BAB
II
Hakikat
Kompetensi Pedagogik Guru
Kompetensi merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
profesi keguruannya. Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi
guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk
memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance
merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencakup
sesuatu yang tidak kasat mata.
Salah satu komponen terpenting yang harus diperhatikan
secara terus menerus dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah guru. Guru
dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini
disebabkan karena guru menjadi :garda terdepan” dalam proses pelaksanaan
pendidikan.[1]
Guru merupakan salah satu profesi yang berperan dalam
membentuk dan menentukan kualitas SDM di masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
untuk mendapatkan SDM berkualitas di masa yang akan datang, maka diperlukan
guru yang berkualitas pula. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas guru
adalah dengan meningkatkan kompetensinya. Kompetensi merupakan kemampuan yang
dibutuhkan untuk dapat berkinerja unggul. Kompetensi lebih dari sekedar
pengetahuan dan keterampilan (skill).
Kompetensi juga melibatkan kemampuan untuk memenuhi
tuntutan yang kompleks dengan menggambarkan dan memobilisasi sember daya
psikososial (skill dan attitudes) dalam konteks tertentu. Salah
satu aspek kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi
pedagogik. Dalam kompetensi pedagogik guru dituntut untuk dapat memahami
peserta didiknya serta memahami bagaimana memberikan pengajaran yang benar pada
peserta didik. “Guru yang frofesional adalah guru yang memiliki seperangkat
kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesinalannya”.[2]
A. Teori Tentang
Pedagogik
Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan
mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang berarti
“pergaulan dengan anak-anak”. Paedagogos ialah seorang pelayan atau
bujang pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput
anak-anak ke dan dari sekolah[3]. “Paedagogos
berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Perkataan paedagogos yang mulanya berarti “rendah” (pelayan, bujang),
sekarang dipakai untuk pekerjaan yang mulia. Paedagoog (pendidik atau
ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya
agar daat berdiri sendiri”[4].
Pedagogik merupakan “ilmu yang membahas
pendidikan, yaitu ilmu pendidikan anak. Jadi, pedagogik mencoba menjelaskan
tentang seluk-beluk pendidikan anak, pedagogik merupakan teori pendidikan anak”[5].
Pedagogik berasal dari Bahasa Yunani, “paedos” yang berarti anak
laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. “Hoogveld
mendefinisikan pedagogik ialah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke
arah tujuan tertentu, yaitu agar kelak ia mampu secara mandiri menyelesaikan
tugas hidupnya. Sehingga dengan kata lain pedagogik ialah ilmu mendidik anak”[6].
Berbeda dengan Langeveld, Beliau
membedakan istilah pedagogik dan pedagogi. “Pedagogik diartikan dengan ilmu
mendidik, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang
pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak.
Sedangkan pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktik,
menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak”[7].
Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak,
bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik
dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak. Pedagogik atau ilmu pendidikan adalah ilmu atau teori
yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak
sampai ia mencapai kedewasaan. Pedagogik sebagai ilmu atau teori keilmuwan
pendidikan yang baru berkembang diabad 20 tentang manusia yang mendidik dan
membimbing subjek didiknya (yaitu manusia muda) agar mencapai tujuan pendidikan
adalah studi teoritik-praktis yang berusaha memadukan teori kefilsafatan dengan
pendekatan secara empirik (ilmiah) untuk memahami keseluruhan permasalahan dan
lapangan pendidikan.
