Konsep Supervisi Kelas
JUDUL : Konsep
Supervisi Kelas
a.
Pengertian Supervisi Kelas
Supervisi
adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan
pengendalian (controlling). Swanburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai
suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu
tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat
dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari
kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah
kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktivitas bimbingan,
pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan
kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).
Istilah
“supervisi kelas” mengacu kepada misi utama pembelajaran, yaitu kegiatan yang
ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan prestasi
akademik. Dengan kata lain, supervisi kelas adalah kegiatan yang berurusan
dengan perbaikan dan peningkatan proses dan hasil pembelajaran di sekolah.
b.
Tujuan dan Manfaat Supervisi Kelas
Tujuan
supervisi adalah sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. Jadi pengawasan bertujuan untuk
mengadakan evaluasi, yaitu untuk pengukuran kemajuan sekolah.
2.
Perbaikan
dan perkembangan proses belajar mengajar secara total, ini berarti tujuan
supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tapi juga membina
pertumbuhan profesi guru dalam arti luas, termasuk di dalamnya pengadaan
fasilitas-fasilitas, pelayanan kepemimpinan dan pembinaan human relation yang
baik kepada semua pihak yang terkait.
Supervisi
kelas merupakan strategi untuk dapat meningkatkan kompetensi seorang guru dalam
proses kegiatan belajar mengajar dan ketepatan dalam membuat perencanaan
pembelajaran. Harapan dari supervisi kelas akan berdampak pada proses belajar
mengajar yang efektif dan efisien.
c.
Prosedur Supervisi Kelas
Supervisi
adalah suatu bentuk tindakan terhadap guru yang sedang dalam proses interaksi
dengan murid. Dengan demikian supervisi adalah suatu bentuk “intervensi”.
Kegiatan supervisi masuk ke dalam kegiatan belajar-mengajar. Agar intervensinya
dapat berjalan dengan efektif maka kegiatan supervisi tersebut harus dilakukan
melalui tahap-tahap diagnosis seperti tahap-tahap yang dilalui di dalam proses
pemecahan masalah pada umumnya. Tahap-tahap tersebut adalah:
1.
Identifikasi
masalah yaitu mengidentifikasikan celah antara keadaan yang sekarang ada dengan
keadaan yang diharapkan.
2.
Diagnosis
penyebab (diagnose causes) yaitu penelitian mengenai kemungkinan sebab-sebab
timbulnya masalah dengan cara menguji faktor-faktor penghambat (kendali) maupun
faktor-faktor penunjang.
3.
Mengembangkan
rencana kegiatan yaitu mengembangkan strategi untuk bertindak dengan secara
rinci menelaah alternatif yang ada, mengantisipasi akibat-akibat yang mungkin
timbul, mempertimbangkan untuk kemudian memilih salah-satu untuk dilaksanakan.
4.
Melaksanakan
kegiatan yang telah direncanakan dengan menerjemahkan setiap langkah
perencanaan dengan prosedur yang khusus.
5.
Mengevaluasi
rencana kegiatan yaitu melihat kembali keterlaksanaan dan nilai-nilai yang
perlu di pertimbangkan di dalam pelaksanaan nanti.
d.
Prinsip Supervisi Kelas
Supervisi
kelas dilaksanakan atas dasar keyakinan sebagai berikut:
1.
Pengawasan
terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (PBM) hendaknya menaruh perhatian
yang utama pada peningkatan kemampuan profesional gurunya, yang pada gilirannya
akan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran;
2.
Pembinaan
yang tepat dan terus-menerus yang diberikan kepada guru-guru berkontribusi
terhadap peningkatan mutu pembelajaran;
3.
Peningkatan
mutu pendidikan melalui pembinaan profesional guru didasarkan atas keyakinan
bahwa mutu pembelajaran dapat diperbaiki dengan cara paling baik di tingkat
sekolah/kelas melalui pembinaan langsung dari orang-orang yang bekerjasama
dengan guru-guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran;
4.
Supervisi
yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional
guru-guru. Kondisi ini ditumbuhkan melalui kepemimpinan partisipatif, di mana
guru-guru merasa dihargai dan diperlukan. Dalam situasi seperti ini akan lahir
saling kepercayaan antara para pembina (pengawas, kepala sekolah) dengan
guru-guru, antara guru dengan guru, dan di antara pembina sendiri. Guru-guru
akan merasa bebas membicarakan pekerjaannya dengan pembina jika ada keyakinan
bahwa pembina akan menghargai pikiran dan pendapatnya;
5.
