mental pada anak
sedini mungkin. Karena hal ini akan mengembangkan potensi anak secara optimal
karena pendidikan anak balitapenting sekali. Artinya dengan menyerahkan
pendidikan anak balita kepada perawat atau pembantu adalah tindaakan yang
kurang bijaksana.
Menyediakan sarana yang
cukup, merupakan juga peran yang dilakukan oleh orang tua untuk pengutaran
potensi anak baik secaara kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Karena tanpa adanya sarana sebagai alat realisasi, maka potensi anak tidak
akan berkembang secara optimal. Pada perannya juga, orangtua sedapat mungkin
mendukung perkembangan anak dalam memenuhi kebutuhan gizi dan materi. Orangtua
yang mampu memenuhi kebutuhan emosi anak berarti sudah memenuhi salah satu
kebutuhan anak, yaitu kebutuhan emosi. Kebutuhan emosi ini meliputi kebutuhan
kasih sayang, keamanan, pengalaman akan hal-hal baru pujian dan tanggung jawab.
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri
anak baik di rumah ataupun di sekolah, baik orangtua ataupun guru harus
sesegera mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan
diantara orangtua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya
bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak
berlarut-larut.
Usia dini merupakan periode subur bagi perkembangan otak.
Segala stimulasi akan merangsang perkembangan otaknya. Bahkan setelah
mengadakan penelitian terhadap perkembangan anak, Manrique melihat nilai
kecerdasan anak yang menerima stimulasi hingga enam tahun, terus semakin
mengalami peningkatan. Sehingga semakin memperlebar kesenjangan kecerdasannya
dibandingkan teman-teman sebayanya.[14]
Oleh karena itu, untuk dapat berkembang secara optimal otak anak perlu
mendapatkan rangsangan dari lingkungannya.
Djalaluddin dan Ramayulis dalam bukunya Pengantar Ilmu
Jiwa Agama menjelaskan bahwa:
Dan bahwa anak dilahirkan
telah membawa fitrah keagamaan dan baru berfungsi setelah mencapai tahap
kematangan. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan
bawaan yang bersifat laten. Potensi yang dibawa ini hanya memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada
tahun-tahun pemulaan.[15]
Disinilah peran orangtua sangat dibutuhkan, yaitu
bagaimana orang tua memotivasi dan memacu potensi anaknya agar dapat berkembang
dengan baik, karena setiap anak mempunyai potensi yang dapat berkembang menjadi
anak yang cerdas dan kreatif. Orang tua dituntut memahami perkembangan dan cara
belajar anak. Semakin optimal dan luas orang tua mengembangkan otak anak, akan
membuatnya semakin tertantang untuk belajar dan mencari pengalaman baru. Dengan
demikian sikap dan perilaku orangtua sangat menentukan perubahan pada perilaku
dan sikap anak. “Sikap positif dalam mendidik dan membesarkan anak haruslah
dimiliki oleh para orangtua. Sebaiknya orangtua berhati-hati bersikap dan
bertingkah laku didepan anak. Karena anak memiliki sifat meniru yang sangat
bagus”.[16]
Dari berbagai pengalaman para ahli maupun litelatur telah
membuktikan bahwa peran ayah dalam membentuk kepribadian anak sangat besar
artinya. Sejak Sigmud Freud mencanangkan teori Psikoanalisis untuk pertama kalinya pada abad ke-20 ini, ia
sudah menyatakan bahwa perkembangan kepribadian anak, khususnya sewaktu balita,
sangat ditentukan oleh tokoh ayah.[17]
Menurut Irawati Istadi peran orangtua dalam proses
belajar anak meliputi dua hal yaitu:
- Melengkapi fasilitas
pendidikan;
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang
harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak.
Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a).
Tempat belajar yang
menyenangkan
Semakin baik dan menarik keberadaan fasilitas pendidikan
yang diberikan, anak akan merasakan bahwa kegiatan belajar adalah kegaitan yang
istimewa dan menyenagkan dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu
motivasi belajarnya.
b).
Media informasi
Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan
media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan
diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak dengan bidang pendidikan, tak bisa
tidak harus pula terlebih dahulu mengakrabkan mereka dengan media informasi
ini.
c).
Perpustakaan Keluarga
Untuk menumbuhkan motivasi pendidikan kepada anak, buku
adalah sarana paling tepat. “Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus
ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk
kepeluan itu, yaitu dengan menyediakan fasilitas yang berupa perpustakaan rumah”.[18]
- Mengembangkan budaya
ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya
adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku
dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:
a).