Kompetensi Pedagogik adalah seperangkat kemampuan
dan ketrampilan (skill) yang berkaitan dengan interaksi belajar mengajar
antara guru dan siswa dalam kelas. Secara Teknis kompetensi pedagogik meliputi:
Pertama, Menguasai karakteristik peserta didik. Kedua,
Menguasai teori dan prinsip-prinsip pembelajaran. Ketiga, Mengembangkan
kurikulum dan rancangan pembelajaran. Keempat, Menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik. Kelima, Memanfaatkan teknologi informasi
(TIK) untuk kepentingan pembelajaran. Keenam, Memfasilitasi pengembangan
potensi peserta didik. Ketujuh, Berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik. Kedelapan, Menyelenggarakan evaluasi
dan penilaian proses dan hasil belajar. Kesembilan, Memanfaatkan hasil
evaluasi dan penilaian untuk kepentingan pembelajaran. Kesepuluh,Melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.[8]
Pedagogik termasuk kelompok ilmu praktis namun
dapat dibedakan antara cabang pedagogik teoritik dan cabang pedagogik praktis.
Pedagogik teoritik adalah ilmu mendidik sebagai cabang ilmu yang melaksanakan
misi terpadu antara pendekatan filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan empirik.
Pedagogik teoritik tumbuh sebagai bentuk ilmu pendidikan paling baru dan
menyempurnakan teori-teori dalam pendidikan bagi perbaikan kualitas penghayatan
pendidikan atas dasar eratnya keterkaitan/relevansi dari esensi kehidupan manusia
dengan hakekat pendidikan. Karena itu pedagogik teoritik secara sistematis
berkembang bukan menjadi ilmu murni yang siap dikaji agar diterapkan kedalam
teknologi melainkan sebagai ilmu dasar yang secara sistematik pengkaji hakikat
pendidikan dalam kaitan dengan hakekat manusia dalam keseluruhan praksis
pendidikan baik dalam bentuk makro maupun mikro. Dengan perkataan lain
pedagogik teoritis lebih bersifat sistematik dan secara teknis tidak mencakup
pedagogik historis.
Bidang pendidikan, khususnya yang
diperuntukkan bagi guru, Kompetensi pedagogik adalah keterampilan atau
kemampuan yang harus dikuasai seorang guru dalam melihat karakteristik siswa
dari berbagai aspek kehidupan, baik itu moral, emosional, maupun
intelektualnya. Implikasi dari kemampuan ini tentunya dapat terlihat dari
kemampuan guru dalam menguasai priinsip-prinsip belajar, mulai dari teori
belajarnya hingga penguasaan bahan ajar.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik”.[9] Sedangkan
dalam penjelasan Pasal 28 atas PP RI No.19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan, bahwa yang dimaksud kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya”.[10]
Seorang guru haruslah mempunyai kompetensi
salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi
pedagogik. Kompetensi pedagogik ini adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
peserta didik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3)
butir dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasi belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya”.[11]
Mendidik ialah “menunjukkan usaha yang lebih
ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat. Kecintaan,
rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lainnya”[12].
Guru seyogyanyalah mengayomi siswa dengan memberikan contoh teladan. Konsep
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal yakni Ing Madya
Mangun Tulodo yang berarti apabila pendidik berada di depan maka ia harus
memberi contoh yang baik terhadap anak didiknya; Ing madya Mangun Karso,
apabila pendidik berada di tengah maka ia harus mendorong kemauan anak,
membangkitkan kreativitas dan hasrat untuk berinisiatif dan berbuat; Tut Wuri
Handayani, berarti mengikuti dari belakang. Handayani berarti mendorong,
memotivasi, atau membangkitkan semangat. Kata Tut Wuri, berarti pendidik
diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi yang
muncul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya mengembangkan
pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi itu.
Teori tabularasa empirisme John Locke
di mana seorang anak merupakan kertas putih yang belum ditulisi apapun sehingga
segala kecakapan dan kemampuan serta pengetahuan ia dapatkan dari pengalaman
dengan bantuan panca indra. Teori nativisme menerangkan bahwa anak sudah
membawa bakatnya masing-masing ketika lahir. Kemudian teori konvergensi
di mana teori ini memadukan empirisme dan nativisme yaitu anak
memliki potensi luar biasa yang dimilikinya sejak lahir dan bakatnya tersebut
haruslah dikembangkan sehingga faktor lingkunganlah yang berperan dalam
pengembangannya.
