Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Konsep Islam dalam Mengasuh Anak Belajar


A.    Konsep Islam dalam Mengasuh Anak Belajar

Islam sebagai agama samawi, sumbernya adalah Allah bermaksud untuk menerangi kehidupan manusia agar tidak tersesat. Islam juga merupakan petunjuk jalan yang benar dan lurus bagi manusia, untuk mencapai ridha Allah dan bukan jalan yang dimurkaiNya. Dengan demikian berarti Islam memberikan pelajaran kepada manusia mengenai cara menjalani dan menjalankan hidup dan kehidupan yang baik dan benar untuk mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat.
Islam merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Pelaksanaan syariat ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga manusia pantas memikul amanat dan menjalankan peran sebagai khalifah-Nya. Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan Islam. Syariat Islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi, dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Oleh sebab itu, Pendidikan Islam menjadi kewajiban orang tua dan guru disamping juga menjadi amanat yang harus dipikul oleh suatu generasi untuk disampaikan kepada generasi berikutnya, dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anaknya.[1]
Pendidikan Islam merupakan satu sarana diantara dalam membangun kepribadian manusia untuk mewujudkan tujuan – tujuan besar manusia dalam lingkar ajaran Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkualitas pemimpin, yakni berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan  menguasai ilmu kehidupan (sains dan teknologi) yang memadai. Apabila ke tiga tujuan ini tercapai, maka akan terwujudlah generasi pemimpin yang individunya memiliki ciri sebagai insan yang shaleh/shalehah, sehat, cerdas dan peduli bangsa.
B.    Tanggung Jawab Orang Tua dalam Membantu Anak Belajar
Dalam Islam orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu keimanan kepada Allah SWT. Fitrah merupakan kerangka dasar operasional dari proses penciptaan manusia. Di dalamnya terkandung kekuatan potensial untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaannya. Anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada setiap orang tua. Anak juga merupakan buah hati, tumpuan harapan serta kebanggaan keluarga. Anak-anak merupakan generasi mendatang yang mewarnai masa kini dan diharapkan membawa kemajuan di masa mendatang[2].
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari orang tualah awal anak-anak menerima pendidikan. Pendidikan  pertama yang diterima anak berasal dari keluarga, karena setiap orang tua berkewajiban untuk menjaga dan memelihara anak-anak dan keluarganya.  Peranan orang tua sangat strategis, sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi saat ini di mana pengaruh teknologi informasi yang semakin kental. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting sebab kondisi dasar dari sebuah generasi dimulai dari sebuah keluarga. Menurut Zakiah Daradjat keluarga adalah suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil dibatasi oleh adanya keturunan atau disebut juga umat, akibat adanya kesamaan agama.[3]
Sebagaimana orang tua atau pendidik, kita harus sadar bahwa lingkungan yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah keluarga, di samping sekolah. Berhasil tidaknya peningkatan prestasi juga sangat bergantung pada lingkungan yang menumbuhkan dan mengembangkan anak-anak. Sebab keteladanan lebih efektif dibandingkan nasehat berupa ucapan atau indoktrinasi. Tanpa keteladanan, rasanya sulit menjadi generasi qur’ani yang kelak akan meneruskan cita-cita Islam.[4]
Islam menjelaskan bahwa anak adalah amanah Allah yang harus  dipelihara dengan baik dan segala sesuatu yang membahayakan dirinya, baik jasmaniah maupun rohaniah. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan generasi yang akan datang, maka pembinaan mental harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan intensif. Di samping itu, orang tua juga tidak boleh melupakan anak-anak yang telah terganggu kesehatan mentalnya, dan telah terlanjur kosong dadanya dan jiwa agama.
Upaya menyelamatkan dan membina generasi yang sekarang dan yang akan datang itu tidak ringan dan mudah untuk dilakukan. Dalam hal ini semua kalangan harus ikut memperhatikan, terutama keluarga, sekolah (lembaga-lembaga pendidikan), pimpinan-pimpinan dan orang yang berwenang dalam masyarakat, termasuk para tetangga yang ada dilingkungan hidupnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelamatkan generasi yang akan datang itu harus serentak dilakukan oleh rumah tangga, sekolah dan masyarakat (tetangga di dalamnya). Pendidikan di rumah tangga hendaklah dilakukan dengan perbaikan dan keharmonisan hubungan ayah dan bundanya.[5] Dalam hal ini Allah SWT., berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 9, yang berbunyi:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً (النساء: ۹)
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan  yang benar (QS. An-Nisa’: 9).

Ayat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa orang Islam harus waspada terhadap keselamatan generasi penerus yang ditinggalkan dalam keadaan lemah. Pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dan kesadaran dan pengertian yang lahir dan pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrat suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.
Pembinaan pendidikan anak adalah menjadi tanggung jawab orang tua, Orang tua harus memelihara dirinya dan keluarganya dan hal-hal yang membahayakan mereka. Anak harus dibina sejak di rumah, karena pendidikan ini merupakan landasan atau fundamen untuk pendidikan selanjutnya.  Posisi orang tua sangat berarti bagi pembinaan subjek didik, karena dituntut untuk mengedepankan sosok anak yang muslim. Islam juga menuntut agar orang tua benar memberikan pengawasan yang intensive terhadap segala aktifitas yang dilakukan anak untuk menentang kemungkinan berprilaku yang negatif. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT., dalam surat at-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم: ٦)
Artinya:   Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dinimu dan keluargamu dan api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahim: 6).

