BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG
MUTU, STRATEGI, PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN
A. Strategi
Kata
“strategi” dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti, antara
lain: Pertama, Ilmu dan seni mengembangkan semua sumber daya bangsa
untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Kedua,
Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam kondisi perang
atau dalam kondisi yang menguntungkan. Ketiga, Rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.[1]
Secara
umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sehubungkan
dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum
kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan.[2]
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “strategi” yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah segala upaya atau rencana cermat yang akan
dilakukan oleh kepala madrasah dalam mencapai sasaran khusus, dengan adanya 3
unsur strategi yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pencapaian hasil / evaluasi
untuk meningkatkan mutu guru pendidikan agama Islam.
Sehubungan
dengan hal itu, maka strategi dan menigkatkan mutu madrasah diharapkan sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional yaitu “untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Menurut para ahli yang di kutip dalam bukunya
Faisal Afif, yang isinya ada 10 pengertian strategi, yaitu :
a)
Carl Von
Clausewitz, Stategi merupakan pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan sebuah peperangan. Dan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari
politik.
b)
A.Halim,
strategi merupakan suatu cara dimana sebuah lembaga atau organisasi akan
mencapai tujuannya sesuai peluang dan ancaman lingkungan eksternal yang
dihadapi serta kemampuan internal dan sumber daya.
c)
Morrisey
mengatakan bahwa strategi ialah proses untuk menentukan arah yang harus dituju
oleh perusahaan supaya dapat tercapai segala misinya.
d)
Pearce dan
Robinson, strategi menurut mereka adalah rencana main dari suatu perusahaan,
yang mencerminkan kesadaran suatu perusahaan mengenai kapan, dimana dan
bagaimana ia harus bersaing dalam menghadapi lawan dengan maksud dan tujuan
tertentu.
e)
Rangkuti
mengatakan bahwa strategi adalah alat untuk mencapai tujuan.
f)
Craig dan
Grant, menurut mereka strategi yaitu penetapan tujuan dan sasaran dalam jangka.
g)
Johnson dan
Scholes, yang dimaksud strategi ialah arah dan ruang lingkup dari sebuah organisasi
atau lembaga dalam jangka panjang yang mencapai keuntungan melalui konfigurasi
dari sumber daya dalam lingkungan yang menantang, demi memenuhi kebuthan pasar
dan suatu kepentingan.[3]
h)
Siagaan,
Strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan yang mendasar yang dibuat
oleh menejemen puncak dan diterapkan seluruh jajaran dalam suatu organisasi
demi pencapaian tujuan organisasi tersebut.
i)
Kaplan dan
Norton, strategi merupakan seperangkat hipotesis dalam model hubungan cause dan
effect yakni suatu hubungan yang bisa diekspresikan dengan hubungan antara if
dan then.
j)
Syafrizal,
menurutnya strategi ialah cara untuk mencapai sebuah tujuan berdasarkan analisa
terhadap faktor eksternal dan internal. Strategi merupakan sekumpulan cara
secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksaan gagasan, sebuah perencanaan
dalam kisaran waktu tertentu.[4]
Menurut
peneliti strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun
waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,
memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan,
dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.
B. Mutu
Mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan. Sallis dalam Deni
Koswara, mendefinisikan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu absolut dan mutu
relatif. Mutu absolut merupakan mutu yang dalam arti yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Absolut juga dapat dikatakan sebagai
suatu kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oleh produsen. Dalam
pandangan absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik menurut
pertimbangan produasen dalam memproduksi barang atau jasa. Sedangkan mutu
relatif diartikan sebagai mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan
demikian, suatu barang atau jasa dapat disebut bermutu oleh seorang konsumen,
tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh konsumen lainnya[5].
Dalam konteks
pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, luaran, dan
dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu:
Pertama, kondisi baik tidaknya
masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan
siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa
alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain-lain. Ketiga,
memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti
peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan
kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita. [6]
Menurut peneliti mutu
adalah ukuran relatif dari kebendaan. Mendefinisikan mutu dalam rangka kebendaan
sangat umum sehingga tidak menawarkan makna oprasional. Secara oprasional mutu
produk atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi ekspektasi
pelanggan. Sebenarnya mutu adalah kepuasan pelanggan.
