Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Metode-metode dan Materi Dalam Pendidikan Anak


A.    Metode-metode dan Materi Dalam Pendidikan Anak

Metode-metode dan Materi Dalam Pendidikan Anak

Metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui" dan thodos berarti "jalan" atau "cara".[1] Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu tujuan. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut.[2] Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.[3] Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran. Dengan pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori temuan. Dengan metode serupa itu, ilmu pengetahuan apapun dapat berkembang.
Dari pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Namun demikian, secara terminologis atau istilah kata metode bisa membawa kepada pengertian yang bermacam-macam sesuai dengan konteksnya. Hasan Langgulung mengatakan, karena pelajaran agama sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur’an itu bukan hanya satu segi saja, melainkan bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat syah sembahyang, ada aspek afektifnya, seperti penghayatan pada nilai-nilai keimanan dan akhlak, dan ada aspek psikomotorik seperti praktek-praktek shalat, haji, dan sebagainya, maka metode untuk mengajarkannya pun bermacam-macam, sehingga metode tarbiyah Islamiah itu dapat diartikan sebagai metode pengajaran yang disesuaikan dengan materi atau pelajaran yang terdapat dalam Islam itu sendiri.[4]
Adapun macam-macam metode pendidikan sebagaimana yang dikemukan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1.     Abdul Fati Jalal mengemukakan beberapa sistem pelaksanaan (Metodelogi pendidikan Agama Islam) antar lain:
a.      Metode contoh teladan
b.     Metode keserasian antara ucapan dengan perbuatan      
c.      Metode pembiasaan
d.     Metode pembiasaan suasana gembira
e.      Metode analisa peristiwa
f.      Metode darmawisata. [5]
2. Abdurrahman An-Nahlawi, dalam konteks metode pendidikan Agama Islam mengemukakan antara lain:
a.      Metode hiwar
b.     Metode al kisah (cerita)
c.      Metode amsal (perumpamaan)
d.     Metode teladan
e.      Metode mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan)
f.      Metode targhib ( membuat senang) dan tarhib (takut)[6]
3.  Zakiah Daradjat dalam bukunya ”Metode Khusus Pengajaran Agama Islam” mengemukakan metode pendidikan sebagaiberikut:
a.      Metode ceramah
b.     Metode diskusi
c.      Metode eksperimen
d.     Metode demonstrasi
e.      Metode pemberian tugas
f.      Metode sosiodrama
g.     Metode drill (latihan)
h.     Metode kerja kelompok
i.       Metode tanya jawab.[7]

Secara garis besar materi pendidikan Agama Islam terdiri tiga unsur pokok yang mendasar, diantaranya: aspek Aqidah, aspek Syari’ah dan aspek Akhlak.
2.     Aspek Aqidah
            Menurut bahasa Aqidah berarti “ikatan atau angkutan”. Sedangkan aqidah menurut teknisi berarti ”kepercayaan atau keyakinan”. Berbicara mengenai aqidah sangatlah luas objek pembahasannya, akan tetapi disini penulis cukup menguraikan pokok-pokok pembahasannya saja. Pembahasan mengenai aqidah Islam pada umumnya berkisar pada arkanul iman (rukun iman yang enam), diantaranya:
a.      Iman kepada Allah.
b.     Iman kepada malaikat-malaikat Allah. 
c.      Iman kepada kitab-kitab Allah.
d.     Iman kepada rasul-rasul Allah.
e.      Iman kepada hari kiamat.
f.      Iman pada qadha dan qadar.[8]
                      Aqidah juga dapat diartikan dengan sesuatu kayakinan yang mendalam yang terdapat di dalam jiwa manuasia. Dalam al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah diantaranya terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 136 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ آمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيَ أَنزَلَ مِن قَبْلُ وَمَن يَكْفُرْ بِاللّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً )النساء: ١٣٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya dan kepada kitab yang di turunkan kitab sebelumNya. Barang siapa yang kafir kepada Allah , Malaikat-MalaikatNya, Kitab-kitaNya, Rasul-RasulNya, dan hari kiamat, maka sesungguhnya orang itu sesat sejauh-jauhnya. (QS: An Nisa’: 136).

