Gagasan Edukatif Yang Esensial Dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan
BAB VI
GAGASAN
EDUKATIF YANG ESENSIAL DALAM MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN
Menurut Abdullah Nashih Ulwan “gagasan
edukatif yang esensial dalam mendidik anak adalah gagasan pilihan yang harus dicanangkan dan menaruh
perhatian secara khusus”.[1]
A. Memotivasi Anak
untuk Mendapatkan Penghasilan dengan
Cara yang Mulia
Pada umumnya orangtua akan lebih memerhatikan
perkembangan dan kebutuhan rohani anak ketika ia masih kecil saja. Pada saat ia
mulai menginjak remaja, biasanya perhatian orangtua semakin memudar. Hal itu
terjadi mungkin karena mereka menganggap anak sudah dapat mandiri dan sudah
tidak terlalu banyak lagi membutuhkan perhatian atau bantuan orangtua. Anggapan
orangtua seperti di atas itu adalah tidak benar. Anak remaja justru sangat membutuhkan
dukungan, bimbingan, kehadiran, dan perhatian orangtua. Dikala anak mendapatkan
kendala dalam hidupnya tentu akan sangat baik bila ia dapat mencurahkan dan
mendapatkan masukkan, saran, dan nasehat dari orangtuanya sendiri ketimbang
dari teman-temannya.
Jika orangtua selalu memberikan perhatian
secara aktif. Selalu berusaha melibatkan diri dalam hidup anak, misalnya
mendengarkan apa yang ingin ia bicarakan, memotivasi kegiatan sekolahnya, dan
membantu anak ketika ia sedang mendapatkan masalah dalam hidupnya. Maka, ketika
ia mengetahui hal ini di masa depan nanti, ia akan siap pula memberikan yang
terbaik kepada orangtuanya. Ia akan siap mendampingi dan memerhatikan orangtua
seperti halnya orangtua telah melakukan semua itu kepadanya. Abdullah Nashih
Ulwan menjelaskan bahwa “Tanggung jawab terpenting yang harus dihadapi pendidik
terhadap anaknya adalah memberi dorongan untk mendapatkan pekerjaan yang bebas,
baik pertukangan , pertanian atau perniagaan”.[2]
Untuk mendukung keberhasilan anak-anaknya
keluarga mempunyai andil yang sangat besar dalam terutama dalam memotivasi belajarnya. Karena dengan motivasi yang besar dari orang
tuanya maka anak akan termotivasi dalam belajarnya sehingga anak-anak semangat
dalam belajar dan akhirnya akan memperoleh hasil yang memuaskan. “Motivasi
belajar dari orang tua merupakan salah satu bentuk nyata pentingnya peran orang
tua terhadap pendidikan anak-anaknya”.[3]
Orang tua berperan amat penting dalam
membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajar anak. Orang tua adalah guru
pertama bagi anak karena orang tualah yang pertama kali mendidik atau
menanamkan pendidikan kepada anak-anaknya.
B.
Memperhatikan Bakat Anak
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa.
Pada periode ini anak mencapai kematangan fisik dan diharapkan pula disertai
dengan kematangan emosi dan perkembangan sosialnya. Karena masa peralihan maka
remaja pada umumnya masih ragu-ragu akan perannya dan menimbulkan krisis
identitas. Dalam usaha menemukan jati dirinya dalam arti mengetahui
kebutuhan-kebutuhan pribadi serta tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya,
maka pengembangan bakat dan minat remaja sangat penting. Dan dalam
mengembangkan kompetensinya remaja tetap membutuhkan bimbingan dari orang tua
dan lingkungan rumah maupun sekolah.
Mengembangkan bakat dan minat bertujuan agar
seseorang belajar atau dikemudian hari bisa bekerja di bidang yang diminatinya
dan sesuai dengan kemampuan serta bakat dan minat yang dimilikinya sehingga
mereka bisa mengembangkan kapabilitas untuk belajar serta bekerja secara
optimal dengan penuh antusias.[4]
Mengenali bakat anak adalah juga merupakan salah satu
dari tanggung jawab orang tua untuk bisa mengembangkan bakat anak itu sendiri.