C. Perencanaan,
Pelaksanaan dan Pengawasan
1.
Perencanaan
Perencanaan adalah
sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk
pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan
hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Agama Islam
perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh
para manajer dan para pengelola pendidikan Agama Islam. Sebab perencanaan merupakan
bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan
akan berakibat sangat fatal bagi keberlangsungan pembelajaran.
Sedangkan dalam proses
belajar mengajar, perencanaan program pembelajaran memegang peranan yang sangat
penting, sebab menentukan langkah pelaksanaan dan evaluasi. Keterpaduan pembelajaran
sebagai suatu sistem bukan hanya antara komponenkomponen proses belajar
mengajar, tetapi juga antara langkah yang satu dengan langkah berikutnya dan
guru dalam melaksanakan program pembelajaran benar-benar harus sesuai dengan
yang telah direncanakan.[7]
Dari uraian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajemen perencanaan merupakan kunci utama
untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya
tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu
buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
Dalam berbagai kegiatan
administrasi, membuat perencanaan mutlak diperlukan. Perencanaan yang akan
ditentukan oleh kepala sekolah bergantung pada berbagai faktor, di antaranya
banyaknya sumber daya manusia yang ada, banyaknya dana yang tersedia, dan
jangka waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan rencana tersebut.
Perencanaan yang perlu
dilakukan oleh kepala sekolah, diantaranya adalah menyusun program tahunan
sekolah, yang mencakup prcgam pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, dan
penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Perencanaan ini selanjutnya
dituangkan dalam rencana tahunan sekolah yang dijabarkan dalam dua program
semester.
2.
Pelaksanaan
Dalam menjalankan
perannya, kepala sekolah perlu memiliki strategi dalam meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Strategi tersebut antara
lain; menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberi masukan kepada warga
sekolah, memberikan dorongan positif kepada tenaga kependidikan,
mengadakan program akselerasi bagi
peserta didik yang cerdas di atas normal.
Kepala sekolah sebagai
administrator menurut Mulyasa memiliki hubungan yang sangat erat dengan
berbagai aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,
penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah secara spesifik. Kepala
sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, administrasi
peserta didik, administrasi personalia, administrasi kearsipan dan administrasi
keuangan.”[8]
Kegiatan tersebut perlu dilakukan dengan cara efektif dan efisien agar dapat
menunjang produktifitas sekolah.
Lebih lanjut Purwanto
sebagaimana dikutip Baharudin dalam buku Manajemen Pendidikan Islam menjelaskan
pengertian administrasi pendidikan adalah segenap proses pengerahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual maupun material, yang
bersangku paut dengan pencapaian tujuan[9]. Kemampuan-kemampuan
kepala sekolah terkait sebagai administrator dapat dijabarkan dalam tugas-tugas
operasional berikut: [10]
1) Kemampuan
kurikulum harus diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan data administrasi
bimbingan konseling, adminstrasi kegiatan praktikum dan kelengkapan data administrasi
kegiatan belajar mengajar.
2) Kemampuan
mengelola administrasi peserta didik harus diwujudkan dalam penyusunan
kelengkapan data administrasi peserta didik, penyusunan kelengkapan data
administrasi kegiatan ekstrakurikuler dan penyusunan data admnistrasi hubungan
sekolah dengan orang tua dan peserta didik.
3) Kemampuan
mengelola administrasi personalia harus diwujudkan dalam pengembangan
kelengkapan data administrasi tenaga guru serta pengembangan kelengkapan data
administrasi tenaga kependidikan seperti pustakawan, pegawai tata usaha,
penjaga sekolah dan teknisi.
4) Kemampuan
mengelola administrasi sarana dan prasarana harus diwujudkan dalam pengembangan
kelengkapan data administrasi gedung dan ruang, pengembangandata administrasi
meubeler, pengembangan kelengkapan data administrasi alat kantor (AMK),
pengembangan kelengkapan data administrsi buku atau bahan pustaka, kelengkapan
data administrsi alat laboratorium, serta pengembangan kelengkapan data
administrsi alat bengkel.
