Kurikulum Bahasa Arab dan Pengembangannya
Kurikulum
Bahasa Arab dan Pengembangannya
Perkataan
kurikulum telah lama dikenal dalam dunia pendidikan sebagai suatu istilah yang
tidak asing lagi. Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curiryang artinya pelari dan curure yang berarti tempat
berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi
kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus
ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.[1]
Dalam bahasa Arab
kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang
yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.[2] Sedangkan arti ”manhaj”/kurikulum
dalam pendidikan Islam sebagaimana terdapat dalam qanus at-Tarbiyah
adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.[3]
Pengertian-pengertian
kurikulum juga telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya
pengertian yang dikemukakan oleh H. M. Arifin yang memandang kurikulum sebagai
seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam
suatu sistem institusional pendidikan.[4] Nampak pengertian ini
masih terlalu sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi pelajaran semata.
Sementara itu, Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang
direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[5] Pengertian kurikulum ini
nampak lebih luas dari yang awal, karena di sini kurikulum tidak hanya
dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga mencakup seluruh program di dalam
kegiatan pendidikan. Nampaknya pengertian kedua ini mempunyai kesamaan pandangan
dengan pengertian yang dikemukakan oleh Addamardasyi Sarhan dan Munir Kamil
yang disetir oleh asy-Syaibani, bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman
pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh
sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong
untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka
sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[6]
Namun demikian,
jika dilihat dari segi fungsinya, maka kurikulum memiliki fungsi sebagai
berikut:
1.
Kurikulum sebagai program studi
Maksudnya adalah
seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah
atau dinstansi pendidikan lainnya.
2.
Kurikulum sebagai konten
Maksudnya adalah
data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan
data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya pelajaran.
3.
Kurikulum sebagai kegiatan berencana
Maksudnya adalah
kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara
bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4.
Kurikulum sebagai hasil belajar
Maksudnya adalah
seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa
menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu, atau
seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5.
Kurikulum sebagai reproduksi kultural
Maksudnya adalah
transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan
dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
6.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Maksudnya adalah
keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7.
Kurikulum sebagai produksi
Maksudnya adalah
seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan
terlebih dahulu.[7]
Oleh karena itu,
dalam sistem pendidikan kurikulum sebagai salah satu komponen, namun kurikulum
itu sendiri juga mempunyai beberapa komponen. Hasan Langgulung memandang
kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu:
1.
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin
dibentuk dengan kurikulum tersebut.
2.
Pengetahuan (Knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu.
3.
Metode dan cara-cara mengajar yang
dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka
ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4.
Metode dan cara-cara penilaian yang
dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan
yang direncanakan kurikulum tersebut.[8]
Berdasarkan
gambaran tersebut di atas, maka dapat dipahami, bahwa kurikulum mempunyai empat
fungsi utama dalam proses belajar mengajar. Dengan menjalankan seluruh
tersebut, maka proses belajar mengajar akan dapat
mencapai hasil ke arah yang lebih baik, sehingga murid mampu menerima sekaligus
menyerap materi pelajaran yang diajarkan secara sempurna.
Kurikulum merupakan salah satu
pijakan dalam proses pembelajaran, sebab tanpa kurikulum, maka guru tidak
mungkin dapat melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
diinginkan dalam pembelajaran. Namun demikian, dalam usaha mencapai tujuan
pembelajaran tersebut, maka guru harus menyaji materi pelajaran yang terdapat
dalam kurikulum, sehingga pencapaian kurikulum sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Di samping itu, kurikulum juga
merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada
semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu
bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa atau
negara tersebut. Berbedanya falsafah dengan pandangan hidup suatu bangsa atau
negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan dan
sekaligus akan berpengaruh pula terhadap negara tersebut. Begitu pula perubahan
politik pemerintahan suatu negara mempengaruhi pula bidang pendidikan, yang
sering membawa akibat terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Oleh karena
itu, kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan diri dengan
berbagai perkembangan yang terjadi.
Pada dasarnya kurikulum
mempunyai aspek utama yang menjadi cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Hasan
Langgulung bahwa:
1.
Tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh
kurikulum.
2.
Pengetahuan (knowledge)
ilmu-ilmu data, aktivitas-aktivitasnya dan pengalaman-pengalaman dari mana
terbentuk kurikulum
3.
Metode dan cara-cara mengajar dan bimbingan yang
diikuti oleh murid-murid untuk mendorong mereka ke arah yang dikehendaki dan
tujuan-tujuan yang dirancang.
4.
Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam
mengukur dan menilai hasil proses pendidikan yang dirancangkan dalam kurikulum.[9]
Berdasarkan keterangan di atas
dapat dipahami, bahwa untuk mencapai kurikulum dalam sebuah pengajaran ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti tujuan pendidikan, materi
pelajaran yang diberikan, metode mengajar, dan cara penilaian. Berangkat dari
keempat aspek tersebut, maka jika dikaitkan dengan pencapaian kurikulum dapat
dikembangkan oleh semua jenjang pendidikan akan menyatu dan terpadu dengan
ajaran Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum
dalam pendidikan adalah sejalan dengan tujuan falsafah pendidikan dan juga sama
dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk keperibadian manusia dalam kaitannya
dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Namun demikian, kurikulum
pemakaian kurikulum dibatasi oleh tempat dan waktu, selain itu hanya memberikan
seperangkat paket untuk kehidupan manusia di dunia saja. Kurikulum yang seperti
tidak sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk yang bertuhan, di mana ia
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Tuhan di akhirat
kelak.
Untuk mencapai
tujuan yang diharapkan dalam pengembangan kurikulum bahasa arab, guru harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Seorang guru harus memulai pembelajaran bahasa arab
secara lisan
Pembelajaran
bahasa merupakan suatu hal yang berhubungan dengan lisan, bibir dan telinga.
Untuk menguasainya diperlukan usaha yang serius dan tidak hanya berputar pada
masalah tulisan dan pengamatan saja, tetapi harus mengetahui seluruh media dan
penggunaannya bukan dengan mengetahui buku dan menunjukkan daftar kalimat.
Metode pertama merupakan metode pengajaran bahasa yang dnamis, progresif dan aplikatif.
Adapun metode
kedua, merupakan metode pengajaran klasik yang pasif, statis dan non aplikatif.
Berbagai riset dan eksperimen masa kini yang dilakukan dalam pengajaran
berbagai bahasa telah membuktikan kebenaran dan pentingnya penggunaan metode
yang pertama. Metode ini pada awalnya dipakai pada masa lalu, yang kemudian
tenggelam dalam kurun waktu yang lama hingga kemunculan seseorang yang bernama Govin
salah seorang peneliti berkebangsaan Perancis yang mengembangkan metode ini
untuk kedua kalinya dan pada akhirnya, namanya dinisbatkan menjadi nama metode
tersebut yaitu Metode Govin.
b.
Pemberian kosakata harus disertai makna dalam bahasa
aslinya
Seorang guru
tidak boleh menyebutkan arti kosakata bahasa yang diajarkannya dalam bahasa
lain. Contoh: kosakata bahasa arab tidak boleh diartikan dalam bahasa indonesia
atau yang lainnya, melainkan jika dalam keadaan mendesak. Sehingga dalam
penulisan kosakata dan berkomunikasi, peserta didik tidak perlu berpikir
tentang arti kosakata tersebut dalam bahasa indonesia atau bahasa yang lain
lalu memberikan terjemahannya kedalam bahasa arab menurut pikiran mereka.
Metode ini biasa disebut dengan metode langsung La Methode Directe.
Dinamakan demikian karena dalam metode ini seorang guru mengguankan bahasa arab
secara langsung tanpa perantara bahasa asli (bahasa indonesia atau bahasa
daerah). Metode ini disebut juga dengan metode modern, oral method, natural
method, correctional method, metode Govin atau metode Berlits. Metode
inilah yang harus dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan
bahasa arab atau bahasa asing lainnya.
c.
Memberikan banyak ungkapan bukan sekedar kata-kata
Ini merupakan
medan yang akan dilalui oleh seorang guru dalam mengajarkan bahasa. Maka
seorang guru harus mengetahui asal-usul setiap kosakata baru dari segi
strukturnya sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk terbiasa dengan
penggunaan kosakata tersebut pada tempat yang cocok sesuai dengan maknanya dan
terhindar dari kesalahan penggunaan.
d.
Tidak dibenarkan mengajarkan sesuatu bahasa asing
kepada peserta didik kecuali setelah mereka mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang bahasa ibu (bahasa asalnya)
Kebanyakan pakar
pendidikan sepakat dengan permulaan pengajaran bahasa baru (asing) pada usia
sepuluh tahun, dan tidak memulainya sebelum usia tersebut dengan tujuan
menghindari ketidakoptimalan hasil pembelajarannya. Adapun hal-hal lain yang
harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum bahasa arab adalah:
1.
Memperhatikan materi muhadasah (percakapan), karena
materi ini merupakan modal terbaik bagi seorang guru untuk bisa berhasil dalam
pengajaran kaidah bahasa.
2.
