Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Materi Pendidikan Anak Menurut Lukman al Hakim


A.    Materi Pendidikan Anak Menurut Lukman al Hakim

Materi pendidikan Luqman al-Hakim dalam surat luqman ayat 12-19 sangat perlu untuk diperhatikan. Ibnu Asyur berpendapat bahwa nasihat Lukman itu menyangkut masalah syaria’t yaitu: aqidah, amal, etika sosial, etika pribadi[1]. Sedangkan Wahba Zuhaili berpendapat bahwa wasiat Luqman kepada putranya disini memuat pokok-pokok aqidah, syariah dan akhlaq[2]. Jadi materi utama pendidikan Luqman adalah iman, Islam dan ihsan.

1.     Materi Keimanan
a).   Mentauhidkan Allah dan Jangan Menyekutukan-Nya
Materi ketauhidan dalam pendidikan Luqman tertera dalam ayat 13, yakni larangan untuk berbuat syirik yang berimplikasi pada perintah untuk mentauhidkan Allah Swt. Materi ketauhidan merupakan pokok keimanan dalam Islam, bahkan ketauhidan Allah itu diakui oleh segala golongan (firqah) di lingkungan Islam .
Menurut para mutakkallimin (ulama’ ahli kalam) ke-Esa-an Allah itu menyakup tiga macam kategori:
Pertama, wahdaniyah Al-Dzat (ke-esa-an dzat-Nya) artinya: Dzat Allah tidak terdiri dari komponen-komponen atau dari kesatuan oknum. Kedua, wahdaniyah Al-Shifat (ke-esa-an dalam sifat-Nya) artinya: tidak ada yang menyamai sifat-sifat Allah SWT. ketiga, wahdaniyah Al-Af’al (Ke-esa-an dalam karya-Nya) artinya: Allah Swt. tidak perlu mitra kerja dan tidak ada yang dapat menyamai karya-Nya.[3]

b).   Beriman Pada Hari Akhir
Materi keimanan juga terdapat dalam penghujung ayat 14-15 yang menceritakan adanya hari akhir  serta tentang adanya hari hisab. Materi keimanan tersebut secara implisit juga menyangkut hal-hal yang terjadi dalam kehidupan akhirat nanti, seperti kebangkitan dari kubur, berkumpul dipadang mahsyar, adanya mizan, shirat, surga dan neraka.


c).   Pengenalan Nama-Nama Allah dan Contoh Kekuasaan-Nya
Materi keimanan dalam surat Luqman ayat 12-19 juga mencakup pengenalan beberapa nama Allah Swt (ayat 16). Nama-nama Allah yang tertera dalam ayat 16, merupakan bagian dari al-asma al-husna yang berjumlah 99 yang disarikan dari Alquran, hadits shahih maupun ijma’ .
Materi pendidikan keimanan selanjutnya disempurnakan dengan men-datangkan contoh kekuasaan Allah Swt. (ayat 16) yang berkuasa untuk mendatangkan setiap amalan, sekecil apapun dan terletak di tempat tersembunyi sekalipun.
2.     Materi Keislaman
a).   Perintah Mendirikan Shalat
Materi pendidikan tentang keislaman atau ibadah dalam surat Luqman ayat 12-19 diwakili oleh ayat 17 tentang perintah mendirikan shalat. Abu Hayyan mengaitkan materi keislaman dengan materi keimanan sebelumnya sebagai berikut: setelah Luqman melarang putranya untuk berbuat syirik kepada Allah Swt, lalu memberitahukan tentang sifat ‘ilmu dan qudrat-Nya, selanjutnya Luqman memerintahkan putranya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah. Luqman memulai dengan ketaatan yang paling utama yaitu shalat kemudian dilanjutkan dengan amar ma’ruf nahi mungkar dan perintah sabar .
b).   Melakukan yang Ma’ruf dan Meninggalkan yang Mungkar
Materi pendidikan keislaman juga tercermin dalam perintah amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana keterangan sebelumnya, perintah amar ma’ruf nahi mungkar ini membawa beberapa konsekuensi, yang salah satunya adalah orang yang bersangkutan harus mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar terlebih dahulu.
3.     Materi Ihsan
a).   Ihsan dan Akhlaq Pada Allah
b).   Bersyukur Pada Allah Swt
Materi pendidikan ihsan atau akhlaq yang terdapat dalam surat luqman ayat 12-19 merupukan hal-hal yang dinilai paling penting. Dalam ayat 14 terdapat materi akhlaq kepada Allah, yaitu perintah bersyukur kepada Allah Swt. Adapun pengertian syukur itu sendiri adalah bersekutunya dua kepemilikan. Menurut pendapat yang lain, syirik adalah suatu perkara dimiliki oleh dua pihak atau lebih, baik secara fisik maupun non fisik.
c).   Berbakti Kepada Orang Tua
Setelah Allah menyebutkan isi wasiat luqman kepada putranya, yaitu bersyukur dan melarang berbuat syirik, selanjutnya Allah Swt. mengikutinya dengan wasiat kepada anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya, karena mereka berdua adalaha sebah adanya dia di dunia. sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran:
Musthafa Al-Maraghi menafsiri ayat ini sebagai berikut:
Kami mengikat janji kepadanya (setiap mausia) agar dia bersyukur kepadaku atas segala ni’mat yang telah aku anugrahkan kepadamu. Serta berterima kasih kepada kedua orang tuanya karena mereka merupakan sebab keberadaanmu, yang memperbaiki pendidikanmu dan mengasuhmu dengan senantiasa menanggung beban sampai kamu dewasa.[4]

