BAB II
KERANGKA TEORETIS DAN KONSEPTUAL
A.
Hakikat Kolerasi
antara Nilai Pendidikan Agama Islam
a.
Pengertian
Kolerasi
Kata kolerasi berasal dari bahasa inggris “correlation” yang artinya
saling hubungan timbal balik. Kemudian penulisan correlation diadapsi ke
dalam bahasa Indonesia menjadi kolerasi yang maknanya tidak berbeda dari
pengertian dasar. Secara umum, kolerasi diarikan sebagai suatu keadaan di mana
terjadinya proses timbl balik di antara dua hal atau keadaan yang sama ataupun
berbeda stu sama lain.
Poerwadarminto mengartikan kolerasi dengan: Hubungan timbal balik atau
sebab akibat. Pengertian yang diberikan dalam kamus tersebut sangat singkat,
sehingga bermakna bahwa “segala hal yang mempunyai hubungan timbal balik atau
sebab akibat”[1] Selanjutnya pengertian
kolerasi yang diungkapkan oleh Erhan, adalah “segala hal atau keadaan yang
antara satu dengan lainnya saling mempunyai hubungan timbal balik atau
mempunyai sebab akibat”.[2]
Berdasarkan dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, kolerasi itu
mempunyai makna yang sama, yaitu adanya saling hubungan timbal balik atau sebab
akibat antara dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Hubungan tersebut
akan saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara nilai pendidikan agama
Islam dengan prestasi belajar siswa.
b.
Pengertian Nilai
Pengertian
“nilai” sangat berneka ragam, tergantung pada benda atau keadaan yang dinilai.
Nilai moral dengan nilai budaya misalnya, kedua-keduanya mempunyai pengertian
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian juga pengertian nilai kegamaan
dengan nilai nominal mempunyai pengertian yang berbeda, meskipun kedua hal
tersebut pada awalnya terdapat kata nilai.
Menurut
Simanjuntak, “nilai adalah gagasan-gagasan masyarakat tentang sesuatu yang
baik. Nilai bukanlah keinginan, tetapi apa yang diinginkan. Artinya nilai itu
bukan hanya diharapkan tetapi diusahakan sebagai suatu yang pantas dan benar
bagi diri sendiri dan orang lain”.[3]
Selanjutnya
Notonegoro dalam Budianto membagi nilai ke dalam beberapa bagian yang satu
dengan lainnya saling berhubungan, yaitu: “Nilai material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi kebutuhan fisik manusia. Nilai vital, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan. Nilai kehohanian,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani (bathin) manusia. Nilai
kerohanian dibagi lagi menjadi nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai moral,
dan nilai regelius”.[4]
Semua nilai tersebut diperlukan bagi manusia dalam mengurangi kehidupan dengan
sesama dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut merangkum dalam suatu pelajaran
baik pelajaran agama Islam maupun pelajaran yang lainnya yang ada diajarkan di
sekolah. Dengan memasukkan unsur-unsur ajaran agama mengenai nilai ini
diharapkan siswa dapat dengan mudah menyusuaikan diri dengan lingkungannya dan
berinteraksi dengan baik dalam masyarakat.
c.
Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Lapangan pendidikan agama identik dengan
ruang lingkup pendidikan Islam, yaitu bukan sekedar proses pengajaran (face
to face), tetapi mencakup segala
usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subjek didik.
Usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan mempengaruhi, membimbing, melatih,
mengarahkan, membina dan mengembangkan kepribadian subjek didik. “Tujuannya
adalah agar terwujudnya manusia muslim
yang berilmu, beriman dan beramal salih. Usaha-usaha tersebut
dapat dilaksanakan secara
langsung ataupun secara tidak langsung”.[5]
Dalam bahasa Arab pendidikan
diistilahkan dengan tarbiyah, istilah ini berarti mengasuh, memelihara,
membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi
hasil-hasil yang sudah matang. Pemahaman
yang lebih rinci mengenai tarbiyah ini
harus mengacu kepada substansial yaitu pemberian pengetahuan, pengalaman
dan kepribadian. Karena itu pendidikan
Islam harus dibangun dari perpaduan istilah 'ilm
atau 'allama (ilmu, pengajaran). 'adl (keadilan), 'amal (tindakan), haqq
(kebeenaran atau ketetapan hubungan dengan
yang benar dan nyata, nuthq
(nalar), nafs (jiwa), qalb (hati), 'aql (pikiran atau
intelek), meratib dan darajat (tatanan hirarkhis), ayat
(tanda-tanda atau symbol), tafsir dan
ta'wil (penjelasan dan penerangan), yang secara keseluruhan terkandung
dalam istilah adab.[6]
Secara keseluruhan definisi yang
bertemakan pendidikan agama itu mengacu
kepada suatu pengertian bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan agama adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina
peserta didik yang dilakukan secara
sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Tujuan ini secara herarkhis bersifat ideal bahkan universal. Tujuan
tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional,
terminal, klasikan, perbidang studi, berpokok ajaran, sampai dengan setiap kali
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[7]
d.
Tugas dan
Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar Siswa
1.
Tugas guru dalam proses belajar
mengajar
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat
oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Apabila kita
kelompokan paling tidak terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam
bidang kemasyarakatan. Uzer Usman mengatakan bahwa guru, yakni tugas dalam
bidang propesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan memerlukan keahlian
khusus sebagai guru.
Jenis pekerjaan sebagai mengajar pasti tidak dapat
dilakukan oleh sembarangan orang di luar bidang kependidikan, walaupun
kenyataannya masih adanya pekerjaan profesional guru dilakukan orang di luar
kependidikan. Itulah sebabnya jenis propesi ini paling mudah terkena
perencenaan dan pencerdasan bangsa menjadi terhambat.
Sehubungan dengan belajar mengajar ini, Rasulullah SAW
dalam sebuah hadist mengatakan bahwa:
لاتزول
قد ماعبد يوم القيا مة حتي يسأل عن أربع. عن عمره فيماأفناه. وعن شبا به
فيماأبلاه. وعن ماله من أين اكتسبه وفيماأنفقه. وعن علمه ما عمل فيه (رواه
الترميز)
Atinya: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergening
pada hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat perkra: tentang umurnya yang
ia punahkan, tentang hartannya darimana ia mendapatkannya dan untuk apa ia menafkahkannya, dan tentang
ilmunya yang ia amalkan. (H.R. At-Tirmizi)[8]
Hadist Nabi tersebut menjelaskan bahwa Allah akan menanyakan ilmu yang
didapatkan oleh manusia dan pengalaman terhadap ilmu tersebut untuk kepentingan
manusia. Pengalaman ilmu tersebut terjadi melalui suatu proses belajar
mengajar, baik berlangsung di lingkungan informal, formal, maupun non formal.
Pada lingkungan formal atau lembaga pendidikan seperti sekolah, maka guru yang
lebih berhak memberikan ilmu kepada murudnya.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusian meliputi bahwa guru di sekolah harus
dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik
simpati hingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang
diberikannya, hendaknya dapat menjadikan motivator bagi siswanya dalam belajar.
Bila seorang guru dalam penampilannya tidak menarik, maka kegagalan pertama
adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya kepada para siswanya.
Para siswa akan enggan menghadapi guru yang
tidak menarik. Pelajaran tidak dapat diserap sehingga siswa mulai bosan
menghadapi pelajaran yang diberikan oleh guru itu.