Memperbanyak materi muthala'ah (bahan bacaan),
muhadasah (percakapan) dan hafalan pesera didik ungkapan-ungkapan singkat dan
mudah sebelum memulai pelajaran kaidah bahasa sehingga guru mampu mengajar
dengan menggunakan metode ilmiah yang didasarkan pada ungkapan yang tepat.
3.
Mengggunakan metode deduktif. Dalam pengajarannya
seorang guru memulai materi dengan memberikan contoh-contoh yang diambil dari
guru dan peserta didik kemudian secara perlahan peserta didik dibimbing dan
diarahkan kepada pengambilan suatu definisi atau kaidah tertentu.
4.
Contoh-contoh yang diberikan harus dalam bentuk
kalimat sempurna (jumlah tammah), karena arti dan maksud setiap kata hanya bisa
dipahami ketika diletakkan pada kalimat sempurna (jumlah tammah).
5.
Memotivasi peserta didik untuk tidak menghafal
definisi dan contoh-contoh yang terdapat dalam buku pegangan secara letter leg
(text book), karena hal itu bisa mematikan kreatifitas berpikir dan menyebabkan
terbuangnya waktu secara percuma.
6.
Memberikan contoh-contoh kontemporer dan memiliki
makan mendasar yang jelas, terang dan mencakup tiap-tiap definisi kaidah.
7.
Menugaskan peserta didik untuk memberikan contoh dari
mereka sendiri yang mengacu keapda kaidah atau definisi yang telah diketahui
dan dipahami.
8.
Memberikan latihan kepada peserta didik dalam buku
latihan mereka yang dikoreksi langsung oleh guru yang bersangkutan. Hal ini
penting diadakan mengingat beberapa kegunaaan:
a.
menumbuh kembangkan kebebasan berpikir dan berbuat
bagi peserta didik.
b.
Peserta didik terbiasa untuk menggunakan waktunya
untuk kegiatan-kegiatan positif.
c.
Membantu peserta didik dalam mengulang materi
pelajaran yang telah diberikan.
d.
Guru mampu membuat skala prioritas dari setiap
kegaitan hariannya.
e.
Wali murid memiliki kesempatan untuk mengawasi
kegiatan dan perkembangan anaknya.
f.
Memperluas khazanah keilmuan peserta didik.
9.
Tidak dibenarkan mengajarkan seluruh materi yang
bersangkutan dengan suatu bahasan tertentu pada satu waktu, karena hal ini akan
menyebabkan terbuangnya waktu peserta didik secara percuma.[10]
Sejalan dengan
uraian sebelumnya maka terbentuklah Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dan
Tujuan Instruksional Umum (TIU).[11] Adapun
Tujuan Instruksional Khusus dari pengajaran bahasa arab adalah:
a.
Mengajari peserta didik cara berbicara dengan
menggunakan bahasa yang benar dan terhindar dari kesalahan.
b.
Mengajari peserta didik cara menulis dengan pengawasan
guru dan ungkapan-ungkapan yang tepat.[12]
Sedangkan Tujuan Instruksional Umum dari pengajaran bahasa adalah:
a.
Peserta didik berada dalam status sosial para pengguna
bahasa di wilayah tempat dia tinggal.
b.
Peserta didik mengetahu jenis-jenis sastra pilihan.
c.
Menumbukkan kepekaan pengamatan dan memupuk tingkat
kemampuan global dalam perbandingan, hokum persamaan dan pertentangan.
d.
Menumbuhkan kemampuan berargumen dan berdebat.[13]
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa dalam
mengembangkan kurikulum bahasa arab, seorang guru harus memperhatikan tingkat
kepintaran dan kebutuhan subjek didik serta langkah-langkah yang harus di lalui
demi tercapainya tujuan pengejaran bahasa arab. Sehingga para subjek didik akan
dalam memahami dan mempelajari bahasa arab dengan baik dan benar.
[1]Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Pustaka al-Husna, 2000), hal. 176.
[2]Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 61.
[3]Ibid.,
hal. 61.
[4]Muhammad
Ali al-Khuli, Dictionary of Education English, (Beirut: Dar El-Ilm Lil
Malayin, t.t.), hal. 105.
[5]H. M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 183.
[6]Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 122.
[7]Muhain
dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 185.
[8]Hasan
Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna,
1998). hal. 303.
[9]Hasan
Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu
Analisa Psikologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 117.
[10]Ibid.,
hal. 43-45.
[11]Ibid.,
hal. 46.
[12]Ibid.
hal. 47.
[13]
Ibid. 48.
Post a Comment for "Kurikulum Bahasa Arab dan Pengembangannya"