Supervisi
yang efektif dapat melahirkan wadah kerjasama yang dapat mempertemukan
kebutuhan profesional guru-guru. Melalui wadah ini, guru-guru memiliki
kesempatan untuk berpikir dan bekerja sebagai suatu kelompok dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari di bawah bimbingan
pembina dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran;
6.
Supervisi
yang efektif dapat membantu guru-guru memperoleh arah diri, memahami
permasalahan-permasalahan yang dihadapi sehari-hari, belajar memecahkan masalah
yang dihadapi sehari-hari dengan imajinatif dan kreatif. Dalam suasana seperti
itu, pemikiran dan alternatif pemecahan masalah, maupun gagasan inovatif akan
muncul dari bawah dalam upaya menyempurnakan proses pembelajaran tanpa menunggu
instruksi atau petunjuk dari atas. Dengan demikian, supervisi yang efektif
dapat merangsang kreativitas guru untuk memunculkan gagasan perubahan dan
pembaruan yang ditujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran; dan
7.
Supervisi
yang efektif hendaknya mampu membangun kondisi yang memungkinkan guru-guru
dapat menunaikan pekerjaanya secara profesional, ketersediaan sumber daya
pendidikan yang diperlukan memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan
proses pembelajaran yang lebih baik.
Kegiatan supervisi kelas diwujudkan oleh para supervisor dalam
bentuk sikap dan tindakan yang dilakukan dalam interaksi antara supervisor
dengan guru-guru. Kegiatan tersebut selain memperhatikan konsep/teori di atas
sebagai landasan dan keyakinan dalam melaksanakan tugas dan fungsionalnya,
supervisor juga perlu memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip
supervisi, yaitu ;
1.
Supervisi
hendaknya dimulai dari hal-hal yang positif;
2.
Hubungan
antara para pengawas dengan guru-guru hendaknya didasarkan atas hubungan kerja
secara profesional;
3.
Pembinaan
profesional hendaknya didasarkan pada pandangan objektif;
4.
Pembinaan
profesional hendaknya didasarkan atas hubungan manusiawi yang sehat;
5.
Pembinaan
profesional hendaknya mendorong pengembangan inisitif dan kreativitas
guru-guru;
6.
Pembinaan
profesional harus dilaksanakan terus-menerus dan berkesinambungan;
7.
Pembinaan
profesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru; dan
8.
Pembinaan
profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan, kebersamaan,
keterbukaan, dan keteladanan.
e.
Masalah dan Strategi Pemecahannya
Pelaksanan
praktikum di sebuah sekolah kejurusan teknik tampak tidak lancar. Alat dan
bahan yang ada akan digunakan untuk praktek, tersedia kurang. Mencukupi
kebutuhan untuk praktek murid-murid. Pengelolaan tidak selalu berada di tempat,
sehingga setiap kali instruktur sudah siap dengan persiapan praktikum atau
praktek, pintu laboratorium belum dibuka. Kalaupun instruktur menemukan pintu
sudah terbuka, alat-alat dan bahan praktek belumberada di tempat yang dekat
dengan tempat praktikum. Dengan demikian ketika waktu yang ditentukan untuk
praktikum pada jam itu sudah habis, murid-murid tidak segera meninggalkan
tempat karena tugas belum selesai. Instruktur yang mendapat giliran memimpin
praktikum untuk jam berikutnya sudah dating, dan hatinya kecewa karena melihat bahwa rombongan yang sesuai
praktikum belum meninggalkan tempat. Terjadi sedikit keributan di pintu masuk
laboratorium. Ada “ganjalan” di hati masing-masing instruktur, ada rasa tidak
puas di hati masing-masing murid.
Di
lain kelas, seseorang guru sudah berdiri di depan sebuah kelas. Ia sudah
masuk ke kelas sebelum itu tetapi
ditemukan bahwa kelasnya masih kosong. Murid-murid yang seharusnya sudah siap
untuk diajar pelajaran teori ternyata belum berada di tempat karena masih
menyelesaikan praktikum di laboratorium. Mereka terpaksa mundur waktunya karena
sudah diceritakan di depan, mulainya praktikum terlambat gara-gara pintu masuk
belum dibuka. Maka di kelas teori tersebut pun terjadi kekacauan. Pelajaran
teori tidak berlangsung dengan baik karena pada waktu murid-murid dari
laboratorium dating, guru sudah kecewa. Apa yang sudah disiapkan terpaksa harus
diubah karena waktu yang seharusnya disediakan sudah terkurangi beberapa
menit.
