Hakikat Metode Pemberian Kelompok
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A.
Hakikat Metode Pemberian Kelompok
a.
Pengertian Metode Pemberian Kelompok
Metode
pemberian tugas dapat diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar
yang ditandai dengan adanya satu tugas atau lebih tugas yang diberikan oleh
guru, dimana penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat dilakukan secara
perseorangan atau secara kelompok sesuai dengan perintahnya.[1]
Sedangkan
Supriatna mengemukakan bahwa metode pemberian kelompok (pemberian tugas) adalah
suatu penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar
siswa melakukan kegiatan belajar dan memberikan laporan sebagai hasil dari
tugas yang dikerjakannya. Metode ini mengacu pada penerapan unsur-unsur “learning
by doing”[2].
Dari
dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode pemberian tugas adalah
suatu penyajian bahan pembelajaran dengan cara guru memberikan tugas tertentu
agar diselesaikan siswa sebagai salah satu bentuk kegiatan belajarnya, baik
secara individu atau kelompok dan adanya laporan sebagai hasil dari tugas
tersebut tanpa terikat dengan tempat.
Hal-hal
yang hendaknya diketahui oleh guru dalam menggunakan metode pemberian tugas
adalah sebagai berikut:
1)
Tugas
dapat ditujukan kepada siswa secara perseorangan, kelompok, atau kelas
2)
Tugas
dapat diselesaikan atau dilaksanakan di lingkungan sekolah (dalam kelas atau
luar kelas) dan di luar sekolah
3)
Tugas
dapat berorientasi pada satu bidang studi ataupun berupa integrasi beberapa
bidang studi (unit)
4)
Tugas
dapat ditujukan untuk meninjau kembali pelajaran yang baru, mengingat pelajaran
yang telah diberikan, menyelesaikan latihan-latihan pelajaran, mengumpulkan
informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta tujuan yang
lain
5)
Metode
pemberian tugas adalah sebagai komponen pengajaran di kelas jenjang dasar
(elementary) atau sekolah dasar[3].
Namun demikian untuk menerapkan metode pemberian tugas secara efektif, guru
hendaknya mempertimbangkan jumlah siswa, kemampuan siswa, dan jenis-jenis tugas
yang diberikan.
b.
Tujuan dan Fungsi Metode Pemberian Kelompok
Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan kelebihan metode ini untuk:
1)
Untuk
memelihara aktivitas belajar peserta didik dengan segenap potensinya di luar
jam pelajaran tatap muka, agar kedalaman clan keluasan bahan pelajaran dapat
dikuasai dengan lebih baik.
2)
Untuk
mengatasi bahan pelajaran yang dirasa terlalu sarat sehingga tidak mungkin
dapat dicapai jika hanya berdasarkan alokasi waktu yang tesedia saja. Maka
dengan pemberian tugas hai tersebut dapat dicapai khususnya bahan pelajaran
yang dapat dipelajari oleh peserta didik tanpa melalui jam pelajaran tatap
muka.
3)
Melatih
peserta didik melaksanakan serangkaian kegiatan agar menemukan sendiri
pengalaman belajarnya dan selanjutnya akan mendorong tumbuhnya sikap tekun,
teliti dan kreatif.
4)
Mendorong
perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik dalam memikirkan dan melakukan
sesuatu sulit, tanpa campur tangan pihak lain.
5)
Mendorong
peserta didik untuk menilai sendiri seberapa jauh kelebihan dan kekurangan kemampuannya
dalam mengerjakan tugas.
c.