Melihat adanya ketiga pendapat mengenai aliran
pendidikan di atas maka pendidik hendaknya menjadi fasilitator dalam mendidik
serta mengembangkan bakat serta potensi peserta didik secara maksimal agar
kelak menjadi orang yang dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Dan
istilah Tut Wuri Handayani lebih mengarah ke teori konvergensi di mana
perkembangan bakat anak dipengaruhi oleh pembawaan serta lingkungan. Dan itulah
diperlukannya keterampilan pedagogik bagi seorang guru. “Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai
garda terdepan dan posisi sentral dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang,
dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan
loyalitas pengabdiannya”.[13]
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara
kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara
kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, mencakup penguasaan materi,
penguasaan tehadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, dan pembangunan
pribadi dan profesionalisme. Pengembangan pribadi dan profesionalisme
mencakup pengembangan intuisi keagamaan, kebangsaan yang berkepribadian, sikap
dan kemampuan mengaktualisasi diri, serta sikap kemampuan mengembangkan profesionalisme
kependidikan. Guru dalam melaksanakan tugasnya harus bersikap terbuka, kritis,
dan skeptis untuk mengaktualisasi penguasaan isi bidang studi, pemahaman terhadap
karakteristik peserta didik, dan melakonkan pembelajaran yang mendidik. Di
samping itu, guru perlu dilandasi sifat ikhlas dan bertanggung jawab atas
profesi pilihannya, sehingga berpotensi menumbuhkan kepribadian yang tangguh
dan memiliki jati diri. “Kompetensi guru pada dasarnya merupakan suatu sifat
atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru yang meliputi:
memiliki kecakapan, kemampuan, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan
sebagainya”.[14]
Kompetensi Pedagogik merupakan salah satu
jenis kompetensi yang mutlak perlu dikuasai guru. Kompetensi Pedagogik pada
dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru
dengan profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan
hasil pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara
tiba-tiba tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus dan sistematis,
baik pada masa pra jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama dalam jabatan,
yang didukung oleh bakat, minat dan potensi keguruan lainnya dari masing-masing
individu yang bersangkutan.
Pedagogik juga bertugas untuk membangun sistem
pengetahuan mengenai bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka
mendidik anak. Karena pedagogik bersifat normatif, pedagogik berguna dalam
rangka mengenali diri dan melakukan koreksi atas diri sendiri demi
“menyempurnakan” diri sendiri, yang artinya pedagogik memberikan pentunjuk
tentang apa yang seharusnya mengenai pribadi pendidik dan bagaimana seharusnya
pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.
Kompetensi guru dimaknai sebagai pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terwujud dengan tindakan cerdas dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugas pembelajaran yang merupakan suatu gambaran utuh tentang
potensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terakit dengan profesi yang
berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diwujudkan melalui tindakan atau kinerja
untuk menjalankan profesi tertentu.
B.
Prinsip-Prinsip dan Objek Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah keterampilan atau kemampuan
yang harus dikuasai seorang guru dalam melihat karakteristik siswa dari
berbagai aspek kehidupan, baik itu moral, emosional, maupun intelektualnya.
Implikasi dari kemampuan ini tentunya dapat terlihat dari kemampuan guru dalam
menguasai prinsip-prinsip belajar, mulai dari teori belajarnya hingga
penguasaan bahan ajar.
Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti,
krisis dan objektif, mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia,
hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun
demikian, masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita”
(daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup
dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Meskipun setiap siswa memiliki sifat, karakter, dan
kesenangannya masing-masing, namun dengan menguasai kemampuan pedagogik ini
guru akan mampu menyampaikan materi ajar dengan baik kepada siswa yang
heterogen tersebut. Masih berhubungan dengan penguasaan kompetensi pedagogik
ini, tentunya seorang guru pun akan mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan
satuan pendidikannya masing-masing dan kebutuhan lokal setiap siswa. Selain
itu, dalam proses pembelajaran pun guru akan mampu mengoptimalkan kemampuan dan
potensi peserta didik di dalam kelas, serta melakukan evaluasi pembelajaran
dengan tepat.
