Konsep Pendidikan
A.
Konsep Pendidikan
Diantara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah
kelebihan khusus yaitu kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain
tidak memiliki kelayakan ini. Benda mati dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu,
pemahaman dan kehendak, mereka tidak memiliki kelayakan untuk menerima kewajiban
dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. Hewan pun demikian,
meskipun ia mempunyai kehendak dan perasaan berkaitan dengan perbuatannya,
namun karena ia tidak mempunyaai akal maka ia tidak mampu berfikir dan akibat
perbuatannya, sehingga ia tidak mampu mengontrol instingnya. Oleh karena itu,
hewan tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kewajiban. Hewan tunduk
sepenuhnya kepada kekuatan syahwat dan kekuatan marah, dan tidak bisa hidup
diatas dasar hukum dan undang-undang.
Begitu juga dengan malaikat. Mereka tidak mempunyai
kelayakan untuk menerima kewajiban, perintah dan larangan. Mereka adalah
makhluk metafisik, bahkan akal semata, tidak mempunyai kekuatan syahwat dan
marah, dan tidak mempunyai gerak menuju kesempurnaan dan gerak menuju kehinaan.
Kewajiban mereka sudah jelas, dan mereka hanya berjalan di atas jalan itu, dan
tidak mungkin melakukan pembangkangan. Oleh karena itu, mereka tidak butuh
kepada petunjuk, penetapan hukum dan kewajiban.
Banyak sekali kewajiban yang dibebankan pada pundak
manusia, namun dapat dikelompokkan kepada empat kelompok: Tanggung jawab
manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia terhadap dirinya, tanggung jawab
manusia terhadap masyarakat, dan tanggung jawab terhadap Makhluk Tuhan. Menurut
akal dan agama, manusia wajib mengenal dan mengetahui Pencipta alam, yang
merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada seluruh makhluk, dan tunduk
serta beribadah kepada-Nya. Manusia wajib tunduk dan menerima
perintah-perintah-Nya yang diturunkan dengan perantaraan para Nabi, dan
mengamalkannya dalam kehidupannya.[1]
Bagi setiap makhluk telah ditentukan kesempurnaan yang
menjadi tujuannya. Dalam sistem penciptaan (nizhâm takwîn), seluruh
fasilitas dan syarat yang diperlukan makhluk untuk mencapai tujuannya telah
disediakan untuknya. Seluruh makhluk materi tentunya bergerak ke arah
tujuannya, namun mereka tidak mempunyai ilmu tentang tujuan mereka dan bukan
mereka yang memilih jalan mereka, melainkan Pencipta alam semesta yang telah
mengatur sistem penciptaan, dan setiap makhluk secara penciptaan (takwîni)
berjalan menuju ke arah tujuan dan kesempurnaannya, dan tidak ada pilihan lain
selain ini.
Oleh karena itu, beberapa jenis makhluk dengan
perantaraan petunjuk takwîni mereka sampai kepada tujuan dan kesempurnaan
wujudnya, namun mereka tidak mempunyai tanggung jawab dan kebebasan dalam hal
ini. Bahkan, binatang yang memiliki perasaan dan melakukan perbuatannya dengan
kehendak juga tidak bebas dalam perbuatannya, melainkan tunduk kepada
instingnya.
Ibrahim Amini juga mengemukakan bahwa dari semua makhluk,
hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan dan menyempurnakan
dirinya. Bagi manusia pun telah ditetapkan apa yang menjadi tujuannya, dan
telah disediakan baginya fasilitas untuk menggapai tujuan tersebut. Allah Swt,
Zat Yang tidak membiarkan seluruh makhluk dengan tanpa petunjuk kepada
tujuannya, juga tidak mengabaikan manusia dalam hal ini, namun petunjuk yang
diberikan kepada manusia adalah petunjuk yang berupa hukum (tasyri`i)
bukan petunjuk penciptaan (takwîni)[2].
