Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
A.
Faktor-faktor
Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Fenomena kesulitan belajar siswa biasanya nampak jelas
dari menurunnya kinerja akademik atau
prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan
dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan siswa
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
kelas dan sering minggat dari sekolah. Menurut Syah: “Faktor yang menyebabkan
timbulnya kesulitan belajar terdiri dari dua macam yaitu: 1) Faktor intern
siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu
sendiri, 2) Faktor ektern siswa, yakni hal-hal yang datang dari luar diri
siswa.”[1]
Adapun faktor intern siswa meliputi gangguan kemampuan
psikologi fisik siswa yakni:
1. Yang bersifat
kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual
atau intelejensi siswa.
2.
Yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara
lain seperti lebih emosi dan sikap.
3.
Yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihatan pendengaran.
Adapun faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan
kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa. Yang
dibagi kepada tiga macam yaitu:
1.
Lingkungan
keluarga, contohnya ketidak harmonisan antara ayah dan ibu, rendahnya ekonomi
keluarga.
2.
Lingkungan
perkampungan atau masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh dan teman
sepermainan yang nakal.
3.
Lingkungan
sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang dekat dengan pasar,
kondisi guru dan alat-alat belajar yang rendah kualitasnya.
Faktor utama dari kesulitan belajar terletak pada diri
siswa sendiri atau faktor intern. Berdasarkan Syah, faktor intern meliputi
faktor kognitif, afektif dan psikomotor. Faktor kognitif dapat diperhatikan,
siswa yang memiliki intelegensi rendah cenderung mengalami kesulitan belajar.
Karena siswa yang memiliki intelegensi rendah
harus memberi perhatian yang ekstra terhadap pelajaran yang ia hadapi.
Namun hal ini sulit dilakukan oleh siswa yang rendah minat belajarnya. Sehingga
siswa tersebut mengalami ketertinggalan dan semakin sulit untuk memahami materi
tersebut.
Sedangkan faktor afektif disebabkan oleh lebihnya emosi
dan sikap siswa. Jika dipandang dari segi usia, maka siswa kelas II MTs adalah
kategori remaja. Menurut Sunarto: “Seseorang remaja berada pada batas peralihan
anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan “dewasa”, akan tetapi apabila diperlakukan
seperti orang dewasa ia akan gagal menunjukkan kedewasaannya.”[2]
Pada masa remaja sering terjadi pertentangan, kegelisahan, keinginan besar
untuk mencoba hal-hal yang belum diketahuinya, keinginan menjelajah ke alam
bebas yang lebih luas, mengkhayal dan berfantasi serta aktivitas kelompok.
Dengan demikian siswa yang tidak mampu menahan gejolak maka siswa tersebut akan
mengalami kesulitan belajar.
Selain itu faktor psikomotor sangat mempengaruhi
kesulitan belajar. Faktor psikomotor meliputi terganggunya alat-alat indera
penglihatan dan pendengaran. Hal ini
menyebabkan siswa tidak dapat menangkap materi yang diberikan oleh guru
sehingga siswa sulit dalam belajar.
Faktor yang terjadi dari luar diri siswa juga
mempengaruhi kesulitan belajar siswa. Faktor ini meliputi keluarga, masyarakat
dan sekolah. Keadaan keluarga memegang peranan penting dari keberhasilan siswa.
Situasi ketidak harmonisan keluarga dan kondisi ekonomi yang masih rendah
secara langsung dapat mempengaruhi mental siswa. Faktor lain berasal dari
lingkungan masyarakat, dimana siswa tinggal dan bermain. Pergaulan yang nakal
dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
[1]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal.
183.
[2]Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta:
Depdikbud, 1994), hal. 47.