Sebenarnya anak itu unik, setiap anak punya karakter yang berbeda. Namun
seorang ibu atau pun orangtua tentunya akan terasa terbantu bila sedari sedini
mungkin bisa menggali dan mengenali potensi dan bakat pada diri anak-anaknya.
Begitu pula dengan sang anak, anak bisa menggali bakat serta potensi yang
dimilikinya dan juga bisa mengisi hari-harinya yang dilaluinya dengan suatu
kegiatan yang berarti baginya dan tentunya disukai olehnya.
C.
Memberi Kesempatan bagi Anak untuk Bermain dan Menghibur Diri
Bemain sangat penting dalam perkembangan anak usia dini.
Bermain bagi seorang anak usia dini tidak hanya mengisi waktu, tetapi media
bagi anak usia dini untuk belajar dan setiap bentuk kegiatan bermain pada anak
usia dini mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepribadiannya. Di
dalam bermain anak usia dini memiliki kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu
yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak usia dini sebenarnya sedang
mempraktekkan keterampilan dan anak usia dini mendapatkan kesenangan dalam
bermain dan dalam bermain anak usia dini juga dapat meningkatkan penalaran,
memahami keberadaan lingkungannya, membentuk daya imajinasinya, dan
kreativitasnya.
Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa:
Islam adalah agama realita dan kehidupan yang
memperlakukan para pemeluknya sebagai manusia yang memiliki kerinduan hati,
spritual, dan tabiat kemanusiaan. Islam tidak memaksakan kepada manusia agar
setiap perkataannya adalah zikir, setiap kebisuannya adalah tafakur, setiap
pemikirannya adalah pelajaran, dan setiap kekosongannya adalah ibadah. Tetapi
Islam mengakui tuntutan naluri kemanusian, kegembiraan dengan bermain, bercanda
dan bergurau, dengan syarat masih pada batas-batas yang telah ditentukan oleh
Syariat Allah dan berada dalam lingkup etika Islam.[5]
“Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak usia
dini dengan spontan, dan perasan gembira, melibatkan perkembangan kreativitas
anak usia dini. Suasana bermain yang
aktif akan memberikan kesempatan yang luas kepada anak usia dini untuk
melakukan eksplorasi demi memenuhi rasa keingin tahuaannya”.[6]
Hal ini dapat menjadikan kreativitas anak usia dini yang dikaitkan dengan prestasi yang istimewa
dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara pemecahan masalah,
menemukan ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. Bermain
memberikan kesempatan pada anak usia dini untuk mengembangkan kreativitasnya,
Ia juga dapat berekperimen dengan hal-hal yang baru dengan menggunakan alat
bermain atau tidak. Bila ia merasa mampu menciptakan sesuatau yang baru dan
unik ia akan melakukannya kembali. Jika kreativitas dapat membuat permainan
menjadi menyenangkan mereka akan bahagia dan puas.
Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan dorongan kreativitasnya sebagai kesempatan untuk merasakan objek
dan tantangan untuk menumukan sesuatu dengan cara-cara yang baru. Selain itu
bermain juga memberikan kesempatan pada individu anak usia dini untuk berfikir
dan bertindak imajinatif serta penuh daya khayal yang berhubungan dengan
perkembangan kreativitas anak usia dini.
D.
Mengadakan Kerjasama antara Rumah, Masjid, dan Sekolah
Pada umumnya pendidikan yang ada di dalam keluarga
bukanlah merupakan perwujudan dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari
pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya
memberikan kemungkinan yang alami dalam membangun situasi pendidikan. “Situasi
pendidikan tersebut terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan
pengaruh-mempengaruhi secara timbal balik antara orangtua baik ayah atau ibu
dengan anak-anaknya”.[7]
Kedua orangtua sama-sama memegang peranan yang penting
dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir, seseorang akan
selalu ada disamping ibunya yang mana kedekatan antara ibu kepada anak akan
berpengaruh sangat besar pada diri anak. Ketika figur seorang ibu sangat baik
maka anak akan meniru hal-hal yang baik yang ada pada ibunya, namun sebaliknya
anak akan meniru hal-hal yang buruk apabila yang dilihat anak pada ibunya
merupakan yang negatif. Selain ibu, ayah juga memiliki pengaruh yang besar pula
kepada anaknya. Karena dimata anaknya, ayah adalah yang tertinggi pamornya dan
terpandai daripada orang-orang yang dikenalnya.