Budaya Islami
Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan
keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang dzikir
kalimat tayyibah, shalat, kejujuran, hingga mencintai Alquran sangat mudah
diajarkan jika orangtua langsung mempraktekkannya. Maka tanpa harus banyak
memberi nasehat dan mengingatkan, anak akan secara langsung mencontoh.
b).
Budaya Belajar
Orang tua harus menunjukkan kepada anak-anak, bahwa
mereka pun gemar belajar. Harus diluangkan waktu walaupun hanya sebentar bagi
orangtua untuk belajar ini. Gairah orang tua untuk terus belajar inilah yang
akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang mencontoh
untuk belajar.
c).
Budaya Membaca
Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan.
Konsekwensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai untuk dibaca. Jangan
sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tak ia butuhkan dan tidak
ia sukai.
d).
Gairah Cerita
Kegiatan bercerita memiliki manfaat yang sangat besar,
yaitu sebagai wahana memperluas cakrawala berfikir anak, sebagai media bagi
orangtua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, mengingatkan anak kecintaannya
terhadap buku, dan memelihara rasa keingintahuan mereka.
e).
Gairah Rasa Ingin Tahu.
Sebenarnya setiap bayi
terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka
berkembang menjadi anak-anak yang selalu serba ingin tahu.
Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seakan takpernah
berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan
kesabaran orang tua untuk terus menjawab pertanyaan anak, memancingnya dengan
pertanyaan baru, inilah akan mempertinggi gairah rasa ingi tahu anak.[19]
Anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada setiap
orang tua. Anak juga merupakan buah hati, tumpuan harapan serta kebanggaan
keluarga. Anak-anak merupakan generasi mendatang yang mewarnai masa kini dan
diharapkan membawa kemajuan di masa mendatang. Dalam litelatur lain mengatakan
bahwa Anak-anak yang dilahirkan merupakan satu ujian Allah Swt. kepada kita.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam AlQuran surat Al-Anfal
ayat 28 yang berbunyi :
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ
وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ)١ﻷﻧﻔﺎﻝ ׃ ۲۸(
Artinya: Dan
Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.(Qs. Al-Anfal:28).
Allah Swt. telah menjelaskan kepada kita dalam ayat ini
bahawa harta benda dan anak-anak yang kita sayangi ini merupakan satu ujian
kepada kita. Jika harta benda yang kita perolehi dengan secara yang halal dan
menggunakan ke jalan yang halal maka beroleh ganjaran yang besar daripada Allah
Swt. Dalam ayat ini juga Allah Swt. telah menyebut anak-anak juga merupakan
ujian kepada orang yang beriman. Jika anak-anak yang kita didik mengikut acuan
Islam, maka kita akan beroleh ganjaran yang besar hasil ketaatan mereka.
Semakin dini pendidikan yang diberikan kepada anak, akan
semakin berarti bagi kematangan dan kesiapannya dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang sedang dan akan dihadapinya. Tentu, pembinaan pendidikan sejak
dini yang dimaksud tidak dilakukan begitu saja atau dipaksakan secara cepat
kepada anak. Pembekalan harus disampaikan dengan penuh kasih sayang, rasa
hormat, menyenangkan, penuh kesabaran, ketekunan, serta penuh keuletan. Selain
itu harus pula disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak sehingga segala
perlakuan, cara atau pendekatan yang diterapkan tidak membuat anak stress dan
frustasi, merenggut keceriaannya atau mengekang ekspresi dan dinamikanya.
Dalam mendidik anak
setidaknya ada dua macam tantangan, yang satu bersifat internal dan yang satu
lagi bersifat eksternal. Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan
anak. Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri.
Ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah
tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak
haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh),
dan jasadiyahnya (jasad).[20]
Tantangan
eksternal pun juga sangat berpengaruh dan lebih luas lagi cakupannya. Tantangan
pertama bersumber dari lingkungan rumah. Informasi yang yang didapat melalui
interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya sedikit banyak akan terekam.
Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah
ditanamkan di rumah. Yang berikutnya adalah lingkungan sekolah. Bagaimanapun
juga guru-guru sekolah tidak mampu mengawasi anak didiknya setiap saat.