Transformasi diri terdapat kenyataan di kelas dan di masyarakat perlu
dibiaskan oleh guru kepada siswa, sehingga setiap siswa dapat mengerti bila
menghadapi lingkungan kelas dan lingkungan masyarakatnya. Sesungguhnya
kemampuan guru melakukan transformasi tersebut yang menjadi pengharapan dari
anggota masyarakat. Guru akan mendapatkan pujian dan sejaungan apabila ampun
melakukan transformasi ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di
lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh
ilmu pengetahuan.[9]
Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju kepada
pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berdasarkan pancasila. Tugas dan peran guru adalah tidak
terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya adalah merupakan
kompenen strategis yang memiliki peran yang penting dalam menentukan gerak maju
kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan factor condisio sine
quanon (factor yang sangat menentukan) yang tidak mungkin digantikan oleh
komponen manapun dalam kehidupan sejak dulu, sekarang dan akan datang.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu
bangsa yang sedang membangun, lebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di
tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan
segala perubahan serta pergeseran nilai yang cendrung memberi nuansa kepada
kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk dapat
mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan funsinya, semakin terjamin terciptanya
kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan perkataan
lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri
para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus
dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang-ruang kelas, tetapi
juga di luar kelas, bahkan juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam
menyelasaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat
menempatkan porsi para guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan
masyarakat sebagai pemberi suri teladan dalam membina, membangun dan motivasi
dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Kedudukan guru yang demikian senantiasa relevan dengan perkembangan zaman
di manapun dan kapanpun diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan
masyarakat yang tidak kecil artinya bagi para guru, tetapi juga sekaligus
merupakan tantangan yang menurut pretise dan prestasi yang senantiasa
tertuji dan terpuji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas, tidak saja di
batas-batas pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.[10]
2.
Peranan guru dalam proses belajar
mengajar
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk
mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab melihat segala sesuatu yang
terjadi di kelas untuk membantu proses perkembangan anak. Penyampaian materi
pelajaran hanyalah mrupakan salah satu dari rangkaian kegiatan dalam belajar
menganjar dan merupakan suatu proses yang dinamis dalam segala fase
pembelajaran dan proses perkembangan jiwa siswa. Secara lebih rinci tugas guru
berpusat pada: (a). Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan
motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. (b). Memberikan
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai. (c). Membantu
perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyusuaian
diri. Demikian dalam proses belajar mengajar, guru tidak terbatas sebagai
penyampaian ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab
akan keseluruhan perkembangan kepribadian murid. Ia harus mampu menciptakan
proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang murid untuk
belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.
Di samping itu, perkembangan ilmu dan teknologi serta
perkembangan sosial budaya yang berlangsung dengan cepat, memberikan tantangan
setiap individu. Seiap individu senantiasa ditantang untuk terus belajar
sehingga dapat menyusuaikan diri dengan sebaik-baiknya. Kesempatan belajar
makin terbuka melalui berbagai sumber dan media. Anak-anak masa kini dapat
belajar dari berbagai sumber dan media seperti surat kabar, rdio, televilsi,
film dan sebagainya. Itupun dapat belajar dari berbagai kesempatan dan kegiatan
di luar sekolah. Sehubungan dengan ini Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa:Guru
hanya mrupakan salah satu di antara berbagai sumber dan media belajar. Maka
dengan demikian, peranan guru dalam belajar ini menjadi lebih luas dan lebih
mengarah kepada peningkatan motivasi belajar anak-anak. Melalui pernannya
sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar
dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dn media.[11]
Guru hendaknya membanu settiap nak secara efektif, dapat
mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta madia
belajar. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya dapat mengembangkan cara dan
kebiasaan belajar yang sebaik-baiknya. Selanjutnya sangat diharapkan guru dapat
memberikan fasilitas yang memadai sehingga murid dapat secara efektif dalam
belajar.
Dari uraian di atas, jelas bahwa peranan guru adalah
meningkatkan potensi diri sebagai pengajar dan juga sebagai direktur (pengarah)
belajar. Sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru dalam
melaksanakan fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran,
penilai hasil belajar, motivator belajar, pembimbing, dan sebagai fasilitator.
Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharpkan
mampu untuk merencanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif. Untuk itu ia
harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar sebagai
dasar dalam merancang kegiatan belajar mengajar, seperti merumuskan tujuan,
memiliki bahan, memiliki metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya. Sebagai
pengelola pengajaran, seorang guru harus mampu mengelola semua proses kegiatan
belajar mengajar dengan menciptakan kondisi belajar sedemikian rupa sehingga
setiap anak dapat belajar secara efektif dan efesien. Dalam fungsinya sebagai
penilai hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.
Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik terhadap
proses kegiatan belajar mengajar selanjutnya.