Faktor yang influentif dalam pembentukan personalitas
anak secara intelektual, spiritual dan fisikal adalah mengadakan kerja sama
antar rumah, masjid dan sekolah. Seperti telah kita ketahui bahwa tanggung
jawab rumah berpusat pada derajat pertama dalam pendidikan jasmani. Sebab,
orang yang menyia-nyiakan hak anak-anaknya dan menyepelekan kehidupan
keluarganya, baginya dosa yang besar.[8]
Suatu yang telah disepakati bersama bahwa tugas sekolah
berpusat pada derajat pertama pada pendidikan intelektual, karena ilmu
pengetahuan memiliki pengaruh besar dalam pembentukan personalitas dan meninggikan
kemuliaan manusia! Ketika kita berkata tentang kerja sama antar rumah dengan
masjid dan sekolah, ini berarti bahwa anak telah sempurna personalitasnya,
terbentuk rohani, jasmani, mental ilun spiritualnya. Bahkan ia menjadi anggota
yang fungsional dalam kemajuan umat dan kehormatan agamanya. Tetapi, kerja sama
ini tidak dapat dilaksanakan secara sempurna kecuali jika dapat memenuhi dua
syarat berikut ini: Pertama: Hendaknya tidak ada kontradiksi antara
arahan rumah dengan arahan sekolah. Kedua: Kerja sama hendaknya
bertujuan untuk mengalami kesempurnaan dan keseimbangan dalam membangun personalitas
Islam.
Jika kerja sama dengan memenuhi dua syarat asasi di atas,
maka anak akan sempurna rohani dan jasmaninya, terbentuk mental spiritualnya.
Bahkan ia menjadi manusia yang memiliki keseimbangan, dikagumi dan dihormati
orang lain.
E.
Memperkuat Hubungan antara Pendidik dengan Anak
Mempererat hubungan antara pendidik atau guru, termasuk
orang tua sebagai pendidik dari anak didik atau murid betujuan agar interaksi
edukatif dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan kaidah
pendidikan yang telah disepakati oleh para ahli ilmu sosial, ilmu jiwa dan
pendidikan. Sealain itu, mempererat hubungan guru dan murid juga bertujuan
untuk pembentukan intelektual, spiritual dan moral dapat berjalan sesempurna
mungkin.
Sudah menjadi suatu keyakinan bagi orang-orang yang
berakal, bahwa jika terdapat jurang pemisah dan jarak antara anak dan pendidik,
murid dan guru, dengan sendirinya proses pengajaran tidak dapat
terlaksana" dengan sempurna. Pendidikan juga tidak dapat tercapai dengan
baik. Oleh karena itu, para orang tua terutama ayah dan guru pendidik hendaknya
mencari cara-cara positif dalam menciptakan kecintaan anak, memperkuat dan
mempererat hubungan di antara keduanya, mengadakan kerja sama antara mereka,
dan merasakan kasih sayang.[9]
Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru
ketika bertemu dengan siswanya yang
sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan
sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa
masih dalam asuhannya. Dukungan dan
kasih sayang akan dia tunjukkan. Aneka
nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap
potensi siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang
menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual,
sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas
yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan
siswanya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan
profesional, yang diikat oleh kode etik.[10]
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan siswa
sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau
selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang
dalam keadaan tidak menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas
(purna bhakti), hubungan dengan siswanya (mantan siswa) relatif masih terjaga.
Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru”
(dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara
formal, tidak lagi menjalankan tugas-tugas keguruannya, tetapi
hubungan batiniah antara guru dengan siswanya masih relatif kuat, dan sang
siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
F.
Menggunakan Metode Pendidikan Setiap Saat
Dalam praktiknya pendidikan anak dalam Islam ada tahapan yang
sangat penting diketahui semua orang tua atau guru di sekolah. Tahapan ini
penting dalam memberikan program yang tepat untuk anak-anak. Jika orang tua
atau guru mampu memberikan program yang tepat pada setiap jenjangnya, anak akan
berkembang dengan baik karena kebutuhan pada saat usia tertentu dapat
terpenuhi. Ibarat cangkir yang kosong, sebagai orang tua atau guru kita harus
mengisi dengan takaran yang pas agar tidak berlebihan atau juga kekurangan.
