Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mendidik Siswa dengan Sifat Ihsan dalam Pembelajaran PAI



A.    Latar Belakang Masalah
Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) yang baik mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah Swt. melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah Swt. telah menampilkan peribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad Saw. Peribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Saw. “Dalam pandangan Islam, segala susuatu harus dilakukan secara rapi, benar dan teratur, proses prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan, karena hal ini merupakan konsep dalam ajaran Islam”[1].
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrawi. Dengan kata lain, pendidikan menyangkut aspek-aspek rohani, intelektual dan jasmani. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan. Adapun pembagian tarbiyah adalah sebagai berikut[2]:
1.     Tarbiyah Aqliyah (IQ learning). Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dilihat dan diindra oleh mereka. Input, proses, dan output pendidikan anak diorientasikan pada rasio (intellegence oriented), yakni bagaimana anak dapat membuat analisis, penalaran, dan bahkan sintesis untuk menjustifikasi suatu masalah. Misalnya melatih indra untuk membedakan hal yang di amati, mengamati terhadap hakikat apa yang di amati, mendorong anak bercita-cita dalam menemukan suatu yang berguna, dan melatih anak untuk memberikan bukti terhadap apa yang mereka simpulkan.
2.     Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning). Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
3.     Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) Makna tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.
Oleh sebab itu maka pendidikan akhlak tidak dapat di jalankan dengan hanya menghafalkan saja tentang hal baik dan buruk, tapi bagaimana menjalankannya sesuai dengan nilai nilainya. Diantara pendidikan yang paling penting dalam rangka mendidik anak dengan baik adalah pendidikan keluargayang merupakan pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah Swt. untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi, orang tua tidak seharusnya hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada pihak lembaga pendidikan atau sekolah, akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang utama di dalam proses pembetukan kepribadian sang anak. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah yang mana beliau telah berhasil mendidik keluarga, anak-anak, serta para sahabatnya menjadi orang-orang yang sukses dunia-akhirat, walaupun beliau tidak pernah mengikuti jenjang pendidikan formal seperti lembaga-lembaga sekolah.[3]  
Berdasarkan hasil observasi penulis di MIN Bireuen bahwa berbagai upaya telah telah dilakukan oleh guru dalam mendidik siswa dengan sifat ihsan di MIN Bireuen. Namun masih juga terdapat kekurangan-kekurangan di antaranya adalah guru yang belum mengimplementasikan nilai-nilai ihsan dalam mendidik siswa. Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Mendidik Siswa dengan Sifat Ihsan dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen.”
B.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.       Bagaimana aplikasi sifat ihsan guru dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen?
2.       Bagaimana langkah-langkah mendidik dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen?
3.       Apa sajakah kendala-kendala dalam mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen?
C.    Penjelasan Istilah
Istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:

