Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Hakikat Metode Pemberian Kelompok


BAB II

LANDASAN TEORETIS


A.    Hakikat Metode Pemberian Kelompok

a.     Pengertian Metode Pemberian Kelompok  

Metode pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya satu tugas atau lebih tugas yang diberikan oleh guru, dimana penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat dilakukan secara perseorangan atau secara kelompok sesuai dengan perintahnya.[1]
Sedangkan Supriatna mengemukakan bahwa metode pemberian kelompok (pemberian tugas) adalah suatu penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar dan memberikan laporan sebagai hasil dari tugas yang dikerjakannya. Metode ini mengacu pada penerapan unsur-unsur “learning by doing[2].
Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode pemberian tugas adalah suatu penyajian bahan pembelajaran dengan cara guru memberikan tugas tertentu agar diselesaikan siswa sebagai salah satu bentuk kegiatan belajarnya, baik secara individu atau kelompok dan adanya laporan sebagai hasil dari tugas tersebut tanpa terikat dengan tempat.
Hal-hal yang hendaknya diketahui oleh guru dalam menggunakan metode pemberian tugas adalah sebagai berikut:
1)     Tugas dapat ditujukan kepada siswa secara perseorangan, kelompok, atau kelas
2)     Tugas dapat diselesaikan atau dilaksanakan di lingkungan sekolah (dalam kelas atau luar kelas) dan di luar sekolah
3)     Tugas dapat berorientasi pada satu bidang studi ataupun berupa integrasi beberapa bidang studi (unit)
4)     Tugas dapat ditujukan untuk meninjau kembali pelajaran yang baru, mengingat pelajaran yang telah diberikan, menyelesaikan latihan-latihan pelajaran, mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta tujuan yang lain
5)     Metode pemberian tugas adalah sebagai komponen pengajaran di kelas jenjang dasar (elementary) atau sekolah dasar[3]. Namun demikian untuk menerapkan metode pemberian tugas secara efektif, guru hendaknya mempertimbangkan jumlah siswa, kemampuan siswa, dan jenis-jenis tugas yang diberikan.

b.     Tujuan dan Fungsi Metode Pemberian Kelompok
           
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan kelebihan metode ini untuk:
1)     Untuk memelihara aktivitas belajar peserta didik dengan segenap potensinya di luar jam pelajaran tatap muka, agar kedalaman clan keluasan bahan pelajaran dapat dikuasai dengan lebih baik.
2)     Untuk mengatasi bahan pelajaran yang dirasa terlalu sarat sehingga tidak mungkin dapat dicapai jika hanya berdasarkan alokasi waktu yang tesedia saja. Maka dengan pemberian tugas hai tersebut dapat dicapai khususnya bahan pelajaran yang dapat dipelajari oleh peserta didik tanpa melalui jam pelajaran tatap muka.
3)     Melatih peserta didik melaksanakan serangkaian kegiatan agar menemukan sendiri pengalaman belajarnya dan selanjutnya akan mendorong tumbuhnya sikap tekun, teliti dan kreatif.
4)     Mendorong perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik dalam memikirkan dan melakukan sesuatu sulit, tanpa campur tangan pihak lain.
5)     Mendorong peserta didik untuk menilai sendiri seberapa jauh kelebihan dan kekurangan kemampuannya dalam mengerjakan tugas.

