Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Konsep Pemilihan Jodoh Dalam Islam Dan Hubungannya Dengan Pendidikan Anak




A.    Latar Belakang Masalah

Secara kodrati setiap orang tua sejak zaman dahulu (Adam AS), hingga sekarang dan yang akan datang, berkeinginan untuk mendidik dan mengajar anaknya, namun bagi orang yang beriman hal itu bukan hanya sekedar menuruti dorongan kodratnya semata, tetapi lebih dari itu adalah dalam rangka melaksanakan perintah wajib yang telah digariskan oleh Allah Swt. Dengan demikian beban yang diberikan kepada orang tua agar bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya memang tumbuh dari naluri orang tua (faktor pembawaan). “Pemilihan jodoh sangat penting bagi seseorang untuk mengetahui latar belakang pribadi calon keluarga sebelum berlanjut pada terciptanya hubungan perkawinan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia atas dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dan menumbuh kesungguhan dalam berusaha mencari rizki yang halal”[1].
Dalam pemilihan jodoh sebagaimana lazimnya baik pihak laki-laki (pemuda) maupun pihak perempuan (pemudi) mempunyai patokan atau penilaian yang dipenuhi pada masyarakat Muna penentuan pasangan hidup dinilai berdasarkan faktor: pertama, agamanya, kedua, bagus wataknya, ketiga, cantiknya, keempat, bagus tingkah lakunya.
Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang sesuai dengan yang dicita-citakan atau yang diangankan, demikian pula halnya dengan urusan perkawinan. Orang tua yang anaknya sudah akil baliq mengharapkan agar cepat menikah, namun bukan benikah yang asal menikah saja, namun harus sesuai dengan yang diharapkan dan yang dicita-citakan. Demi untuk melaksanakan pernikahan yang diharap dan dicita-citakan, maka sewajarnya ada pembatasan-pembatasan yang menjadi pengaman bagi tujuan dan cita-cita tadi di dalam suatu perjodohan.
Dalam tahapan persiapan ini, orang tua (calon ayah/ibu) lebih ditekankan untuk merencanakan suatu cita-cita dan keinginan yang suci, yaitu keinginan kehadiran dan kelahiran sang anak. Artinya, pada tahap ini tidak dapat dipisahkan pula denganplanning memilih calon pasangan sebagai elemen yang turut melaksanakan tanggung jawab peribadahan sebagai hamba-hamba Allah SWT. Berangkat dari niat suci inilah, cita-cita dan keinginan suci di atas, yaitu kehadiran sang anak akan menjadi sebuah keberkahan. Dengan demikian, jelaslah bahwa “konsep dalam Islam begitu lengkap mengenai pendidikan anak dalam kandungan, di mana pendidikan secara tak langsung sudah dimulai sejak saat-saat memilih pasangan hidup, dan bila terdapat kekurang yakin dihati seorang baik laki-laki atau perempuannya. Disarankan untuk melakukan shalat Istikharah, dengan menyerahkan segala keputusan pada yang Maha Adil,maka kita tidak akan salah dalam mengahadapinya”[2].
Dalam bukunya Tarbiyat al-Aulād fi al-Islām, Abdullah Nashih Ulwan mengutip sebuah hadis Rasulullah saw:
وَعَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوا اَوْلاَدَكُمْ بِااصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِالْمَضَاجِعِ ،(رواه ابوداود)
Artinya: Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anakmu shalat pada waktu umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan anak laki- laki dengan anak perempuan dalam tempat tidur mereka (HR. Abu Daud).[3]