Interaksi anak dengan teman-teman sekolahnya apabila tidak dipantau dari rumah
bisa berdampak negatif. Sehingga memilihkan sekolah yang tepat untuk anak
sangatlah penting demi terjaganya akhlak sang anak. Anak-anak Muslim yang
disekolahkan di tempat yang tidak islami akan mudah tercemar oleh pola fikir
dan akhlak yang tidak islami sesuai dengan pola pendidikannya, apalagi mereka
yang disekolahkan di sekolah nasrani sedikit demi sedikit akhlak dan aqidah
anak-anak Muslim akan terkikis dan goyah. Sehingga terbentuklah pribadi-pribadi
yang tidak menganal Islam secara utuh.
Disamping itu peranan media massa sangat pula
berpengaruh. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun
elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Jika orang tua tidak
mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua
informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang
tua tetap memegang peranan yang amat dominan.
C.
Bentuk Pendidikan dan Bimbingan Anak Oleh Orang
Tua
Orang tua merupakan orang yang lebih
tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua
itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. “Ibu dan bapak
selain telah melahirkan kita ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan
yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam
menjalani kehidupan sehari-hari”[21],
selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang
terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak
dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah
dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan
sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak
dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang
tuanya di permulaan hidupnya dahulu.
Jadi, orangtua atau ibu dan bapak
memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena
itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada
ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh kasih
sayang. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak yang menjadi temanya
dan yang pertama untuk dipercayainya.
Kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan
membentuk mental si anak terletak pada peranan orang tuanya, sehingga baik
buruknya budi pekerti itu tergantung kepada budi pekerti orang tuanya.
Sesungguhnya sejak lahir anak dalam
keadaan suci dan telah membawa fitrah beragama, maka orang tuanyalah yang merupakan
sumber untuk mengembang fitrah beragama bagi kehidupan anak dimasa depan. Sebab
cara pergaulan, aqidah dan tabiat adalah warisan orang tua yang kuat untuk
menentukan subur tidaknya arah pendidikan terhadap anak.
Orang tua harus menyadari bahwa anak
selalu membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tuanya, oleh karena itu orang
tua harus mengerti betul ciri-ciri pertumbuhan yang dilalui oleh anak. Maka
hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anak antara lain[22]:
1.
Pembinaan Pribadi Anak
Setiap orang tua ingin membina anak
agar menjadi anak yang baik mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental
yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua adalah pembina pribadi yang
pertama dalam hidup anak. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui
penglihatan, pendengaran maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan
pembinaan pribadinya. Seringkali orang tua yang tidak sengaja, tanpa di sadari
mengambil suatu sikap tertentu, anak melihat dan menerima sikap orang tuanya dan
memperhatikan suatu reaksi dalam tingkah lakunya yang dibiasakan, sehingga
akhirnya menjadi suatu pola kepribadian. Kepribadian orang tua, sikap dan cara
hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan
sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Di sini tugas
orang tua untuk menjadi pembimbing anaknya, supaya perkembangan anak yang
dialami pada permulaan hidup dapat berlangsung sebaik-baiknya, tanpa gangguan
yang berarti.
Hubungan orang tua sesama anak sangat
mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan
kasih sayang akan membawa anak kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka
dan mudah dididik, karena anak mempunyai kesempatan yang baik untuk tumbuh
berkembang. Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari
antara orang tua dan anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh
adanya tanggung jawab yang benar sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam
keluarga dilaksanakan atas dasar rasa cinta kasih sayang yang murni, rasa cinta
kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Tetapi hubungan orang tua yang tidak
serasi, banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak kepada
pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk, karena anak tidak mendapat suasana yang
baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh suasana orang tuanya. Dan
banyak lagi faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi
pembinaan pribadi anak. Di samping itu, banyak pula pengalaman-pengalaman yang
mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang
dilakukan oleh orang terhadap anak, baik melalui latihan-latihan atau
pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan pribadi anak.
2.
Perkembangan Agama Pada Anak
Perkembangan
keagamaan seseorang di tentukan oleh pendidikan dan latihan-latihan yang
dilakukan pada masa kecilnya, karena melalui pendidikan secara terpadu akan
membantu pertumbuhan dan perkembangan keagamaan secara terpadu pula. Anak yang
di waktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama seperti ibu bapaknya
orang yang tau dan mengerti agama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga
hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja
di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Oleh karena itu,
pertumbuhan agama pada anak tergantung kepada orang tuanya, karena anak-anak
sikap, tindakan, dan perbuatan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan agama
pada anak.
3.