Dengan demikian, proses belajar mengajar akan senantiasa
ditingkatkan terus menerus dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Peranannya sebagai direktur belajar, hendaknya guru senantiasa berusaha untuk menimbulkan,
memelihara, dan meningkatkan motivasi anak belajar. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa motif berprestasi belajar. Hal ini berarti bahwa tinggi
rendahnya prestasi semakin banyak ditentukan oleh tinggi rendahnya motif
berprestasi.
Dalam hubungan ini guru mempunyai fungsi sebagai
motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Menurut Abu Ahmadi, ada
empat hal yang perlu dikerjakan guru dalam memberikan motivasi ini, yaitu:
(1). Membangkitkan dorongan
kepada siswa untuk belajar. (2). Menjelaskan secara kongkrit pada siswa apa
yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran. (3). Memberikan gagasan terhadap
prestasi yang dicapai sehingga dapat meransang untuk mencapai prestasi yang
lebih baik untuk kemudian hari. (4). Membentuk kebiasaan belajar yang baik.[12]
Sebagai direktur belajar, pendekatan yang digunakan dalam
prestasi belajar mengajar tidak hanya melalui pendekatan instruksional, tetapi
disertai dengan pendekatan pribadi. Melalui pendekatan pribadi ini, diharapkan
guru dapat mengenal dan memahami murid secara lebih mendalam sehingga dapat
membantu dalam keseluruhan proses besarnya. Dengan perkataan lain, sebagai
direktur belajar, guru sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses
belajar mengajar.
Sebagai pembimbing dalam belajar, guru dalam proses
belajar mengajar diharapkan mampu untuk: (a). Mengenal dan memahami setiap
murid, baik secara individual maupun kelimpok. (b). Memberikan penerangan
kepada murid mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar. (c). Memberikan
kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan kemampuan
pribadi. (d). Membantu setiap murid dalam mengatasi masalah pribadi yang
dihadapinya. (e). Menilai tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan
setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Agama
Islam
1. Faktor InternYang dimaksud dengan faktor intern adalah
semua faktor yang sumbernya berasal dari diri individu yang belajar, baik yang
berkenaan jasmani maupun dengan rohani, faktor intern ini juga terbagi dua,
yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis
(faktor yang bersifat rohaniah).
a. Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis
yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat hubungannya
dengan keadaan fisik dan panca indera"[13].
Faktor biologis ini mempengaruhi kegiatan sekaligus hasil belajar seseorang.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu
juga akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan
gangguan-gangguan fungsi alat inderanya.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: "Penyakit seperti pilek, batuk,
sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang
tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi
kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar."[14]
Di samping
kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar, karena panca indera itu merupakan pintu masuk yang
mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk
diterima atau ditolaknya.
b. Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis adalah faktor yang
berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang berpusat
pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain intelegensi,
minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".[15]
Berikut ini akan penulis jelaskan satu persatu tentang masalah tersebut.
a) Intelegensi (kecerdasan)
Intelegensi
adalah "Kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang
berbuat dengan cara tertentu."[16]
Pada umumnya
perkembangan intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan yang sama
dengan tingkat perkembangan yang sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai
dengan kemajuan-kemajuan yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang
lain, sehingga seorang anak pada masa tertentu sudah memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Faktor kecerdasan
sangat penting dalam segala kegiatan yang kita lakukan lebih-lebih dalam proses
belajar di sekolah. Siswa yang cerdas biasanya cepat menanggapi setiap
penjelasan guru, sehingga dia selalu sukses dan kemungkinan akan mencapai
prestasi belajar yang tinggi. Demikian pula dalam hubungan sosialnya, ia mampu
menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan situasi yang timbul di sekelilingnya.
Sebaliknya bagi siswa yang kurang cerdas atau bodoh sering mengalami kesulitan
dalam belajar.
b) Minat
Minat adalah "Keinginan atau
kemauan yang ada dalam diri seseorang untuk merasa tertarik pada hal-hal
tertentu atau keinginan untuk mempelajari sesuatu."[17]
Minat merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, dengan adanya minat maka akan timbul
senang, penuh gairah tanpa rasa dipaksakan akan selalu timbul rasa ingin tahu
terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Bila seorang siswa tidak berminat untuk
belajar, kemungkinan siswa itu tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik
belajarnya. Dalam proses belajar, seorang guru harus mampu membangkitkan minat
siswa terhadap pelajaran, agar siswa tidak merasa terpaksa mempelajarinya,
apalagi menjadikan pelajaran itu sebagai beban yang harus ia pelajari.