Prinsip-prinsip dan Langkah-langkah Metode Pemberian Kelompok
Bellack
dan kawan-kawan, mengemukakan adanya rangkaian kegiatan yang diulang secara
terus menerus dalam pemakaian metode pemberian tugas. Rangkaian kegiatan yang
digambarkan oleh Bellack dan kawan-kawan tersebut adalah:[4]
1)
Guru
menggambarkan secara singkat tentang topik atau isu yang didiskusikan, kemudian
2)
Guru
meminta suatu respons atau jawaban dari siswa tentang suatu
pertanyaan/permasalahan, kemudian
3)
Seorang
siswa merespons atau menjawab pertanyaan/permasalahan, dan
4)
Guru
menanggapi jawaban-jawaban siswa
Langkah-langkah
dalam pemakaian metode pemberian tugas adalah sebgaai berikut:
1)
Fase
pemberian tugas(persiapan)
a)
Merumuskan
masalah (scope and sequenes) dengan jelas
b)
Mengemukakan
tujuan pelaksanaan tugas
c)
Menentukan
jenis tugas (kelompok/indiVIidu)
d)
Memberikan
penjelasan atau pengarahan sebelum pengarahan tugas
e)
Memberikan
petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
f)
Menentukan
limit waktu pelaksanaan
2)
Fase
pelaksanaan tugas
a)
Mengadakan
bimbingan/pengawasan dalam pelaksanaan tugas
b)
Memberikan
motivasi/dorongan sehingga anak mau bekerja
c)
Memberikan
pelayanan kebutuhan
d)
Diusahakan/dikerjakan
oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
e)
Dianjurkan
agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik
3)
Fase
pertanggungjawaban tugas
a)
Pelaporan
secara lisan/tulisan, tindakan/demonstrasi
b)
Melaksanakan
penilaian hasil pelaksanaan tugas
c)
Melaksanakan
penilaian proses dan hasil pelaksanaan
d)
Mendiskusikan
kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa selama pelaksanaan
tugas.
d.
Kelebihan Metode Pemberian Kelompok
Kelebihan
dari metode pemberian tugas adalah:
1)
Relevan
dengan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA)
2)
Merangsang
siswa belajar lebih banyak, baik dekat de4nga guru maupun pada saat jauh dari
guru di dalam sekolah maupun di luar sekolah
3)
Mengembangkan
sifat kemandirian pada diri siswa
4)
Lebih
meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya
atau memperluas pandangan tentang apa yang dipelajarai
5)
Membina
kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi
6)
Pengetahuan
yang siswa peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama
7)
Merangsang
kegairahan belajar siswa karena dapat dilakukan dengan bervariasi
8)
Membina
tanggung jawab dan disiplin siswa
9)
Mengembangkan
kreativitas siswa
e.
Kelemahan Metode Pemberian Kelompok
Kekurangan
metode pemberian tugas adalah:
1)
Sulit
mengontrol siswa apakah belajar sendiri atau dikerjakan orang lain
2)
Sulit
memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa
3)
Tugas
yang monoton dapat membosankan siswa
4)
Tugas
yang banyak dan sering dapat membuat beba dan keluhan siswa
5)
Tugas
kelompok dikerjakan oleh orang tertentu atau siswa yang rajin dan pintar
6)
Kurang
adanya balikan bagi guru
B.
Hakikat Mamahami Materi Operasi Hitung pada Pembelajaran Matematika
a.
Pengertian Materi Operasi Hitung
Operasi
hitung dasar dalam matematika dapat dibedakan menjadi empat operasi hitung
dasar yaitu: (1) Penjumlahan, yaitu operasi hitung untuk memperoleh dua
bilangan bulat atau lebih; (2) Pengurangan, yaitu operasi hitung untuk
memperoleh selisih dari dua bilangan atau lebih; (3) Perkalian, yaitu
penjumlahan berulang dengan penjumlahan tetap; dan (4) Pembagian, yaitu
pengurangan berulang dengan pengurangan tetap, selanjutnya bentuk operasi kali
yang berulang adalah operasi pangkat. Sedangkan operasi akar dan operasi
logaritma masing-masing sebagai lawan dari operasi pangkat dan operasi pangkat
khusus
Gambar 2.1 Hubungan
operasi-operasi hitung
Setelah
konsep penjumlahan bilangan asli dikuasai anak dengan mantap, kemudian
dilanjutkan dengan penanaman konsep pengurangan. Karena sifat pengurangan yang
berkebalikan dengan operasi penjumlahan, maka syarat penguasaan operasi
penjumlahan menjadi mutlak untuk anak. Sebaiknya anak-anak yang belum menguasai
penjumlahan dengan mantap, perlu mendapat perhatian khusus dari guru baik
dengan cara pembimbingan secara individual maupun meminta bantuan orang tua.
