Kek*rasan Terhadap Anak” (Kajian Hadist Rasulullah Saw Tentang Perintah Shalat)
A. Latar Belakang
Masalah
Islam telah memberikan beberapa jalan dalam menjaga keutuhan
keluarga sebagai unsur utama dalam masyarakat. Prilaku atau hubungan sosial
manusia selalu bertalian dengan nilai-nilai agama dan membutuhkan pembinaan
hubungan sosial agar dapat masuk dalam lingkungan masyarakat yang baik”.[1]
Karena itu, masalah pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan
pendidikan dalam masyarakat merupakan refleksi masalah sosial dalam
masyarakat”.[2]
Orangtua tentu menginginkan anak bersikap kooperatif
tatkala orangtua memberikan peraturan, perintah, atau larangan kepadanya. Anak
yang bersikap kooperatif bersedia untuk menerima peraturan dan batasan yang
diberikan orangtua. Ia patuh karena peduli pada apa yang dikehendaki atau
diinginkan orangtua, bukan karena terpaksa atau karena merasa takut pada
ancaman atau amarah orangtua. Berikut ini akan dibahas apa saja yang bisa
dilakukan orangtua agar anak patuh dan menunjukkan sikap kooperatif kepada
orangtua.
Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang
bersifat kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Lukman kepada
anak-anaknya, yaitu “Yaa Bunayyaa”
(Wahai anak-anakku), seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh
muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. Indah dan
menyejukkan. Kata Bunayya, mengandung rasa manja, kelembutan dan kemesraan,
tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisplinan, dan bukan berarti
mendidik dengan keras.
Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan
membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan
bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan
hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi
kental dengan kekerasan, hati, pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari
kebenaran dan kesejukan.[3]
Kelembutan, kemesraan dalam mendidik anak merupakan
konsep Al-Quran, apapun pendidikan diberikan kepada anak hendaknya dengan
kelembutan dan kasih sayang. Begitu juga dalam prioritas mendidik diutamakan
mendidik akidahnya terlebih dahulu, dengan penyampaian lembut dan penuh kasih
sayang. Mudah-mudahan anak akan tersentuh dan merasa aman di dekat orang
tuanya, kenapa dalam mendidik perlu diutamakan akidah terlebih dahulu? Kenapa
tidak yang lain? Jawabnya adalah karena akidah merupakan pondasi dasar bagi
manusia untuk mengarungi kehidupan ini. Akidah yang kuat akan membentengi anak
dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Sebaliknya kalau akidah lemah maka tidak
ada lagi yang membentengi anak dari pengaruh negatif, apakah pengaruh dari
dalam diri, keluarga, maupun masyarakat di sekitarnya.
Mendidik anak harus tanpa kekerasan, jika pendidikan
sesuai dengan tuntunan ajaran Islam telah ia lakukan. Misalnya memulai
pendidikan itu sejak mencari jodoh karena Allah, mendidik janin dalam kandungan
dengan memperbanyak melakukan kebaikan serta memberi makanan yang halal, ketika
lahir diadzankan, diberi nama yang baik, dididik dengan kasih sayang,
menunjukkan keteladanan dari kedua orang tua, menjaga lingkungan pergaulan
anak, dan seterusnya.[4]
Islam secara tegas mengajarkan mendidikan anak tanpa
kekerasan, kata ”Islam” itu sendiri adalah damai. Semua umat Islam harus
menciptakan kedamaian dunia, karena kehadiran Islam tidak lain hanyalah untuk
rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam. Dalam bukunya Tarbiyat al-Aulād fi al-Islām, Abdullah
Nashih Ulwan mengutip sebuah hadis Rasulullah saw:
وَعَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ
عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوا
اَوْلاَدَكُمْ بِااصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا
وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِالْمَضَاجِعِ ،(رواه ابوداود)
Artinya: Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah
SAW bersabda : Suruhlah anakmu shalat
pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan
anak perempuan dalam tempat tidur mereka (HR. Abu Daud).[5]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, “perintah
salat dapat disamakan dengan puasa dan haji, yakni melatih anak-anak untuk
melakukan puasa jika kuat dan menunaikan ibadah haji jika orangtuanya mampu.
