A. Kondisi
Sosial Intelektual
Dari sekian banyak
kiprahnya dalam berbagai kegiatan, kehadiran Zakiyah Daradjat tampaknya lebih
dikenal dan tak bisa lepas dari psikologi agama atau kesehatan mental.
Kesehatan mental dan psikologi agama adalah disiplin ilmu yang keahliannya
ditekuni dan disosialisakannya secara konsisten, tak kenal lelah dan bosan
melalui berbagai media; buku, artikel, makalah, diskusi atau seminar, juga
melalui ceramah di berbagai forum, kemudian melalui radio dan televisi, serta
dalam mengajar di berbagai lembaga pendidikan.
Zakiyah Daradjat adalah orang yang
pertama kali merintis dan memperkenalkan psikologi agama di lingkungan
Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Buku karangan beliau bukan saja menjadi
bacaan wajib di perguruan tinggi terutama mengenai Pendidikan Agama dan
Psikologi Agama, tetapi juga menjadi rujukan bagi kalangan perguruan tinggi,
para pendidik, dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan dan sosial
keagamaan bahkan menjadi bacaan populer masyarakat umum.[1]
Kiprah Zakiyah Daradjat di bidang psikologi
sepanjang karier akademik dan intelektualnya berusaha mencari kaitan antara
terapi pendidikan dengan nilai-nilai agama. Dalam kaitan ini beliau menjadi
fenomena menarik. Ia ingin mengintegrasikan pendekatan agama dengan ilmu
pengetahuan modern. Dengan merujuk kepada berbagai literatur, baik berasal dari
barat maupun dari Islam, ditemukan sintesa baru : agama memiliki peran yang
sangat fundamental dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Karena itu agama
dapat dijadikan pijakan psikologi. Sebagai seorang psikolog religi Zakiyah
Daradjat berusaha meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku atau
mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Menurutnya cara berpikir,
bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak bisa dipisahkan.
B. Tokoh yang
Mempengaruhinya
Adapun tokoh – tokoh yang mempengaruhinya adalah sebagai
berikut:
1) K.H. Ahmad Dahlan.
2) K.H. A. Wahid Hasyim.
3) Zainuddin Labay El-Yunus
4) Sayyed Muhammad Naquib Al-Attas
5) K. H. Hasyim Asy’ari
6) Prof. Dr. Mahmud
Yunus
7) Muhammad Natsir
8) Ki Hajar Dewantara
9) K. H. Imam Zarkasyi.[2]
Di Indonesia terdapat beberapa Tokoh Pembaharuan
pendidikan Islam yang sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam.
Diantaranya Haji Karim Amrullah, yang dikenal dengan buya Hamka, Ahmad Dahlan
pendiri organisasi Muhammadiyah, K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri pondok Tebu
Ireng, jombang dan salah satu pendiri organisasi NU, dan Ki Hajar Dewantara,
peletak dasar pendidikan Nasional. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembaharuan Pendidikan Islam
sangat banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan penting dalam sistem
pembaharuannya, yang menjadi tolak ukur bagi kita untuk kedepan nya dalam
mengembangkan atau menlanjutkan pergerakan mereka di dalam bidang Pendidikan Islam.
C. Metode (Corak)
Berfikir Zakiah Darajat
Pendidikan Islam, bagi
Zakiah Daradjat adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam, ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud dalam
perbuatan, baik bagi kebutuhan diri sendiri (individu) maupun orang lain (masyarakat),
bersifat teoritis dan praktis, juga berupa ajaran Islam yakni iman dan amal
dalam pembentuk kepribadian yang Islami. Jika pendidikan Islam bagi Zakiah
Daradjat untuk membawa manusia memiliki kepribadian yang kokoh dan kuat dalam
menjalani kehidupan di dunia yang penuh dengan problema, maka kesehatan mental
adalah untuk membawa manusia untuk mencapai tingkat rohani yang sehat mental
dan sehat jiwa untuk menetramkan batin.
Pemikiran dapat dianalisis dan
dirumuskan batasan-batasannya kedalam beberapa kategori. Pendidikan Islam, bagi
Zakiah, pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang berakhlak
mulia. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap
atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak)
sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran dan karena Allah semata.[3]
Peran pendidikan Islam dalam
kesehatan mental, menurut Zakiah Daradjat, yaitu dapat memberikan bimbingan
dalam kehidupan, menolong dalam menghadapi kesukaran menetramkan batin,
menggendalikan moral, dan memberikan terapi terhadap gangguan mental. Dan pada
gilirannya dapat mengantarkan orang dan menciptakan generasi sehat, hidup
tenang, aman dan damai, cinta mencintai yang dipenuhi keadilan dan kebenaran.
Karena itu, pendidikan Islam pun dapat berperan sebagai terapi jiwa yang
gelisah dan terganggu, berperan sebagai pengobatan (kuratif) untuk merawat anak
yang terganggu mentalnya sehingga anak bisa menjadi sehat dan wajar kembali, pencegahan
(preventif) untuk menghadapi diri sendiri dan orang lain, pembinaan
(konstruktif) untuk menjaga kondisi mental yang sudah baik, seperti memperkuat
ingatan, frustasi, kemauan dan kepribadian anak. Dengan keyakinan beribadah,
hidup yang dekat dengan Tuhan serta tekun dalam menjalankan perintah-Nya,
kesehatan mental dapat dibina.
Oleh karena itu, pendidikan Islam
harus dilaksanakan secara intensif dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan Islam harur tercermin dan terjadi sekaligus dalam
pengalaman, dan perilaku dan contoh dalam kehidupan di samping pengertian dan
latihan tentang ajaran Islam. Sebagai seorang intelektual yang
agamis beliau mempunyai komitmen serta pengetahuan keislaman yang memadai. Hal
ini nampak dalam pandangan-pandangannya dalam berbagai ceramah, diskusi dan
seminar, juga dituliskan di berbagai media massa, disamping pada berbagai
aktifitasnya dan pada berbagai jabatan yang pernah diembannya, yang selalu
mengeluarkan ide-ide yang bersifat religius.
[1] http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/8/jtptiain-gdl-s1-2004-anirenikur-393-diakses Tanggal 24 Oktober 2017
dari http://library.walisongo.ac.id
[2] http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/8/jtptiain-gdl-s1-2004-anirenikur-393-diakses Tanggal 24 Oktober 2017
dari http://library.walisongo.ac.id
0 Comments
Post a Comment