Untuk kebahagiaan dan kesempurnaan manusia, Allah Swt
telah memberikan program dan undang-undang kepada mereka dengan perantaraan
para nabi. Para Nabi datang untuk menjelaskan jalan lurus kesempurnaan manusia,
dan membantu mereka dalam meniti jalan ini, namun mereka bebas dalam memilih
jalan kebahagiaan atau kesengsaraan. Dan manusia memikul tanggung jawab
pengembangan dan penyempurnaan dirinya, dan itu hanya bisa dilakukan dengan
jalan usaha dan kesungguhan.
Lebih lanjut Ibrahim Amini berpendapat bahwa:
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mempunyai
kecenderungan kepada masyarakat dan kehidupan sosial. Kehidupan sosial manusia
memiliki sebuah bentuk hubungan khusus, dia tidak akan dapat memenuhi segala
kebutuhannya dengan tanpa kerjasama dan keikutsertaan yang lain. Berbagai
aktivitas manusia memiliki esensi sosial, dan oleh karena itu, mau tidak mau,
mereka harus membagi pekerjaan di antara mereka. Sehingga dengan begitu mereka
dapat memberikan manfaat kepada yang lain dan sekaligus mengambil manfaat dari
mereka. Oleh karena itu, manusia harus terikat dengan peraturan sosial, karena
perbuatan menyalahi peraturan sosial akan menghancurkan sistem dan merampas
ketenangan anggota masyarakat lain.[3]
Tidak diragukan bahwa kebaikan dan kerusakan masyarakat,
begitu juga kemajuan dan kemunduran masyarakat berpengaruh besar terhadap
kebaikan dan keburukan, dan juga kemajuan dan kemunduran individu. Karena
individu-individu hidup secara berkelompok, menerima pendidikan dan mengambil
contoh dari yang lain. Oleh karena itu, setiap individu harus mempertimbangkan
keinginan dan kecenderungan yang lain.
Pendidikan anak adalah tanggung jawab semua kalangan dan
memerlukan kerja sama semua individu dan lembaga yang terkait. Jika semua kalangan
melaksanakan kewajibannya maka akan tercipta lahan yang kondusif untuk
berlangsungnya pendidikan yang benar bagi individu dan program-program
pendidikan pun akan bergerak maju. Namun, jika tidak ada kerja sama dan
kesepahaman di antara semua kalangan dapat dipastikan program-program
pendidikan tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, mereka disebut
sebagai penanggung jawab pendidikan, dan berikut saya akan menunjukkan
tugas-tugas berat mereka.[4]
1. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari Ayah, ibu dan anak serta bebarapa orang lain yang masih terikat
dalam hubungan darah dan saling ketergantungan atau membutuhkan satu sama lain.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama
dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati
orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak
agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga disebut pendidikan
utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia
terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah
berkembang dalam pendidikan keluarga.
Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan
anak, karena yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orangtua
dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka
bersunggung-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan
sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orangtua melalaikannya berarti
mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai
pertanggungjawabannya.
Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang secara
terus menerus atau sering tinggal bersama anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek,
saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga
diantara mereka di sebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara
anak yang menyebabkan anak terlahir di dunia, mempunyai peranan yang sangat
penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan anak.[5]
Salah satu tujuan syariat Islam adalah memelihara
kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh undang-undang
dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini sangat bermakna
untuk membangun sebuah keluarga yang dilandasi nilai- nilai moral agama.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, keluarga adalah sebuah
institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan. Di dalamnya hidup bersama
pasangan suami-isteri secara sah karena pernikahan. Mereka hidup bersama
sehidup semati, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan
damai dengan suatu tekat dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan
sejahtera lahir dan batin.[6]
Menurut penulis, keluarga adalah rumah tangga yang memiliki
hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi
instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya
yang berada dalam suatu jaringan.
2. Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat
bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda,
baik status sosial maupun agamanya. Di sekolah inilah anak akan terwarnai oleh
berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing
anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.
Menurut Abu Ahmadi, “sekolah memegang peranan penting
dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di
samping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah juga mempunyai fungsi sebagai
pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak”[7].