1.     Mendidik
“Mendidik” dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu “Mendidik” dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. “Mendidik” tidak sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values. “Mendidik” diartikan secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia yang berpribadi”[4].
Mendidik atau membimbing adalah suatu pekerjaan yang dipikul oleh guru untuk mengarahkan anak-anak didik dalam  belajar dan dalam  berprilaku yang baik, baik itu dikelas atau di masyarakat.
2.      Sifat Ihsan
Istilah ”Ihsan” secara umum adalah berbuat baik secara lahir maupun batin[5]. Menurut lughah (bahasa), Al-Ihsan berasal dari kata  ahsana-yuhsinu-ihsanan yang artinya membaguskan. Ihsaana ilaihi artinya berbuat baik kepadanya[6]Jadi Ihsan” yang penulis maksudkan dalam judul skripsi ini adalah berbuat baik dalam mendidik anak.
3.     Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang mendapat imbuhan “be”yang mengadung makna ”usaha” selanjutnya kata tersebut mendapat imbuhan “pe-an” yang mengandung makna “proses”, kata belajar diartikan dengan berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan kata pembelajaran bearti proses, cara, perbuatan menjadi orang atau makluk hidup yang belajar.[7] Menurut Ramly Maha kata pembelajaran bersal dari kata “belajar” yang bearti proses atau cara yang menjadikan orang atau maklauk hidup belajar.[8] Pembelajaran merupakan sebuah proses untuk menjadikan orang kepada orang yang berguna atau makhluk hidup yang berguna dengan cara belajar.[9]
Adapun yang penulis maksudkan dengan pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan, dan Prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.
4.     Pendidikan Agama Islam
Ensiklopedia pendidikan dijelaskan bahwa pendidikan adalah “usaha manusia untuk membawa anak yang belum dewasa dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya secara moral”.[10]
Pendidikan adalah “bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.”[11] Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Henderson, bahwa “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir”.[12]
Pendidikan agama merupakan “Segala usaha orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan”.[13] Sedangkan menurut D. Marimba mengemukakan Pendidikan Islam itu adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.[14]
Pendidikan Agama Islam adalah usaha membimbing jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam.[15] Sedangkan pendidikan agama Islam menurut Mahmud Yunus adalah “memberikan hati, mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mencetak anak dengan kelakuan yang baik dan mendorong mereka untuk berbuat pekerjaan yang mulia”.[16] Kemudian Ramli Maha mengungkapkan pendidikan agama Islam adalah “segala usaha dan daya upaya untuk membimbing manusia ke taraf yang mulia di sisi Tuhan”.[17]
Dari penjelasan di atas, yang penulis maksudkan dengan pendidikan agama Islam adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan oleh pendidik untuk membawa peserta didik kearah yang lebih dewasa,serta mempunyai kepribadian yang sempurna dan melaksanakan segi perbuatan sesuai dengan tuntutan ajaran agama Islam.
D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui aplikasi sifat ihsan guru dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen.
2.       Untuk mengetahui langkah-langkah mendidik dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen.
3.       Untuk mengetahui kendala-kendala dalam mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen.
E.    Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini adalah sebagi berikut:
              Pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai Mendidik Siswa dengan Sifat Ihsan dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
              Hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam pembelajaran PAI di MIN Bireuen ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F.     Landasan Teori
Ihsan adalah kebajikan, tetapi bukan sekedar kebajikan biasa. Ia adalah puncak kebajikan. Kata ini digunakan untuk dua hal, pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar memberi nafkah atau nikmat. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam daripada kandungan makna “adil” karena adil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perbuatan mereka kepada anda, sedang ihsan adalah memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda. Adil adalah mengambil semua hak anda atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda terima.[18]
Dalam hadits Nabi menjelaskan, “Ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” Maka ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadah. Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti sesunggunya. Karena itu, seperti dikatakan Ibn Taimiyah di atas, ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna ihsan lebih meliputi daripada iman lebih meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam. Sebab dalam ihsan sudah terkandung iman dan islam, sebagaimana iman sudah terkandung islam.[19]
Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara  harfiah  berarti "berbuat baik."Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang  yang  ber-iman disebut  mu'min  dan  yang   ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman ialah  yang  paling baik  ahlaqnya,  sebagaimana  disebutkan  dalam  sebuah hadits. Dirangkaikan dengan sikap pasrah kepada  Allah atau  Islam,  orang yang ber-ihsan disebutkan dalam Kitab Suci sebagai orang yang paling baik keagamaannya:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ واتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً )النساء: ١٢٥(
Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.(Qs.al-Nisa:125).

