Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Memperkuat Hubungan antara Pendidik dengan Anak


A.    Memperkuat Hubungan antara Pendidik dengan Anak           


Mempererat hu­bungan antara pendidik atau guru, termasuk orang tua sebagai pendidik dari anak didik atau murid betujuan agar interaksi edukatif dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan kaidah pendidikan yang telah disepakati oleh para ahli ilmu sosial, ilmu jiwa dan pendidikan. Sealain itu, mempererat hubungan guru dan murid juga bertujuan untuk pembentuk­an intelektual, spiritual dan moral dapat berjalan sesempurna mungkin.
Sudah menjadi suatu keyakinan bagi orang-orang yang berakal, bahwa jika terdapat jurang pemisah dan jarak antara anak dan pendidik, murid dan guru, dengan sendirinya proses pengajaran tidak dapat terlaksana" dengan sempurna. Pendidikan juga tidak dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, para orang tua terutama ayah dan guru pendidik hendaknya mencari cara-cara positif dalam menciptakan kecintaan anak, memperkuat dan mempererat hubungan di antara keduanya, menga­dakan kerja sama antara mereka, dan merasakan kasih sayang.[1]

Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan  siswanya yang sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih  dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan.  Aneka nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional, yang diikat  oleh kode etik.[2] 

Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan siswa sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan dengan siswanya (mantan siswa) relatif masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” (dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara formal,  tidak lagi  menjalankan tugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan siswanya masih relatif kuat, dan sang siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.


               [1] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 444.
               [2]https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2012/10/28/hubungan-guru-dengan-siswa/ di akses Tanggal 15 November 2015.