3.     Aspek  Syari’ah
            Menurut bahasa Syari’ah berarti “jalan” sedangkan secara istilah syari’ah atau sering juga di sebut syari’ah Islam adalah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan, hubungan sesama manusia, maupun hubungan manusia dengan alam. Secara garis besar syari’ah dibagi atas 2 ruang lingkup yaitu:
a.      Ibadah
            Ibadah adalah segala sesuatu yang dilakukan hanya semata-mat karena Allah dan tidak terlepas dari tempat, waktu, dan juga tidak dipengaruhi oleh perkembangan zaman.[9]
            Allah menciptakan manusia di dunia ini bukanlah semata-mata hidup untuk makan, minum, beranak pinak, lalu mati. Akan tetapi manusia diciptakan melainkan untuk menyembahNya. Dalam Al-qur’an surat Al-Dzariat ayat 56  Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ) الذاريات: ٥٦(
Artinya:                Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.(QS:Al- Dzariat 56)

                     Aktifitas ibadah dilakukan dengan lima prinsip yaitu mengucapkan 2 kalimat syahadah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji bagi yang mampu. Hal ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
حديث ابن عمر رضي الله عنه: قال رسولله بني الاسلم على خمس: شهادة ان الااله الا الله وان محمدا رسو الله و إقام الصلاة وإقام الصلاة وإيتاء الز كاة و الحج وصوم رمضان (البخري)
Artinya: Ibnu Umar r.a, Rasulullah SAW bersabda:Islam berdiri Atas lima perkara, percaya bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad Utusan Allah, Mendirikan Shalat, Puasa Pada Bulan Ramadhan, Menunaikan Zakat dan Naik Haji Bagi yang mampu (H.R Bukhari)[10]

b.     Muamalah
            Muamalah artinya ialah hubungan manusia dengtan manusia yang yang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Muamalah dapat juga dibagi kedalam dua garis besar yaitu:
a.      Al-Qanul khas (hukum perdata) yang meliputi:
1.     Hukum niaga (perdagangan)
2.     Munakahah  (pernikahan)
3.     Waratsah (waris)
b.     Al-Qanul ’Am (hukum publik) yang meliputi:
1.     Jinayah (hukum pidana)
2.     Khilafah (hukum kenegaraan)
3.     Jihad (hukum perang dan damai).[11]  
            Ciri-ciri utama Fiqh muamalah adalah terdapatnya kepetingan, keuntungan material dalam proses akat dan kesepakatan. Berbeda dengan Fiqh ibadah yang lakukan hanya  semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada allah tanpa ada terindikasi kepentingan material.[12]
            Dalam Al-qur’an banyak membicarakan tentang muamalah, diantaranya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  )البقرة:٢٧٥(

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka mengatakan (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(Qs. Al- Baqarah: 275)

3.     Aspek akhlak
             Akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari kata khalaka yang kata asalnya khuluqun, yang artinya perangai, tabiat, adat atau khaqun, yang berarti kejadian, buatan , ciptaan. aklak secara etimologi diartikan perangai, tabiat atau sistim prilaku yang di buat.[13] 
            Akhlak dapat juga diartikan dengan suatu sikap mental dan tingkah laku perbuatan yang luhur, mempunyai hubungan dengan zat yang maha kuasa. Akhala islam adalah berasal dari keyakinan dalam jiwa, tauhid manusia itu sendiri.[14] Akhlak juga merupakan implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku, baik yang berhubungan dengan sesama manusia maupun dengan tuhanNya.[15]
            Pada garis besar akhlah mencakup 3 hal diantaranya:
a.      Akhlak manusia terhadap khalik.
b.     Akhlak manusia terhadap manusia.
c.      Akhlak manusia terhadap makhluk (alam)[16].
            Dalam Al-Qur’an banyak membicarakan tentang akhlak, diantaranya terdapat dalam surat Luqman ayat 18-19 yang berbunyi:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ, وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ) ١٨- ١٩(
Artinya:     Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjala dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS: Luqman: 18-19)



[1]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan  Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdesipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 82

[2]Ibid., hal. 83

[3]Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV, Pasal 9, hal. 5
[4]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995). hal. 65

[5] Abdul Fati Jalal, Azas Pendidikan Islam, alih bahasa oleh Heri Neor Ali, Cet I, (Bandung, CV Ponorogo, 1986), hal.177.
[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam, (Jakarta: GIP, 1995), hal. 55.

[7] Zakiah daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksra, 2001), hal. 289-307.
[8] Jalaluddin Rahmat, Wawasan Islam, Paradikma dan Sistem Islam, (Bandung: Matahari Press, 2003), hal 44.

[9] T.M. Hasby Ash  Shiddiqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: Mulya 1967), hal 21.

[10] M. Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara  Hadis, Alih Bahasa dari Al-Lu’lu Warmajan,                  ( Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005), hal. 7.

[11] Jalaluddin Rahmat..., hal.45.

[12] Dedel Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial ,”Dirasah Islamiyah (Jakarta: raja grafindo persada, 1992),  hal. 71.
[13] Abu Ahmadi dan Noor Salmi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 198.
[14] Nasrudin Razak, Dinul Islam, Cet. II, (Bandung: Al-ma’arif, 1993), hal. 9.

[15] M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Prefektif Al-qur’an, Cet I, (Jakarta: Maduel press, 2001), hal. 149.

[16] Rahmat, Wawasan... hal.46.