Ayat di atas, memberikan suatu penafsiran bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, supaya mereka  menjaga dirinya dan keluarganya dan api neraka yang bahan bakarya adalah manusia dan batu. Menjaga dalam arti, taat dan patuh kepada Allah dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, memelihara mengandung makna pembinaan dan pendidikan sehingga anak tidak celaka baik di dunia maupun di akhirat. Seorang ibu memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anak di lingkungan keluarga. Ibu merupakan guru pertama dan utama dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Selain ibu, ayahpun mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Dari uraian di atas, penulis memahami bahwa di dalam keluarga harus dilakukan kerjasama yang baik untuk mencapai anggota keluarga yang serasi dan terpadu saling isi mengisi sehingga menimbulkan keakraban di dalam keluarga. Dengan modal tersebut peningkatan prestasi anak akan lebih mudah dilakukan.
Orang tua memegang peranan yang amat penting dan berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Ibu adalah orang mula-mula dikenal anak menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Demikian pula halnya dengan ayah, juga mempunyai pengaruh yang besar dalam mendidik anak- anaknya. Tugas utama orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anaknya adalah membina dan mendidik anaknya serta memberikan dukungan kepada anak dalam rangka meningkatkan kualitas belajar anaknya, sehingga anak mendapatkan prestasi yang baik dalam belajarnya. Hal lain yang harus dilakukan menjaga dan memeliharanya dan hal-hal yang dapat membahayakan dan merusak moral dan akhlak anak. Pendidikan dalam keluarga berlangsung tanpa disadari atau secara tidak sengaja. Ia berlangsung melalui pengalaman langsung yang diperoleh anak melalui penglihatan, pendengaran, perlakuan yang diterimanya serta latihan dan pembinaan. Anak akan menyerap, meniru dan mengidentifikasi kepada orang yang ada di sekitarnya, terutama orang-orang yang melayaninya dalam memenuhi kebutuhannya.[6]
Pendidikan dan pengajaran dalam keluarga berlangsung terus menerus, sepanjang hari yang pada umumnya tidak disadari oleh orang tua, Anak akan menyerap seluruh pengalaman yang ditangkap oleh inderanya tanpa seleksi, dan pengalaman itu tidak ada yang hilang. Semuanya masuk, berkumpul dan akan membentuk kepribadian. Selanjutnya akan menentukan akidah, akhlak, sikap, minat dan kesehatan mental anak tersebut.
Harapan atau aspirasi orang tua terhadap anaknya juga bergantung pada tingkat sosial orang tua. Orang tua yang di pedesaan yang memerlukan tenaga anaknya dalam perjuangan hidup tidak begitu mementingkan pendidikan formal. Atau mereka memilih sekolah yang dalam waktu singkat mempersiapkan anak itu untuk suatu pekerjaan . Bila tenaga anak diperlukan dengan sendirinya orang tua mempunyai pandangan yang lain tentang kerajinan, prestasi belajar dan disiplin anaknya.
Orang tua juga harus menyadari bahwa anak-anak selalu membutuhkan perhatian dan bimbingannya mulai dan kecil sampai anak berumur lebih kurang 26tahun (masa-masa pembinaan kepribadian berakhir). Disini kepribadian sangat menentukan. Jika kepribadiannya utuh dan jiwanya sehat, maka ia akan menghadapi semua masalah itu dengan tenang. Demikian juga jika dalam kepribadiannya terkandung unsur-unsur agama dan keimanan yang cukup teguh, maka masalah tersebut akan dihadapinya dengan tenang. Akan tetapi orang yang jiwanya goncang dan jauh dan agama, boleh jadi ia akan marah tanpa sasaran yang jelas atau memarahi orang lain sebagai sasaran penumpahan perasaan kecewa marah atau sakit hati.[7]
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa orang tua sebagai pendidik pertama dan yang utama dalam keluarga sangat bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam pembinaan peningkatan prestasi belajar anaknya. Anak yang mempunyai prestasi belajar adalah anak yang terjaga dan hal-hal yang dapat merusak dirinya. Maka apabila anak telah rusak jiwa, moral dan akhlaknya akibat kelalaian orang tuanya dalam mendidiknya, hal ini akan membawa kegagalan anak dalam meraih prestasi yang lebih baik. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan menjaga anak sangat menentukan kesuksesannya anak dalam meraih prestasi belajar yang dapat membawa kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Karena keluarga yang bahagia adalah keluarga yang mempunyai pendidikan yang memadai khususnya pendidikan Agama. Pendidikan Agama dapat membawa kebahagian, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Hubungan antar keluarga memegang peranan penting dalam belajar. Hubungan yang akrab, dekat, penuh rasa sayang menyayangi, saling mempercayai, saling membantu, saling tenggang rasa dan saling mengerti. Apabila orang tua tidak mampu untuk melakukannya, lebih-lebih lagi orang tua yang terbatas pengetahuannya, maka diperlukan guru (sekolah) untuk mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak tersebut. Ini merupakan kewajiban manusia yang diciptakan untuk mencari ilmu untuk bekal hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.




[1] Abudin  Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 32.

[2] Ramayulis, dkk., Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hal. 5.

[3]Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 185.

[4]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 22-23.

[5] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Posdakarya, 2001), hal. 111.
[6] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 35.
[7]  S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hal. 144.