Menurut Abdullah Nashih Ulwan, “perintah salat dapat disamakan dengan puasa dan haji, yakni melatih anak-anak untuk melakukan puasa jika kuat dan menunaikan ibadah haji jika orangtuanya mampu. Rahasia yang terkandung adalah agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah tersebut sejak masa pertumbuhannya”[4].
Berdasarkan hadis di atas, orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan agama anak. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, di sekolah dan di lingkungan masyarakat. Semakin banyak pendidikan agama yang diterima anak, maka sikap, tindakan dan cara anak menghadapi persoalan hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Orang tua adalah pembina pribadi pertama dalam hidup anak di lingkungan keluarga karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi hidup anak sejak dilahirkan. Dalam keluarga anak mendapatkan pendidikan pertama dalam segala fungsi jiwanya sebagai modal dasar. Kehidupan beragama pada masa kecil sangat membekas pada diri seseorang dan pada umumnya akan mendasari bagi kehidupan spiritual pada tahap perkembangan berikutnya sampai ia memasuki masa dewasa.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pesoalan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari adalah aktifitas beragama yaitu ibadah. Agama apapun, ibadah merupakan ajaran yang tidak bisa dilepaskan karena ibadah adalah konsekuensi logis dari keyakinan terhadap Tuhan. Dalam Islam ibadah diartikan sebagai sebuah hubungan kepada Allah swt. (hablunminallah), dan hubungan kepada sesama manusia (hablunminannas).
Mendidik anak pada hakikatnya merupakan usaha nyata dari orangtua dalam rangka mensyukuri karunia dan mengemban amanat Allah swt. Oleh karena itu pendidikan agama yang diterima merupakan hak anak. Dengan menyadari hakikat anak, orang tua diharapkan akan menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan hal ini, M. Fauzil Adhim mengklasifikasikan pendidikan ibadah bagi anak sesuai umur dan perkembangan jiwa anak sebagai berikut :
Pertama, Sejak dalam kandungan selama kurang lebih 9 bulan. Kebutuhan yang paling penting dalam masa ini adalah kerahiman (kasih sayang tulus) dari ibunya. Kedua, Selanjutnya adalah masa lahir sampai usia dua tahun, masa ini umum disebut masa bayi. Pada masa ini, anak memerlukan kasih-sayang dan perhatian yang melibatkan langsung dirinya untuk menuju kehidupan berikutnya. Ibu diharapkan membimbingnya untuk mengenalkan lingkungan sosialnya. Ketiga, masa thufulah atau masa kanak-kanak, yang berlangsung antara usia dua sampai tujuh tahun. Pada masa ini, anak butuh dikembangkan potensinya seoptimal mungkin, karena sedang aktif-aktifnya, cerdas-cerdasnya, peka-pekanya, gemes-gemesnya bahkan cerewet-cerewetnya. Inilah masa yang tepat untuk memberikan dasar-dasar tauhid anak melalui sentuhan dzauq (rasa), sehingga nantinya akan mempertajam akalnya. Menanamkan tauhid melalui dzauq akan lebih merangsang anak untuk memiliki tauhid yang aktif, kedalaman tauhid yang nantinya akan mendorongnya untuk bergerak melakukan sesuatu yang baik. Keempat,  usia 7 tahun, di mana anak memasuki tahap perkembangan tamyiz atau kemampuan awal membedakan mana yang baik dan buruk serta benar dan salah melalui penalarannya. Pada tahap ini anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syari’at (ibadah) yang sifatnya mahdhah maupun ghairu mahdhah, disamping tentunya pendidikan tauhid, pendidikan akhlak dan lain sebagainya secara simultan yang berlangsung hingga usia 12 tahun.[5]

Dari periodisasi dan klasifikasi di atas, maka orang yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan anak menuju taklif adalah orang tua. Sebagai realisasi tanggungjawab orang tua dalam pendidik dan menyampaikan materi-materi pokok pendidikan bagi anak, ada beberapa aspek yang menjadi urutan prioritas utama[6].
Lebih lanjut Nashih Ulwan menjelaskan bahwa “dengan adanya pendidikan agama (ibadah) yang diberikan oleh orangtua sesuai dengan masa pertumbuhannya tersebut, maka ketika anak telah tumbuh dewasa akan terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, dan berserah diri kepada-Nya”.[7]
Berkaitan dengan hal ini, Zakiah Daradjat memberikan argumen, bahwa apabila anak tidak terbiasa melaksanakan ajaran agama terutama ibadah dan tidak pula dilatih atau dibiasakan melaksanakan hal-hal yang disuruh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari seperti shalat, puasa, berdo’a dan lain-lain, maka pada waktu dewasanya nanti ia akan cenderung kepada acuh tak acuh, anti agama, atau sekurang-kurangnya ia tidak akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya, bila anak mendapat latihan dan pembiasaan agama, pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan akan agama.[8]
Sebagai wujud dari tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai ibadah kepada anak-anaknya, ada beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua, sebagaimana diungkapkan Chabib Thoha berdasarkan Al-Quran surah Luqman ayat 17 sebagai berikut :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُور       )ِلقمان: ١٧(
Artinya:   Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Qs. Luqman: 17).