Tentang pengaruh minat ini, The Liang
Gie mengatakan: "Seseornag pelajar yang tidak mempunyai minat untuk
mempelajari sesuatu pengetahuan, karena tidak mengetahui faedahnya, pentingnya
hal-hal yang mempersoalkan pada pengetahuan itu".[18]
Pada umumnya minat siswa terhadap suatu
pelajaran berbeda-beda, ada siswa yang mempunyai minat tinggi, sedang, dan ada
pula yang tidak berminat sama sekali. Sering siswa yang tidak mempunyai tingkat
intelektualitas tinggi kurang berhasil dalam belajarnya tidak diiringi oleh
minat yang tinggi pula, sebaliknya siswa yang mencapai prestasi gemilang
terhadap pelajaran tertentu disebabkan oleh tingginya minat mereka terhadap
pelajaran tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Kostor Partowirastro sebagai
berikut: "Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas kegiatan,
kurangnya intensitas kegiatan menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya
hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan berkurangnya minat terhadap
pelajaran itu".[19]
Minat siswa terhadap suatu pelajaran
merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Guru adalah orang
yang paling berperan dalam usaha membangkitkan minat siswa, oleh karenanya
keberhasilan seorang guru dalam mengajar dapat diukur dari berhasil tidaknya
guru tersebut membangkitkan minat para siswa sehingga mereka akan belajar
dengan penuh gairah dan semangat, pada akhirnya para siswa akan dapat mencapai
prestasi yang lebih tinggi.
c) Bakat
Bakat adalah "Kecakapan
(potensi-potensi) yang merupakan bawaan sejak lahir yaitu semua sifat-sifat,
ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa secajk lahir".[20]
Bakat ini memegang peranan penting dalam
proses belajar anak, apabila anak belajar sesuai dengan bakatnya, maka akan
mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Dalam hal ini Utami Munandar
mengemukakan:
"Ketidakmampuan seorang anak yang berbakat untuk berpotensi disebabkan
oleh kondisi-kondisi tertentu, misalnya taraf sosial ekonomi yang rendah atau
tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak dapat menyediakan fasilitas
pendidikan dan kebudayaan sehingga mempengaruhi prestasi belajar anak".[21]
Seperti halnya
intelegensi, bakat juga mempunyai kualitas tertentu, ada yang tinggi dan ada
pula yang rendah. Pada manusia yang paling normal terdapat sejumlah jenis bakat
khusus yang berbeda-beda kualitasnya.
d) Motivasi
Motivasi adalah "Suatu keadaan
individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu".[22]
Sardiman A.M. mengemukakan :
”Seseorang yang belajar tanpa adanya motivasi maka tujuan yang ingin
dicapai kemungkinan besar tidak akan memperoleh hasil yang baik. Motivasi dan
belajar adalah dua hal yang erat kaitannya, adanya motivasi yang baik dalam
belajar akan menunjukkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang akan
menentukan prestasi belajar yang baik".[23]
Dalam proses belajar mengajar motivasi
sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para guru agar selalu
berusaha untuk dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya. Dengan adanya
motivasi yang kuat maka usaha belajar akan berhasil.
Bila ditinjau dari segi belajar,
motivasi dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu: (1). Motivasi intrinsik, Sardiman
mengemukakan bahwa: "Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dari dalam sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang senang membaca, ia sudah
rajin mencari buku-buku untuk dibaca".[24]
Dari kutipan di atas jelas bahwa
motivasi adalah salah satu faktor pendorong yang datang dari dalam diri siswa
yang dapat mempengaruhi belajarnya. (2). Motivasi ekstrinsik, Sardiman A.M
mengatakan "Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena
adanya perangsang yang kuat. Sebagai contoh seseorang yang belajar, karena tahu
besok paginya akan ujian dengan harapan untk mendapatkan nilai yang baik
sehingga akan mendapatkan pujian dari teman".[25]
Oleh karena itu motivasi merupakan suatu
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena adanya dorongan baik
dari dalam maupun dari luar. Tanpa ada motivasi semangat belajar menjadi lebih
kurang sehingga hasilnya kurang memuaskan.