5) Kemampuan
mengelola administrasi kearsipan harus diwujudkan dalam pengembangan
kelengkapan data administrsi surat masuk, kelengkapan data administrsi surat
keluar, pengembangan kelengkapan data administrsi surat keputusan, pengembangan
kelengkapan data administrsi surat edaran.
6) Kemampuan
mengelola administrasi keuangan diwujuudkan dalam pengembangan administrasi
keuangan rutin, pengembangan administrasi keuangan yang bersumber dari
masyarakat dan orang tua peserta didik, dari pemerintah diantaranya dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pengembangan proposal untuk mencari bantuan
keuangan dan pengembangan propposal untuk mencari berbagai kemungkinan dalam
mendapatkan bantuan keuangan dari berbagai pihak yang tidak mengikat.
Herk menyarankan agar
kepala sekolah sebagai administrator tidak memandang guru sebagai bawahan, melainkan
sebagai teman sejawat.[11] Sikap dan perilaku administrator hendaknya
bisa membuat guru-guru lebih merasa
dihargai dan dihormati kemampuan profesionalnya. Sehingga guru-guru
tidak segan menanyakan dan mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya
kepada administrator. Komunikasi antar guru dan administrator akan menjadi
lancar. Situasi ini akan mempermudah administrator memberi drongan kepada
guru-guru untuk meningkatkan prestasi kerja mereka.
Untuk mensukseskan
tugasnya, maka administrator hendaknya memiliki ketrampilan sebagai berikut: Pertama, Ketrampilan
konsep adalah suatu ketrampilan untuk menciptakan konsep-konsep baru baik untuk
kepentingan manajemen maupun administrasi sekolah. Kedua, Kemampuan
manusiawi adalah kemampuan administrator untuk berkomunikasi, membina dan
menunjukkan perilaku kepada para personalia sekolah terutama para guru. Ketiga, Ketrampilan
tehnik adalah ketrampilan tentang tehnik-tehnik mendidik, mengajar dan
ketatausahaan[12].
Menurut Purwanto Kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Oleh karena itu untuk melaksanakan tugasnya dengan baik,
kepala sekolah hendaknya memahami, menguasai dan mampu melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai administrator.[13]
3.
Pengawasan
Pengawasan pendidikan
adalah kedudukan yang strategis dan penting dalam peningkatan mutu proses
belajar mengajar. Dengan demikian para supervisor pendidikan (dalam hal ini
kepala sekolah dan pengawas) harus memiliki kemampuan profesional yang handal
dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran (instructional supervision), kemampuan
profesional pengawas diperlukan untuk meningkatkan kualitas pembinaan guru di
sekolah. Masalah peningkatan kualitas pembinaan guru di sekolah pada hakekatnya
berkaitan dengan peranan superevisor dalam memberikan bantuan dan pelayanan
profesional bagi guru-guru agar mereka
lebih mampu melaksanakan tugas pokoknya. Kualitas kinerja supervisor sekolah
perlu dilandasi dengan peningkatan kemampuan supervisi para pengawas dalam
melaksanakan kewajibannya secara bertanggungjawab.[14]
Pengawas madrasah adalah
guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang bertugas melakukan penilaian dan
pembinaan, baik dalam bentuk supervisi akademik maupun supervisi manajerial,
serta melakukan pembimbingan dan pelatihan profesional guru, dengan ditopang oleh sejumlah
kompetensi yang harus dikuasainya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Pengawas Sekolah, mencakup :
(1) Kompetensi kepribadian.
(2) Kompetensi supervisi manajerial.
(3) Kompetensi supervisi
akademik.
(4) Kompetensi evaluasi,
pendidikan.
(5) Kompetensi penelitian
pengembangan.
(6) Kompetensi sosial.
Pengawas sekolah
bertanggung jawab untuk melaksanakan penjaminan mutu dan memberdayakan kepala
sekolah dan guru yang menjadi binaannya.[15]
Dalam Panduan Pelaksanaan
Tugas Pengawas Sekolah dinyatakan bahwa supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan
dengan aspek pengelolaan sekolah yang
terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang
mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan,
penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan
dan sumberdaya lainnya. Dalam melaksanakan
fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah
berperan sebagai :
(1) Kolaborator dan
negosiator dalam proses
perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah.
