JUDUL : Konsep Dasar
Belajar dan Faktor yang
Mempengaruhinya
A.
DEFINISI BELAJAR
Menurut
Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
Menurut
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan,
yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sedangkan
Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977,
belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah
laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi
belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi
akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan
serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Moh.
Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa
pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari
beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa semua
aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan
perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
B.
PENTINGNYA BELAJAR BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Pendidikan
merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita ini karena dengan pendidikan
kita semua bisa belajar semua ilmu pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan
itulah kita bisa merubah polapikir kita semua, jadi setiap manusia khususnya
masyrakat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu
berkembang didalamnya karena kemajuan suatu Negara dapat diukur atau dapat
dilihat dari kemajuan pendidikan masyarakatnya. Pendidikan secara umum
mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat
hidup dan melangsungkan kehidupannya pada yang lebih baik. Kita dididik menjadi
orang yang berguna baik bagi negara, Nusa dan Bangsa. Pendidikan pertama kali
yang kita dapatkan yaitu di lingkungan keluarga (Pendidikan informal),
lingkungan sekolah (Pendidikan formal), dan lingkungan masyarakat (Pendidikan
nonformal). Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Proses pendidikan ini
berlangsung seumur hidup, sehingga peranan keluarga itu sangat penting bagi
anak terutama orang tua. Orang tua mendidik anaknya dengan penuh kasih saying,
dan kasih sayang yang diberikan orang tua pada anaknya tidak ada habisnya dan
tidak terhitung nilainya.
Oleh
karena itu, proses belajar sangat penting bagi kehidupan sehari-hari yang
bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap
mental / nilai-nilai. Pencapaian tujuan berarti akan menghasilkan hasil
belajar. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang
terkandung dalam belajar di sebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah
maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya,
sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka
bumi. Karena kemampuan berkembang melalui belajar itu manusia secara bebas
dapat mengekpresikan, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk
kehidupannya.
Belajar
juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat
manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat diantara
bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan
tersebut kenyataan tragis bisa pula terjadi karena belajar. Contohnya, tidak
sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk membuat orang lain
terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupan orang tersebut.
Untuk
mencapai hasil belajar yang ideal kemampuan para pendidik teristimewa guru
dalam membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan
siap dan memiliki profisiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan
kewajibannya.
C.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANUSIA
Pertumbuhan
dan perkembangan hewan terjadi di seluruh bagian tubuhnya. Pertumbuhan tersebut
menyebabkan bagian-bagian tubuh hewan semakin besar atau semakin panjang.
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada hewan dan manusia dipengaruhi
oleh faktor dari dalam (internal) makhluk hidup dan faktor dari luar
(eksternal).
a.
Faktor
internal
Faktor
dari dalam tubuh makhluk hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
antara lain sebagai berikut.
1) Gen
Gen merupakan
faktor penentu sifat yang diturunkan dari induknya. Sifat-sifat yang diturunkan
dalam gen setiap jenis hewan berbeda.
2) Hormon
Hormon
mempengaruhi aktivitas di dalam tubuh. Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan
hewan dan manusia disebut hormone somatotrof.
b.
Faktor
eksternal
Pertumbuhan dan
perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor dari luar. Faktor dari luar yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hewan dan manusia adalah sebagai
berikut.
1) Makanan
Semua makhluk
hidup membutuhkan makanan sebagai sumber tenaga dan zat pembangun tubuh.
Makanan sebagai sumber tenaga adalah karbohidrat, sedangkan sumber pembangun
tubuh adalah protein. Ketercukupan kebutuhan makanan akan menjadikan hewan atau
manusia tumbuh optimal.
2) Sinar
matahari
Sinar matahari
diperlukan dalam pengubahan provitamin D menjadi vitamin D. Vitamin D membantu
penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan.
3) Aktivitas
fisik
Kegiatan fisik,
misalnya olahraga dan latihan, akan dapat memperbesar ukuran otot dan tulang.
4) Suhu
Suhu yang
sesuai diperlukan dalam pertumbuhan hewan maupun manusia.
Mudah-mudahan
artikel biologi Faktor yangMempengaruhi
Pertumbuhan dan Perkembangan Hewan dan Manusia dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.
D.
PENDEKATAN BELAJAR
Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang
digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa
belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam
lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami.
Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal
dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan
demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga
guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan
prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan
cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak
hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya
(http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang
dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen,
2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan
kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di
lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang
benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan
lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu
siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru
bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan
sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan
pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah
pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap,
nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan
kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya
melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkanketrampilan sosial
(social skills).
Lebih lanjut Schaible, Klopher, dan Raghven, dalam
Joyce-Well menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam
masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada
bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual
atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang
cara dalam mengatasi masalah.
1. Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan
kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan
tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938)
dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz
(1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina
pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran
terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan
pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang
dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia
mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978)
menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya
dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya
dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu,
konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman
baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang
juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan
analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne,
Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan
menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali
sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses
pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan
menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada
pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin,
1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan
berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.
Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis
(1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme
dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih
tinggi dan signifikan.
1. Pendekatan Deduktif – Induktif
A. Pendekatan Deduktif
Pendekatan
deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada
bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran
bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah
mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
1. Pendekatan Induktif
Ciri uatama
pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk
membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin
merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi
dilingkungan.
Prince dan
Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan
pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan
teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik
baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus
dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak
mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif
menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam
Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi.
Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on
previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer
informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major
(2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan
menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen
logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi
contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk
menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif
pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif
adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan
pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis
masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan
pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan
melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya,
menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami
konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major
(2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk
mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan
contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa
melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau
geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi,
tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa
yang diamati.
Dalam fase
pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah.
Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas
materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya
matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola
pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran
“yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada
hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan
masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir
induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
1. Pendekatan Konsep dan Proses
A. Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep
berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang
terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep
dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk
memahami konsep.
1. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti
mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan.
Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984.
Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam
kegiatan belajar..
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang
harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan.
Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
1. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the
teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM
dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan
proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan
oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an
interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in
order to meet the increasingdemands of a technical society, education must
integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan
pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan
berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di
antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita
terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana
pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian
yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC
State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an
interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many
ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and
how such factors shape science and technology. STM dengandemikian
adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses
sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosialmempengaruhi perkembangan
sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher
Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran
sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika
dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan
aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan.
Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang
diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi
masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang
dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah.
0 Comments
Post a Comment