1.
Diagnosis
Penyebab
Apa
yang dikemukakan di atas adalah suatu situasi yang mengandung masalah.
Keadaannya begitu kompleks dan ruwet, kalau situasi kacau tersebut berlangsung
berkali-kali, maka tidak mustahil moral kerja guru dan semangat belajar murid
akan menurun. Kondisi pengajaran berada dalam keadaan yang tidak kondusif. Hati
para guru, instruktur dan murid-murid sudah terluka. Antara guru dengan
instruktur menjadi retak. Ada rasa “jengkel” terbesit di dalam jiwanya.
Hubungan antar instruktur sendiri dengan penjaga ruangan juga tidak baik.
Instruktur dikecewakan oleh ketidaksiapan laboratorium pada waktu instruktur
sudah siap melaksanakan tugas membimbing praktikum. Mudah diduga bahwa dalam
situasi mencekam seperti itu pelajaran tidak berlangsung dengan baik.
Kekacauan
terdapat di kelas teori dan di laboratorium. Dalam situasi seperti ini tugas
supervisor di sekolah itu menjadi sangat berat. Pihak-pihak yang harus digarap
adalah guru, instruktur, dan murid-murid. Mereka harus dikembalikan ke dalam
situasi bebas dari kejengkelan antara satu sama lain. Moral kerja masing-masing
personal harus dinakkan kembali. Semangat belajar murid-murid harus
dibangkitkan agar siap untuk berpartisipasi di dalam proses pengajaran.
Di
dalam melakukan diagnosis penyebab ini supervisor melaksanakan tiga hal yaitu: (1) mengumpulkan
data agar proses diagnosis penyebab dapat dilakukan dengan seksama, karena data
yang tersedia cukup lengkap, (2) menganalisis data yang ada sehingga diketahui
dengan pasti kondisi yang ada untuk dibandingkan dengan kondisi yang diinginkan
yang kondusif untuk pengajaran, dan (3) menemukan celah antara kondisi yang ada
dengan kondisi yang diharaokan, dan celah inilah yang harus dihilangkan dengan
pendekatan supervise yang tepat. Di dalam penggarapannya supervisor membuat
daftar untuk membandingkan dua kondisi yang telah disebutkan.
Analisis
Penyebab dan Alternatif Pemecahan Masalah
1.
Instruktur
datang di dengan laboratorium kecewa, menemukan ruangan masih tertutup,
alat-alat dan bahan belum tersedia. Pintu masih tertutup karena penjaga ruangan
tidak datang pada waktunya. Pemecahannya adalah bahwa penjaga ruangan
diharuskan datang pada waktu yang sudah ditentukan. Mengapa penjaga ruangan
tersebut sedang mengalami “broken home”.
2.
Guru
teori kecewa ketika datang ke kelas karena menjumpai kelas masih kosong.
Murid-murid belum datang karena masih berada di laboratorium. Praktikum di
laboratorium terpaksa ditunda penyelesaiannya karena jam mulainya juga mundur.
Pada waktu supervisor membaca pernyataan masalah ini dan akan mennganalisisnya
dapat mengambil kesimpulan bahwa timbulnya masalah di kelas ini merupakan
akibat dari masalah yang pertama, yaitu yang terjadi di laboratorium. Kalau
masalah yang terjadi di laboratorium sudah terpecahkan, masalah yang terjadi di
kelas juga akan ikut terpecahkan sesudah beberrapa waktu kemudian.
3.
Hubungan
antara instruktur dengan guru teori kurang baik. Terdapat perasaan jengkel pada
diri kedua guru itu, karena kepentingannya terganggu. Program pengajaran yang
sudah direncanakan tidak dapat dilaksanakan karena waktunya tergeser.
Instruktur merasa jengkel kepada guru teori barangkali karena guru tersebut
pernah berbicara dengan nada yang tidak enak kepada instruktur. Setelah
kejadian ini dianalisis, ditemukan bahwa
penyebab timbulnya kejadian adalah karena instruktur menunda waktu
praktikum. Andaikata waktu praktikum dikurangi dan anak-anak dapat kembali ke
kelasnya pada waktu yang telah ditetapkan, maka guru teori tidak akan merasa
kecewa. Hubungan antara instruktur dengan guru tidak akan menjadi jelek. Jadi
pemecahan permasalahannya adalah instruktur memulai praktikum pada waktunya dan
berhenti pada waktunya pula.
