BAB III
KANDUNGAN SURAT LUKMAN AYAT 12-19
A.
Teks Ayat Surat Lukman Ayat 12-19
وَلَقَدْ
آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ)
١٢ (وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ)١٣(
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ)١٤ (َإِن
جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ
إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ) ١٥ ( يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ
فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا
اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ) ١٦(يَا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ
عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ) ١٧ ( وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ
مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ) ١٨ (وَاقْصِدْ فِي
مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ) لقمان:
١٢- ١٩ (
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan
hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji", Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar", Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu, Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan, (Luqman berkata): "Hai anakku,
sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui, Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah), Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri, Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Qs. Lukman:12-19 )
B.
Asbabun Nuzul
Surat Luqman termasuk di dalam golongan surat-surat Makkiyyah kecuali
ayat 27, 28 dan 29 ayat Madaniyyah.[1]
Nasihat Luqman menjadi pengajaran dan petunjuk kepada semua manusia. Permulaan
pendidikan berkaitan dengan syirik, diikuti dengan perintah berbuat baik kepada
kedua orang tua, waspada dengan pandangan Allah SWT. terhadap semua perkara
sama baik kecil atau besar, mendirikan solat, amar makruf dan nahyi mungkar,
rendah diri dan menjauhi perkara-perkara dosa, adab berjalan dan menjaga suara.
Surat ini
diturunkan sebab bani Quraish senantiasa bertanya kepada Rasulullah SAW.
tentang kisah Luqman bersama anaknya dan tentang berbuat baik kepada kedua
orangtua. Ayat 12-19 menceritakan secara khusus tentang pendidikan yang dilaksanakan oleh Luqman al-Hakim
kepada anak-anaknya.
Wahbah
Zuhaily menjelaskan bahwa ada orang Quraisy datang kepada Rasulullah, yang
meminta agar dijelaskan kepadanya berkaitan dengan kisah Luqman al-Hakim dan
anaknya. Rasulullah pun membacakan surah Luqman.
Sedangkan
pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam surah Luqman terdiri dari: Pertama,
keimanan kepada Allah, para nabi dan hari kiamat. Terkait dengan keimanan
kepada Allah dijelaskan pula kekuasaan Allah, meliputi apa yang ada di langit
dan di bumi. Kedua, kisah Luqman merupakan potret orang tua dalam
mendidik anaknya dengan ajaran keimanan. Dengan pendidikan persuasive,
Luqman dianggap sebagai profil pendidik bijaksana, sehingga Allah
mengabadikannya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar menjadi ibrah bagi para
pembacanya. Ketiga, karakteristik manusia pembangkang, Allah menjelaskan tipe
manusia pembangkang terhadap perintah-Nya, hingga pada akhirnya mereka tidak
mau mendengarkan al-Qur’an.[2]
C.
Pendapat Ahli Tafsir Tentang Kandungan Ayat
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy sebagaimana yang dikutip dari
kitab Tafsir Al-qur’anul Majid An-nuur bahwa Allah memberikan hikmah kepada
Lukman, dengan perintah untuk bersyukur kepada Allah atas semua nikmat yang di
curahkan kepadanya dan melaksanakan ketaatan serta menunaikan yang fardhu[3].
Rangkaian beberapa ayat di atas berbicara tentang nasihat Luqman kepada
putranya yang dimulai dari peringatan terhadap perbuatan syirik (ayat 13). Imam
ash Shobuni1 menafsirkan lâ tusyrik billâh dengan menyatakan, “Jadilah orang
yang berakal; jangan mempersekutukan Allah dengan apa pun, apakah itu manusia,
patung, ataupun anak.” Beliau menafsirkan inna asy-syirka lazhulm[un] ‘azhîm
dengan menyatakan, “Perbuatan syirik merupakan sesuatu yang buruk dan tindak
kezhaliman yang nyata. Karena itu, siapa
saja yang menyerupakan antara Khalik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa
dipastikan masuk ke dalam golongan manusia yang paling bodoh. Sebab, perbuatan
syirik menjauhkan seseorang dari akal
sehat dan hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam sifat zalim; bahkan pantas disetarakan dengan
binatang.”
Sementara itu, Ibn Abbas menafsirkan lazhulm [un] ‘azhîm sebagai
dosa besar yang kelak akan mendapatkan sanksi dari Allah. Dua ayat berikutnya
(14 dan 15) menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk berbuat baik kepada
kedua orang tuanya sebagai wujud rasa syukur atas pemeliharaan keduanya,
terutama ibu. Dia telah mengandungnya
sejak janin di dalam kandungan; setiap bertambah usia dan besar janin, semakin
bertambah lemahlah dia dan semakin bertambah sulit pula (untuk bergerak).