Diantara prinsip pedagogis itu adalah kesatuan karakter
ilmiah dan ideologis dari proses pedagogis. Karakter ilmiah dan ideologis ini
mensoroti bahwa setiap proses pedagogis harus terstruktur berdasarkan temuan yang
paling maju di bidang sains kontemporer dan dalam korespondensi
total dengan ideologi kita. Selain itu, prinsip hubungan sekolah dan kehidupan
didasarkan pada dua aspek penting: kaitan antara kehidupan dan pekerjaan
sebagai kegiatan yang mendidik manusia[15].
Setiap konten yang pembelajaran di sekolah harus berguna
dalam kehidupan sehari-hari, kini dan kelak. Prinsip lain yang berorientasi
proses ini adalah salah satu yang mengombinasikan karakter kolektif dan
individual pendidikan, serta penghormatan terhadap kepribadian siswa. Ini
berarti bahwa jika proses pedagogis terjadi dalam konteks sekelompok orang, yang
dikumpulkan sesuai dengan kriteria yang berbeda dan mengadopsi karakteristik
tertentu, setiap anggota memiliki kekhususan unik yang membedakan dia dari yang
lain, dan memiliki hak untuk dipertimbangkan dan dihormati juga.[16]
Prinsip berikutnya adalah merujuk pada kesatuan
pengajaran, pendidikan dan perkembangan proses, karena didasarkan pada kesatuan
dialektis antara pendidikan dan pengajaran yang harus terkait dengan kegiatan
pembangunan pada umunya. Pendidikan dan pengajaran yang harus terkait dengan
kegiatan pembangunan pada umumnya. Pendidikan
dan pengajaran tidak identik sebagai kesatuan dialektis, karena itu
kedua istilah itu (pendidikan dan pengajaran) tidak dapat dipertukarkan, namun
saling melengkapi. Jadi, ketika seseorang menempuh pendidikan dia harus
menjalani proses pembelajaran yang baik. Dengan menjalani proses pembelajaran yang baik, seseorang akan
mencapai keterdidikan, dalam makna terwujudnya pencapaian jaminan pengembangan
pribadi[17].
Proses pedagogis juga menggamit prinsip bahwa domain
kognitif dan afektif tidak bisa berada dalam suasana yang kering. ini
menyiratkan bahwa proses pedagogis harus terstruktur berdasarkan kesatuan dan
hubungan antara kondisi manusia: kemungkinan mengetahui dunia sekitarnya dan
dunianya sendiri, serta pada saat yang sama perasaan dan tindakan kemungkinan
menjadi terpengaruh oleh dunia itu[18].
Prinsip terakhir dari proses pedagogis adalah, bahwa
masing-masing subsistem aktivitas, komunikasi, dan kepribadian saling terkait
satu sama lain. Misalnya, aspek kepribadian dibentuk dan dikembangkan atas
aktivitas dan melalui proses komunikasi. Sepanjang seluruh hidupnya, siswa
menjalankan sejumlah besar kegiatan dan berkomunikasi terus-menerus.
Elemen-elemen ini pada dasarnya merupakan proses pendidikan kepribadian[19].
Sifat dari proses
pedagogis yang perlu diingat adalah: terencana, sistematis, terarah, spesifik,
dan mengembangkan. Dimana untuk mewujudkannya guru harus memiliki 3 syarat
utama untuk menjadi pendidik yang baik; berpengetahuan luas, keterampilan yang
baik, dan kepribadian yang menyenangkan.
Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi berbagai
hal sebatas yang dapat dialami manusia. Objek studi ilmu dibedakan menjadi: (1)
objek material, dan (2) objek formal. Objek material adalah seseuatu yang
dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya, sedangkan objek formal adalah
suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek material yang dipelajari oleh
suatu ilmu. Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal
tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memiliki objek material yang berbeda,
tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang sama. Namun demikian, sebagai
ilmu yang otonom setiap ilmu harus mempunyai objek formal yang spesifik dan
berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik
adalah manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek
material psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. “Objek kajian ilmu
pedagogik bukan hanya pendidik ataupun terdidik sebab situasi pergaulan yang
berubah karena perbuatan pendidik disebut situasi pendidikan sebagai objek
formalnya. Adapun objek formal itu dianalisis dalam struktur yang terdiri atas
unsur-unsur situasi pendidikan”[20].
Pedagogik sebagai ilmu normatif. Pedagogik berfungsi
mempelajari fenomena pendidikan (situasi pendidikan) dengan maksud untuk
memahami situasi pendidikan (fenomena pendidikan) tersebut sebagai objek
studinya. Selain itu, pedagogik juga sekaligus berfungsi untuk mempelajari
tentang bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.
Sebab itu, pedagogik tidak hanya berisi deskripsi pemahaman tentang situasi
pendidikan apa adanya, melainkan juga berisi tentang bagaimana seharusnya
(sebaiknya) tentang pendidikan, bagaimana seharusnya pendidi dan bagaimana
seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak. Dalam hal ini dapat
dipahami bahwa pedagogik tidak bebas dari nilai-nilai tertentu. Pedagogik
didasarkan pada pemilihan yang membedakan antara mana yang baik dan mana yang tidak
baik dalam rangka mendidik anak. Pedagogik berbeda dengan ilmu-ilmu yang
menganut asumsi bebas nilai, yang hanya mendeskripsikan sesuatu objek apa
adanya. Sebab itu, pedagogik termasuk ilmu yang bersifat normatif.
Pedagogik sebagai Ilmu Praktis. Apabila dikaji lebih
lanjut, di dalam pernyataan pedagogik sebagai ilmu yang bersifat normatif
terkandung makna bahwa pedagogik bukanlah ilmu untuk ilmu, pedagogik juga
bukanlah ilmu yang bebas nilai. Sebaliknya, bahwa pedagogik merupakan suatu
ilmu untuk diamalkan, suatu ilmu yang memberikan pemahaman dan arahan untuk
bertindak atau untuk dipraktikkan, sebab itu, pedagogik tergolong ke dalam ilmu
yang bersifat praktis atau ilmu praktis. Jadi yang menjadi objek kajian pedagogik
adalah pergaulan pendidikan antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa,
menurut Langeveld disebut “situasi pendidikan”. Jadi proses pendidikan menurut pedagogic
berlangsung sejak anak lahir sampai anak mencapai dewasa. Pendidik dalam hal
ini bias orang tua dan/atau guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tua,
membimbing anak yang belum dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri,
agar anak dapat menjadi dirinya sendiri.
“Kompetensi
pedagogik berkaitan langsung dengan penguasaan disiplin ilmu pendidikan dan
ilmu lain yang berkaitan dengan tugasnya seorang guru. Oleh karena itu seorang
calon guru harus memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang relevan
dengan bidang keilmuannya”.[21] Namun
demikian, pedagogik memiliki objek formal tersendiri, atau mempunya objek
formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan
sebagainya. Objek formal psikologi adalah proses mental dan tingkah laku
manusia; objek formal ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui
proses produksi, distribusi dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik
adalah “fenomena pendidikan” atau “situasi pendidikanÔ.
C.
Pedagogik Secara Praktis
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya
tentu menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka
operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun
metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1)
metode penleitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif. Yang
tergolong metode penelitian kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika,
dan etnometodologi, sedangkan yang tergolong metode penelitian
kuantitatif antara lain metode eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode
korelasional dan sebagainya.
Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa
metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan,
sedangkan metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman.