4.
Moral
kerja guru dan instruktur menurun. Hal ini diakibatkan karena dari waktu ke
waktu selalu dikecewakan oleh ketidaktersedianya alat-alat dan bahan pada waktu
yang telah di tetapkan.disiplin yang tinggi akan dapat terhapus oleh
ketidakdisiplinan orang lain. Di satu sisi mereka disiplin, di sisi lain mereka
dikecewakan oleh orang lain yang tidak disiplin. Keadaan moral kerja rendah ini
akan berangsur-angsur pulih kalau sudah ad bukti bahwa kebutuhannya sudah
terpenuhi. Perlu kita ingat bersama bahwa “penyakit” yang berhubungan dengan
moral manusia merupakan penyakit yang sukar disembuhkan. Seperti halnya
menurunkan moral kerja, batu akan dapat terobati apabila sudah ada obatnya yang
tepat dan itupun akan memerlikan waktu yang lama untuk dapat pulih kembali.
5.
Semangat
belajar mengendor. Murid-murid kelihatan kurang bergairah dalam belajar. Hal
ini merupakan akibat dari kekecewaan yang beruntun karena menyaksikan:
laboratorium yang masih terkunci ketika mereka dating di laboratorium tersebut,
ditambah dengan belum siapnya alat-alat dan bahan praktikum. Pada waktu mereka
memasuki ruangan kelas teori mereka melihat kekecewaan guru teori dan merasakan
“tidak tentram” menyaksikan suasana kelas yang tampak tidak relaks dengan guru
yang mengajar yang tidak sesuai dengan rencana yang telah disusun. Keadaan
mengendornya semangat belajar ini sebagai akibat dari ketidakdisiplinan orang
lain. Apabila sumbernya sudah dapat diberantas, diramalkan bahwa keadaan yang
merupakan akibat tersebut juga akan terhapus.
Dari
analisis penyebab masalah ini diketahui dan dapat ditarik kesimpulan bahwa
masalah yang semula Nampak ruwet, kompleks, terdapat lima kasus permasalahan,
ternyata sesudah diurai hanya ada satu saja pernyebab timbulnya masalah.
Masalah-masalah yang tersebut di dalam perumusan masalah dan yang
teridentifikasikan karena Nampak di permukaan justru bukan merupakan masalah
yang pokok. Masalah yang pokok bahkan yang tidak tampak dari luar. Masalah pokok
ini bersifat terselubung.
2.
Menyusun
Perencanaan
Setelah
diketahui penyebab dari semua permasalahan yang ada maka kini supervisor sampai
pada tahap berikutnya, tahap ketiga, yaitu menyusun perencanaan untuk
memecahkan masalah. Di dalam contoh khusus ini terdapat masalah pokoknya yang
hanya satu, yaitu: “penjaga ruang tidak dapat dating tepat pada waktunya”. Apabila
dilihat dari permasalahan yang tampak, diketemukannya penyebab adanya penjaga
ruang yang tidak dapat datang tepat pada waktunya adalah data untuk langkah
ketiga dalam prosedur supervisi. Akan tetapi apabila “penjaga tidak dapat
dating tepat pada waktunya” itu dianggap sebagai suatu masalah yang terlepas
dari hal-hal lain, maka untuk memecahkannya diperlukan juga langkah-langkah
dari awal. Kini pernyataan tersebut berdiri sebagai identifikasi masalah.
Langkah berikutnya adalah mengadakan diagnosis sebab-sebab adanya masalah. Dari
langkah terlepas dapat diketahui bahwa yang menyebabkan penjaga ruangan tidak
dapat datang tepat pada waktunya karena dirumahnya sedang terjadi “broken
home”. Jika ini yang menyebabkan keterrlambatan datang, maka masalah ini harus
dipecahkan dahulu, baru beruntun pada masalah-masalah yang lain. Kalau
supervisor harus menangani masalah keluarga penjaga ruangan, maka kasusnya
menjadi meluas dan merantai. Memang betul
bahwa penjaga ruangan juga merupakan tanggungjawab supervisor sekolah
untuk disupervisi, tetapi masalah yang pertama muncul menjadi masalah kedua
yang segera harus diatasi.