Rahasia yang terkandung adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah
tersebut sejak masa pertumbuhannya”[6].
Ḥadits tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam dimulai dengan
mengajarkan anak terlebih dahulu secara lemah lembut, kemudian setelah dididik
ternyata masih belum ada perubahan ke arah perilaku-perilaku yang positif, maka
anak dapat diberikan ganjaran yang berupa hukuman yang bersifat edukatif. Dalam
proses pemberian hukuman, mula-mula anak diberi nasihat, lalu diasingkan, setelah tindakan diasingkan atau pengabaian tidak
juga membawa hasil, barulah terakhir beranjak ke tahapan fisik dengan diberi peringatan tegas lalu diberi
pukulan yang tidak merusah fisik mereka. Sebagai hukuman tahap akhir, hal ini
baru dilakukan jika dengan melalui nasihat, petunjuk dan peringatan tidak
mempan, maka perlu diberi hukuman yang setimpal sebagai ujian bagi mereka. Hal ini pun perbolehkan dijadikan sebagai tahapan
akhir, dengan catatan bahwa pukulan yang diberikan tidaklah sampai membekas,
yang berarti pukulan itu tidaklah terlalu keras dan tidak terlalu menyakitkan.
Dari
sudut pandang edukatif, apabila terjadi pelanggaran baik menyangkut norma agama
maupun masyarakat, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan menasehati
terlebih dahulu secara lemah lembut dan menyentuh perasaan anak didik. Jika dengan usaha itu belum berhasil maka pendidik bisa menggunakan hukuman
pengabaian dengan mengabaikan atau mengacuhkan anak didik. Jika hukuman
psikologis itu belum juga berhasil maka pendidik bisa menggunakan pukulan.[7] Akan tetapi hukuman dengan cara yang berlebihan dan diikuti oleh tindakan kekerasan
penulis yakini tidak pernah diinginkan oleh siapapun, apa lagi di lembaga
pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif.
Fenomena yang terjadi
sekarang ini adalah hukuman yang seharusnya mengandung nilai edukatif meningkat
menjadi tindak kekerasan yang tidak logis dan tidak sesuai dengan tingkat
kesalahan yang dilakukan oleh murid, akan tetapi tingkatan hukuman atau tehnik
memberi hukuman yang sesuai bahkan seimbang dengan tingkat usia anak ini tidak
dibahas bahkan secara khusus dalam Undang-Undang Pendidikan itu sendiri.
Sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya bahwa hukuman adalah penyajian stimulus tidak menyenangkan untuk
menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang tidak diharapkan. Sarana
pendidikan antara lain berupa ganjaran yang bersifat imbalan dan hukuman.
Pendidikan salat dalam ayat di atas
tidak hanya terbatas tentang kaifiyat salat saja. Mereka harus mampu tampil
sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang
sabar. Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka penulis mengambil judul dalam penulisan proposal skripsi
ini adalah Perspektif Islam dalam Menjawab Tudingan “Kekerasan Terhadap Anak”
(Kajian Hadist Rasulullah Saw Tentang Perintah Shalat).
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan proposal
skripsi ini adalah sebagi berikut:
1. Bagaimana kekerasan pada anak menurut
pandangan Islam?
2. Bagaiamana penerapan metode hukuman bagi anak dalam
pendidikan shalat?
3.
Bagaimana tinjauan psikologis dan sosiologis
pemberian hukuman dalam pendidikan anak?
C. Penjelasan
Istilah
Judul proposal skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.
Kekerasan
Dessy Anwar
dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia
menjelaskan, kekerasan adalah pada, kuat dan tak mudah berubah
bentuknya atau tak mudah pecah lawan dari lunak, empuk lembut. [8]
Hoetomo dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mendefiniskan kekerasan adalah
“bertengkar; berkeras-keras saling membantah, berkelahi, memaksa saling
mengerasi”.[9]
Kekerasan yang
penulis maksudkan dalam judul proposal skripsi ini adalah menggunakan cara yang
kasar dalam membetulkan kesalahan pada anak.
2.