Pembentukan Pembinaan Pada Anak
Hendaknya setiap orang tua menyadari
bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan
latihan-latihan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, karena dengan
pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan akan membentuk sikap tertentu pada
anak, yang lambat laut sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak
tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Untuk membina anak agar mempunyai
sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan
tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik buat anak cenderung
melakukan perbuatan yang baik seperti latihan-latihan keagamaan yang menyangkut
ibadah, dibiasakan sejak kecil sehingga lambat laun akan merasa senang dan
terdorong oleh sikap tersebut untuk melakukannya atas dasar keinginan dari hati
nurani yang ikhlas.
4.
Dibawa Orang Tua
Anak akan meniru segala perbuatan yang
dilakukan oleh orangtuanya dan mau melaksanakan perintah orang tuanya bila
semua itu akan merasa enggan kepada orang tua. Maksud enggan ialah si anak
menganggap orang tuanya dianggap dan diakui sebagai pembimbing dan panutan.
Maka orang tua wajib ditaatinya, ditiru perbuatannya, dan dihormati. Akibat
dari rasa enggan kepada orang tua timbul rasa patuh dan penuh kesadaran dan
rela hati.
5.
Contoh Tauladan
Suatu sikap keteladanan dan perbuatan
yang baik dan positif yang dilaksanakan oleh orang tua sangat diperlukan. Hal
ini merupakan proses pendisiplinan diri anak sejak dini, agar anak kelas
terbiasa berbuat baik sesuai dengan aturan dan norma yang ditetapkan di
masyarakat berdasarkan kaidah yang berlaku orang tua yang dapat memberi contoh
tauladan yang baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang mampu dan dapat
membimbing anak-anaknya ke jalan yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
6.
Pembentukan Sikap
Dalam pergaulan sehari-hari kata sikap
sering kali digunakan dalam arti yang salah dan kurang tepat. Untuk lebih
jelasnya definisi sikap ialah “Suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang”
suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu
perangsang atau situasi yang dihadapi.
Untuk mengetahui sejauhmana peranan
sikap orang tua terhadap anak, maka akan diperinci setiap sikap serta akibatnya
yang dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian yang terbentuk, yaitu[23]:
a.
Sikap terlalu menyayangi dan melindungi serta memanjakan
Orang tua terlampau cemas terhadap
oleh karena itu Berhati-hati sekali mendidik anaknya dan senantiasa menjaga
agar anaknya terhindar dari bahaya. Sikap melindungi dan menyayangi anak
terlalu berlebihan serta cenderung mengerjakan apa saja untuk anaknya, akibatnya
anak tidak dapat kesempatan untuk belajar berbuat sendiri, mengambil keputusan,
anak sangat tergantung kepada orang tuanya sulit untuk menyesuaikan diri,
bersifat ragu-ragu.
b.
Sikap Otoriter
Sikap ini
menggambarkan pengawasan yang keras dari orang tua terhadap anak-anaknya,
banyak larangan, semua perintah harus dilaksanakan tanpa ada pengertian kepada
anak. Akibatnya anak menjadi tidak taat bahkan anak melawan terang-terangan
atau pura-pura taat, menjadi pasif, kurang inisiatif, bersifat menunggu (perintah),
kemampuan untuk merencanakan sesuatu, tidak dapat mengambil keputusan sendiri,
akan mudah cemas dan putus asa.
c.
Sikap Demokratis
Sikap ini dapat digambarkan sebagai
sikap orang tua yang senantiasa berembuk dengan anaknya mengenai
tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan
peraturan-peraturan memberi kesempatan pada anak untuk berpartisipasi,
berinisiatif menghargai pendapat anak-anaknya, menanggapi pertanyaan-pertanyaan
anak-anaknya, membimbing anak-anak ke arah penyadaran akan menjadi hal dan
kewajiban dan bersikap toleran. Dari sikap demokratis ini akan menimbulkan
kemampuan berinisiatif.
D.
Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Tunggal Terhadap
Pendidikan Agama Anak
Pola asuh merupakan suatu cara
yang dilakukan dalam mendidik dan menjaga anak secara terus menerus dari waktu
ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggungjawab orang tua terhadap anak. “Dalam
mengasuh anak, orang tua harus memiliki pengetahuan agar mereka tidak salah
asuh. Selain itu orang tua juga harus mengetahui seutuhnya karakteristik yang
dimiliki oleh anak”[24].
Peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak agar siap memasuki gerbang
kehidupan mereka. Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan
utama bagi anak-anak. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu
untuk anak tercinta. Bagaimana seorang anak dapat tetap memandang masa depan
mereka dalam angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi
penerus kita. Masa depan bangsa Indonesia kelak di tangan mereka dan masa depan
mereka dipersiapkan oleh orang tua saat ini.
