Kesehatan Jiwa dalam Perspektif Al-Qur’an


A.    Kesehatan Jiwa dalam Perspektif Al-Qur’an

Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni (estetika). Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asma ulhusna. Salah satunya adalah agama. Agama adalah jalan utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak psikologis yang negative.
Menurut Achmad Mubarok, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia[1]. kesehatan mental menurut Islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya[2].
Sedangkan Thohari Musnamar kesehatan menurut Islam menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental: Pertama, Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari  neurosis (al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah). Kedua, Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial[3].
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental[4]. Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak. Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran Islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ) آل عمران: ١٦٤(
Artinya:   Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. Ali-Imran: 164)

Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) آل عمران: ١٠٤(
Artinya:   Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Qs. Ali Imran: 104)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan,katqwaan,amal saleh,berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Fath ayat 4 sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً) الفتح: ٤(
Artinya:   Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Fath: 4)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman. Dalam surat Al-Isra ayat 9 Allah SWT juga menjelaskan sebagai berikut:
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً) الإسراء: ٩(
Artinya:   Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Qs. Al-Isra: 9)

Dan dalam surat Al-Isra ayat 82 Allah SWT. Juga berfirman sebagai berikut:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً) الإسراء: ٨٢(

Artinya:  Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Qs. Al-Isra: 82)




            Juga firman Allah yang terdapat dalam surat Yunus ayat 57 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ) يونس: ٥٧(
Artinya:   Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit- penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs. Yunus: 57)

Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Qur’an (Islam) yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia. Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran Islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman Islam tentang kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad dijadikan oleh Allah SWT. Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi. Kedua, Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan sifat manusia. Dalam keyakinan Islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat. Ketiga, Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Manusia dijadikan Allah berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakni ibadah dan siyadah atau imtak dan ipteks, agar manusia itu berhasil dalam mengelola bumi. Keempat, Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya masing-masing. Allah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada manusia. Kelima, Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya. Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan multipotensial. Keenam, Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusia Dalam pandangan islam hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan menjadi sumber kehidupan[5].
Berdasarkan pandangan dan pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam Islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa menurut Islam tidak lain adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah[6].


[1] Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam Al-Qur’an,
(Jakarta: Paramadina, 2000), hal. 13.
[2] Ibid., hal. 14.

[3] Thohari Musnamar, et al, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UIIPress, 1992), hal. XIII.

[4] Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental Konsep & Penerapan, (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 1999), hal. 24.
[5] Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Jilid 1, alih Bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 20-21.

[6] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 154.

0 Comments