Sebaliknya, pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu
zaman keemasan ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman
Newtodian, ada di antara para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa
ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu kemanusiaan atau ilmu sosial termasuk di
dalamnya pedagogik, dalam rangka studinya seharusnya menggunakan metode
kuantitatif atau metode penelitian kealaman. Menurut mereka, sesuatu “ilmu”
(termasuk pedagogik) apabila tidak menggunakan metode penelitian ilmu kealaman
(metode kuantitatif) maka diragukan status keilmuannya.
Pedagogik adalah teori mendidik yang mempersoalkan apa
dan bagaimana mendidik sebaik-baiknya. Pedagogik adalah ilmu menuntun anak yang
membicarakan masalah atau persoalan-persoalan dalam pendidikan dan
kegiatan-kegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat
pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya.
Oleh sebab itu pedagogik dipandang sebagai suatu proses atau aktifitas yang
bertujuan agar tingkah laku manusia mengalami perubahan. Kompetensi pedagogik
yang merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik,
sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut[22]:
a. Pemahaman wawasan dan landasan kependidikan
Guru sebagai tenaga pendidik yang sekaligus memiliki
peran penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di negara ini, terlebih
dahulu harus mengetahui dan memahami wawasan dan landasan kependidikan sebagai
pengetahuan dasar. Pengetahuan awal tentang wawasan dan landasan kependidikan
ini dapat diperoleh ketika guru mengambil pendidikan keguruan di perguruan
tinggi.
b. Pemahaman terhadap peserta didik
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh
dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Tujuan
guru mengenal siswa-siswanya adalah agar guru dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangannya secara efektif, menentukan materi yang akan diberikan,
menggunakan prosedur mengajar yang serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan
belajar yang dialami oleh siswa, dan kegiatan-kegiatan guru lainnya yang
berkaitan dengan individu siswa.
c. Pengembangan kurikulum/silabus
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sedangkan silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan untuk membantu
mengembangkan seluruh potensi yang meliputi kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan moral agama. Dalam proses belajar mengajar, kemampuan guru dalam
mengembangkan kurikulum/silabus sesuai dengan kebutuhan peserta didik sangat
penting, agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan menyenangkan.
d. Perancangan pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru, yang akan tertuju pada pelaksanaan pembelajaran.
Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu: Identifikasi
kebutuhan, Identifikasi kompetensi, Penyusunan program pembelajaran.
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis
Dalam peraturan pemerintah tentang guru dijelaskan bahwa
guru harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pembelajaran yang mendidik
dan dialogis. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan pembelajaran harus berangkat
dari proses dialogis antar sesama subjek pembelajaran sehingga melahirkan
pemikiran kritis dan komunikatif. Tanpa komunikasi tidak akan ada pendidikan
sejati.
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
Fasilitas pendidikan pada umumnya mencakup sumber
belajar, sarana dan prasarana penunjang lainnya, sehingga peningkatan fasilitas
pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik
kualitas maupun kuantitasnya yang sejalan dengan perkembangan teknologi
pendidikan dewasa ini. Perkembangan sumber-sumber belajar ini memungkinkan peserta
didik belajar tanpa batas, tidak hanya di ruang kelas, tetapi bisa di
laboratorium, perpustakaan, di rumah dan di tempattempat lain. Teknologi
pembelajaran merupakan sarana pendukung untuk membantu memudahkan pencapaian
tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, memudahkan penyajian data,
informasi, materi pembelajaran, dan variasi budaya.
g. Pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi
yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji
informasi tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan
pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian guru harus
terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar.