(2) Asesor dalam
mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis
potensi sekolah.
(3) Pusat informasi pengembangan
mutu sekolah.
(4) Evaluator terhadap
pemaknaan hasil pengawasan.[16]
Dalam pelaksanaan
supervisi manajerial, pengawas dapat
menerapkan teknik supervisi
individual dan kelompok. Teknik supervisi individual
di sini adalah
pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada
kepala sekolah atau
personil lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat
perorangan. Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program
supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang
diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau
kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang
sama dikelompokkan atau dikumpulkan
menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada
mereka diberikan layanan
supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.[17]
Supervisi pembelajaran
itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola pembelajaran,
melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Jadi,
fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol
atau melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana
atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu supervisi dalam
pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup
penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang
diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif.[18]
Supervisi yang dilakukan
kepala sekolah dan pengawas dalam pembelajaran dikenal dengan nama supervisi
pembelajaran . Secara konseptual, supervisi pembelajaran merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran.[19]
Pengawasan adalah
keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin
bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus,
mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Dalam pembelajaran PAI pengawasan
didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya
perencanaan secara konsekuen baik yang bersifat materiil maupun spirituil yang
disusun dengan pelaksanaan atau hasil yang benar- benar dicapai. Untuk
mengetahui hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan rencana yang telah
disusun diperlukan informasi melalui komunikasi dengan bawahan.[20]
D.
Kompetensi Kepala Madrasah dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, bahwa kepala
sekolah harus memiliki standar kompetensi “(1) kompetensi kepribadian, (2)
kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi supervisi
dan (5) kompetensi sosial.”
1. Kompetensi Kepribadian
Ketika seseorang membicarakan mengenai kepribadian
tentunya harus di lihat dari sudut pandang psikologi dan harus pula dianalisis
melalui psikologi kepribadian. Kepribadian merupakan suatu masalah yang
abstrak, hanya dapat di lihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, dan cara
berpakaian seseorang. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda.
Menurut Hipocrates bahwa dalam diri manusia terdapat empat
macam sifat yaitu tanah sifat kering terdapat dalam chole (empedu kering), air sifat
basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), udara sifat dingin terdapat
dalam phlegma (lendir), dan api sifat panas terdapat dalam sanguis (darah).
Kemudian Galenus menyempurnakan pendapat Hipocrates dan membeda-bedakan
kepribadian atas dasar keadaan proporsi campuran cairancairan. Hipocrates dan
Galenus mengikhtisarkan kepribadian empat macam cairan badan yang dominan
yaitu:
Pertama, Chole mempunyai prinsip tegangan, tipe kholeris, dan sifat khasnya hidup
(besar semangat), hatinya mudah terbakar, daya juang besar, dan optimistis. Kedua,
Melanchole mempunyai prinsip penegaran (rigidity), tipe melankholis, dan sifat
khasnya mudah kecewa, daya juang kecil, muram, dan pesimis. Ketiga, Phlegma
mempunyai prinsip plastisitas, tipe phlegmatic, dan sifat khasnya tak suka
terburu-buru (kalem, tenang), tak mudah dipengaruhi, setia. Keempat, Sanguis
mempunyai prinsip ekspansivitas, tipe sanguinis, dan sifat khasnya hidup, mudah
berganti haluan, dan ramah.[21]
Bagi kepala sekolah perlu memiliki kemampuan mengenal kepribadian
guru dan personel lainnya dengan menggunakan tipe yang dikemukan oleh
Hipocrates dan Galenus. Secara umum manusia mempunyai tipe-tipe tersebut, hanya
saja ada kecenderungan yang lebih besar pada salah satu chole, melancole,
phlegm, atau sanguis, jika salah satu dominan maka lainnya tidak dominan. Hal
yang demikian ini selalu ditemukan bagi setiap pribadi manusia.
