Hikmah Larangan Mengawini Wanita Musyrikah Dalam Tinjauan Pendidikan Islam
A.
Hikmah Larangan Mengawini Wanita
Musyrikah Dalam Tinjauan Pendidikan Islam
Dalam pandangan Islam, kehidupan
keluarga akan terwujud secara sempurna jika suami-istri berpegang pada ajaran
yang sama. Keduanya beragama dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika keduanya
berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga, dalam
pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi
keagamaan dan lain-lain. Islam dengan tegas melarang wanita Islam kawin dengan
pria non-Muslim, baik musyrik maupun Ahlul Kitab. Dan pria Muslim secara pasti
dilarang nikah dengan wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak
diharamkan. Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini
adalah perkawinan antara pria Muslim dengan wanita Kitabiyah. Berdasar dzahir
ayat 221 surat Al-Baqarah dibawah ini:
وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى
يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ
وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ
وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَـئِكَ
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللّهُ يَدْعُوَ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ) البقرة: ٢٢١(
Artinya: Dan
janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sehingga mereka beriman,
dan niscaya hamba-hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan-perempuan musyrik meskipun ia menakjubkan kamu. Dan janganlah kamu
menikahkan perempuan beriman dengan laki-laki musyrik sehingga mereka beriman,
dan niscaya hamba-hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada
laki-laki musyrik meskipun ia menakjubkan kamu. Mereka mengajak ke neraka sedangkan
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Dia menjelaskan
Tanda-tanda- Nya kepada manusia supaya mereka dapat meraih nasihat (Qs. Al
Baqarah: 221).
Menurut pandangan ulama pada umumnya,
pernikahan pria Muslim dengan Kitabiyah dibolehkan. Sebagian ulama mengharamkan
atas dasar sikap musyrik Kitabiyah.Dan banyak sekali ulama yang melarangnya
karena fitnah atau mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali
timbul.
Selanjutnya Syarifie dalam bukunya Membina
Cinta Menuju Perkawinan mengingatkan banyaknya madharat yang mungkin terjadi
karena perkawinan dengan wanita non Muslim :
a). Akan banyak
terjadi perkawinan dengan wanita-wanita non Muslim. Hal ini akan berpengaruh
kepada perimbangan antara wanita Islam dengan laki-laki Muslim. Akan lebih
banyak wanita Islam yang tidak kawin dengan pria Muslim yang belum kawin.
b). Suami mungkin
terpengaruh oleh agama istrinya, demikian pula anak-anaknya. Bila terjadi, maka
fitnah benar-benar menjadi kenyataan.
c). Perkawinan
dengan non Muslimah akan menimbulkan kesulitan hubungan suami-istri dan
pendidikan anak-anak. Lebih-lebih jika pria Muslim dan kitabiyah beda tanah
air, bahasa, kebudayaan dan tradisi, misalnya Muslim timur kawin dengan
kitabiyah Eropa atau Amerika. Dari segi agama, lemahnya posisi pria Muslim
tersebut sangat berbahaya bila kawin dengan kitabiyah.Karena itu kawin dengan
kitabiyah harus dijauhi. Pada masa Umar bin Khattab kaum Muslimin sangat kuat.
Umar melarang kaum Muslimin kawin dengan kitabiyah dan para sahabat yang
beristri kitabiyah ia suruh untuk menceraikannya. Jika dalam posisi kaum
Muslimin kuat saja, dilarang kawin dengan kitabiyah, apalagi sesudah kaum
Muslimin lemah, seperti pada masa kini, misalnya di Indonesia. Kesimpulan Dalam
kaitan hukum pernikahan antara kaum Muslimin dan Muslimat dengan orang-orang
yang bukan Islam, orang-orang bukan Islam dapat dibedakan atas dua golongan,
yaitu golongan kaum musyrikin dan golongan Ahlul Kitab.Kaum Muslimat diharamkan
secara mutlak kawin dengan pria nonMuslim, baik dari golongan musyrikin maupun
dari golongan ahlul kitab.Demikian pula kaum muslimin haram secara mutlak kawin
dengan wanita musyrik. Menurut pandangan Masjfuk hikmah diperbolehkannya
perkawinan pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi (Kitabiyah) ialah karena
pada hakekatnya agama Kristen dan Yahudi itu satu rumpun dengan agama Islam,
sebab sama-sama agama wahyu (revealed religion), maka jika wanita kitabiyah
kawin dengan pria Muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya,
dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauannya sendiri wanita itu masuk Islam,
karena merasakan dan menyaksikan kebaikan dan kesempurnaan ajaran agama Islam,
setelah ia hidup ditengah-tengah keluarga Islam yang baik. Menurut pengamatan
Masjfuk Zuhdi, bahwa perkawinan antar orang berlainan agama bisa menjadi sumber
konflik yang dapat mengancam keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. Penulis
sendiri menyarankan supaya ajaran Islam harus tetap dijadikan dasar untuk
menentukan sah tidaknya suatu perkawinan. Pertimbangan yang lain jangan
mengalahkan pertimbangan agama. Hendaknya berpendirian kuat bahwa nikah dengan
non Islam adalah haram, termasuk antara pria Islam dengan wanita Kristen di
Indonesia.[1]