c.      Prinsip-prinsip dan Langkah-langkah Metode Pemberian Kelompok
           
Bellack dan kawan-kawan, mengemukakan adanya rangkaian kegiatan yang diulang secara terus menerus dalam pemakaian metode pemberian tugas. Rangkaian kegiatan yang digambarkan oleh Bellack dan kawan-kawan tersebut adalah:[4]
1)   Guru menggambarkan secara singkat tentang topik atau isu yang didiskusikan, kemudian
2)   Guru meminta suatu respons atau jawaban dari siswa tentang suatu pertanyaan/permasalahan, kemudian
3)   Seorang siswa merespons atau menjawab pertanyaan/permasalahan, dan
4)   Guru menanggapi jawaban-jawaban siswa
Langkah-langkah dalam pemakaian metode pemberian tugas adalah sebgaai berikut:
1)     Fase pemberian tugas(persiapan)
a)     Merumuskan masalah (scope and sequenes) dengan jelas
b)     Mengemukakan tujuan pelaksanaan tugas
c)     Menentukan jenis tugas (kelompok/indiVIidu)
d)     Memberikan penjelasan atau pengarahan sebelum pengarahan tugas
e)     Memberikan petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
f)      Menentukan limit waktu pelaksanaan
2)     Fase pelaksanaan tugas
a)     Mengadakan bimbingan/pengawasan dalam pelaksanaan tugas
b)     Memberikan motivasi/dorongan sehingga anak mau bekerja
c)     Memberikan pelayanan kebutuhan
d)     Diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
e)     Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik
3)     Fase pertanggungjawaban tugas
a)     Pelaporan secara lisan/tulisan, tindakan/demonstrasi
b)     Melaksanakan penilaian hasil pelaksanaan tugas
c)     Melaksanakan penilaian proses dan hasil pelaksanaan
d)     Mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa selama pelaksanaan tugas.   

d.     Kelebihan Metode Pemberian Kelompok

Kelebihan dari metode pemberian tugas adalah:
1)     Relevan dengan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA)
2)     Merangsang siswa belajar lebih banyak, baik dekat de4nga guru maupun pada saat jauh dari guru di dalam sekolah maupun di luar sekolah
3)     Mengembangkan sifat kemandirian pada diri siswa
4)     Lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas pandangan tentang apa yang dipelajarai
5)     Membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi
6)     Pengetahuan yang siswa peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama
7)     Merangsang kegairahan belajar siswa karena dapat dilakukan dengan bervariasi
8)     Membina tanggung jawab dan disiplin siswa
9)     Mengembangkan kreativitas siswa  

e.     Kelemahan Metode Pemberian Kelompok 

Kekurangan metode pemberian tugas adalah:
1)   Sulit mengontrol siswa apakah belajar sendiri atau dikerjakan orang lain
2)   Sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa
3)   Tugas yang monoton dapat membosankan siswa
4)   Tugas yang banyak dan sering dapat membuat beba dan keluhan siswa
5)   Tugas kelompok dikerjakan oleh orang tertentu atau siswa yang rajin dan pintar
6)   Kurang adanya balikan bagi guru

B.    Hakikat Mamahami Materi Operasi Hitung pada Pembelajaran Matematika

a.     Pengertian Materi Operasi Hitung

Operasi hitung dasar dalam matematika dapat dibedakan menjadi empat operasi hitung dasar yaitu: (1) Penjumlahan, yaitu operasi hitung untuk memperoleh dua bilangan bulat atau lebih; (2) Pengurangan, yaitu operasi hitung untuk memperoleh selisih dari dua bilangan atau lebih; (3) Perkalian, yaitu penjumlahan berulang dengan penjumlahan tetap; dan (4) Pembagian, yaitu pengurangan berulang dengan pengurangan tetap, selanjutnya bentuk operasi kali yang berulang adalah operasi pangkat. Sedangkan operasi akar dan operasi logaritma masing-masing sebagai lawan dari operasi pangkat dan operasi pangkat khusus