Guru yang baik adalah guru yang selalu
bersikap obyektif, terbuka untuk menerima kritik terhadap kelemahan-kelemahan
yang ada pada dirinya, misalnya dalam hal caranya mengajar, serta terus mengembangkan
pengetahuannya terkait dengan profesinya sebagai pendidik. Hal ini diperlukan
dalam upaya perbaikan mutu pendidikan demi kepentingan peserta didik sehingga
benar-benar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
h. Evaluasi hasil belajar
Meliputi: penilaian
kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan
pendidikan dan sertifikasi, penilaian program. Kompetensi pedagogik meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar dan pengmbangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. secara rinci persub-kompetensi di jabarkan menjadi
indikator esensial; sebagai berikut:
1)Sub-kompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar peserta didik. 2)
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran. Sub-kompetensi ini memiliki indikator esensial; memahami
landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan
startegi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan startegi yang dipilih. 3) Sub-kompetensi melaksanakan pembelajaran
memiliki indikator esensial; menata latar (setting) pembelajaran;
dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 4) Sub-kompetensi merancang dan
melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial;
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil
evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
learning); dan memamnfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas
program pembealajaran secara umum. 5) Sub-kompetensi mengembangkan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial;
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan
memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi non
akademik.[23]
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses
pendidikan yang berkualitas. Untuk dapat menjadi guru profesional, mereka harus
mampu menentukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan
kaidah-kaidah guru yang profesional. Pendidikan yang baik, sebagaimana yang
diharapkan oleh masyarakat modern sekarang ini mengharuskan adanya pendidik
yang profesional. Hal ini berarti bahwa di masyarakat diperlukan pemimpin yang
baik, di rumah diperlukan orang tua yang baik dan di sekolah dibutuhkan guru
yang profesional. Akan tetapi, dengan ketiadaan pegangan tentang persyaratan
pendidikan profesional, maka hal ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam
tafsiran orang tentang arti guru yang baik, tegasnya guru yang profesional.
Mengenai apa yang dimaksud dengan profesionalisme guru
dijelaskan dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik mengajar membimbing,
mengarahkan melatih menilai dan mengevaluasi siswa/peserta didik pada pendidikan siswa/peserta didik
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam pasal 1 ayat (10) dinyatakan secara tegas bahwa
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Wujud profesional atau tidak tenaga pendidik diwujudkan
dengan sertifikat pendidik. Dalam pasal 1 ayat (12) ditegaskan “sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional.[24]
Secara afektif guru hendaknya memiliki sikap dan perasaan
yang menunjang proses pembelajaran yang dilakukannya, baik terhadap orang lain
terutama maupun terhadap dirinya sendiri. Terhadap orang lain khususnya
terhadap anak didik guru hendaknya memiliki sikap dan sifat empati, ramah dan
bersahabat. Dengan adanya sifat ini, anak didik merasa dihargai, diakui
keberadaannya sehingga semakin menumbuhkan keterlibatan aktif siswa dalam proses
pembelajaran. Pada akhirnya pembelajaran dapat memberikan hasil yang optimal.
Terhadap dirinya sendiripun guru hendaknya juga memiliki sikap positif sehingga pada akhirnya dapat
membantu optimalisasi proses pembelajaran. Keadaan afektif yang bersumber dari
diri guru sendiri yang menunjang proses pembelajaran antara lain konsep diri
yang tinggi dan efikasi diri yang tinggi berkaitan dengan profesi guru yang digelutinya.
Guru yang memiliki konsep diri tinggi umumnya memiliki keberanian untuk
mengajak, mendorong, dan membantu siswanya sehingga lebih maju.
Praktis maksudnya bukan saja menelaah objeknya untuk
mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari
bagaimana seharusnya bertindak. Contoh, seorang guru agama yang mengajarkan
tentang keistimewaan shalat berjamaah, sebaiknya selain mengajar secara
teoritis si-guru mengajak siswanya untuk melaksanakan shalat berjamaah setiap
masuknya waktu shalat, misalnya shalat berjamaah sebelum pulang. Atau paling
kurang guru menganjurkan pada peserta didik agar melaksanakan shalat berjamaah
setiap shalat di rumah atau di mesjid.
[3] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3.
[9] Undang-Undang Sisdiknas, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang
Guru dan Dosen, UU RI Nomor 14 Tahun 2005, (Jakarta: Asa Mandiri, 2009),
hal. 51.
0 Comments
Post a Comment