Demikian pula ketika melahirkan, seorang ibu dengan susah-payah mengeluarkan
bayinya dari rahimnya. Setelah itu, ibu menyusui bayinya selama dua tahun.[4] Ibn Jaza menafsirkan:
Ungkapan hamalathu ummuhu wahn ‘alâ wahnin wa fishâluhu fî
‘âmayni adalah untuk menjelaskan bahwa hak ibu lebih besar daripada bapak.
Akan tetapi, rasa syukur kepada Allah harus di atas segalanya. Sebab, kepada-Nya- lah tempat kembali
seseorang, termasuk kedua orangtuanya.
Allah-lah yang memberi balasan yang baik kepada orang yang berbuat baik
dan balasan yang buruk kepada orang yang berbuat buruk. Karena itu, sekalipun
keduanya telah bersusah-payah memeliharamu, kalau mereka mengajakmu pada
kekufuran dan perbuatan syirik,
janganlah kamu mengikutinya, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam bermaksiat kepada Allah. Hanya saja, sekalipun demikian, engkau tetap
menggauli mereka dengan baik serta senantiasa berlaku sopan dan hormat kepada
mereka.[5]
Yang harus diikuti adalah jalan
orang-orang yang kembali kepada-Ku dengan iman (tauhid), taat, dan amal shalih. Tempat kembali semua makhluk
adalah Allah. Allahlah yang membalas
segala perbuatan hamba-Nya. Kemudian, di akhir ayat dijelaskan tentang keluasan
dan kelengkapan ilmu Allah sehingga Dia
mengetahui apa saja yang telah dilakukan hamba-Nya. Penggambaran yang demikian membangkitkan
wijdan (naluri beragama) yang ada pada diri manusia.
Ayat berikutnya (16, 17, 18, dan 19) kembali mengungkapkan nasihat Luqman
kepada putranya. Luqman mengajarkan kepada putranya bahwa jika ada perbuatan
(dosa dan maksiat) walau seberat dan sekecil biji sawi pun dan berada di tempat
yang tersembunyi di dalam batu, di langit, atau di bumi kelak Allah akan
mendatangkan balasannya pada Hari Kiamat.
Sebab, Allah Mahahalus dan Mahatahu.
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, bagaimanapun kecilnya, sehingga seekor
semut yang melata di malam yang gelap-gulita pun tidak akan luput dari
pengetahuan-Nya.
Selanjutnya, Luqman mengajarkan kepada putranya tentang kewajiban-kewajiban
yang harus ditunaikan kepada Allah. Kewajiban pertama: mendirikan shalat. Ibnu Katsir5 menafsirkan aqim ash- shalah
dengan melaksanakannya tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan,
syarat-syarat, dan rukun-rukunnya. Sedangkan ash-Shabuni menambahkan, yaitu
dengan memelihara kekhusyukannya.
Kewajiban kedua: amar makruf nahi mungkar, yakni memerintahkan kepada
manusia untuk melakukan setiap kebaikan dan keutamaan serta melarang mereka dari setiap perbuatan buruk. Kewajiban ketiga: bersabar, yakni bersabar
terhadap gangguan, rintangan, ujian, bahaya, dan bencana yang menimpa karena
menjalankan amar makruf nahi mungkar.
Ibn Abbas berkata, “Di antara hakakat iman adalah bersabar.”[6]
Setelah pelaksanaan kewajiban, pengajaran Luqman yang berikutnya berupa
larangan berakhlak buruk, yakni larangan berpaling dari manusia karena sombong
dan menganggap rendah yang lain, serta larangan
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sebab, Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Tentang sifat sombong yang tercela tersebut, Allah berfirman dalam surat
al-Isra’ ayat 37:
وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ
تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولاً
Artinya: Janganlah
engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan dapat sampai setinggi
gunung.(Qs. al-Isra’: 37).
Pengajaran selanjutnya adalah perintah berakhlak baik, yakni sederhana
dalam berjalan; tidak terlampau cepat dan terburu-buru; tidak juga terlampau
lambat dan bermalas-malasan; kemudian melunakkan suara (bila berbicara), tidak
berteriak-teriak tanpa ada perlu, karena seburuk-buruk suara adalah suara
kedelai.
[2] Wahbah Zuhaily, dalam
Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (hati yang selamat hingga kisah
luqman), (Bandung: Marja, 2007), hal. 154-155.
[3] Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir
Al-qur’anul Majid An-nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 3206.
[5] Al-Imam
Jalaluddin al-Mahali, Tafsir Jalalain, terj, Harun Abu Bakar, (Bandung:
Sinar Baru algesindo, 2006),hal. 242.
0 Comments
Post a Comment