Salah satu tanggung jawab yang harus diperhatikan
pendidik, adalah mendidik anak mengikuti metode edukatif dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga, ia terbiasa dengan metode itu hingga yang akan datang.
Ketika ia melaksanakannya, akan mendapatkan segala hal yang bersifat edukatif
sebagai suatu kebiasaan yang tidak asing baginya.[11]
Keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan non
formal bagi anak. Peranan lembaga ini sangat mutlak dalam pembentukan sifat dan
karakter anak. Sebab, anak tumbuh dan berkembang diawali di lingkungan keluarga.
Pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak tentunya tidak lepas
dari perhatian serta pengawasan dari para orang tua, agar apa yang diharapakan
dapat tercapai. Karena hal ini sudah menjadi kewajiban bersama, baik para guru
maupun orang tua.“Iya, tentunya untuk menyukseskan pendidikan seorang anak,
tidak lepas dari perhatian dan peran serta orang tua mereka masing-masing.
Karena saat berada di sekolah, waktunya sangatlah terbatas yang dalam
pengawasan para dewan guru.
G.
Mempersiapkan Sarana-Sarana Ilmu Pengetahuan yang Bermanfaat Bagi Anak
Menyediakan sarana prasarana pendidikan sesuai dengan
kultur islami akan sangat menentukan keberhasilan dalam membentuk intelektual
anak dan mempersiapkan mental spiritualnya anak serta ilmu pengetahuan modern
yang dapat berguna bagi dunia dan agama.
Bertumpu dari tanggung jawab pendidikan dalam hubungannya
dengan kewajiban memberi pengajaran dan pendidikan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya, maka mereka harus menyediakan prasarana kultural yang bermanfaat
dan bervariasi hingga anak-anak berpikiran matang, hidupnya terbentuk dari segi
akal dan intelektualnya.[12]
Sarana dan prasarana merupakan perlengkapan
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan
perlindungan anak usia dini. Pengadaan sarana dan prasarana perlu disesuaikan
dengan jumlah anak, usia, lingkungan sosial dan budaya lokal, serta jenis
layanan. Peranan orang tua selaku pendidik dalam keluarga adalah pangkal
ketentraman dan kedamaian hidup, bahkan dalam perspektif Islam keluarga bukan
hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, melainkan sampai pada lingkungan
yang lebih besar dalam arti masyarakat secara luas, yang darinya memberi
peluang untuk hidup bahagia atau celaka.
H.
Memotivasi Anak untuk Selalu Belajar
Rumah adalah tempat pertama di mana anak memperoleh ilmu, sedangkan
orangtua adalah guru pertama yang memberikan ilmu kepadanya. Di rumah anak
dapat belajar tentang banyak hal yang mendasar. Ilmu yang ia peroleh di rumah
merupakan fondasi bagi hidup anak di masa depan. Oleh karena itu, orangtua
harus selalu mengajarkan, menambahkan, dan memupuk hal-hal yang baik kepada
anak sejak ia masih kecil supaya menjadi suatu kebiasaan yang baik sampai ia
dewasa nanti. Karena anak merupakan hal yang sangat berharga di mata siapapun,
khususnya orangtua. Anak adalah perekat hubungan di dalam keluarga, sehingga
dapat dikatakan anak memiliki nilai yang tak terhingga.
Selain mengasuh, merawat dan membesarkan anak, orang tua
mempunyai tugas yang tidak kalah penting yaitu memberikan pendidikan yang
terbaik bagi putra-putri mereka. Disini peran orang tua dalam hal pendidikan
anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama. Yang harus dilakukan para
orang tua antara lain memilih sekolah yang tepat untuk anak, membimbing mereka
dalam belajar, sebagai vasilitator, dan sebagai pemberi motivasi atau
motivator.[13]
Meurut Abdullah Nashih Ulwan “wajib bagi setiap orang
yang merasa bahwa dirinya berkepentingan terhadap kepentingan pikiran anak,
membentuk segi intelektual dan kulturalnya, untuk memperkenalkan kepada anak
sejak usia kecil”.[14] Pemberian
motivasi oleh orang tua dapat berupa penguatan atau penghargaan terhadap
tingkah laku atau usaha belajar anak yanga baik. Orang tua dapat menggunakan
penghargaan untuk memotivasi siswa dalam mengerjakan pekerjaan rumah,
mengerjakan pekerjaan sekolah, dan bertingkah laku sesuai dengan aturan-aturan
yang ditentukan oleh sekolah dan orang tua. Penguatan dari keluarga mempunyai keuntungan dibandingkan dengan
penguatan yang dilakukan oleh pihak lain (misalnya guru).