2. Faktor Ekstern, faktor ekstern ialah "Faktor yang
datang dari luar diri anak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat dan
sebagainya".[26]
a.
Keluarga
Ibu merupakan anggota keluarga yang
mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, meskipun pada
akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berintegrasi dengan anak.
Nasir Budiman menyebutkan: Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota
yang sangat sugestibel, pengaruh orang tua sangat dominan pada dirinya,
terutama pengaruh pada pihak ibunya. Pengaruh tingkah laku ibu sangat dirasakan
oleh anak karena sejak kelahiran sampai ia berpisah dari kedua orang tuanya.
Faktor ibu selalu mempengaruhi kepadanya".[27]
Pengaruh keluarga terhadap anak sudah
ada sejak anak berada dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu mempunyai peranan
utama dalam kehidupan anak. Hal ini sama dengan pendapat A. Muri Yusuf yang
mengatakan bahwa :
"Sejak ibu mengandung telah terjadi
hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam kandungan sejak dini
telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak lahir ke dunia maka
yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti pakaian dan
melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak pada anak
sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan sebagai pendidik
utama dan pertama".[28]
Di samping itu setiap anak dalam
keluarga yang harmonis sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya yakni
pemenuhan dalam kebutuhan hidup.
Mustafa Fahmi mengemukakan : "Manusia adalah makhluk yang mempunyai
beberapa kebutuhan hidup, yaitu:
1.
Kebutuhan jasmani: seperti makan,
minum dan sebagainya
2.
Kebutuhan rohani sebagai
kebutuhan jiwa yang dimiliki oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih sayang,
kebutuhan akan pengenalan, kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan tanggung
jawab dan kebutuhan akan kependidikan".[29]
Menurut Ki Hajar Dewantara :"Suasana kehidupan keluarga merupakan
tempat yang sebaik-baiknya melakukan pendidikan individu maupun sosial.
Keluarga merupakan pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk
melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh. Peranan orang
tua dalam keluarga sebagai penuntun, pengajar dan sebagai pemberi contoh".[30]
Suatu keluarga juga dapat memberikan
suasana atau kondisi tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu keutuhan keluarga,
yang dimaksud keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu serta interaksi yang
wajar. Apabila tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan
memberi pengaruh yang kurang baik bagi anak-anaknya.
b. Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pusat
pendidikan yang kedua bagi anak untuk berlangsungnya pendidikan secara formal
yang merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah yang
baik akan mendorong anak belajar dengan baik, sedangkan lingkungan sekolah yang
tidak baik dapat menyebabkan anak kurang gairah dalam belajar.
Adapun prestasi belajar yang diperoleh
dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan akan
mempengaruhi proses belajar di antaranya yaitu :
1) Kompetensi profesional guru
Dalam proses belajar mengajar, seorang
guru tidak hanya dituntut mempunyai sejumlah pengetahuan yang akan diajarkan
kepada anak didiknya. Tetapi juga sangat dituntut untuk dapat mendesain program
dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut merupakan modal dasar dalam
kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, kedua macam modal dasar itu akan
tercakup dalam sepuluh kompetensi profesional guru, yaitu :
-
Menguasai bahan bidang studi
-
Mengelola program belajar
mengajar
-
Mengelola kelas
-
Menggunakan media dan sumber
balajar
-
Menguasai landasan pendidikan
-
Mengelola interaksi belajar
mengajar
-
Menilai prestasi anak didik untuk
kepentingan pengajaran
-
Mengenal fungsi dan program
pelayanan bimbingan penyuluhan
-
Mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah
-
Memahami prinsip-prinsip dan hasil
penelitian pendidikan guru untuk kepentingan pengajaran[31]
2) Kurikulum sekolah
Setiap kegiatan membutuhkan perencanaan
karena tanpa perencanaan yang baik dan sistematis akan menyebabkan suatu
kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat menimbulkan
gejala-gejala lain yang saling bertentangan dan tidak pada tempatnya. Salah
satu kegiatan yang memerlukan perencanaan adalah kegiatan belajar mengajar yang
dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Perencanaan dalam kegiatan belajar
mengajar adalah sering disebut kurikulum. Kurikulum adalah pedoman dasar bagi
pengajar (pendidik) untuk mengajar. Menurut S. Nasution: "Kurikulum adalah
suatu rencana yang disusun untuk kelancaran proses belajar mengajar di bawah
bimbingan dan tanggung jawab suatu badan sekolah atau instansi pendidikan
beserta staf pengajarannya".[32]
3) Disiplin sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga
pendidikan formal dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh
semua anggota seperti siswa, guru dan karyawan lainnya, untuk menanamkan
disiplin yang baik di sekolah maka setiap guru dan karyawan harus mampu
menegakkan disiplin bagi dirinya sendiri, karena guru merupakan contoh teladan
bagi siswa-siswanya. Begitu juga dalam menyajikan materi pelajaran yang
diajarkannya, sehingga siswa tidak bosan.