Pendidikan salat dalam ayat di atas tidak hanya terbatas tentang kaifiyat salat saja. Mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
Berdasarkan realita yang terjadi hari ini, banyak kaum muda yang tidak mau meneladai Rasulullah dalam memilih pasangan hidup, sehingga dalam kehidupan rumah tangga mereka terombang-ambing bagaikan di tiup angin kencang. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil judul dalam penulisan proposal skripsi ini adalah Konsep Pemilihan Jodoh dalam Islam dan Hubungannya Dengan Pendidikan Anak.


B.    Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Bagaimana konsep memilih jodoh dalam Islam?            
2.     Bagaimana perkawinan ideal dan kaitannya dengan mendidik anak?
3.     Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak?               
4.     Bagaimana hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga?
C.    Penjelasan Istilah

Adapun istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.     Konsep
Menurut Sampurna K “Konsep adalah rancangan atau buram surat-surat dan sebagainya”.[9] Bahkan Soerganda Poerwakawatja juga menjelaskan bahwa konsep adalah: “Suatu yang dikonsepkan, proses mental yang menguatkan suatu mental. Kemampuan menyusun kembali dan memadukan data yang diserap indera.”[10] Sedangkan pengertian konsep menurut penulis adalah suatu perancangan dasar yang akan dijadikan proses untuk melakukan suatu pekerjaan dimasa akan datang ataupun suatu landasan dasar atau kerangka utama dalam menyusun atau membuat suatu permasalahan.
2.     Pemilihan Jodoh
Dalam kamus Bahasa Indonesia, memilih adalah “menentukan (mengambil dsb) sesuatu yang dianggap sesuai dengan kesukaan (selera dsb): hati-hati kalau anda hendak kawan hidup;  mencari atau memisah-misahkan mana yang baik (besar, kecil, dsb)”.[11]
Adapun menurut penulis, memilih adalah menentukan pilihan dalam semua masalah.
Jodoh dalam Bahasa Indonesia berarti “pasangan hidup, seseorang dengan siapa kita akan menghabiskan sisa hidup kita”[12]. Adapun menurut penulis, jodoh adalah pendamping hidup dalam menjalani kehidupan.
3.     Pendidikan Anak
Suganda Poerbakawatja menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membawa si anak ke tingkat kedewasaan dalam arti sadar dalam memikul tanggung jawab segala perbuatan secara moral.[13] Dalam psikologi pendidikan disebutkan pendidikan adalah: “Proses pertumbuhan yang berlangsung berkat dilakukannya perbuatan belajar.”[14] Sedangkan anak menurut kamus besar bahasa Indonesia, diartikan dengan: “Keturunan kedua, manusia yang masih kecil.”[15] Batasan umur anak kanak-kanak (0-6 tahun), anak umur sekolah (6-12 tahun), umur remaja (13-16 tahun).[16]
Sedangkan pendidikan anak yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah suatu upaya pembinaan yang di tunjukan kepada anak-anak yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantru pertumbuhan dan perklembangan jasmani dan rohani agar anak memliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
D.    Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.     Untuk mengetahui konsep memilih jodoh dalam Islam. 
2.     Untuk mengetahui perkawinan ideal dan kaitannya dengan mendidik anak.
3.     Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.                
4.     Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga.
E.    Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai konsep pemilihan jodoh dalam islam dan hubungannya dengan pendidikan anak. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan nilai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan konsep pemilihan jodoh dalam islam dan hubungannya dengan pendidikan anak ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F.     Landasan Teori