Identitas pribadi seseorang menurut Erikson tumbuh dan
terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial yang berlangsung dari
fase ke fase.[22]
Erikson berasumsi bahwa setiap individu yang sedang tumbuh di paksa harus
menyadari dan berinterkasi dengan lingkungan sosialnya yang berkembang makin
luas. Jika individu bersangkutan mampu mengatasi krisis demi krisis yang akan
muncul dengan suatu kepribadian yang sehat dan ditandai dengan kemampuannya
menguasai lingkungannya, fungsi-fungsi psiko fisiknya terintegrasi, dan
memahami dirinya secara optimal.
Oleh karena itu kompetensi kepribadian merupakan suatu performansi
pribadi (sifat-sifat) yang harus dimiliki seeorang. Dimensi kompetensi
kepribadian kepala sekolah dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin. Kedua,
Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah. Ketiga,
Bersikap terbuka dalam melaksnakan tugas pokok dan fungsi. Keempat, Mampu
mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala
sekolah. Kelima, Memiliki bajat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan.[23]
Kemampuan pribadi juga mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi guru dan berakhlak
mulia.
2. Kompetensi Manajerial
Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu
melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga
dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.
Menurut pendapat Sanusi yang dikutip M. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir
bahwa:
Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang
statis di jaman lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era
globalisasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya kepada
administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan yang cukup
tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan keterampilan untuk
mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat
sehingga sekolah melalui program-program. pendidikan yang disajikannya dapat
senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru.[24]
Diisyaratkan oleh pendapat tersebut, bahwa kepala sekolah
sebagai salah satu kategori administrator pendidikan perlu melengkapi wawasan kepemimpinan
pendidikannya dengan pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makro
pendidikan. Wujud perubahan dan perkembangan yang paling aktual saat ini adalah
makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan gencarnya tuntutan
kebijakan pendidikan yang meliputi peningkatan aspek-aspek pemerataan
kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi.
Kompetensi manajerial yang tertuang dalam Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 adalah
sebagai berikut:
Pertama, Mampu menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan
perencanaan. Kedua, Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai
dengan kebutuhan. Ketiga, Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka
pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. Keempat, Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang
efektif.guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara
optimal. Kelima, Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang
kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. Keenam, Mengelola
guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. Ketujuh,
Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan
secara optimal. Kedelapan, Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan
masyarakat dalam rangka pencairan dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
Kesembilan, Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta
didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik. Kesepuluh,
Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajarn sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional.[25]
3. Kompetensi Kewirausahaan
Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses
menciptakan sesuatu yang baru dan berani mengambil resiko dan mendapatkan
keuntungan. Para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kewirausahaan
menyangkut tiga prilaku yaitu: (a) kreatif, (b) komitmen (motivasi tinggi dan penuh
tanggungjawab), (c) berani mengambil resiko dan kegagalan.
Menurut E. Mulyasa, berwirausaha di sekolah berarti
memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan sumber daya yang ada dilingkungan
sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencakup pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan prilaku.[26]
Dimensi kompetensi kewirausahaan kepala sekolah
dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah. Kedua, Bekerja
keras untuk mencapai keberhasilan sekolah. Ketiga, Memiliki motivasi
yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin sekolah. Keempat, Pantang menyerah dan selalu mencari solusi
terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah. Kelima, Memiliki
naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai
sumber belajar siswa.[27]
4. Kompetensi Supervisi
Untuk mencapai hasil yang diinginkan atau yang akan direncanakan,
kepala sekolah dalam mengelola kegiatan perlu melakukan pembinaan dan
penilaian. Pembinaan lebih kearah memberikan bantuan kepada guru-guru dan
personel lainnya sedangkan penilian lebih kearah mengukur dengan cara melakukan
audit mutu tentang prosedur kerja dan instruksi kerja yang telah ditetapkan
secara bersama-sama dapat tercapai atau tidak.
Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kemampuan mensupervisi
dan mengaudit kinerja guru dan personel lainnya di sekolah dengan kegiatan
sebagai berikut: 1) Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan tehnik-tehnik
yang tepat. 2) Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan
sesuai dengan prosedur yang tepat. 3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik
terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5. Kompetensi Sosial
Pakar psikologi pendidikan menyebut kompetensi sosial itu
sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial
merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga,
ruang, pribadi, alam, dan kuliner). Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang,
hanya mungkin beberapa diantaranya menonjol dan yang lain biasa saja atau
kurang. Uniknya beberapa kecerdasan tersebut bekerja secara terpadu dan
simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu.