Operasi
hitung berikutnya adalah perkalian. Perkalian sebagai penjumlahan berganda,
memerlukan tahap berpikir yang lebih kompleks pada diri anak. Oleh karena itu
jika anak tampak belum siap memulai materi perkalian sebaiknya diingatkan
kembali tentang operasi penjumlahan. Setelah operasi perkalian dapat dikuasai
dengan baik, selanjutnya adalah operasi pembagian. Menurut Nyemas Aisyah, Operasi pembagian merupakan
kebalikan dari operasi perkalian. Oleh karena itu penguasaan operasi perkalian
menjadi mutlak agar dapat menguasai operasi pembagian.[5]
b.
Pengertian Pembelajaran Matematika
Belajar
dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memiliki makna yang
berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil
dari pengalaman yang diperoleh,[6] sedangkan
mengajar adalah ”Teaching is the guidance of learning,” mengajar adalah
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar.[7] Dikemukakan
pula bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur,
mengorganisasikan lingkungannya sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak
sehingga terjadi proses belajar.[8]
Matematika
sendiri berasal dari bahasa latin ‘manhenern’ atau ‘mathema’ yang berarti
belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
‘wiskunde’ atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik,
penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep
yang kuat.[9]
Dari
berbagai pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar matematika merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dengan sadar
dan terarah dimana individu belajar matematika dengan tujuan untuk melatih cara
berfikir dan bernalar serta melatih kemampuan memecahkan masalah.
Belajar
tidak hanya sekedar mengingat, menghafal, tetapi perlu dituntut adanya
pemahaman, dan mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Menurut Sadjana belajar merupakan suatu proses aktif
dalam memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan
tingkah laku. Misalnya setelah belajar matematika siswa itu mampu
mendemonstrasikan kemampuan dan ketrampilan matematikanya, dimana sebelumnya ia
tidak dapat melakukannya. Ausubel menyatakan bahwa belajar dikatakan bermakna
apabila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimilikinya. Proses belajar bermakna ini tidak lepas dari peran
serta dari pendidik atau guru. Guru dapat membantu proses ini dengan cara
mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna bagi siswa
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
sendiri ide-ide yang mengajak siswa menyadari serta secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis.
Teori konstruktivis menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi Siswa dalam
pembelajaran mereka sendiri sehingga siswa menjadi aktif. Jadi pada intinya pembelajaran
ini berpusat pada siswa. Peranan pendidik dalam hal ini adalah membantu siswa
menemukan fakta dan konsep bagi siswa sendiri.
Belajar
merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungan[10]. Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali sifat maupun jenisnya karena
itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan
dalam arti belajar.
Belajar
matematika pada hakekatnya adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, yang
diatur menurut aturan yang logis[11].
Matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tertentu
dan tersusun secara hierarkis serta penalarannya deduktif. Karena matematika
merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep matematika
harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Proses
belajar matematika akan lancar apabila belajar itu sendiri dilakukan secara
kontinue.[12]
Matematika
sebagai salah satu pengetahuan yang tersusun menurut struktur, disajikan kepada
siswa dengan cara yang dapat membawa ke belajar bermakna Ausebel. Belajar yang
bermakna menurut Ausebel adalah mengutamakan konsep-konsep yang pada hakikatnya
dapat diaplikasikan dalam situasi yang lain. Belajar bermakna ini bertentangan dengan
belajar dengan menghafal, yaitu cara belajar yang hanya sekedar mengingat tanpa
suatu pemahaman. Sehingga cara belajar seperti ini kurang cocok jika diterapkan
dalam matematika. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian
matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan
membentuk pribadi siswa serta berpandu kepada perkembangan IPTEK.
c.
Tujuan Mempelajari Matematika
Dalam
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika yang dewasa ini dipakai
dikemukakan bahwa: Tujuan Umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan
dasar dan pendidikan umum adalah:
1)
Mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia
yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara
logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efesien.
