Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Konsep Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Belajar


BAB I
P E N D A H U L U A N


A.    Latar Belakang Masalah
Anak merupakan investasi yang sangat penting bagi penyiapan sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Dalam rangka mempersiapakan SDM yang berkualitas untuk masa depan, pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini, di samping juga anak harus dipenuhi kebutuhan lainnya, seperti misalnya kebutuhan akan gizi. Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa. Memberikan perhatian yang lebih kepada anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang akan meneruskan perjuangan bangsa.
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk membimbing, membina dan mengarahkan manusia kearah yang lebih baik.[1] Karena itu, untuk mengembangkan kemampuan manusia dalam menerima ilmu pengetahuan, maka diperlukan proses pembelajaran semaksimal mungkin. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak.[2]
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.
Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya.[3]
Mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuhkembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan dan budi pekerti.
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka.
Mengenal bentuk pola asuh orangtua karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil, namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu.[4]
Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orangtua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Orangtua dan pola asuh memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak.
Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian skripsi dengan judul “Konsep Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Belajar (Suatu Penelitian Pada SDN 6 Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen)”
B.    Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi  ini adalah sebagai berikut : 
1.     Apa saja faktor yang dapat membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen?
2.     Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen?
3.     Bagaimana kedudukan guru dalam membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen ?
C.    Penjelasan Istilah
Agar terhindar dari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: konsep, pola asuh,orang tua, anak  dan belajar.
1.     Pola asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.[5] Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.[6] Dalam kamu besar bahasa Indonesia pola diartikan sebagai gambaran yang dipakai untuk contoh, corak, model dan sistem cara kerja.[7] pola adalah titik pijak seorang desainer dalam menciptakan model yang akan dibuat.  Kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.[8] Menurut Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[9]
Pola asuh yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah model atau cara yang diterapkan orang tua dalam membantu anak belajar.
2.     Orang tua
Orang tua adalah ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli dan sebagainya), orang yang dihormati (disegani) di kampung, tetua.[10] Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan definisi orang tua adalah “orang yang telah lanjut usianya, ayah dan ibu dari anak-anaknya, dan sebagainya”.[11] Orang tua menurut Amir Dien Indrakusuma adalah: orang yang utama dan pertama yang wajib bertanggungjawab terhadap pendidikan anaknya.[12] Sedangkan menurut Zakiah Daradjat orang tua adalah orang yang membina pribadi  yang pertama dalam hidup anak.[13]
Orang tua yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ayah atau ibu dari seorang atau beberapa orang anak berdasarkan dari suatu perkawainan yang sah.
3.     Anak 
Anak adalah, manusia yang masih kecil-kecil.[14] Anak juga diartikan “sebagai makhluk yang masih harus berkembang”[15]. Sedangkan menurut istilah anak diartikan sebagai manusia yang berkembang untuk menuju ke tingkat yang lebih dewasa. Ia memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa guna melaksanakan tugasnya sebagai makhluk”[16] Pengertian anak dalam bahasa Indonesia, menurut M. Mursal Thaher dkk,  adalah manusia dalam periode perkembangan dan berakhirnya masa bayi hingga menjelang masa pubertas”.[17] Sedangkan Muhammad Arifin seorang pakar pendidikan ia mengemukakan definisi “anak” adalah “makhluk yang masih lemah dalam keseluruhan kehidupan jiwanya”.[18]
Yang penulis maksud dengan anak dalam karya tulis ini adalah laki-laki atau perempuan pada taraf unsur yang sedang menghendaki asuhan dan bimbingan menuju dewasa.
4.     Belajar
Belajar menurut bahasa adalah menuntut ilmu, berguna, dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah, The Liang Gie mendefinisikan, ”belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh  seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya”[19]. Adapun belajar yang dimaksudkan di sini adalah proses perkembangan atau perubahan yang dilakukan orang tua terhadap anak menuju ke arah yang lebih baik.
Belajar adalah “berusaha (berlatih,dsb) supaya mendapat sesuatu kepandaiann“. Sedangkan menurut The Liang Gei mengatakan “belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktifitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sedikit banyaknya permanen dalam pembelajaran“.[20]
Belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein adalah usaha untuk memahami suatu ilmu pengetahuan dengan jalan mendengar, membaca, dan melihat.[21] Namun demikian, Zuhairini dkk. memberikan pengertian belajar ialah “usaha untuk mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan pengamatan dan pengalaman”.[22]
D.    Tujuan dan signifikansi Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
  1. Penulis ingin mengetahui faktor yang dapat membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen.
  2. Penulis ingin mengetahui tanggung jawab orang tua dalam membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen.
  3. Penulis ingin mengetahui kedudukan guru dalam membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen.
Adapun yang menjadi signifikansi penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.     Agar dapat meningkatkan pemahaman orang tua tentang cara mengasuh anak dalam belajar.
2.     Agar dapat meningkatkan pola asuh orang tua dalam membantu anak belajar
3.     Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pembaca yang concern dalam memahami pola asuh orang tua.
4.     Hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan Islam tentang pola Asuh orang tua dalam membantu anak belajar.
E.    Postulat dan Hipotesis
Postulat adalah anggapan dasar yang kebenarannya tidak diragukan lagi, dan menjadi pokok pangkal lahirnya hipotesis. Winarto surakhmat mengemukakan anggapan dasar atau asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat inilah yang menjadi titik pangkal, tidak menjadi keragu-raguan penyelidik.[23]
Adapun yang menjadi postulat  dalam  penelitian  ini  adalah:  
Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam membantu anak belajar      
            Sedangkan  yang  menjadi  hipotesis  dalam  penelitian ini  adalah:
  1. Orang tua belum memberikan pola asuh yang baik dalam membantu anak belajar pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen.
  2. Tanggung jawab orang tua pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen dalam membantu anak belajar belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.
  3. Guru belum memberikan perubahan yang signifikan terhadap hasil belajar murid pada SDN 6 Kec. Juli Kab. Bireuen.



[1]Abu Ahmadi, Pengantar IlmuPendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 96.

[2] Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, Cet. II, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hal. 19.

[3] Umar Hasyim, Anak Soleh (Cara Mendidik Anak dalam Islam), Jil. II, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1993), hal. 86.
[4] Joan Beck, Asih, Asah, Asuh, Mengasuh dan Mendidik Anak Agar Cerdas, Cet. IV, (Semarang: Dahara Prize, 1992), hal. 50.
[5] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hal. 54

[6] TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hal. 692.

[7]Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. X, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 778.

[8] Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, Cet. I, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 5.

[9] Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, Cet. I, (Jakarta: Arcan, 1991), hal. 94.

[10]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II, Cet. VII, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 706.

[11]Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 456.

[12] Amir Dien Indrakusuma, Membina Rumah Tangga Bahagia, (Bandung: Al-Ma’Arif, 1986), hal. 25.

 [13] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Cet IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hal. 126.

[14] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan KI, Kamus Besar.,..,hal.15.

[15] Simatjuntak L.P, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1973), hal. 254.

[16] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar..,hal.875.

[17] M. Mursal Thaher Dkk, Kamus Umum Ilmu Jiwa Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’aruf : 1976), hal. 17.

[18] Arifin, Hubungan Timbal BalikPendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Departemen P dan K, 1973), hal. 31.

[19] Muhibbin Syah, Psikologi Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Resdakarya, 1995), hal. 32.

[20] Ibid. hal. 108.

[21]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 78.

[22]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 56.
[23] Harun nasution,dk, ensiklopedi