Menurut Ramly kepala sekolah/guru merupakan suatu cermin.
Kepala sekolah/guru sebagai cermin memberikan gambaran (pantulan diri) bagaimana
dia memandang dirinya, masa depannya, dan profesi yang ditekuninya. Berdasarkan
uraian tersebut, yang dimaksud dengan kompetensi sosial merupakan suatu
kemampuan seorang kepalas sekolah/guru dalam hal berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan: a) peserta didik, b) sesama pendidik, c) tenaga
kependidikan, d) orang tua/wali peserta didik dan e) masyarakat sekitar.[28]
Jadi seorang kepala sekolah/guru harus: a) mampu
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan siswa, b) mampu
berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama guru dan tenaga kependidikan,
c) mampu berkomunikasi secara efektif, empatif dan santun dengan orang tua siswa
dan masyarakat, d) bersikap kooperatif, bertindak objektif, serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, dan e) mampu beradaptasi di
tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keberagaman
sosial budaya.
Dimensi kompetensi sosial kepala sekolah dijabarkan
sebagai berikut: 1) Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah. 2)
Berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan. 3) Memiliki kepekaan
social terhadap orang atau kelompok lain.
Kompetensi kepala sekolah sebagimana yang telah
dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
tersebut di atas tentunya belum cukup untuk menjamin keberhasilan sekolah dalam
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Karena itu perlu ditambah dengan
kompetensi-kompetensi yang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kepala
sekolah. Mengingat kepala sekolah dalam pengelolaan satuan pendidikan mempunyai
kedudukan yang strategis dalam mengembangkan sumberdaya sekolah terutama
mendayagunakan guru dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dari berbagai pendapat tentang profesionalisme atau
kompetensi kepala sekolah/madrasah yang peneliti sebutkan diatas, maka perlu
kiranya seorang kepala sekolah dituntut untuk profesional agar tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal. Setidaknya ada delapan kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah untuk bisa melaksanakan tugasnya
dengan baik. Pertama, memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas
terlaksananya seluruh kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan
sekolah/pendidikan. Kedua, memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas. Ketiga, memiliki
rasa percaya diri, keteladanan yang tinggi dan kewibawaan. Keempat, dapat
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan dapat melibatkan mereka
secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah. Kelima, mampu membimbing,
mengawasi dan membina bawahan (guru) sehingga masing-masing guru memperoleh
tugas yang sesuai dengan keahliannya. Keenam, berjiwa besar, memiliki sifat
ingin tahu dan memiliki pola pikir berorientasi jauh ke depan. Ketujuh, berani
dan mampu mengatasi kesulitan. Kedelapan, selalu melakukan inovasi di segala hal
menjadi tuntutan yang perlu dimiliki oleh seorang kepala sekolah.
Delapan kompetensi di atas merupakan syarat ideal kepala
sekolah dalam membangun pendidikan ditengah-tengah tuntutan jaman dan tuntutan masyarakat.
Jika delapan kompetensi ideal tadi belum bisa terpenuhi, maka ideal minimal
seorang kepala sekolah adalah memiliki idealisme untuk memajukan sekolah,
memajukan profesionalisme guru, memajukan kretifitas siswa dan membangun soft
skill komunitas sekolah yang dipimpinnya. Siapapun kepala sekolah yang memimpin
suatu sekolah apabila mampu melakukan fungsi komunikasi yang baik dengan semua
pihak, maka penilaian yang umum diberikan oleh guru, siswa, staf dan masyarakat
sudah cukup untuk menyatakan bahwa kepala sekolah tersebut adalah kepala
sekolah yang ideal memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin
para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah.
Alfabeta, 2009), hal 126.
[25]Standar-kompetensi-kepala-sekolah, di Akses tanggal 30 September 2017 dari http://turitempel11.blogspot.com
0 Comments
Post a Comment