Kedisiplinan sekolah tidak hanya
menyebabkan para siswa akan rajib belajar di lingkungan sekolah saja, namun
juga akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa sewaktu belajar di luar
sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
Demikian pula sebaliknya, kedisiplinan
siswa belajar di rumah akan terbiasa pula untuk berdisiplin dalam melakukan
kegiatan belajar di lingkungan sekolah. Winarno Surachmad mengatakan bahwa
"Kehidupan di sekolah merupakan jembatan antara kehidupan masyarakat dan
juga merupakan perwujudan, karena itu tujuan pendidikan keluarga harus sejalan
dengan tujuan hidup yang diinginkan lingkungan keluarga".[33]
c. Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak kalah
pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap potensi belajar siswa adalah faktor
masyarakat-masyarakat dalam pengertian luas adalah lingkungan di luar sekolah
dan keluarga.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak
dapat melepaskan dirinya dari lingkungan, ia harus berhubungan dengan
masyarakat.
Agar siswa mendapat pengaru positif
dalam masyarakat terhadap prestasi belajarnya maka ia perlu melibatkan diri
dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian ayaupun pengurus-pengurus
mesjid maupuyn organisasi-organisasi lainnya yang dapat membawa ke arah perbaikan,
karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan kepribadiannya.
Jadi perubahan dalam masyarakat selalu
menyangkut usaha pendidikan karena disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah,
keluarga atau masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Jika ketiga lingkungan
tersebut siswa mendapatkan pendidikan dengan baik maka ia akan mengalami
perubahan yang baik pula.
Dengan demikian fungsi masyarakat
sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat beserta sumber
belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka pendidikan anak
akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.
C.
Kolerasi antara
Beberapa Materi Pelajaran
Untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, maka siswa harus mempelajari
berbagai mata pelajaran di sekolah. Dalam hal ini “buku pelajaran” atau bahan
bacaan, menjadi sumber pengetahuan yang utama. Sehingga sering ditafsirkan,
bahwa belajar berarti mempelajari buku bacaan. Selanjutnya siswa yang belajar
dipandang sebagai organisme yang hidup, sebagai suatu keseluruhan yang bulat.
Ia bersifat aktif dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya,
menerima, menolak, mencari sendiri, dapat pula merubah lingkungannya.
Dalam menghadapi kenyataan yang demikian, seorang guru harus mampu
mengkondisi dirinya pada tingkat yang lebih baik dan berwawasan luas. Guru
harus mampu menghubung-hubungkan antara satu materi pelajaran dengan pelajaran
yang lainnya, meskipun materi pelajaran tersebut bukan merupakan spesifik
keahliannya. Hal ini dilakukan selain untuk mengatasi kesulitan siswa dalam
menyerap materi atau ilmu pengetahuan yang diberikan, juga untuk menambah
wawasan siswa.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, menurut Oemar Hamalik terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru, yakni: (1). Kelakuan
siswa/individu timbul berkat interaksi antara individu dengan lingkungannya.