Gambar 2.1 Hubungan operasi-operasi hitung
Setelah konsep penjumlahan bilangan asli dikuasai anak dengan mantap, kemudian dilanjutkan dengan penanaman konsep pengurangan. Karena sifat pengurangan yang berkebalikan dengan operasi penjumlahan, maka syarat penguasaan operasi penjumlahan menjadi mutlak untuk anak. Sebaiknya anak-anak yang belum menguasai penjumlahan dengan mantap, perlu mendapat perhatian khusus dari guru baik dengan cara pembimbingan secara individual maupun meminta bantuan orang tua.
Operasi hitung berikutnya adalah perkalian. Perkalian sebagai penjumlahan berganda, memerlukan tahap berpikir yang lebih kompleks pada diri anak. Oleh karena itu jika anak tampak belum siap memulai materi perkalian sebaiknya diingatkan kembali tentang operasi penjumlahan. Setelah operasi perkalian dapat dikuasai dengan baik, selanjutnya adalah operasi pembagian. Menurut   Nyemas Aisyah, Operasi pembagian merupakan kebalikan dari operasi perkalian. Oleh karena itu penguasaan operasi perkalian menjadi mutlak agar dapat menguasai operasi pembagian.[5]
b.     Pengertian Pembelajaran Matematika       

Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh,[6] sedangkan mengajar adalah ”Teaching is the guidance of learning,” mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar.[7] Dikemukakan pula bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasikan lingkungannya sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.[8]
Matematika sendiri berasal dari bahasa latin ‘manhenern’ atau ‘mathema’ yang berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut ‘wiskunde’ atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep yang kuat.[9]
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dengan sadar dan terarah dimana individu belajar matematika dengan tujuan untuk melatih cara berfikir dan bernalar serta melatih kemampuan memecahkan masalah.
Belajar tidak hanya sekedar mengingat, menghafal, tetapi perlu dituntut adanya pemahaman, dan mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Menurut Sadjana belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya setelah belajar matematika siswa itu mampu mendemonstrasikan kemampuan dan ketrampilan matematikanya, dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Ausubel menyatakan bahwa belajar dikatakan bermakna apabila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar bermakna ini tidak lepas dari peran serta dari pendidik atau guru. Guru dapat membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna bagi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide yang mengajak siswa menyadari serta secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis. Teori konstruktivis menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi Siswa dalam pembelajaran mereka sendiri sehingga siswa menjadi aktif. Jadi pada intinya pembelajaran ini berpusat pada siswa. Peranan pendidik dalam hal ini adalah membantu siswa menemukan fakta dan konsep bagi siswa sendiri.
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan[10]. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Belajar matematika pada hakekatnya adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, yang diatur menurut aturan yang logis[11]. Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tertentu dan tersusun secara hierarkis serta penalarannya deduktif. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Proses belajar matematika akan lancar apabila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinue.[12]
Matematika sebagai salah satu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, disajikan kepada siswa dengan cara yang dapat membawa ke belajar bermakna Ausebel. Belajar yang bermakna menurut Ausebel adalah mengutamakan konsep-konsep yang pada hakikatnya dapat diaplikasikan dalam situasi yang lain. Belajar bermakna ini bertentangan dengan belajar dengan menghafal, yaitu cara belajar yang hanya sekedar mengingat tanpa suatu pemahaman. Sehingga cara belajar seperti ini kurang cocok jika diterapkan dalam matematika. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu kepada perkembangan IPTEK.



c.      Tujuan Mempelajari Matematika   
                       
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa: Tujuan Umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum adalah:
1)     Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efesien.
2)     Mempersiapkan siswa agar dapat menggunkan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.[13]
Sedangkan dalam GBPP matematika yang khusus untuk Pendidikan Dasar yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah:
1)     Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2)     Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
3)     Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
4)     Membentuk sikap logis, kritis, cermat kreatif dan disiplin.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Lanjutan Pertama adalah:
1)     Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
2)     Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah
3)     Mempunyai ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari
4)     Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika
Selain itu dalam GBPP matematika yang khusus untuk Sekolah Menengah Umum yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran matematikanya adalah:
1)     Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan kependidikan tinggi
2)     Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika Pendidikan Dasar untuk dapat digunakan kehidupan yang lebih luas (dunia kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari
3)     Siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif
4)     Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui kegiatan matematika.[14]
d.     Materi Operasi Hitung Kelas VI MIN Cureh Baroh