Disyariatkannya pernikahan terkandung maksud agar agama seseorang semakin sempurna, nafsu birahinya tidak serakah, terjaga ketahanan mental dan jasmani, memperkokoh tali persaudaraan, baik antar individu maupun dengan masyarakat, menjaga kemuliaan bangsa dan negara, serta meraih ampunan dosa.[17] Namun, kini telah banyak manusia yang memilih kedudukan dan martabat hewani, enggan menikah, memilih hidup bebas tanpa batas dalam menyalurkan nafsu birahinya. Kenyataan ini tidak perlu dimungkiri, karena sudah ada sejak Allah Swt. menciptakan bumi. Bahkan sampai kiamat perilaku hewani itu mungkin tetap akan menghiasi kehidupan manusia yang tak pernah tersentuh nilai keimanan. Nafsu hewani telah menyatu dengan mereka sehingga membuat dirinya tidak mampu memahami tujuan-tujuan mulia dari disyariatkannya pernikahan.[18]
Bukan hal yang mengherankan bila kini banyak terjadi orang menikah hanya sekadar untuk melampiaskan dan mengumbar hawa nafsu birahi. Kawin-cerai menjadi budaya mereka hingga tidak ada ketentraman dalam berumah tangga. Mereka memandang bahwa hidup adalah uang dan kemegahan. Harta, tahta, dan wanita sebagai tolok ukur keberhasilan dalam mengarungi hidup hingga dalam memilih pasangan hidup selalu mengutamakan kekayaan material, keturunan, dan kecantikan. Bagi mereka, hal tersebut merupakan prestise dalam mengarungi kehidupan di tengah masyarakat. Agama dan akhlak bukan lagi dijadikan ukuran, bahkan menjadi cemoohan. Dengan harta dan tahta, mereka merasa hidup aman dan tentram, terlepas dari belenggu kemiskinan dan kehinaan. Ada pula di antara mereka yang menikah hanya sekadar mencari ajang penyaluran seks, mencari kenikmatan dan kepuasan duniawi. Hal tersebut senantiasa dijadikan dambaan dalam memilih pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup hanya karena memenuhi keinginan nafsu adalah racun yang tidak boleh terlintas dalam benak seorang muslim. Harus kita sadari bahwa pembentukan keluarga mutlak harus diarahkan pada terciptanya keluarga yang islami. Bahkan Islam memandang hal ini sebagai proyek besar, yang tentu saja butuh keseriusan dalam mewujudkannya. Karena itulah di dalam Islam dijumpai pokok-pokok yang sangat rinci dan akurat tentang cara memilih pasangan hidup. Di sana ditegaskan tentang pentingnya kehidupan umat Islam yang harus dijiwai dengan sifat yang terkandung dalam Alquran hingga kemudian dapat menjadi contoh teladan bagi manusia di seluruh penjuru dunia.
Dalam pandangan Islam, masalah pernikahan mendapatkan perhatian khusus, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup, sehingga rumah tangga yang dibangun benar-benar kokoh dan bahagia. Sebab pembinaan rumah tangga berarti juga berdampak keselamatan, kebahagiaan individu, masyarakat, serta kemaslahatan dan kemuliaan umat manusia secara keseluruhan. Dalam masalah yang multikompleks seperti inilah Islam tidak pernah menganggap norma-norma material dan fenomena-fenomena yang menarik lainnya sebagai sesuatu yang penting. Tapi, Islam memberikan landasan yang sangat mendasar bagi tercapainya sebuah bangunan rumah tangga yang bahagia, sejahtera, penuh kedamaian dan ketentraman.[19]
Allah Swt. memberikan pengarahan agar tujuan dari pernikahan tidak hanya untuk mencapai kebahagiaan yang semu, melainkan agar mencapai ketentraman atau sakinah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Terdapat dua faktor yang menjadikan tatanan rumah tangga mencapai sakinah, yakni mawaddah dan rahmah. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, dengan mawaddah tanpa rahmah, atau rahmah tanpa mawaddah tidak dapat mencapai kehidupan yang sakinah.
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah Swt. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus melalui usaha maksimal baik melalui usaha bathiniah (memohon kepada Allah Swt.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan baik yang datangnya dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku).
            Adapun dasar hukum memilih jodoh sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Ar-ruum ayat 21 sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ  ) الروم: ٢١(
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ruum; 21).

            Di dalam surat Ar-raad ayat 38  juga di sebutkan:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ) الرعد: ٣٨(
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu). (Qs. Ar- Raad: 38).

