Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


BAB II

Mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

           

A.    Pengertian KTSP

            Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai saat ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.[1]
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.[2]
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum  operasional sekolah yang disusun dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan/sekolah.[3] Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan kurikulum 2006 karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007. Satuan pendidikan dasar dan menengah harus sudah menerapkan kurikulum ini paling lambat pada tahun ajaran 2009/2010. 
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004  atau yang juga dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Seperti KBK, KTSP juga berbasis kompetensi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan yang sesuai dengan (1) kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam program pendidikan ini orang tua dan masyarakat dapat terlibat aktif. Pengembangan dan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak yaitu guru, kepala sekolah dan komite sekolah.[4]
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya untuk penyempurnaan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan  diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relavan dan konpetitif. Penyempurnaan juga dilakukan terhadap struktur kurikulum yang meliputi jumlah mata pelajaran, beban belajar,alokasi waktu, mata pelajaran pilihan dan muatan lokal,serta sistem pelaksanaannya, baik sistem paket maupun sistem satuan kredit semester (SKS).[5]
Sebagai kurikulum baru, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan haruslah dilaksanakan secara maksimal untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonasia umumnya. Dalam hal ini pihak pendidik khususnya guru dan kepala sekolah harus benar-benar memahami dan mengerti apa yang tertera dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kekurangpahaman guru dan penyelenggara pendidikan terhadap kurikulum akan berakibat fatal terhadap hasil belajar peserta didik. Sebaik apapun suatu kurikulum itu dirancang tidak akan berjalan apabila penyelenggara pendidikan tidak ditatar.  
            Dalam Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan, kiprah guru lebih dominan lagi, terutama dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak saja  dalam program tertulis tetapi juga dalam pembelajaran nyata di kelas.[6] Oleh karena itu kita bisa mengembangkan  standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan menerapakan di sekolah masing-masing. Meskipun demikian bagi pihak palaksana pendidikan yang belum memahami secara komprehensif tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, diharapkan bisa mempelajari secara kaseluruhan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan agar peserta didik berhasil belajar dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disetiap satuan pendidikan. 
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)[7].
B.    Dasar dan Landasan Hukum KTSP

Konsep kurikulum berkembang sesuai dengan perkembangan  teori dan praktek pendidikan, juga bervariasi  sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.[8] Ada tiga konsep tentang kurikulum yaitu: Pertama, kurikulum sebagai substansi, Kedua, sistem, dan Ketiga, sebagai bidang studi. Kurikulum dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan  bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.[9] Penyusunannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan dengan  memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[10]
Dasar Hukum tentang Penyusunan KTSP adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.[11]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut:
1.     Pengembangan kurikulum  mengacu pada standar nasional pendidikan  untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.     Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan  prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. [12]  
            KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang efektif, produktif dan berprestasi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.[13] Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikan sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
            Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada  pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.[14] Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan  otonomi yang lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisiansi, dan pemerataan pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakaan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam  pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan , khususnya kurikulum.   
            Beberapa hal yang dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
a).   Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah    
b).   Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan Standar Kompetensi Lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.
c).   Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk setiap program pendidikan untuk setiap program studi di Perguruan Tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.[15]
               Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah serta komite sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan pendidikan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.
Adapun yang menjadi landasan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah sebagai berikut:
a).   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b).   Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
c).   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
d).   Ketentuan dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
C.    Latar Belakang Munculnya KTSP

Pergantian kurikulum merupakan suatu keniscayaan. Karena bagaimanapun, dunia pendidikan mesti berkembang dan merespons perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat, baik masyarakat di dalam negeri maupun perkembangan dunia global.[16] Setiap paket kurikulum dilandasi oleh dasar pemikiran tertentu. Setiap dasar pemikiran tersebut merupakan hasil pengendapan pemikiran kaum intelektual dan para pemegang kebijakan dunia pendidikan. Endapan pemikiran tersebut biasanya merupakan sintesis dari berbagai kecenderungan pemikiran yang terus berkembang di dalam negeri dan juga di dunia global. Kecenderungan pemikiran yang terus berkembang telah menyebabkan kecenderungan dasar pemikiran dunia pendidikan pun terus berkembang. Dan pada akhirnya, kurikulum pun terus berkembang. Saat ini, dunia pendidikan formal mulai diperkenalkan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Semangat otonomisasi dalam KBK sudah berkembang cukup jauh, dan dalam KTSP semangat itu semakin mengental.  Dalam blog ini akan dibahas KTSP dari berbagai sisi, mulai dari latar belakang, landasan-landasan (perundang-undangan dan peraturan-peraturan pemerintah), dari sudut pandang fungsi guru, kaitannya KTSP dengan KBK, pengembangan KTSP, dll.[17]
D.    Kelebihan – kelebihan KTSP dibandingkan Kurikulum Sebelumnya

Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK.[18] Kelebihan-kelebihan KTSP Antara lain:
1)     Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.[19]
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Kementrian Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
2)     Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah: Pertama, berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; Kedua, beragam dan terpadu; Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan; Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan; Keenam, belajar sepanjang hayat; dan Ketujuh, seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.[20]
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
3)     KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya.[21] Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah. KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.[22]
4)     KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih20%.
Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.[23]
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.
Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.[24]
5)     KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira. Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP.
Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.
E.    KTSP dan Kompetensi Guru
Sejalan dengan pembaharuan pendidikan di era globalisasi dan otonomi daerah, maka permasalahan yang semakin mendesak adalah faktor kemampuan guru sebagai salah satu komponen pendidikan yang paling penting, karena faktor ini dapat memberikan pengaruh langsung terhadap proses dan hasil pendidikan. Kemampuan guru ini dapat dilihat melalui kualifikasi pendidikannya, ditunjang dengan penguasaan materi dan metode pembelajaran yang dipakai, serta ketrampilan-ketrampilan yang lain.
Berkaitan dengan usaha peningkatan kemampuan guru pemerintah telah melakukan berbagai strategi pembinaan profesionalisme guru dengan beberapa tindakan antara lain:
1)     Penyelenggaraaan penataran dan pelatihan bagi guru yang dilakukan dengan metode yang bervariasi sesuai dengan derajat kompetensi yang dimiliki disamping mendorong agar guru termotivasi untuk belajar mandiri secara terus menerus, misalnya dengan menggiatkan kegiatan MGMP, PKG, KKG dan sebagainya.
2)     Mengembangkan bentuk akreditasi guru melalui program sertifikasi guru yang bertujuan untuk mengukur kompetensi guru yang meliputi kompetensi paedadgogis, profesional kepribadian dan kompetensi sosial.
3)     Memberlakukan aturan bahwa kaulifikasi pendidikan minimal untuk seorang guru adalah S1( sarjana).
4)     Mengembangkan kontrol terhadap persiapan mengajar guru oleh kepala sekolah dalam bentuk supervisi.
5)     Menciptakan suasana yang kondusif terhadap guru, sehingga diharapkan para guru termotivasi untuk belajar bersama di sekolah.[25]
Melalui berbagai pembinaan profesioanl tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menguasai bahan-bahan pelajaran, cara pengembangan silabus, metode mengajar yang variatif, serta menguasai teknik evaluasi.. Hal ini dapat terwujud apabila guru yang telah memperoleh pembinaan profesioanl benar-benar mengamalkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimilikinya.
Selain beberapa strategi pembinaan profesioanal di atas ada beberapa kiat yang bisa dilakukan guru dalam melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan(KTSP): Pertama, kembangkan silabus sesuai dengan kondisi sekolah, tidak perlu menginduk kepada sekolah lain karena setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda, Kedua, pekerjaan administrasi yang menyibukkan guru hendaknya dibuat pada awal tahun pelajaran atau awal semester, Ketiga, dalam mengahadapi tuntutan standar kompetensi siswa dan tuntutan masyarakat maka hendaknya di sekolah perlu adanya program pendidikan yang berbasis life skill baik intarakurikuler maupun berbentuk ekstrakurikuler.[26]


[1] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara , 2007), hal. 16.
[2] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal. 2.

[3] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),  hal. 17.

[4] Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (rev. ed), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 23.

[5] Ibid., hal. 24.

[6] Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Cet I, (Bandung: Rosda Karya,  2006), hal. 8.
[7] Afnil Guza, Standar Nasional Pendidikan ( SNP), (Jakarta: Asa Mandiri, 2008), hal. 27.

[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum ( Teori Dan Praktek), Cet VIII, (Bandung: Rosda Karya, 2006), hal.4.

[9] Guza, Standar ..., hal. 3.

[10] Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Cet I, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 20.

[11] Afnil Guza, Standar ..., hal. 51.

[12] Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah R.I Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), hal. 22.

[13] Mulyasa, Kurikulum ..., hal. 23.

[14] Ibid., hal. 23.
[15] Mulyasa, Kurikulum..., hal. 31.
[16] Syarifuddin Nurdain, Guru Professional dan Implementasi  Kurikulum, Cet III, (Jakarta: Ciputat press, oktober 2005), hal.50.

[17] Pengantar KTSP (ditulis pada tanggal: 05 February 2007).

[18] Masnur Muslich, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 30.

[19] Muslich, KTSP..., hal. 33.
[20] Muslich, KTSP ..., hal. 66.

[21] Ibid., hal. 66.

[22] Mulyasa. E., Kurikulum yang Disempurnakan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,  2006), hal. 29.

[23] Ibid., hal. 31.
[24] Ibid., hal. 32.
[25] Mulyasa, Kurikulum..., hal. 55.

[26] Mulyasa, Kurikulum ..., hal. 56.