1)     Operasi Penjumlahan (Tambah)
Operasi penjumlahan (tambah) adalah dasar dari operasi hitung pada sistem bilangan. Operasi penjumlahan selalu kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan sehari-hari kita menggunakan “penjumlahan” untuk banyak tindakan yang berbeda. Sebagai contoh “penjumlahan sejumlah telur”. Disini kita butuh membedakan antara cara mengkombinasikan dua himpunan, dimana kita bisa menyebutnya sebagai kesatuan; dan cara mengkombinasikan dua bilangan, dimana kita boleh menyebutnya sebagai penjumlahan. Jadi penjumlahan dua bilangan, misalkan 5 dan 7, dapat disamakan dengan mengambil sembarang himpunan yang jumlahnya  adalah 5 dan sembarang himpunan yang jumlahnya 7.  Kesatuan ini digambarkan sebagai satu himpunan dan didapatkan jumlah dari himpunan baru ini.
Jika beberapa bagian dari suatu himpunan sudah diketahui, penjumlahan digunakan untuk menyebut jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tersebut. Definisi dari penjumlahan yang cukup sederhana bisa digunakan baik untuk situasi yang memerlukan aksi (penggabungan dan pemisahan) dan situasi statis yang tidak memerlukan adanya aksi.
Lambang “+” adalah lambang untuk operasi penjumlahan atau pertambahan, sehingga kalimat matematika seperti jumlah delapan dan lima sama dengan 13 ditulis secara symbol atau model matematika adalah “8 + 5 = 13.” Tanda + mulai dipakai pada abad ke-15 untuk menandai “karung padi-padian atau gamdum yang melebihi berat yang ditentukan sebelumnya”.
Terdapat beberapa sifat penting dari operasi penjumlahan yang berlaku pada himpunan bilangan real. Sifat-sifat itu diantaranya sebagai berikut:
a)     Himpunan semua bilangan real tertutup operasi penjumlahan, yaitu untuk setiap real a dan b, maka a + b merupakan bilangan real.
b)     Operasi penjumlahan bersifat asosiatif, yaitu untuk setiap bilangan real a dan b berlaku :
a + b = b + a
misalnya 2 + 3 = 3 + 2
c)     Operasi penjumlahan bersifat asosiatif , yaitu untuk setiap bilangna real a, b, dan c berlaku
a + (b + c) = (a + b) + c
misalnya: 2 + (3 + 4) =(2 + 3) + 4 = 9
d)     Operasi penjumlahan pada himpunan semua bilangna real memiliki unsur identitas, yaitu 0,  karena untuk setiap bilangan real a berlaku
a + 0 = 0 + a = a
e)     Setiap bilangan real a memiliki lawan terhadap operasi penjumlahan, yaitu (-a)
karena  a + (-a) = (-a) + a = 0
2)     Operasi Pengurangan
Jika salah satu bagiannya dan totalnya sudah diketahui, maka pengurangan akan menghasilkan bagian yang satunya. Definisi ini sesuai dengan istilah “mengambil” yang sudah terlalu sering digunakan. Jika Anda memulai dengan total adalah 8, dan menghilangkan sejumlah 3, dua himpunan yang Anda  ketahui adalah 8 dan 3. Ekspresi 8-3 dibaca “delapan minus tiga” akan menghasilkan lima sisanya. Oleh karena itu delapan minus tiga adalah lima.
Operasi pengurangan adalah lawan (invers) dari operasi tambah, misalnya “ 6 dikurangi dengan 5” sama artinya dengan “ 6 ditambah dengan lawan 5”, sehingga 6 – 5 = 6 + (-5) = 1
Contoh lain:
1.      8 – 3 = 8 + (-3)
2.      – 2 – 7 = -2 + (-7)
Jadi, untuk tiap bilangan a dan b berlaku a – b = a + (-b) , yaitu mengurangi dengan sebuah bilangan sama dengan menambahkan dengan lawan dari bilangan itu
Operasi Perkalian
Perkalian adalah penjumlahan berulang. (Van De Welle, 2003: 35) maksudnya adalah 3 x 5 sama artinya dengan 5 + 5 + 5 atau  ditulis 3 x 5 =5 + 5 + 5
Perkalian pada bilangan asli memiliki tiga sifat, yaitu komutatif, asosiatif dan distribusi penjumlahan. Jika a,b,n suatu bilangan maka akan berlaku:
a)  a x b =b x a                                      (komutatif)
b)  (a x b) x c =a x (b x c)                      (asosiatif)
c)  a x 1 = 1 x a = a                              (identitas perkalian)
d) n x (a + b) =(n x a) + (n x b)           (distribusi penjumlahan)
3)     Operasi Pembagian
Pembagian didefinisikan sebagai berikut: a : b = c artinya adalah ada sekumpulan benda sebanyak a dibagi rata (sama banyak) dalam b kelompok. Maka cara membaginya dilakukan dengan pengambilan berulang sebanyak b sampai habis dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke semua kelompok. Banyaknya pengambilan ditunjukkan dengan hasil yang didapat oleh masing-masing kelompok yaitu c.  Hasil bagi (c) adalah banyaknya satuan pengambilan b dalam setiap kali mengambil untuk dibagi rata. Jika banyaknya anggota yang dimuat oleh masing-masing kelompok adalah c, maka banyaknya pengambilan b satuan sampai habis pada kumpulan benda sebanyak a adalah c kali. Mengapa? Sebab untuk setiap kali pengambilan sebanyak b anggota dari kumpulan benda beranggotakan a selalu dibagi rata pada masing-masing kelompok sebanyak b. Sehingga jika hasil pada masing-masing anggota adalah c, maka dapat dipastikan bahwa banyaknya satuan pengambilan b anggota sampai habis dari sekumpulan benda sebanyak a itu adalah c kali.
Dalam membelajarkan pembagian dasar, peserta didik diberikan pengalaman membagi, misalnya dengan membagikan sejumlah barang kepada beberapa temannya. Dengan memberikan pengalaman, peserta didik akan selalu mengingat konsep pembagian tersebut di kepalanya. Selanjutnya dengan memberi banyak latihan, peserta didik diajak untuk mengamati hubungan antara bilangan yang dibagi, pembagi, dan hasil baginya. Setelah dicermati ternyata bilangan yang dibagi = pembagi x hasil bagi.
Contoh:
a)     36 : 4 = 9 artinya adalah ada 9 kali pengambilan empatan sampai habis pada bilangan 36, dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke dalam 4 kelompok,
b)     30 : 6 = 5 artinya adalah ada 5 kali pengambilan enaman sampai habis pada bilangan 30, dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke dalam 6 kelompok, dan lain-lain.




