-->
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Faktor Penyebab Prilaku Menyimpang


A.    Faktor Penyebab Prilaku Menyimpang


Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang di dalam masyarakat, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal[1].
a.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor-faktor tersebut, antara lain faktor intelegensi, kondisi fisik, kondisi psikis, kepriadian, usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang dalam keluarga,
1.     Faktor Intelegensi
Setiap orang memiliki intelegensi yang berbeda. Ada yang cerdas ada pula yang kurang cerdas. Pada umumnya orang yang pandai atau cerdas akan lebih cepat berinteraksi dan bersosialisasi terhadap nilai yang ada di masyarakat. Sebaliknya yang kurang atau yang lemah intelegensinya akan sulit dan lamban berinteraksi. Baik orang yang cerdas maupun yang kurang cerdas,sama-sama mempunyai potensi perilaku. menyimpang. Biasanya orang yang cerdas mempunyai sifat atau sikap suka meremehkan orang lain, dan egoismenya yang tinggi, sedang orang yang kurang cerdas biasanya suka mengisolasi diri, tidak percaya diri sehingga perilakunya canggung dalam pergaulan masyarakat. Hal ini dapat menghambat ketika ia harus berinteraksi atau bergaul dengan masyarakat disekitarnnya.
2.     Kondisi Fisik
Seorang tokoh kriminologi C. Lombroso melihat tanda-tanda fisik seseorang, dapat dikenali apakah seseorang itu orang yang baik atau orang yang jahat. Seorang penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, yaitu tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan; roman muka yang lain dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung ke belakang. Terlepas dari tanda-tanda tertentu diatas kondisi fisik seseorang juga dapat menjadi penyebab perilaku menyimpang. Kondisi fisik seseorang dapat dilihat dari kesempurnaan atau ketidaksempurnaan organ tubuh.
Contoh, orang yang kurang sempurna organ badannya (tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, atau cacat fisik) apabila tidak diimbangi dengan rasa kepercayaan diri, mereka akan cenderung mempunyai rasa minder atau malu untuk bergaul dengan sesam teman atau tetangganya. Sebaliknya, orang yang mempunyai kesempumaan tubuh seperti posturnya bagus, paras yang cantik atau tampan, kulit yang putih bersih, hidung  yang mancung kadangkala menyalahgunakan kelebihan fisik yang dimiliki dengan menjadi PSK (Pekerja Seks Komersil).