2)
Mempersiapkan
siswa agar dapat menggunkan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.[13]
Sedangkan
dalam GBPP matematika yang khusus untuk Pendidikan Dasar yang dewasa ini
dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar
(SD) adalah:
1)
Menumbuhkan
dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat
dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Menumbuhkan
kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
3)
Mengembangkan
pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
4)
Membentuk
sikap logis, kritis, cermat kreatif dan disiplin.
Sedangkan
tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Lanjutan Pertama adalah:
1)
Memiliki
kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
2)
Memiliki
pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah
3)
Mempunyai
ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika
sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari
4)
Mempunyai
pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif,
dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika
Selain
itu dalam GBPP matematika yang khusus untuk Sekolah Menengah Umum yang dewasa
ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajaran matematikanya adalah:
1)
Siswa
memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan
kependidikan tinggi
2)
Siswa
memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika Pendidikan Dasar
untuk dapat digunakan kehidupan yang lebih luas (dunia kerja) maupun dalam
kehidupan sehari-hari
3)
Siswa
mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika, sikap kritis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif
4)
Siswa
memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui kegiatan
matematika.[14]
d.
Materi
Operasi Hitung Kelas VI MIN Cureh Baroh
1)
Operasi
Penjumlahan (Tambah)
Operasi
penjumlahan (tambah) adalah dasar dari operasi hitung pada sistem bilangan.
Operasi penjumlahan selalu kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan
sehari-hari kita menggunakan “penjumlahan” untuk banyak tindakan yang berbeda.
Sebagai contoh “penjumlahan sejumlah telur”. Disini kita butuh membedakan
antara cara mengkombinasikan dua himpunan, dimana kita bisa menyebutnya sebagai
kesatuan; dan cara mengkombinasikan dua bilangan, dimana kita boleh menyebutnya
sebagai penjumlahan. Jadi penjumlahan dua bilangan, misalkan 5 dan 7, dapat
disamakan dengan mengambil sembarang himpunan yang jumlahnya adalah 5 dan sembarang himpunan yang
jumlahnya 7. Kesatuan ini digambarkan
sebagai satu himpunan dan didapatkan jumlah dari himpunan baru ini.
Jika
beberapa bagian dari suatu himpunan sudah diketahui, penjumlahan digunakan
untuk menyebut jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tersebut. Definisi dari
penjumlahan yang cukup sederhana bisa digunakan baik untuk situasi yang
memerlukan aksi (penggabungan dan pemisahan) dan situasi statis yang tidak
memerlukan adanya aksi.
Lambang
“+” adalah lambang untuk operasi penjumlahan atau pertambahan, sehingga kalimat
matematika seperti jumlah delapan dan lima sama dengan 13 ditulis secara symbol
atau model matematika adalah “8 + 5 = 13.” Tanda + mulai dipakai pada abad
ke-15 untuk menandai “karung padi-padian atau gamdum yang melebihi berat yang
ditentukan sebelumnya”.
Terdapat
beberapa sifat penting dari operasi penjumlahan yang berlaku pada himpunan
bilangan real. Sifat-sifat itu diantaranya sebagai berikut:
a)
Himpunan
semua bilangan real tertutup operasi penjumlahan, yaitu untuk setiap real a dan
b, maka a + b merupakan bilangan real.
b)
Operasi
penjumlahan bersifat asosiatif, yaitu untuk setiap bilangan real a dan b
berlaku :
a + b = b + a
misalnya 2 + 3
= 3 + 2
c)
Operasi
penjumlahan bersifat asosiatif , yaitu untuk setiap bilangna real a, b, dan c
berlaku
a + (b + c) =
(a + b) + c
misalnya: 2 +
(3 + 4) =(2 + 3) + 4 = 9
d)
Operasi
penjumlahan pada himpunan semua bilangna real memiliki unsur identitas, yaitu
0, karena untuk setiap bilangan real a
berlaku
a + 0 = 0 + a =
a
e)
Setiap
bilangan real a memiliki lawan terhadap operasi penjumlahan, yaitu (-a)
karena a + (-a) = (-a) + a = 0
2)
Operasi
Pengurangan
Jika
salah satu bagiannya dan totalnya sudah diketahui, maka pengurangan akan
menghasilkan bagian yang satunya. Definisi ini sesuai dengan istilah
“mengambil” yang sudah terlalu sering digunakan. Jika Anda memulai dengan total
adalah 8, dan menghilangkan sejumlah 3, dua himpunan yang Anda ketahui adalah 8 dan 3. Ekspresi 8-3 dibaca
“delapan minus tiga” akan menghasilkan lima sisanya. Oleh karena itu delapan
minus tiga adalah lima.