4.     Ihsan dan Akhlak Pada Orang Lain
a).   Tawadu’
Tafsir ayat ini adalah dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari orang lain, janganlah engkau angkuh dan sombong kepada mereka sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang terbujuk, namun hendaklah engkau lemah lembut dan rendah hati (tawadhu’)
Sikap tawadhu’ juga ditunjukan dengan cara tidak bersikap angkuh ketika berjalan sebagaimana ayat sesudahnya:
b).   Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Musthafa Al-Maraghi setelah Luqman memerintahkan putranya menyempurnakan dirinya sendiri dengan memenuhi hak-hak Allah SWT, selanjutnya diikuti dengan penyempurnaan untuk orang lain, melalui amar ma’ruf nahi mungkar. Ma’ruf dan mungkar sudah menjadi kesepakatan umum untuk masyarakat, maka sudah sewajarnya jika ma’ruf itu diperintah dan mungkar itu dicegah, demi menjaga keutuhan masyarakat dan keharmonisanya.
5.     Ihsan dan Ahklak Pada Diri Sendiri
a).   Bersabar
Menurut Sayyid Tanthawi, tafsir ayat tersebut adalah bersabarlah atas kesulitan yang menimpamu. Kerena sesungguhnya kehidupan ini dipenuhi dengan kesulitan-kesulitan dan fitnah, karena kehidupan yang sejahtera hanya ada di surga semata[5]. Wahbah zuhaili berkata: ayat diatas adalah perintah agar bersabar dalam menghadapi musibah, kesulitan dan kesakitan yang dialami. Salah satunya adalah bersabar ketika melakukan nahi mungkar, karena merubah kemungkaran terkadang mendatangkan kesakitan bagi orang yang melakukannya[6].



               [1], Muhamad Al-Thahir Ibn ‘Asyur, Tafsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir, (Tunis: Dar Suhun, tt.), hal. 201.

               [2] Zuhaili, Al-Tafsir...., hal. 324.
               [3] Teungku Muhammad Hasby Shiddiqiey, Al-Islam 2, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1998), hal. 43.
               [4] Ahmad Musthafa Al-Maraghi,  Tafsir Al-Maraghi, (Bairut: Dar Al-Fikr, 1974), hal. 432.
               [5] Sayyid Tanthawi, Al-Tafsir Al-Washit Li Al-Qu’an Al-Karim, (Bairut: Dar Al-Fikr, 1998), hal. 301.

               [6] Zuhaili, Al-Tafsir...., hal. 325.