Menurut pendapat Ibrahim Amini, pada usia enam tahun
biasanya seorang anak mulai masuk sekolah dan ia akan terus bersekolah hingga
kira-kira berusia delapan belas tahun. Setiap harinya mereka berada di sekolah
kurang lebih sekitar enam jam, ketika kembali ke rumah, selain pada jam-jam
tidur, makan dan sedikit bermain, mereka sibuk mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Dengan demikian, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk urusan sekolah.
Begitulah ia melalui masa kanak-kanak dan masa remajanya di sekolah.[8]
Seorang anak, menghabiskan enam tahun umur pertamanya
dalam lingkungan keluarga di sisi ayah ibunya, namun pada saat memasuki umur
tujuh tahun ia mulai memasuki lingkungan yang lebih besar, lingkungan sekolah,
yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru dan anak-anak seusianya atau
sedikit lebih besar darinya. Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang
benar-benar baru dan penting bagi anak. Dengan memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru dan menyaksikan perilaku anggota masyarakat
barunya ia mulai mengkaji ulang semua pelajaran dan perilaku yang diperolehnya
di lingkungan keluarga, untuk kemudian memilih bentuk yang tetap bagi dirinya.
Oleh karena itu, masa kanak-kanak usia sekolah adalah masa yang sangat penting
dan menentukan. Masa remaja juga masa yang sangat penting dan menentukan. Pada
usia ini hasrat seksual mulai tumbuh, sehingga ia sangat memerlukan bimbingan
seorang yang bijak yang dapat merencanakan masa depan dan menunjukkan jalan
yang benar baginya, dan menjauhkannya dari berbagai penyimpangan. Selanjutnya
Ibrahim Amini juga menjelaskan bahwa:
Pada usia seorang remaja mengalami perubahan pada fisik
dan mental. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan keinginan akan kebebasan
diri, pandangan akan masa depan, masa pembentukan diri, masa yang dipenuhi
dengan semangat, cinta, harapan, aktivitas, imajinasi, usaha dan rasa ingin
tahu. Pada masa yang kritis dan penuh tantangan ini seorang remaja sangat
membutuhkan seorang pembimbing yang berpengalaman, tulus dan penuh kasih, yang
dapat memahami dengan baik segala perasaan dan keinginan-keinginannya dan
kemudian dengan tulus menceritakan berbagai hasil pengalamannya, yang menjadi
tempat konsultasi baginya dan mau menolong berbagai kesulitan yang dihadapinya.
Sayangnya, kebanyakan orangtua tidak mampu memahami dengan benar anak remajanya
dan begitu juga perasaan-perasaan dan keinginan-keinginannya, sehingga mereka
menjadi asing dan tidak akrab dengan anak-anaknya.[9]
Satu-satunya lembaga terbaik yang dapat memenuhi
kekurangan ini dan membantu remaja pada masa yang sangat sensitif ini adalah
lembaga sekolah. Sekolah adalah lembaga penting yang memikul tanggung jawab
yang berat. Sekolah tidak hanya berkewajiban mengajarkan ilmu kepada para anak
didik, sekolah juga mempunyai kewajiban untuk mendidik mental dan akhlak para
anak didik dan mencegah mereka supaya tidak terjerumus kepada berbagai tindak
penyimpangan. Pihak sekolah telah menerima tanggung jawab besar yang suci, dan
oleh karena itu mereka harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Jika
pihak sekolah melaksanakan kewajiban ini dengan benar maka mereka akan
memperoleh sebaik-baiknya ganjaran di sisi Allah Swt, dan sebaliknya jika
mereka melalaikan kewajiban ini maka mereka akan memperoleh siksa dari-Nya.
Jika dalam hadis-hadis disebutkan bahwa para guru mempunyai
kedudukan yang sedemikian tinggi sehingga pada hari kiamat mereka diberikan hak
untuk memberikan syafaat, maka itu bukan semata-mata karena mereka mengajarkan
ilmu melainkan karena mereka juga mendidik para murid. Murid adalah amanah
Ilahi yang diserahkan ke sekolah untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan,
dan pada rentang masa ini tanggung jawab pendidikan dan pengurusannya berada di
atas pundak kepala sekolah dan para guru.