Jika kita renungkan lebih jauh, sesungguhnya makna-makna di atas itu tidak berbeda jauh dari yang secara umum dipahami oleh orang-orang muslim, yaitu bahwa dimensi vertikal pandangan hidup kita (iman dan taqwa, hablu min Allah, dilambangkan oleh takbir pertama dalam shalat) selalu dan seharusnya, melahirkan dimensi horizontal pandangan hidup kita (amal salih, akhlaq mulia, hablu man al-Nas, dilambangkan oleh ucapan salam atau taslim pada akhir shalat). Jadi makna-makna tersebut sangat sejalan dengan pengertian umum tentang keagamaan. Maka sebenarnya disini hanya dibuat penjabaran sedikit lebih mendalam dan penegasan sedikit lebih kuat terhadap makna-makna umum itu.
Terhadap hamba, ihsan tercapai saat seseorang memandang dirinya pada diri orang lain, sehingga dia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuknya, sedang ihsan antara hamba dengan Allah Swt. adalah leburnya diri, sehingga dia hanya melihat Allah Swt. Karena itu pula ihsan antara hamba dengan sesame manusia terwujud ketika dia tidak lagi melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah Swt. maka itulah yang menyandang sifat ihsan dan ketika itu pula dia telah mencapai puncak dalam segala amalnya. Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan dalam pembahasan ini adalah  menyampaikan setiap kebaikan kepada kepada orang lain  semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap manusia.
G.   Kajian Terdahulu
Nama: Misnawati Nim: A. 273971/2921 (Sekolah Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2009 dengan judul dengan judul skripsi konsep ihsan dalam rumah tangga metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode Library reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Dalam Islam dipaparkan dengan rinci tentang sifat, moralitas tertinggi, dan pola pikir khas orang-orang beriman.
2.     Agama Islam sangat mementingkan pembinaan pribadi dan keluarga. Akhlak yang baik ( pada pribadi-pribadi dan keluarga ) akan menciptakan masyarakat yang baik dan harmonis
3.     Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) yang baik mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab.
Selanjutnya adalah Nama: Beuransah Nim: A. 284228/3178 Sekolah Tinggi Agama Islam Almuslim Bireuen Provinsi Aceh Pada tahun 2009 dengan judul dengan judul skripsi Fathanah Bagi Pendidik Menurut Islam metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode library reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Sifat fathanah merupakan suatu sifat yang sangat penting untuk proses berlangsungnya pendidikan. Kalau kita lihat, fathanah” Berasal dari bahasa arab yang berarti ” Cerdas”. Sementara sifat cerdas itu sendiri adalah  Sifat yang sempurna dalam perkembangan akal budinya ( untuk berpikir, mengerti, memahami dan sebagainya ).
2.     Dalam mendidik, tentu setiap guru memiliki cara dan metodenya sendiri, yang tujuan utamanya adalah agar ilmu pengetahuan yang di transfer dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh semua anak didiknya. Karena itu, dalam menggunakan metode harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik.
Penulis sangat menarik terhadap penelitian diatas mengenai sifat fathanah dan sifat ihsan, akan tetapi penelitian tersebut belum menjelaskan secara detail tentang implementasinya dalam mendidik, sehingga terlihat belum lengkap dalam sebuah penelitian. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah, dalam penelitian ini penulis mendiskripsikan cara atau metode yang digunakan sehingga lebih baik dalam mendidik siswa dengan sifat ihsan.




H.    Metodologi Penelitian
1.     Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah MIN Bireuen sedangkan permasalahan yang diteliti adalah mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam pembelajaran PAI di MIN Bireuen.
2.     Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara penulis terjun langsung  ke lokasi (objek) penelitian yaitu MIN Bireuen untuk mendapatkan data yang penulis perlukan yaitu data tentang mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam pembelajaran PAI.
3.     Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini adalah  penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif serta menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang diarahkan dalam memahami fenomena sosial dari perpektif partisipan, serta menggunakan strategi multi metode, dengan metode utama interview, observasi, dan studi dokumenter, dalam pelaksanaan penelitian peneliti menyatu dengan situasi yang di teliti.[20]  Penelitan kualitatif berlangsung secara natural, data yang di kumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam tingkah laku alamiah, hasil penelitian kulitatif berupa deskripsi analisis.


4.     Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah pembahasan mengenai kerangka penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto bahwa: “Ruang Lingkup Penelitian adalah bagian teori dari penelitian yang menjelaskan tentang alasan atau argumentasi bagi rumusan masalah”[21] Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
No
Ruang Lingkup
Hasil Yang Diharapkan
1
Aplikasi sifat ihsan guru dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen
a)     Pembinaan
b)     Pengajaran
2
Langkah-langkah mendidik dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen
a)     Keteladanan
b)     Kasih Sayang

3
Kendala-kendala dalam mendidik siswa dengan sifat ihsan dalam Pembelajaran PAI di MIN Bireuen
a)     Guru
b)     Orangtua
c)     Siswa