Anak
Anak menurut kamus besar bahasa
Indonesia, diartikan dengan: “Keturunan kedua, manusia yang masih kecil.”[10]
Batasan umur anak kanak-kanak (0-6
tahun), anak umur sekolah (6-12 tahun), umur remaja (13-16 tahun).[11] Yang penulis maksudkan dengan anak
disini yaitu manusia yang masih kecil berumur antara 6-12 tahun dan masih
berada dalam masa perkembangan serta pertumbuhan baik jasmani maupun jasmani
yang memerlukan asuhan dan bimbingan agar menjadi dewasa.
3.
Teks Hadist Tentang Perintah Shalat
Bagi Anak
وَعَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ
عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوا
اَوْلاَدَكُمْ بِااصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا
وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِالْمَضَاجِعِ ،(رواه ابوداود)
Artinya: Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah
SAW bersabda: Suruhlah anakmu shalat
pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan
anak perempuan dalam tempat tidur mereka (HR. Abu Daud).[12]
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian dalam
penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui kekerasan pada anak menurut
pandangan Islam.
2. Untuk mengetahui penerapan metode hukuman bagi
anak dalam pendidikan shalat.
3.
Untuk mengetahui
tinjauan psikologis dan sosiologis
pemberian hukuman dalam pendidikan anak.
E. Kegunaan
Penelitian
Kegunaan penelitian dalam
penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
Secara
teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum
dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai Perspektif Islam Dalam Menjawab Tudingan “Kekerasan Terhadap Anak”
(Kajian Hadist Rasulullah Saw Tentang Perintah Shalat). Selain itu hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan
kajian bidang study pendidikan.
Secara
praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam
memperbaiki dan mengaplikasikan Perspektif
Islam Dalam Menjawab Tudingan “Kekerasan Terhadap Anak” (Kajian Hadist
Rasulullah Saw Tentang Perintah Shalat) ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian,
pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F. Landasan Teori
Dalam pendidikan dikenal dua istilah terkait dengan metode
pendidikn, yaitu reward and funishment (hadiah dan hukum). Rewaard/hadiah bagi
mereka yang “baik” dan berpretasi, dan hukuman bagi mereka yang “bandel” dan
belum berprestasi. Hukuman digunakan sebagai metode pendidikan pada dasarnya
bukan bertujuan untuk menyakiti peserta didik, melainkan sebagai
motivasi/dorongan agar mereka mau berusaha lebih baik lagi.
Dalam hal ini, al-Ghazali (tokoh pendidikan Islam),
sebagaimana yang dikutip Nasruddin Thaha, menyatakan bahwa hukuman dalam
pendidikan anak (termasuk dalam mendidik shalat bagi anak) harus memiliki
karakteristik yang didasarkan pada tujuan kemaslahatan, bukan untuk
menghancurkan perasaan peserta didik, menyepelekan hrga dirinya dan menghinakan
gengsinya. Kewajiban pendidik kepada anak didiknya adalah mengendalikan dan
membinanya.[13]
Sedangkan Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip Thaha,
menyatakan bahwa:
Dalam mendidik anak tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan
dan kebengisan karena hal itu akan melenyapkan kegembiraan peserta didik serta
akan menghilangkan kegiatan bekerja dan pada akhirnya anak-anak akan sering
berdusta, menjadi pemalas, dan akan menjadi orang-orang yang busuk hati. Jadi,
barang siapa yang dididik dengan kekerasan dan paksaan diantara anak-anak maka
mereka akan terpengaruhi oleh kekerasan dan paksaan itu dan merasa sempit jiwa
dalam perkembangannya.[14]
Bila dicermati dari pendapatnya Ibnu Khaldun tersebut,
pada prinsipnya Ibnu Khaldun tidak setuju jika dalam mendidik anak dilakukan
dengan cara-cara kekerasan. Oleh karenanya, kalaupun metode hukuman (pukul)
perlu digunakan ketika anak tidak mau shalat, maka hendaknya hukuman (pukulan)
itu tidak mengandung kekerasan apalagi kebengisan. Pastinya hukuman (pukulan)
itu dilakukan sewajarnya, sehinga tidak menyakiti apalagi membuat anak menjadi
meninggal dunia.