Setiap orang tua pasti
menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang
sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang
pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi
anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat, bahwa “Kepribadian orang tua,
sikap dan cara hidup
merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam
pribadi anak yang sedang tumbuh.[25]
Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa dipilih
dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan berikutnya,
terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu sendiri.
Pola asuh terdiri dari dua
kata yaitu “pola”
dan “asuh”. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, “pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap”.[26]
Sedangkan kata “asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu;
melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu
badan atau lembaga”.[27] Lebih jelasnya kata asuh adalah mencakup
segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan
bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.[28]
Menurut Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto “Pola asuh berarti
pendidikan, sedangkan pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[29]
Dalam mengasuh anak orang tua
bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja,
melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak[30].
Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan
bertumpu pada peserta didik. Artinya anak perlu
mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah
menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak
menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus
akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
Menurut Clemes bahwa
terjadinya penyimpangan perilaku anak disebabkan kurangnya ketergantungan
antara anak dengan orang tua. Hal ini terjadi karena antara anak dan orang tua
tidak pernah sama dalam segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini
dapat terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan
asuhan dari orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang
menjadi “masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem
sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain “perilaku anak merupakan reaksi atas perlakuan
lingkungan terhadap dirinya”[31].
Penanganan terhadap
perilaku anak yang menyimpang merupakan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan
khusus tentang ilmu jiwa dan pendidikan. Orang tua dapat saja menerapkan
berbagai pola asuh yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga. Apabila
pola-pola yang diterapkan orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya
perilaku yang baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak. Anak tumbuh dan berkembang di
bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya
dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di
lingkungannya. Ini disebabkan oleh
orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak.
Bentuk-bentuk pola
asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia
menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang
individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa
seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak
juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan,
disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak
menjadi dewasa.
Di dalam mengasuh
anak terkandung pula pendidikan, sopan santun, membentuk latihan-latihan
tanggung jawab dan sebagainya. Di sini “peranan orang tua sangat penting, karena secara
langsung ataupun tidak orang tua melalui tindakannya akan membentuk watak anak
dan menentukan sikap anak serta tindakannya di kemudian hari”[32].
Masing-masing orang
tua tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan perilaku anak.
Hal ini sangat dipengaruh oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata
pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, dan sebagainya.
Dengan kata lain, pola asuh orang tua petani tidak sama dengan pedagang.
Demikian pula pola asuh orang tua berpendidikan rendah berbeda dengan pola asuh
orang tua yang berpendidikan tinggi. Ada yang menerapkan dengan pola yang
keras/kejam, kasar, dan tidak berperasaan. Namun, ada pula yang memakai pola
lemah lembut, dan kasih sayang. Ada pula yang memakai sistem militer, yang
apabila anaknya bersalah akan langsung diberi hukuman dan tindakan tegas (pola
otoriter). Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan orang tua ini sangat
bergantung pada bentuk-bentuk penyimpangan perilaku anak.
Orang tua dapat
memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi anaknya. Orang tua yang salah
menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan jiwa anak.
Tentu saja penerapan orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang
bijaksana atau menerapkan pola asuh yang setidak-tidaknya tidak membawa kehancuran
atau merusak jiwa dan watak seorang anak.
Jadi pola asuh orang tua
adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang
tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan
serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat
mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
[1]
Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (terjemah: Tarbiyatul
‘l-Aulad fil‘-Islam),
(Bandung: Asy-Syifa, 1988), hal. 42.
[3]Djuju
Sujana, Peranan Keluarga
dalam Lingkungan Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 33.
[5] Abdul
Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005), hal. 39.
[6] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 5.
[7]Nana
Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. II, (Bandung: Sinar
Baru, 1991), hal. 29.
[11]
Departemen Agama RI., Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Proyek
Pemgbinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982), hal. 34.
[12] Hery
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 88.
[15]
Djalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Cet. IV, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1998), hal. 31-32.
[20]
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Cet. II, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992 ), hal. 8.
[27] TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Balai Pustaka,
1988), hal. 692.
[28] Elaine
Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, Cet. I, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 5.
[29] Danny
I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, Cet. Ke-1, (Jakarta: Arcan, 1991), hal. 94.
[30] Theo Riyanto,
Pembelajaran Sebagi Proses Bimbingan Pribadi, (Jakarta: Gramediaa Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 39.
0 Comments
Post a Comment