            Dan juga terdapat dalam surat An-Nahl ayat 72 Allah berfirman:
وَاللّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ) النحل :٧٢(
Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (Qs. An-Nahl: 72).

            Di dalam surat Al-Hujurat ayat 13  Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ)الحجرات:١٣(
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. Al-Hujurat: 13).

Dari ayat diatas, dapatlah kita ketahui bahwa membina rumah tangga sangatlah penting dalam hidup ini agar mencapai kebahagian didunia dan diakhirat. yang lebih penting dari itu adalah bagaimana kita membangun rumah tangga yang ideal dan harmonis sebagai mana yang di contohkan Rasulullah dalam kehidupannya dalam membina rumah tangga untuk menjadi contoh teladan bagi kita.
Namun, untuk mencapai pernikahan, Islam mensyariatkan terlebih dahulu untuk meminang (khitbah). Dalam hal ini diletakkan dasar-dasar untuk menetapkan memilih pasangan hidup, sebagaimana yang menjadi kecenderungan manusia pada umumnya. Akhirnya, rumah tangga yang terbentuk merupakan tujuan ideal suami-istri. Kesalahan awal dalam memilih pasangan akan membawa risiko pada masa-masa berikutnya bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan.     
G.   Kajian Terdahulu

Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Rahmi Nim: A. 2104867/3817 (Sekolah Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2012 dengan judul skripsi Memilih Jodoh dan Hubungannya dengan Pendidikan metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode library reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Memilih pasangan hidup hanya karena memenuhi keinginan nafsu adalah racun yang tidak boleh terlintas dalam benak seorang muslim. Harus kita sadari bahwa pembentukan keluarga mutlak harus diarahkan pada terciptanya keluarga yang islami. Bahkan Islam memandang hal ini sebagai proyek besar, yang tentu saja butuh keseriusan dalam mewujudkannya.
2.     Dalam pandangan Islam, masalah pernikahan mendapatkan perhatian khusus, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup, sehingga rumah tangga yang dibangun benar-benar kokoh dan bahagia. Sebab pembinaan rumah tangga berarti juga berdampak keselamatan, kebahagiaan individu, masyarakat, serta kemaslahatan dan kemuliaan umat manusia secara keseluruhan.
3.     Allah memberikan pengarahan agar tujuan dari pernikahan tidak hanya untuk mencapai kebahagiaan yang semu, melainkan agar mencapai ketentraman atau sakinah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Terdapat dua faktor yang menjadikan tatanan rumah tangga mencapai sakinah, yakni mawaddah dan rahmah.
Selanjutnya adalah Nama: Sri Wahyuni Nim: A. 273384/2334 Sekolah Tinggi Agama Islam Almuslim Bireuen Provinsi Aceh Pada tahun 2009 dengan judul skripsi Tinjauan Pendidikan Terhadap Larangan Kawin Dengan Wanita Musyrik metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode library reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Hikmah yang terkandung dari larangan pernikahan dengan wanita musyrik adalah dilator belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan dan juga independensi wanita kepada pria terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan.
2.     Cara mengatasi agar tidak terjadi pernikahan dengan wanita musyrik adalah dengan menjelaskan kriteria-kriteria untuk menentukan mashlahat menurut syara' dalam perkawinan seperti memprioritaskan tujuan-tujuan syarak dalam perkawinan,bertentangan dengan Al-Quran, tidak bertentangan dengan al-Sunnah dan tidak bertentangan dengan prisip qiyas yang telah dije;askan oleh para ulama ummat.
3.     Pengaruh negatif dalam perkawinan dengan wanita musyrik adalah tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga dan terjadi kontradiksi dalam memdidik dan membina anak-anaknya didalam keluarga sehingga dapat merusak generasi yang akan datang.
Penulis sangat menarik terhadap penelitian diatas mengenai memilih pasangan hidup, akan tetapi penelitian tersebut belum menjelaskan secara detail tentang  anjuran rasul dalam memilih jodoh, sehingga terlihat belum lengkap dalam sebuah penelitian. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah, dalam penelitian ini penulis mendiskripsikan konsep islam ala Nabi Saw dalam memilih pasangan hidup yang ideal.