3.     Kondisi Psikis
Kondisi kejiwaan akan, merapengaruhi perilaku seseorang. Orang yang sedang guncang jiwanya akan mudah melakukan perilaku menyimpang. Contohnya, orang yang dalam kondisi jiwanya gundah,  mereka tentu tidak dapat memusatkan perhatian terhadap suatu masalah. Pikirannya kacau, mudah tersinggung dan cepat marah. la pun tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga mudah melakukan tindakan yang negative.
4.     Kepribadian
Menurut Koentjaraningrat kepribadian atau personality,   adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tikngkah laku atau setindakan dari tiap-tiap individu. Dalam bahasa populer, kepribadian adalah ciri-ciri watak seseorang yang konsisten memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.                                                                                                     
Salah satu unsur kepribadian adalah dorongan psikologi yang bernilai negatif. Wujudnya dapat berupa ketegangan yang sangat tinggi, kebencian tehadap sesama, altruisme ekstfem, penghinaan terhadap sesama, dan tidak percaya pada diri sendiri. Mereka yang dalam keadaan seperti ini lebih mudah melakukan perbuatan yang menyimpang, sebab orang yang demikian itu biasanya tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dan benar.
5.     Usia
Pertambahan usia sering mempengaruhi pembentukan pola pikr dan tirigkah laku seseorang. Ketika semakin tua, seseorang sering mudah tersinggung. Selain itu, orang yang usianya sudah lanjut sering menjadi pikun (cepat lupa).
6.     Jenis Kelamin
Jenis kelamin seseorang yang berbeda dari yang lainnya dalam keluarga dapat " mendorong individu untuk melakukan penyimpangan, misalnya di daiam satu keluarga yang terdiri dari enam orang anak, hanya satu anak yang perempuan. Hal ini .menyebabkan perilakunya menjadi seperti laki-laki atau menadi bersikap manja dan ingin selalu mendapat perhatian lebih dari orang tua dan kakak-kakaknya.
7.     Kedudukan Seseorang dalam Keluarga
Kedudukan seseorang dalam keluarga dapat juga mendorong penyimpangan. Anak pertama sering merasa paling berkuasa daripada adik-adiknya. Sebaliknya, anak bungsu selalu ingin dimanja dan diperhatikan. Begitu juga jika seseorang itu adalah anak tunggal yang selalu mendapatkan semua yang diinginkannya. Suatu ketika  jika satu keinginannya tidak tepenuhi, kemungkinan terbentuknya perilaku menyimpang dapat saja terjadi.
b.     Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri seseorang . Faktor ini mempengaruhi perilaku menyimpang seseorang. Misalnya, faktor ekonomi, faktor politik, faktor budaya, kehidupan keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan, dan media massa.
1.     Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap individu atau kelompok untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku  menyimpang. Ada kecenderungan masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang baik bisanya kondisi  stabilitas   sosialnya   labil.   Misalnya,   pencurian,   perampokan,   penipuan,   dan  pembunuhan akan meningkat, Dalam kriminologi disebutkan bahwa "dimana ada masyarakat miskin, disanalah sarangnya penjahat". Jadi, kemiskinan mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan.
Sebenarnya penyimpangan tidak hanya dimonopoli oleh kelompok masyarakat yang sosial ekonominya lemah saja, tetapi juga fenomena sosial menunjukan bahwa kelompok masyarakat dengan kedudukan sosial ekonomi yang kuat tidak sedikit yang melakukan penyimpangan terhadap norma-norma dan nilai-nialai sosial. Misalnya, kasus yang menimpa pejabat atau konglomerat karena melakukan tindak pidana korupsi, kasus perselingkuhan yang dilakukan di hotel-hotel berbintamg, atau penyalahgunaan narkoba. Biasanya orang-orang yang melakukan penyalahgunaan narkoba merupakan orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi cukup mapan.
2.     Kondisi Politik
Kondisi politik suatu Negara terutama penggunaan sistem politik yang tidak sesuai dengan koridisi objektif masyarakat karena dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dapat menjadi faktor pendorong perilaku menyimpang. Sistem politik yang dimaksud, pertama adalah system otoriter, yaitu sistem politik yang lebih mengutamakan kekuasaan dari pada kesejahteraan rakyatnya.  Padai sistem ini penguasa cenderung sewenang-wenang dan banyak sekali melakukan pelanggaran HAM dengan alasan demi kestabilan pemerintah. Rakyat menjadi. korban kekuasaan, hidupnya menderita dan tidak ada kebebasan. Contoh dari kasus ini adalah pemerintahan Jerman pada masa kepemimpinan Hitler dan pemerintahan  Italia dibawah kepemimpinan Mossolini. Kedua, sistem politik liberal  adalah system politik yang lebih mengutamakan semangat. kebebasan individu. Bagi  negara  tertentu  yang  dalam  praktik  kehidupan  bernegara  dengan  berasaskan is kekeluargaan,   penerapan   demokrasi   liberal   sangat   memungkinkan   timbulnyakonflik-konflik yang mengarah pada tindakan inkonstitusional.
3.     Faktor Budaya
Setiap orang mempunyai kebudayaan yang berbeda, sehingga pada kehidupan masyarakat dapat dipastikan terdapat keanekaragaman budaya. Masyarakat dengan  budayanya yang beranekaragam mempunyai potensi yang tinggi terjadi konflik. &, Menurut Donald Taff, kejahatan adalah produk dari kebudayaan (crime is product» of culture). Tiap kebudayaan mempunyai noima yang berbeda-beda, sebab norma merupakan pedorrian tingkah laku. Datam kondisi tertentu, norma dan nilai yang ;berlaku di suatu masyarakat, belum tentu cocok dengan nilai dan norma yangl berlaku di masyarakat lainnya. Perbedaan budaya di suatu tempat itu kadangkala dapat memicu atau menimbulkan perilaku menyimpang pada individu atau kelompok.
4.     Kehidupah Rumah Tangga atau Keluarga
Kehidupan rumah tangga atau keluarga yang tidak harmonis dapat mendorong seseorang untuk mempunyai perilaku kurang baik dan menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang anak yang mempunyai orang  tua yang setiap hari selalu bertengkar. Bahkan ketika bertengkar, ayahnya sering memukuli ibunya. Semua hal itu secara perlahan-perlahan dapat mendorong  seseorang untuk melakukan perilaku menyimpang. Misalnya, minum-minuman  keras dan memakai obat-obat terlarang yang semuanya bertujuan untuk melarikan diri dari semua persoalan yang sering dihadapinya.
5.     Pendidikan di Sekolah
Pendidikan di sekolah dapat menjadi fakor ekstemal (fakor dari luar) jika seseorang tidak dapat menerima aspek-aspek pendidikan yang ia terima di sekolah. Jika hal  ini terjadi, tidak jarang tindakan-tindakan yang menyimpang dari tujuan pendidikan  yang sebenarnya dapat timbul.
6.     Pergaulan
Perilaku seseorang dalam kehidupam sehari-harinya sebagian besar dapat terbentuk  dari pergaulannya dengan teman-temannya. Jika pergaulan dengan temannya itu  bersifat positif, perilakunya pun akan cenderung bersifat positif. Sebaliknya, jika pergaulan dengan teman-temannya itu bersifat negatife, perilakunya pun cenderung akan bersifat negative juga.
7.     Media Massa
Media massa, baik media cetak maupun elektronik memegang peranan yang cukup penting dalam membentuk perilaku seseorang. Film-film yang ditayangkan di  televisi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Hal itu baik jika film-film dan  acara yang ditayangkan bersifat positif. Tetapi seringkali film-film dan acara-acara yang ditayangkan di televisi berbau pornografi dan kekerasan, sehingga perlahan-lahan yang sering menyaksikannya mulai meniru perilaku negative yang ditonton tersebut.
Adapun faktor penyebab prilaku menyimpang menurut Burhanuddin,  sebagaimana yang dikutip dari buku Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan adalah:

1)     Faktor pembawaan (Hereditas)
Pembawaan dapat diartikan sebagai kecendrungan untuk tumbuh dan berkembang bagi manusia menurut pola-pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang timbul saat konsepsi dan berlaku sepanjang hidup seseorang.
2)     Faktor Lingkungan (Environment)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang melinkungi atau mengelilingi individu sepanjang hidupnya. Suatu kenyataan bahwa pribadi-pribadi atau individu-individu sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat lepas dari lingkungannya itu. Bahkwan beberapa ahli mengatakan bahwa individu tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
            Oleh karena itu setiap kelompok kerja sama terdiri dari personel dengan kemampuan yang berbeda-beda harus memiliki seorang pemimpin (kepala sekolah) yang mampu (trampil) dalam menggerakkan peran guru, hal ini merupakan suatu skill dalam seni kepemimpinan, skill ini terdiri dari 4 (empat) unsur yang menentukan prilaku seorang pemimpin. Burhanuddin yaitu :
Pertama, Otoritas atau kekuatan penelitian. Unsur ini menentukan pada wewenang atau otoritas dan kekuatan pemimpin. Kedua istilah ini diambil dari kata “authority” dan “power”. Power menunjukkan pada konsep yang lebih luas yang berarti suatu kemampuan individu atau kelompok dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang atau kelompok lain. Ada beberapa cara yang harus dipenuhi untuk mencapai “power” ini misalnya melalui legalitas, keahlian seseorang “referen power” (yang dapat memberikan pengaruh pada orang banyak atau kelompok sehingga mereka mau menerapkan ide-idenya). Reward power biasanya dimiliki oleh seseorang yang mendapatkan penghargaan besar dan ada pula kekuasaan itu diperoleh melalui paksaan sehingga sering disebut dengan “coereive power”. Kedua, Kemampuan dalam menyatupadukan sumber tenaga manusia yang memiliki daya-daya motivasi yang bervariasi setiap waktu dan situasi.
Dengan bekal pengenalan dasar motivasi ini memungkinkan pemimpin punya persepsi terhadap hakikat dan kekuatan kebutuhan-kebutuhan manusia sehingga mampu membatasi dam merencanakan cara-cara memuaskan mereka, maupun mengelolanya secara efektif agar memperoleh respon yang diinginkan. Ketiga, Kemampuan dalam mengembangkan iklim kerja dalam merespon dan membangkitkan / menimbulkan motivasi. Unsur ini menunjukkan kemampuan dalam membangkitkan semangat bawahan segenap kemampuan mereka sepenuhnya dalam menyelesaikan suatu kegiatan.  Keempat, Kemampuan dalam mengembangkan gaya-gaya kepemimpinan  yang tepat. Unsur ini lebih menekankan pada kemampuan pemimpin dalam memilih bentuk (tips kepemimpinan) yang sesuai dengan situasi atau iklim organisasi untuk menggerakkan bawahannya secara berhasil.[2]