5.     Objek Penelitian
Menurut Sugiyono pengertian “Objek penelitian adalah sarana ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaa tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal.”[22] Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian  adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk  mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam MIN Bireuen.
6.     Sumber Data
1)     Data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[23]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah
a)     Kepala Sekolah
b)     Guru
c)     Siswa
2)     Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku:
a)     Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet ke-7, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003
b)     Rayamulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.
c)     Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar MengajarBandung: Sinar Baru, 1991.
d)    Nazaruddin Abdullah, Al-Qur’an dan Manajemen Pendidikan, Medan: Cita Putaka, 2011
e)     Miftah Faridl,  Rumahku Surgaku, Jakarta: Gema Insani,2005.
f)      Nasir Al Umar, Mendung di Langit Rumah, Solo: Aqwam, 2006.
g)    M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
h)    Syeh Muhammad al-Nuquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1994.
i)      Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al Ma’arif, 1989
j)      Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media,1992.
k)    Napitupulu, Dimensi-dimensi Pendidikan, Jakarta: Tep, 1999. 
7.     Tehnik Pengumpulan Data
Nazir menjelaskan bahwa pengumpulan data adalah “prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”.[24] Karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu langsung terjun ke lokasi penelitian, sesuai dengan pendapat tersebut untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini, dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik, yaitu field research (penelitian lapangan) merupakan suatu metode pengumpulan data dengan menggunakan penelitian langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi dan data-data dari objek penelitian, melalui penelitian ini akan dilaksanakan sebaik mungkin untuk memperoleh data yang valid.
Dalam pelaksanaan penelitian ini juga dikumpulkan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.[25] Metode observasi menggunakan lembar pengamatan ketrampilan proses peserta didik untuk mengamati kegiatan peserta didik yang diharapkan muncul dalam pembelajaran.
Observasi digunakan untuk menilai masing-masing individu meliputi persiapan, kerjasama, prakarsa atau ide dan hasil pembelajaran. Metode pengamatan (observasi), cara pengumpulan datanya terjun langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti.[26]
Observasi yang penulis maksud adalah penelitian yang mengadakan pengamatan secara lagsung melibatkan dari dalam kegiatan yang dijadikan sebagai subjek penelitian.
a.  Interview (wawancara)
Wawancara adalah “mengajukan berbagai pertanyaan kepada siswa dengan berbagai cara, lalu pertanyaan yang diajaukan dijawab oleh siswa secara lisan. Wawancara bisa kontak langsung sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara bebas dan mendalam”[27].
Wawancara yang penulis maksud adalah ialah dengan cara berkomunikasi langsung dengan orang-orang yang dijadikan objek penelitian.


b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen, untuk melengkapi data yang akan diperlukan melalui observasi, dan wawancara. Dokumen merupakan kesimpulan variabel yang berbentuk tulisan maupun foto dan sebagainya.[28]
Dokumentasi yang penulis maksudkan adalah memperoleh data-data tentang keadaan guru dan siswa MIN Bireuen.          .
8.     Tehnik Analisa Data
Untuk menganalisis data dan menginterpretasikan data tersebut menurut Nasution dapat dilakukan 3 tahapan yaitu:
1.     Tahap Reduksi
Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan perha- tian, meyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan lapangan[29]. Mereduksi data berarti membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan pola, serta membuang yang dianggap tidak perlu. Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah menelaah seluruh data yang telah terhimpun dari lapangan, sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari objek yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulka data atau informasi dari catatan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi untuk mencari nilai inti atau pokok-pokok yang dianggap penting dari setiap aspek yang diteliti.
2.     Tahap Display
Tahap ini dilakukan adalah untuk merangkul data temuan data temuan dalam penelitian ini yang di susun secara sistematis untuk mengetahui tentang hal yang diteliti di lapangan, sehingga melalui display data dapat memudahkan bagi peneliti untuk menginterpretasikan terhadap data yang terkumpul.
3.     Tahap Verifikasi
Nasution mengemukakan: “tahap ini dilakukan untuk mengadakan pengkajian terhadap kesimpulan yang telah diambil dengan data perbandingan dari teori yang relevan. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisa, sehingga melahirkan kesimpulan yang dapat dipercaya”[30].
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan: “Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif”[31]. Penelitian kualitatif  memberikan interpretasi deskriptif , verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan. Verifikasi juga bermakna memberikan sumbangan kepada ilmu atau studi lain. Semua data yang terkumpul dari responden diolah dalam bentuk uraian-uraian tentang apa yang didapatkan di lokasi penelitian.
Adapun tehnik penulisan dalam skripsi ini penulis berpedoman pada Buku Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Bireuen Aceh tahun 2014. Mengenai terjemahan ayat Al-Qur’an, penulis mengambil Buku Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an Kementrian agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Perkata, penerbit CV. Kalim, Jakarta Tahun 2010.
I.      Garis Besar Isi Proposal Skripsi
Adapun yang menajadi garis besar dalam penulisan  proposal skripsi  ini adalah sebagai berikut :
            Pada bab satu terdapat pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, Landasan Teori, Kajian terdahulu, metode penelitian dan garis besar isi proposal skripsi.














DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’rifat 1974.

Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Indonesia Ed. I, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Ibn Taimiyah, Al-Iman, Kairo: Dar  al-Thiba'at  al-Muhammadiyah, tt.

Lexy J. .Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2005.

Miftah Faridl,  Rumahku Surgaku, Jakarta: Gema Insani,2005.

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakartat: Hida Karya Agung, 1989.

Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, Cet. IV, Jakarta: Hidayah, 1968.

Nazir, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 1999.

Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. III, Bandung: Jemmars, 2000.

Nana Syoadih Sukmadita, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Nazaruddin Abdullah, Al-Qur’an dan Manajemen Pendidikan, Medan: Cita Putaka, 2011.

Nasir Al Umar, Mendung di Langit Rumah, Solo: Aqwam, 2006.

Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, Ciputat: Lentera Hati, 2006.

Ramly Maha, Perencanaan Pembelajaran Sistem PAIBanda Aceh: IAIN AR-Raniry, 2002.

            , Pendidikan Agama dan Pembangunan Nasional, Sinar Darussalam, No. 62: 1975.

Rayamulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.

SardimanInteraksi dan motivasi belajar “MengajarJakarta: Raja Grafindo2005.

Soeganda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1999.

Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfa Beta, 2003.

W.J.S Peordarminta, Kamus Bahasa Indonasia, Cet. V, Jakarta: Balai Pustaka, 1975.

Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah            Bandung: Angkasa, 1987.



               [1] Nazaruddin Abdullah, Al-Qur’an dan Manajemen Pendidikan, (Medan: Cita Putaka, 2011), hal. 1.
               [2] Miftah Faridl,  Rumahku Surgaku, (Jakarta: Gema Insani,2005), hal. 15.
               [3] Nasir Al Umar, Mendung di Langit Rumah, (Solo: Aqwam, 2006), hal. 34.
               [4] SardimanInteraksi dan Motivasi Belajar “Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo2005), hal. 51.
               [5]  Ibid, hal. 130.
[6] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989), hal. 103.
    [7] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Indonesia Ed. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 17.
    [8] Ramly Maha, Perencanaan Pembelajaran Sistem PAI(Banda Aceh: IAIN AR-Raniry, 2002), hal. 2.
[9] Ibid, hal 37.
[10]Soeganda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1999), hal. 12.
               [11]Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfa Beta, 2003), hal 55.
[12]Ibid., hal. 56.
[13]Rayamulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 1.
[14]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’rifat 1974), hal. 128.
[15]W.J.S Peordarminta, Kamus Bahasa Indonasia, Cet. V, (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), hal. 36.
[16]Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, Cet. IV, (Jakarta: Hidayah, 1968), hal. 19.
[17] Ramli Maha, Pendidikan Agama dan Pembangunan Nasional, (Sinar Darussalam, No. 62: 1975), hal. 47.
               [18] Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi(Ciputat: Lentera Hati, 2006), hal. 16-17.
               [19]Ibn Taimiyah, Al-Iman, (Kairo: Dar  al-Thiba'at  al-Muhammadiyah, tt.), hal. 152-153.
[20] Lexy J. .Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hal. 6.
[21] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 76.
               [22] SugiyonoMetode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D(Jakarta: Alfabeta2010), hal. 13.
[23] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah            (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[24] Nazir, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hal. 127.
               [25] M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hal. 193.
               [26] Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 158.
               [27]Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 68.
               [28]Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1991), hal. 129.
               [29] Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 76.
[30] Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. III, (Bandung: Jemmars, 2000), hal. 190.
[31]Nana Syoadih Sukmadita, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 8.