               [1] Moedjiono dan Dimyati, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Depdikbud, 1993), hal. 28.
               [2] Supriatna, N. D, Pendidikan IPS di SD, (Bandung: UPI Press, 2007), hal. 200.
               [3] Ibid., hal. 201.
               [4] Moedjiono dan Dimyati, Strategi Belajar...., hal. 45.
               [5] Nyimas Aisyah, dkk, Pengembangan Pembelajaran Matematika SD, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2007), hal. 45.
               [6] Daryanto, Belajar......, hal. 2.
               [7] Ibid, hal. 160.
               [8] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), hal. 182.
               [9] Diknas, Standar Kompetensi 2004 untuk SMP, (Jakarta: Depag RI, 2005), hal. 215.
               [10] Heriani, Korelasi Tingkat Kesulitan Belajar Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika di SMU. hal. 4 (http://diakses tanggal 28 Maret 2009).
               [11] Usnida Junaeka VIerawati,”Perbedaan Prestasi Belajar Matematika siswa kelas 1 SMP
Negeri 6 Malang Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dan Ekspositori
Pada Sub Pokok Bahasan Keliling, Luas Persegi dan Persegi Panjang”, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UM Malang, 2005 hal.12.
               [12] Ibid.
               [13] R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan NAsional, 2000), hal. 13.
               [14] R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 1999/2000), hal. 23-24.