Tingkah laku menyimpang yang sering terjadi dikalangan remaja perlu diupayakan  pencegahan atau meminimalkan terjadinya hal-hal menyimpang tersebut. Penanaman rasa keagamaan pada remaja sangat penting sebab agama merupakan dasar utama dalam kehidupan manusia yang menjadi kebutuhan universal. Segala yang telah digariskan oleh agama selalu baik dengan tujuan membimbing umat manusia menentukan jalan yang baik dan benar secara vertikal dan horisontal. Dalam agma Islam ditunjukkan dengan adanya perintah (amr), larangan (nahi) dan kebolehan (ibahah) juga kwalits baik dan buruk. Jika remaja memahami Ajaran Islam  dengan baik dan mampu mengamalkannya, maka pastilah mereka termasuk golongan umat yang baik. Firman Allah dalam Surat Ali Imran (3):104 :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) آل عمران: ١٠٤(
Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung(Qs. Ali Imran:104)

Apabila perbuatan dan perkataan selalu dikendalikan oleh agama, maka penyimpangan akan dapat terkendali.  Apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinan itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaan. Jika tejadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya, andaikata termasuk hal-hal yang terlarang, betapapun  tarikan luar itu, tidak akan diindahkan karena ia takut melaksanakan yang terlarang.[3]
Beberapa sebab-sebab terjaidnya perilaku menyimpang yakni :
Pertama, Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan
Karena ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan kedalam kepribadiannya maka seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan perilaku yang tidak pantas.ini mungkin juga mengalami proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Kedua, Proses belajar yang menyimpang
Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar lainnya. Namun kadangkala proses elajar perilaku menyimpang ini dipelajari dari orang yang sudah ahli atau berpengalaman.
Ketiga, Ketegangan antara kebudayaan dan struktur social
Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaan tetapi juga cara-cara yang diperkenankan oleh kebudayaan tersebut untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila seseorang tidak diberi peluang maka ia akan memilih cara-cara yang menyimpang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keempat, Ikatan social yang berlain-lainan
Setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasi diri dengan kelompokyang paling dihargainya. Dalam hubungan ini individu akan memperoleh pola-pola sikap dari perilaku kelopoknya. Jika perlaku kelompok tersebut menyimpang maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang.
Kelima, Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang[4].
Proses sosialisasi dapat terjadi karena sengaja maupun tidak sengaja. Perilaku menyimpang seringkali merupakan akibat dari sosialisasi yang sengaja maupun tidak sengaja. Perilaku menyimpang merupakan hasil sosialisasi tidak senagaj missal anak menjadi buruk kebiasaannya melalui acara televise ataupun membaca buku atau kadangkala anak melihat perilaku menyimpang dari orang tua atau lingkungan sekitar. Sedangkan perilaku menyimpang secara sengaja dapat terjadi melalui kelompok-kelompok gelap yang tujuannya benar-benar mengajarkan penyimpangan.


[1] Daradjat, Pembinaan..., hal. 44.
[2] Burhanuddin,  Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal.74.
[3]  Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal.65.

[4] Sadli, Persepsi...., hal. 47.

Post a Comment for "Faktor Penyebab Prilaku Menyimpang"