Operasi
pengurangan adalah lawan (invers) dari operasi tambah, misalnya “ 6 dikurangi
dengan 5” sama artinya dengan “ 6 ditambah dengan lawan 5”, sehingga 6 – 5 = 6
+ (-5) = 1
Contoh lain:
1. 8 – 3 = 8 + (-3)
2. – 2 – 7 = -2 + (-7)
Jadi, untuk
tiap bilangan a dan b berlaku a – b = a + (-b) , yaitu mengurangi dengan sebuah
bilangan sama dengan menambahkan dengan lawan dari bilangan itu
Operasi
Perkalian
Perkalian
adalah penjumlahan berulang. (Van De Welle, 2003: 35) maksudnya adalah 3 x 5
sama artinya dengan 5 + 5 + 5 atau
ditulis 3 x 5 =5 + 5 + 5
Perkalian pada
bilangan asli memiliki tiga sifat, yaitu komutatif, asosiatif dan distribusi
penjumlahan. Jika a,b,n suatu bilangan maka akan berlaku:
a) a x b =b x a (komutatif)
b) (a x b) x c =a x (b x c) (asosiatif)
c) a x 1 = 1 x a = a (identitas
perkalian)
d) n x (a + b)
=(n x a) + (n x b) (distribusi
penjumlahan)
3)
Operasi
Pembagian
Pembagian
didefinisikan sebagai berikut: a : b = c artinya adalah ada sekumpulan benda
sebanyak a dibagi rata (sama banyak) dalam b kelompok. Maka cara membaginya
dilakukan dengan pengambilan berulang sebanyak b sampai habis dengan setiap
kali pengambilan dibagi rata ke semua kelompok. Banyaknya pengambilan
ditunjukkan dengan hasil yang didapat oleh masing-masing kelompok yaitu c. Hasil bagi (c) adalah banyaknya satuan
pengambilan b dalam setiap kali mengambil untuk dibagi rata. Jika banyaknya
anggota yang dimuat oleh masing-masing kelompok adalah c, maka banyaknya
pengambilan b satuan sampai habis pada kumpulan benda sebanyak a adalah c kali.
Mengapa? Sebab untuk setiap kali pengambilan sebanyak b anggota dari kumpulan
benda beranggotakan a selalu dibagi rata pada masing-masing kelompok sebanyak
b. Sehingga jika hasil pada masing-masing anggota adalah c, maka dapat
dipastikan bahwa banyaknya satuan pengambilan b anggota sampai habis dari
sekumpulan benda sebanyak a itu adalah c kali.
Dalam
membelajarkan pembagian dasar, peserta didik diberikan pengalaman membagi,
misalnya dengan membagikan sejumlah barang kepada beberapa temannya. Dengan
memberikan pengalaman, peserta didik akan selalu mengingat konsep pembagian
tersebut di kepalanya. Selanjutnya dengan memberi banyak latihan, peserta didik
diajak untuk mengamati hubungan antara bilangan yang dibagi, pembagi, dan hasil
baginya. Setelah dicermati ternyata bilangan yang dibagi = pembagi x hasil
bagi.
Contoh:
a)
36 :
4 = 9 artinya adalah ada 9 kali pengambilan empatan sampai habis pada bilangan
36, dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke dalam 4 kelompok,
b)
30 :
6 = 5 artinya adalah ada 5 kali pengambilan enaman sampai habis pada bilangan
30, dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke dalam 6 kelompok, dan
lain-lain.
Rosdakarya, 2005), hal. 182.
Negeri 6 Malang Melalui Pendekatan
Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dan Ekspositori
Pada Sub Pokok Bahasan Keliling,
Luas Persegi dan Persegi Panjang”, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UM
Malang, 2005 hal.12.