Macam-Macam Metode Pembelajaran


A.    Macam-Macam Metode  Pembelajaran


Dalam ilmu pendidikan metode berfungsi sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional ilmu pendidikan terutama menyangkut nilai-nilai, beberapa metode yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:


1.     Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetpi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Metode ini dapat diklasifikasikan sebagai metode tradisional atau konvensional. Dalam metode tanya jawab, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa menjawabnya, atau sebaliknya siswa bertanya guru menjelaskan. Dalam proses tanya jawab, terjadilah interaksi dua arah. Guru yang demokratis tidak akan menjawabnya sendiri, tetapi akan melemparkan pertanyaan dari siswa kepada siswa atau kelompok lainnya tanpa merasa khawatir dinilai tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
Dengan  metode tanya jawab tidak hanya terjadi interaksi dua arah tetapi juga banyak arah. Ketika anak menanyakan tentang bilangan prima, sebagai misal, guru yang demokratis tidak akan menjelaskan sampai tuntas tentang apa itu definisi bilangan prima, dan kemudian memberikan contoh bilangan prima. Dari pertanyaan ini akan muncul beberap orang ayang akan berinteraksi di dalam pertanyaan tersebut.  Dalam penggunaan metode mengajar di dalam kelas, tidak hanya Guru saja yang senantiasa berbicara seperti halnya dengan metode ceramah. melainkan mencakup pertanyaan pertanyaan dan penyumbang ide-ide dari pihak siswa.
Dengan menggunakan tanya jawab ini guru  dapat memberikan motivasi atau stimulus kepada siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam belajar yaitu guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa menjawab pertanyaan tersebut, atas arahan dari guru baik di lakukan pada waktu apersepsi selingan maupun waktu berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Selain dari pada itu tanya jawab bisa di lakukan pada waktu guru belum menjumpai materi pelajaran yang akan di sampaikan kepada siswa.
2.     Metode Bermain
“Bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak”[1]. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan. “Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya dari pada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu”[2]. Dengan demikian bermain merupakan berbagai macam bentuk kegiatan yang memberikan kepuasan pada diri anak yang bersifat non serius.
Bermain merupakan prinsip dasar pendidikan anak usia dini, sehingga wajar apabila bermain menjadi salah satu metode yang wajib dilakukan guru dalam pembelajaran anak usia dini. Adapun kelebihan metode ini adalah: Sesuai dengan tahap perkembangan anak yang membutuhkan wahana dalam mengembangkan semua aspek-aspek perkembangannya, baik perkembangan fisik, perkembangan kognitif maupun perkembangan emosionalnya. Dapat mendorong minat anak untuk belajar, dengan bermain anak biasanya tidak menyadari bahwa ia sedang belajar sesuatu sebab yang menjadi focus utama mereka adalah ketertarikan terhadap bermainnya.
Adapun kelemahan metode ini adalah sebagai berikut: “Apabila metode ini dilakukan tanpa persiapan yang matang, maka ada kemungkinan tujuan-tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimal sebab anak terlalu larut dalam proses bermain apalagi misalnya guru kurang memperhatikan tahapan-tahapan pembelajaran melalui metode ini”[3].
Metode ini biasanya memerlukan strategi dan media pembelajaran yang disiapkan secara baik. Oleh karena itu ketersediaan media bermain merupakan syarat diterapkannya metode ini. Media di sini bukan saja berbentuk barang tetapi dapat berbentuk berbagai jenis permainan yang harus dikuasai guru agar pembelajaran berjalan dengan baik. Apabila guru tidak menyediakan media pembelajaran maka tujuan pembelajaran akan sulit tercapai.
3.     Metode  Kisah-kisah (Cerita)
Dalam Alquran menceritakan cerita-cerita atau kisah-kisah, bahkan secara  khusus  terdapat  nama surat al-Qashash.  Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiyah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan.
Istilah ini dalam Alquran disebut Qasas berarti berita yang berurutan. Qasas Alquran adalah pemberitaan Alquran tentang hal ikhwal  umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Alquran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.[4]
Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Raudhatul Athfal/Taman Kanak-kanak. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak di Raudhatul Athfal/Taman Kanak kanak, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.
Menurut Abdul Aziz Abdul Majid metode bercerita adalah “suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan”[5]. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pendidikan. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga,  sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di Raudhatul Athfal/Taman Kanak-kanak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didik.
Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Menggunakan berbagai jenis cerita seperti, cerita sejarah faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar kehidupan manusia bisa seperti pelaku yang ditampilkan oleh contoh tersebut.
4.     Metode Ceramah
Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang telah ditentukan.[6] Khutbah disebut juga tabligh atau menyampaikan sesuatu ajaran, khususnya dengan lisan diakui keberadaannya, bahkan telah dipraktekkan oleh Rasulullah dalam mengajak umat manusia ke jalan Tuhan.[7]  Metode ini banyak digunakan termasuk dalam pengajaran, karena metode ini paling murah, mudah dan tidak banyak memerlukan peralatan.  Model ini juga dipergunakan seorang guru dalam mengajar murid-murid di lembaga sekolah.[8]
5.     Metode Diskusi
Kata diskusi berasal dari bahasa latin discusses, yang terdiri dari 2 kata yaitu “dis” yang artinya terpisah dan “curture” yaitu menggunjang atau memikul. Secara etimologi discuture berarti suatu pukulan yang menjadikan sesuatu berpisah dengan kata lain membuat sesuatu menjadi lebih jelas dengan cara memecah atau menguraikan. Diskusi adalah “suatu percakapan ilmiah oleh beberapa yang bergabung dalam satu kelompok untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah”[9].
Diskusi adalah “suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna menyampaikan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu masalah”.[10] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode diskusi adalah suatu cara penyampaian pelajaran melalui cara pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
Alquran juga menggunakan metode ini dalam mendidik dan mengajarkan manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian, dan sikap pengetahuan mereka terhadap sesuatu masalah.[11] Perintah Allah dalam hal ini,  agar kita mengajak  ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau'izhah yang baik dan membantah  mereka  dengan berdiskusi  yang baik.
Diskusi yang baik adalah tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran, emosi, berpandangan luas dan lain-lain.  Dari sejumlah metode di atas Alquran juga menggunakan metode perintah dan larangan, metode pemberian suasana, (situasional), metode  mendidik kelompok (mutual education), metode instrinsik, metode bimbingan dan penyuluhan, metode perumpamaan, metode taubat dan ampunan dan metode  penyajian. Dalam menerapkan suatu metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak tercapai tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkannya.                       


               [1] Agus Ruslan, Pendidikan usia Dini yang Baik, Landasan Keberhasilan Pendidikan Masa Depan, (Bandung: Darul Ma’arif, 2007), hal. 28.

               [2] Ibid., hal. 28.
                    [3] M. Hariwijaya dan Bertiani Eka Sukaca, PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. (Bandung: Bintang Pusaka, 2007), hal. 34.
   [4]Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu Qur'an, terj. Mudzakir AS, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2000), hal.  436.

               [5] Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3.
[6]Romli, AM, Dakwah  dan Siyasah, (Jakarta: Bina Rena Parawira, 2003), hal. 7.

[7]Hilmi Muhammadiyah, Dakwah dan Globalisasi, (Jakarta: ELSA, 2000), hal. 3.

[8]Zamaskuri Zarkashi, Pedoman Para Da'i, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hal. 52.

               [9] Surya Subroto, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipto, 2002), hal. 129

               [10] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta : Logis, 1997), hal.104

[11]Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Johar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 26.

0 Comments