I.
Membuat Anak Senantiasa Merasa Bertanggung Jawab terhadap Islam
Sungguh beruntung dan berbahagialah orang tua yang telah mendidik
anak-anak mereka sehingga menjadi anak yang shalih, yang selalu membantu orang
tuanya, mendo’akan orang tuanya, membahagiakan mereka dan menjaga nama baik
kedua orang tua. Karena anak yang shalih akan senantiasa menjadi investasi
pahala, sehingga orang tua akan mendapat aliran pahala dari anak shalih yang
dimilikinya.
Orangtua sebagai pendidik utama bagi
anak-anaknya harus memiliki sifat-sifat yang utama pula, agar kita meraih
keberhasilan dalam pendidikan anak-anak kita. Meskipun mungkin hal tersebut
sulit, namun kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki sifat-sifat
tersebut, sebab kita akan menjadi fokus teladan pendidikan bagi generasi baru,
paling tidak sebagi fokus teladan bagi anak-anak kita. Mereka akan senantiasa
menyorot kita selaku seorang pendidik dan pembimbing, karena kitalah contoh
nyata yang mereka saksikan dalam kehidupan mereka.[15]
Hal lain yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak
adalah memberikan rejeki yang halal selama pertumbuhan mereka. Karena rezeki
halal dapat mempermudah mereka menjalani kesalehan dan ketaqwaan. Sementara
jika kita kurang-hati-hati dan teledor dengan memberikan mereka asupan energi
dan suplai pertumbuhan maupun pendidikan dari rezeki halal, maka sama saja
dengan menginginkan mereka menjadi lahan empuk bagi tumbuhnya kemungkaran dalam
diri anak-anak kita sendiri. Rezeki yang halal akan memudahkan mereka menerima
hidayah dan keberkahan dalam menjalani proses pertumbuhan dan pendidikannya.
J. Memperdalam Semangat
Jihad pada Anak
Keluarga adalah lingkungan yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, orang tua harus sudah
menanamkan semangat Jihad dalam diri anak-anak mereka sedini mungkin. Cinta
akan jihad identik dengan cinta akan kesyahidan. Dan berupaya untuk mendapatkannya
adalah sebuah tuntutan dalam melakukan kerja kolektif. Kerja kolektif
mengandung arti menyukai keteraturan dan kedisiplinan serta meninggalkan
kesemrawutan. Dengan kata lain, kerja kolektif berarti mengatur keanekaragaman
kemampuan yang dimiliki oleh banyak orang dalam sebuah wadah yang satu agar
bisa teratur dalam satu waktu dan gerakan yang sinergis.[16]
Jihad dan Kesyahidan merupakan ujung dari sebuah
pengorbanan dalam kerja kolektif yang dilakukan. Seorang muslim harus
menyerahkan dan mempersembahkan jiwanya hanya untuk Allah semata dalam
perjuangan di jalan-Nya. Jika sudah berani mempersembahkan jiwanya hanya untuk
Allah, berarti ia juga berani menyerahkan harta dan waktunya serta semua yang
ia miliki hanya untuk Allah. Setiap orang tua muslim wajib mempersiapkan diri
mereka dan anak-anak mereka untuk selalu siap sedia apabila ada seruan jihad di
jalan Allah.
[6]Http://Www.Kompasiana.Com/Dewimasluchah/Pentingnya
Bermain dan Mengasah-Kreatifitas pada Anak Usia Dini, di akses Tanggal 15 November 2015.
[7] http://hatigudangilmu.blogspot.co.id/2011/05/bimbingan-orangtua-terhadap-anak.html di akses Tanggal 15 November 2015.
[10]https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2012/10/28/hubungan-guru-dengan-siswa/ di akses Tanggal 15 November 2015.
[15]Muslimah, Yang
Harus Dimiliki Orang Tua, di akses Tanggal 15 November 2015 dari http://muslimah.or.id/2761.