(2). Bahwa individu tersebut dalam keadaan keseimbangan yang sangat dinamis.
(3). Mengutamakan segi pemahaman. (4). Menekankan pada situasi yang terjadi
pada saat sekarang. (5). Yang utama dan utama adalah keseluruhan dan
bagian-bagian hanya bermakna dalam rangka keseluruhan.[34]
Berdasarkan
kutipan di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa guru dalam memberikan
materi pelajaran harus mampu menghubung-menghubungkan materi pelajaran dengan
kenyataan lingkungan masyarakat. Disamping itu, guru harus mampu mengadukan
beberapa materi pelajaran dalam suatu bentuk tertentu, sehingga bagian-bagian
dari materi pelajaran yang diberikan dapat menjadi sesuatu keseluruhan ilmu pengetahuan
yang diberikan kepada siswa. Dengan sistem yang demikian, siswa sangat
diuntungkan, karena pengetahuan yang diperolehnya menjadi jalin menjalin dan
mudah dalam menyerapnya.
Guru
dalam memberikan materi pelajaran pendidikan agama dengan materi pelajaran yang
lain dan menghubungkan denga pelajaran agama Islam misalnya, apabila guru bidang studi yang
mengajar mata pelajaran lain menghubungkan dengan pendidikan agama misal
pelajaran Biologi menghubungkan dengan mahkluk hidup yang adanya nyawa dalam
Islam juga dijelaskan tentang kehidupan di muka bumi ini yang berpegang kepada
Al-Qur’an dan hadist.
[1]Poerwdarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 461.
[2] Erhan, Kamus Indonesia, (Jakarta:
Ghalia Cipta, 1995), hal. 130
[3] B. Simanjuntak, Sumber-Sumber Hukum
Positif, (Jakarta: Alumni, 1994), hal. 41
[4] Bidianto, Kewarganegaraan, (Jakarta : Erlangga, 2004),
hal. 4
[5]M. Nasir Budiman, Pendidikan
Dalam Persepektif Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 1.
[6]Khursyid Ahmad,
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S Robith (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1992), hal. 14.
[7]Abudin Nata, Metodologi Studi
Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000), hal. 292.
[8] Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: Asy-Syifa, 1993), hal. 146
[9] Abu Ahmadi, Propesionalisme Seorang
Guru, (Jakarta: Bina Grafika, 1990), hal. 98
[10] Nani Sudarsono, Suara Daerah, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1986), hal. 185
[11] Uzer Usman, Profesionalisme …, hal.
8.
[12] Abu Ahmadi, Profesionalisme …, hal.
101
[13]Saiful Bahri, Perbandingan
Prestasi Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi
Matematika pada MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry,
2003), hal. 20.
[14]Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1982), hal. 252.
[15]Saiful Bahri, Perbandingan …, hal.
22.
[16]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hal. 547.
[17]W.S. Winkel, Psikologi
Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 30.
[18]The Liang Gie, Cara
Belajar yang Efesien, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hal.
13.
[19]Kostro Partowirastro, Diagnosa
dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jil. 2, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal.
34.
[20]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi…,
hal. 547.
[21]Utami Munandar, Mengembangkan
Bakat dan Keaktifan Anak, (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 54.
[22]Sumadi Suryabrata, Pendidikan…, hal.
66.
[23]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: Rajawali,
1985), hal. 85
[24]Ibid., hal. 73.
[25]Ibid.,hal. 71.
[26]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori
Belajar, (Jakarta: Naslo, 1988), hal. 8.
[27]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam
Perspektif Islam Al-Qur'an, (Jakarta :
Madani Press, 2001), hal. 58.
[28]A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu
Pendidikan, (Jakarta: Choli Indonesia, 1982), hal. 26-27.
[29]Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam
Keluarga dan Masyarakat, Jil. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 74.
[30]Umar Tirta Raharja, Pengantar
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
[31]Sardiman A.M, Interaksi…,
(Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 162.
[32]S. Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 1989), hal. 5.
[33]Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi
Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 18.
[34]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta :
Bumi Aksara, 2004), hal. 44
0 Comments
Post a Comment