H.    Metodologi Penelitian

1.     Jenis penelitian

Penelitian ini adalah jenis studi yang termasuk kedalam library research atau kepustakaan yaitu data/bahan yang diambil dari data/bahan yang tertulis atau pernah diteliti sebelumnya.[20] Adapun pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif.
2.     Metode Penelitian

Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada masa sekarang meliputi pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan konsep pemilihan jodoh dalam islam dan hubungannya dengan pendidikan anak.
3.     Ruang Lingkup Penelitian

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
NO
Ruang Lingkup Penelitian
Hasil Yang diharapkan
1
Konsep memilih jodoh dalam Islam.             

a).   Faktor agama
b).   Faktor kecantikan
c).   Faktor keturunan
d).   Faktor kekayaan
2
Perkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan anak.

a).   Pengertian
b).   Tujuan
3
Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak.
a).   Pendidikan Agama
b).    Pendidikan fisik
c).   Pendidikan psikologis
d).   Pendidikan sosial
e).   Pendidikan seksual
f).    Pendidikan finansial

Hak dan kewajiban suami-isteri dan anak dalam pendidikan keluarga.
a).   Mendidik
b).   Mengasuh


4.     Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)    Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[21]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah:
a)     Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
b)     Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan (Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), Jakarta: Gema Insani, 2003.
c)     Abdul Jumali, Pernikahan Adalah Ikatan Lahir Batin Antara Pria Dan Wanita Untuk Melanjutkan Keturunan, Jakarta: Permata,  1986.
d)     Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
2)    Sumber data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis karya M. Ngalim Purwanto Cet. XVI, yang diterbitkan Remaja Rosdakarya, 2004, Bagaimana Membimbing,  Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara Efektif, karya Schaefer, Charles, Terj. R. Turman Sirait, yang diterbitkan Restu Agung, 1997, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini karya, Slamet Suyanto, yang diterbitkan Hikayat, 2005.
5.     Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik Library Research yaitu menelaah buku-buku, teks dan literature-literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[22] Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi ini.
6.     Teknik Analisa Data

Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[23]
I.      Garis Besar Isi Proposal Skripsi

Adapun yang menajadi garis besar dalam penulisan  proposal skripsi  ini adalah sebagai berikut :
            Pada bab satu terdapat pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan pembahasan, kegunaan pembahasan, Landasan Teori, Kajian terdahulu, metode penelitian dan garis besar isi Proposal skripsi.


















DAFTAR PUSTAKA

Abu Daud, Sunan Abu Dawud, Jakarta: Al-fitiyan, 1980.

Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Abdur Rahman Ghofur, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet.I, Surabaya: Karya Abditama, 2001.

H.C.Whtherington, Psikologi pendidikan, Terjemahan Bukhari, cet IV, Jakarta: Aksara Baru, 1984.

Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, 1980.

Lexy J., Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

M. Fauzil Adhim, Mendidik Anak Menuju Taklif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007.

Sampurna K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Cipta Karya,  2003.

Soerganda Poerwakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 2002.

Sukardi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), Jakarta: Gema Insani, 2003.

Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,           Bandung: Angkasa, 1987.

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.


[1] Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 3.

[2] Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini), (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 1.
[3] Abu Daud, Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Al-fitiyan, 1980), hal. 495.
[4] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh: Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 167.
[5] M. Fauzil Adhim, Mendidik Anak Menuju Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 16.
[6] M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 105.
[7] Ulwan, Tarbiyat al-Aulad ….., hal. 167-168.
[8] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 80.
                    6Sampurna K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Cipta Karya,  2003), hal. 240.
                    7Soerganda Poerwakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 2002), hal. 214.
[11] Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet.I, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), hal. 325.
[12] Ibid, hal. 325.
[13]Suganda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidkan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hal. 214.
[14]H.C.Whtherington, Psikologi Pendidikan, Terjemahan Bukhari, Cet IV, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 12.
[15]Ibid, hal. 30-31.
[16]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 133-134.
[17] Abdur Rahman Ghofur, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 7.

[18] A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2007), hal. 83.
[19] Ibid, hal. 85.
               [20] Sutrisno Hadi, Metode Research, Jilid I, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987), hal. 136.
[21] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,           (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.

[22]Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.
[23] Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.