Muhammad Rasyid Dmas, sebagaimana yang dikutip Muhammad
al-Bani, mengemukakan beberapa patokan atau rambu-rambu dalam memberikan
hukuman (berupa pukulan) yang harus diperhatikan oleh para orangtua dan
pendidik, yaitu: Pertama, hukuman fisik merupakan jalan terakhir. Kedua,
menghindari hukuman fisik saat marah. Ketiga, tidak memukul muka dan kepala.
Keempat, anak didik dipukul setelah mencapai usia sepuluh tahun. Kelima,
berilah kesempatan kepada anak untuk bertaubat dan meminta maa. Keenam, tidak
menyerahkan hukuman pada orang lain. Ketujuh, tidak menjadikan hukuman sebagai
sarana untuk mempermalukan anak di depan umum. Kedelapan, tidak berlebihan
dalam menghukum dan tidak menjadikannya sebagai pola permanen dalam
berinteraksi dengan anak.[15]
Berdasarkan beeberapa pendapat di atas, dalam konsepsi
pendidikan yakni dalam rangka menghormati peserta didik, hukuman pada umumnya
dan hukuman badan pada khususnya dapat dilakukan apabila dipandang perlu untuk
dapat memperbaiki anak didik yang bersalah atau menyimpang dari norma-norma
yang telah ditentukan. Pada prinsipnya, memberikan “pukulan” pada anak yang
berusia sepuluh tahun(mendekati masa baligh dan wajib untuk mendirikan shalat)
adalah “boleh” sebagai jalan terakhir apabila anak tidak mau melaksanakan
shalat.
G. Kajian
Terdahulu
Diantara
para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Rohani Nim: A.
294675/3625 (Sekolah Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua
Bireuen Pada tahun 2011
dengan judul skripsi Kekerasan dalam Mendidik di Rumah
Tangga Di Desa Pante Baro metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah
metode Metode Deskriptif
Kualitatif dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kedudukan rumah tangga dalam pendidikan anak
diDesa Pante Baro adalah sebagai berikut: Pertama, keluarga memiliki peran
penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa
keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika
keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun
akan lemah. Kedua, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan
dan perkembangannya. Ketiga, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif
untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan.
2. Bentuk-bentuk kekerasan dalam mendidik anak di
Desa Pante Baro adalah sebagai berikut: pemukulan, ancaman dan cercaan.
3. Bentuk tanggung jawab orang tua dalam mendidik
anak di Desa Pante Baro adalah sebagai berikut: Mendidik, menjaga kesehatan
jasmani dan rohani, memberikan kasih sayang.
4. Usaha-usaha orang tua dalam menanggulangi
kekerasan anak di Desa Pante Baro: Pertama, orang tua di Desa Pante Baro
Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen menghindari pemukulan anak dengan cara
kekerasan. Kedua, orang tua diDesa Pante Baro Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen
mengajarkan anaknya untuk tidak melakukan kesalahan, sehingga dengan tidak
melakukan kesalahan tidak perlu memberikan hukuman dengan kekerasan.
H. Metodelogi
Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan
adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data
dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan,
seperti buku-buku, majalah, dokumen catatan dari kisah sejarah dan lain-lain.[16]
Penelitian ini akan menjelaskan perspektif islam
dalam menjawab tudingan “kekerasan terhadap anak” (Kajian hadist Rasulullah Saw
tentang perintah shalat).
2. Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini
adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada masa
sekarang meliputi pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data
yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan perspektif islam dalam
menjawab tudingan “kekerasan terhadap anak” (kajian hadist Rasulullah Saw
tentang perintah shalat).
3. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai
berikut:
NO
|
Ruang Lingkup Penelitian
|
Hasil Yang diharapkan
|
1
|
Kekerasan pada anak menurut pandangan Islam.
|
a)
Islam melarang mendidik anak dengan kekerasan
b)
Islam membolehkan memukul anak untuk tujuan pendidikan
|
2
|
Penerapan metode hukuman dalam mendidik shalat bagi anak
|
a)
membiasakan anak shalat,
b)
memberikan suri tauladan yang baik pada anak,
c)
memberikan dorongan hadiah dan hukuman
|
3
|
Tinjauan
psikologis dan sosiologis
pemberian hukuman dalam pendidikan anak
|
a).
memberikan hukuman moril,
b). memberikan hukuman dengan menakut-nakuti
c). memberikan hukuman dengan balas dendam
|
4. Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1)
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera
diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[17].
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah:
a) Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2000.
b) Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan
(Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), Jakarta: Gema Insani, 2003.
c) Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam,
diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak
dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
2)
Sumber
data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer
tersebut yaitu buku Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis karya M. Ngalim
Purwanto Cet. XVI, yang diterbitkan Remaja Rosdakarya, 2004, Bagaimana
Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan
Anak Secara Efektif, karya Schaefer, Charles, Terj. R. Turman Sirait, yang
diterbitkan Restu Agung, 1997, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini karya, Slamet Suyanto, yang
diterbitkan Hikayat, 2005.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik Library Research yaitu menelaah
buku-buku, teks dan literature-literature yang berkaitan dengan permasalahan di
atas.[18]
Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan
membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan
masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas
internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi
ini.
6. Tehnik Analisa Data
Teknik analisis
data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran
yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola
uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah yakni suatu teknik
penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus
secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif,
sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[19]
I. Garis Besar Isi
Skripsi
Adapun yang menajadi garis besar dalam
penulisan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pada bab satu terdapat pendahuluan
meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan
pembahasan, kegunaan pembahasan, Landasan Teori, Kajian
terdahulu, metode penelitian dan garis besar isi
skripsi.
J. Daftar Pustaka
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Cet. I, Jakarta: Rineka
Cipta, 1991.
Abu Daud, Sunan Abu Dawud, Jakarta: Al-fitiyan,
1980.
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi
al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan
Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. M Arifin dan Zainuddin,
Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet.I, Surabaya:
Karya Abditama, 2001.
Hoetomo, Kamus Lengkap bahasa Indonesia, Surabaya:Mitra Pelajar, 2005.
Kartini, Pengantar Metodologi
Research Sosial, Bandung: Alumni, 1980.
Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Cet. I, Jakarta: Rineka
Cipta, 1997.
Ida, L. Perilaku
Kesewenang-wenangan Terhadap Anak, Jakarta: Merdeka,1992.
Schaefer, Charles, Bagaimana
Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan
Anak Secara Efektif, Terj. R. Turman Sirait, Jakarta: Restu Agung, 1997.
Muhammad Al-Bani, Anak Cerdas Dunia Akhirat, Bandung:
Mujahid Pres, 2004.
Nashruddun Thah, Tokoh-Tokoh Pendidikan
Islam di Zaman Jaya; Imam al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jakarta: Mutiara, tt.
Sukardi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar
Metodologi Ilmiah, Bandung:
Angkasa, 1987.
[1]Made
Pidarta, Landasan Kependidikan, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
hal. 155.
[2]Abu
Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
hal. 14.
[3]
Ida, L., Perilaku
Kesewenang-wenangan Terhadap Anak, (Jakarta: Merdeka. 1992), hal. 29.
[4]
Schaefer, Charles, Bagaimana Membimbing, Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara
Efektif, Terj. R. Turman Sirait, (Jakarta: Restu Agung, 1997), hal. 28.
[5] Abu Daud, Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Al-fitiyan, 1980), hal. 495.
[6]
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan
oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 167.
[7]Abdurrahman Saleh
Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. M Arifin dan
Zainuddin, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 228.
[8]
Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I,
(Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 234.
[9]
Hoetomo, Kamus Lengkap bahasa Indonesia, (Surabaya:Mitra Pelajar, 2005), hal. 259.
[10]Ibid,
hal. 30-31.
[11]Zakiah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 133-134.
[12] Abu Daud, Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Al-fitiyan, 1980), hal. 495.
[17]
Winarmo Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar
Metodologi Ilmiah, (Bandung:
Angkasa, 1987), hal. 163.
[18]Kartini,
Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.
[19] Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.